Anda di halaman 1dari 10

Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem

Hukum Pajak Indonesia


Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Pajak

Dosen Pengampu : Dr. H. Endeng, S.H.,M.H

KELAS: 6E

Disusun Oleh :

Reinaldy Muhammad 1810631010114

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq serta
inayahnya dan nikmat yang tiada batasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Judul yang diambil oleh penulis dalam penyusunan tugas ini adalah
“Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak Indonesia”.

Seiring dengan hal ini, penyusunan tugas ini juga bertujuan untuk memenuhi komponen
penilaian dalam tugas terstruktur pada mata kuliah Hukum Pajak. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tugas ini,
terutama bapak Dr. H. Endeng, S.H.,M.H sebagai dosen pada mata kuliah Hukum Pajak.
Penulis menyadari sepenuhnya penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna, baik dalam
isi nya maupun dalam penyajianya, berkat dorongan dan bimbingan dari semua pihak maka
penulisan tugas ini dapat terselesaikan.

Semoga tugas makalah ini layak untuk dijadikan sumber rujukan dalam mengkaji ilmu
hukum pajak dan memberikan kontribusi praktis maupun akademik bagi internal civitas
akademik Universitas Singaperbangsa, utamanya bagi Fakultas Hukum, Jurusan Ilmu Hukum
dan tidak bisa di pungkiri bagi semua golongan. Semua kebenaran dalam tugas ini adalah
semata dari Allah SWT dan miliknya, sedangkan segala kesalahan kekurangan semata dari
keterbatasan saya pribadi.

Kamis, 3 Juni 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.

Sedangkan pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja adalah iuran wajib, berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a. Iuran rakyat kepada Negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan


pelaksanaannya.

c. Tanpa jasa timbal balik atau kontrapestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang


bermanfaat bagi masyarakat luas

Perpajakan di Indonesia diatur melalui pasal 23A UUD 1945 dan peraturan lainnya seperti
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak
secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil
dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding Majelis Pertimbangan
Pajak.
b Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun bagi warganya.

c Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran produksi maupun perdagangan, sehingga


tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d Pemungutan pajak harus efisien (Syarat finansiil)

Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutannya.

e Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutannya yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Contoh: bea materai disederhanakan dari 167 macam
tarif menjadi dua tarif; tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi satu tarif yaitu 10%;
pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan
menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan hukum maupun perseorangan.

Guna melaksanakan pemerintahan di setiap negara diperlukan berbagai macam dana


pendukung sebab tanpa dukungan dana yang mencukupi program kegiatan pemerintah tidak
dapat direalisir optimal. Dana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak
sedikit, sehingga memerlukan banyak sumber-sumber penerimaan dana, apalagi disertai
dengan kegiatan pembangunan. Penerimaan Pemerintah mempunyai an yang luas, meliput :
pajak, hasil penjualan barang dan jasa, pinjaman, mencetak uang, dan sebagainya. Pendapat
lain mengatakan bahwa penerimaan negara berasal dari :

(a) pungutan

(b) pinjaman,

(c) penciptaan uang baru.

Pungutan sendiri merupakan nama himpunan yang meliputi pajak, retribusi, sumbangan,
monopoli, dan pungutan- pungutan Iain. Khusus penerimaan dari sektor pajak, eksistensinya
pada dasarnya sebagai species dan genus pemungutan telah ada sejak zaman Romawi.

Beberapa penerimaan pemerintah tersebut, jika disederhanakan dapat dibedakan atas


penerimaan pajak dan penerimaan non-pajak. Pajak sebagai salah satu penerimaan
pemerintah, dapat dikatagorikan sebagai berikut:

a). State taxes:

(1) Income tax;

(2) Value-added tax;


(3) Sales tax on luxury goods;

(4) Stamp taX;

(5) Properly tax (on land and buildings);

(6) Fiscal exit tax.

b). Regional taxes:

(1) Development tax;

(2) Motor vehicles tax;

(3) Other minor taxes, including household tax.

c). Customs and excise taxes:

(1) Export tax;

(2) Import tax;

(3) Tobacco, beer and alcohol and gasoline taxes.

Pemungutan pajak di Indonesia secara yuridis konstitusional awalnya didasarkan pads Pasal
23 ayat(2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa, segala pajak untuk negara
berdasar undang-undang. Selanjutnya pasal tersebut diamandemen dengan Pasal 23 A
Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan :“pajak dan pungutan lain yang sifatnya
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Pasal hasil amandemen
tersebut cakupannya lebih luas jika dibandingkan dengan pasal sebelumnya. Maksudnya ialah
pasal hasil amandemen selain sebagai dasar pemungutan pajak. juga sekaligus sebagai dasar
pungutan Iain di luar pajak yang sifatnya memaksa.

Berkaitan dengan kategori pajak, mulai tahun 1957 sampai sekarang di Indonesia terdapat
pajak pusat dan pajak daerah. Terciptanya kategori pajak tersebut, tidak lepas dari bentuk
Indonesia sebagai negara kesatuan, yang wilayahnya terdiri atas berbagal daerah; seperti yang
ditetapkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) “Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten
dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyal pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang".

Berdasarkan peraturan perundang- undangan yang dipergunakan untuk mengatur


Pemerintahan Daerah yang pemah berlaku selama ini, memposisikan Pemerintah Daerah
berstatus sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi Daerah Otonom adalah harus memiliki
sumber pendapatan asli daerah sendiri, yang salah satunya berasal dari hasil pajak daerah.

Selama perjalanan waktu, peraturan perundang-undangan yang dipakai untuk mengatur pajak
daerah meliputi :
(a). Undang Undang Nomor 11 I Drt / 1957,

(b). Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997,

(c). Undang Undang Nomor 34 Tahun 1999.

Keberadaan perundang-undangan tersebut, tidak lepas dari peraturan perundang-undangan


yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah; seperti

- Undang Undang Nomor 1 Tahun 1957,


- Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974,
- Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, maupun
- Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan perpajakan daerah dalam sistem hukum pajak lndonesia?

2. Bagaimana kriteria retribusi daerah dalam sistem hukum pajak lndonesia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaturan perpajakan daerah dalam sistem hukum pajak lndonesia

2. Untuk mengetahui kriteria produk hukum pajak daerah dalam sistem hukum pajak
lndonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak Indonesia


Sistem pemungutan pajak ada beberapa macam antara lain:
a Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; wajib pajak bersifat pasif; utang pajak
timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciricirinya: wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; wajib pajak aktif, mulai dari
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; fiskus tidak ikut campur
dan hanya mengawasi.
c With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan
fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. Ciricirinya: wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.Pajak daerah meliputi Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Jenis Pajak Propinsi
terdiri dari:
a Pajak Kendaraan Bermotor.
b Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. .
c Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d Pajak Air Permukaan.
e Pajak Rokok.
Sedangkan jenis Pajak Kabupaten/Kota, meliputi:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
Pengaturan perpajakan daerah di lndonesia selama ini berpedoman pada dua kaedah ialah
kaedah central (central norm) maupun kaedah local (local norm) . Kaedah sentral (central
norm) dalam pengaturan perpajakan daerah dapat dibedakan menjadi dua, ialah:
(1) Peraturàn perundang-undangan pemerintahan daerah, rnelipuli
a). Undang-Undang Nomor I Tahun 1957.
b): Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
c). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
d). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
(2) Peraturan perundang-undangan pajak dan retribusi daerah, meliputi
a). Undang Undang Nouor 11 / Drt/1957.
b). Undang Undang Connor 18 Tahun 1997.
c). Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000.
Kaedah lokal (local norm) dalam pengaturan perpajakan daerah menggunakan Peraturan
Daerah yang dibuat dan diberlakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
B. Kriteria Retribusi Daerah

Retribusi Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran atas


jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Ciri-cirinya:

 Dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan.


 Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan dinikmati
oleh orang atau badan.
 Pihak yang membayar retribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa secara langsung
dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
 Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi daerah dapat
dikenakan sanksi ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi daerah tidak memperoleh
jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
 Hasil penerimaan retribusi daerah disetor ke kas daerah

Selain jenis-jenis retribusi di atas, pemerintah pusat dapat berwenang pula menetapkan jenis
retribusi lain melalui Peraturan Pemerintah.
Kriteria retribusi adalah sebagai berikut:
1. Retribusi Jasa Umum:
a. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau
Retribusi Perizinan Tertentu;
b. jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi;
c. jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau Badan yang diharuskan
membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;
d. jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau Badan yang membayar retribusi
dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu;
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;
f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber
pendapatan Daerah yang potensial; dan
g. pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau
kualitas pelayanan yang lebih baik.
2. Retribusi Jasa Usaha:
a. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau
Retribusi Perizinan Tertentu;
b. jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan
oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai
Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.
3. Retribusi Perizinan Tertentu:
a. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam
rangka asas desentralisasi;
b. perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan
c. biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk
menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak
dibiayai dari retribusi perizinan;
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kotraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan peraturan perundang- undangan yang dipergunakan untuk mengatur
Pemerintahan Daerah yang pemah berlaku selama ini, memposisikan Pemerintah Daerah
berstatus sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi Daerah Otonom adalah harus memiliki
sumber pendapatan asli daerah sendiri, yang salah satunya berasal dari hasil pajak daerah.

Sistem pemungutan pajak ada beberapa macam antara lain:


a Official Assessment System
b Self Assessment System
c With Holding System
Retribusi Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Anda mungkin juga menyukai