PAJAK
OLEH :
SEFRYANA SARI
2022
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
berkah, rahmat, karunia serta hidayah-Nyalah penyusun dapat menyalesaikan tugas ini dengan
baik.
Tugas makalah yang berjudul "Pajak" ini bertujuan untuk mengetahui ruang lingkup yang
ada pada pajak serta juga untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada penyusun sebagai tugas
wajib pada mata kuliah Ekonomi Makro Islam.
Penyusun sangat mengetahui atas segala keterbatasan dan kekurangan dalam tugas makalah
ini, yang mana masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharap kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua,
terutama bagi penyusun.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak mempunyai peranan yang sangat dominan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan
finansialnya, namun pasca kemerdekaan Republik Indonesia pola perpajakan masih
kebinggungan di masyarakat pada saat itu, dan sistem kolonial ini juga menimbulkan tidak
sektor pajak, maka dari itu diperlukan suatu perubahan dalam mengefektifkan sistem perpajakan
di Indonesia.1 Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang bertujuan untuk
masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih banyak warga negara yang tidak membayar
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik negara maju
maupun negara berkembang. Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan
pajak, yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan
berkurang.
1
Rochmat Soemitro. 1986. Pajak penghasilan. Eresco Bandung. Bandung. hal.4
Pelaksanaan Pemungutan pajak suatu negara memerlukan suatu sistem yang telah disetujui
perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun maupum
bagi wajib pajak. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan menuntut wajib pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan
kewajiban pepajakannya. Sistem pemungutan yang berlaku adalah Self Assesment System,
dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan di lakukan sepenuhnya oleh wajib pajak, fiskus
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka
masyarakat. Kewenangan memungut pajak di Indonesia saat ini dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Kementerian Keuangan dan Dinas
Pendapatan Daerah pada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Disadari
begitu pentingnya pungutan pajak agar sesuai dengan rasa keadilan, konstitusi dasar Republik
Indonesia dalam Amandemen ke3-tiga UUD 1945 mengatur pajak dalam pasal tersendiri yaitu
dalam Pasal 23 A : Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
4. Untuk mengetahui bagaimana pajak pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi Wajib Pajak
kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang sifatnya dapat di paksakan dan di pungut oleh Undang-Undang,
serta tidak mendapat imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.3 Selain itu pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar
pengeluaran umum.4 Menurut S.I. Djajadiningrat yang di kutip oleh Siti Resmi bahwa pajak
adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang di
sebabkan suatu
keadaan, kejadian,dan perbuatan yang memeberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang di tetapakan pemerintah serta dapat di paksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung untuk memelihara kesejahtraan secara umum.5
Dari beberapa definisi di atas yang telah di kemukakan oleh beberapa ahli bahwa terdapat
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukan antara kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
3. Pajak di pungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3
Mardiasmo. Perpajakan. (Edisi Revisi 2009, Yogyakarta, Penerbit Andi. Muljono,
Djoko, 2010). Hal.22-23.
4
Rochmat Soemitro. 1984. Pajak penghasilan. Eresco: Bandung. hal.4
5
Siti Resmi. 2009. Perpajakan, Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat. Hal.1
4. Pajak di peruntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dalam
B. Fungsi Pajak
pelaksanaan pebangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai
banyaknya, sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk membiayai pengeluaran Negara.
Digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
sebagainya.
Fungsi mengatur berarti pajak di jadikan alat bagi pemerintah untuk mencapai tujuan
tertentu, baik dalam bidang ekonomi moneter, social, kultural, maupun dalam bidang politik.
Selain dua fungsi di atas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu:
1) Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk melaksanakan kebijakan yang
Hal ini dapat di lakukan dengan mengatur peredaran uang yang beredar di masyarakat,
6
Siti Resmi. Perpajakan, Teori dan Kasus. Hal.2
7
Neneng Hartati. 2015. Pengantar Perpajakan. Cv Pustaka Setia. Hal. 35-37
Pajak yang sudah di pungut oleh Negara di gunakan untuk membiayai kepentingan
3) Fungsi demokrasi
Pajak yang sudah di fungut oleh Negara merupakan wujud sistem gotong royong.
Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar
pajak.8
masyarakat enggan membayar bila terlalu rendah maka pembangunan tidak akan berjalan karena
dana yang kurang. Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-ungang dan pelaksanaan
secara umum dan merata, serta di sesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil
dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
pertimbangan pajak.
Di Indonesia pajak di atur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan
8
Diana Sari. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: Rapika Aditama. Hal.40
9
Mardiasmo. 2009. Perpajakan, edisi revisi tahun 2009. Yogyakarta: Andi. Hal.23
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
Sesuai fungsi butgetair, biaya pemungutan pajak harus bias di tekan sehingga lebih
1) Pajak Langsung
Pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat di bebankan atau tidak
dapat di limpahkan kepada orang lain. Contoh: PPh, PPN, PPn BM, Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang proses pembayarannya dapat dibebankan
kepada pihak lain. Jadi, Wajib Pajak memiliki wewenang untuk menyerahkan pembayaran
3) Pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan atau dapat di limpahkan kepada orang lain.
1) Pajak Subjektif
2) Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak atas Barang Mewah (PPn BM).
1) Pajak Pusat
Pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan di gunakan untuk membiayai rumah
tangga Negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Atas Penjualan
2) Pajak Daerah
Pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan di gunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah.
a) Pajak provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan
bermotor.
Adapun Pajak Penghasilan (PPh) menjadi salah satu jenis pajak yang memegang porsi
terbesar dalam sumber penerimaan negara. Pajak atas penghasilan ini dikenakan terhadap Wajib
Pajak Orang Pribadi atau Badan dan tak dapat diwakilkan. Penghasilan yang dikenakan tidak
hanya berasal dari gaji, melainkan juga dari laba usaha, honorarium, hadiah dan penghasilan
lainnya dalam perhitungan satu tahun pajak. Dalam konteks Wajib Pajak Badan, pemungutan
atau penarikan pajak itu diambil dari barang atau jasa yang dikelola. Seluruh jenis pajak tersebut
nantinya dikelola untuk memenuhi kepentingan negara dan akan kembali kepada rakyat. Sesuai
dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, setidaknya ada 8 jenis pajak penghasilan yang
berlaku untuk individu dan badan usaha. Adapun delapan jenis pajak perusahaan berikut: (UUD
berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus. Begitu sebuah perusahaan didirikan, maka
mereka sudah dianggap sebagai Wajib Pajak badan. Ini juga berlaku kepada individu yang
menjadi pengusaha dan berhak sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi. Umumnya jenis pajak yang
PPh Pasal 21 adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atas
segala penghasilan yang diterima dari pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Pajak Penghasilan ini harus rutin dibayarkan setiap bulannya.
PPH Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang menyasar Wajib Pajak Badan, baik milik
pemerintah maupun swasta. Umumnya pajak ini dikenakan pada jenis kegiatan badan usaha
sektor perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Adapun pihak pemungut dari jenis PPH ini
adalah Badan pemerintah Pusat atau Daerah khusus, Badan-badan khusus dalam bidang ekspor
dan impor, dan Wajib Pajak yang melakukan pejualan barang mewah.
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas penyerahan jasa, hadiah,
royalti, dan lainnya selain yang telah di potong oleh PPh Pasal 21. Tarif dari PPh Pasal 23
dikenakan atas nilai DPP dari penghasilannya dan ditentukan dalam 2 tarif yaitu 15% dan 2%
tergantung pada objeknya. Misalnya dalam imbalan jasa maka dikenakan tarif sebesar 2%.
PPH Pasal 25 adalah angsuran pajak yang berasal dari jumlah PPh terutang menurut SPT
tahunan. Hanya saja Wajib Pajak harus membayar sendiri tanpa diwakilkan oleh siapapun dan
dilaksanakan secara berangsur. Pajak jenis ini memiliki tujuan untuk meringankan beban wajib
diterima oleh wajib pajak luar negeri, kecuali bentuk usaha tetap (BUT) yang ada di Indonesia.
PPh ini merupakan penerapan dari asas sumber yang dianut dalam sistem pemungutan pajak
PPh Pasal 29 adalah pajak yang berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Badan.
Pajak ini muncul sebagai akibat PPh terutang dalam SPT tahunan, jumlahnya lebih besar
ketimbang kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Pajak ini harus
dibayarkan dan dilunasi sebelum SPT tahunan PPh Badan tersebut dilaporkan.
PPh jenis ini adalah pajak atas penghasilan yang bersifat final serta tidak dapat dikreditkan
dengan pajak penghasilan terutang. Objek pajak dari pajak ini adalah investasi atau simpanan
seperti bunga obligasi, bunga deposito dan Surat Utang Negara (SUN), dan lain sebagianya
E. Asas-asas Perpajakan.
1. Asas Keadilan
1) Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan pada orang pribadi
yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai
2) Asas Certainty
Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib pajak harus mengetahui
4) Asas Economy
Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak
1) Teori Asuransi
keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran
premi dengan pajak. Walaupun kenyataannya menyatakan hal tersebut dengan premi
tidaklah tepat.
2) Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat.
Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah
termasuk perlindungan jiwa dan raganya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk
Teori ini mengandung bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa
yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta
bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan
dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau
2. Asas Manfaat
Pengenaan pajak hendaknya seimbang dengan keuntungan (manfaat) yang didapat wajib
pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka
pajak dikatakan adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa
publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi lebih besar. PBB menggunakan
prinsip benefit dalam mengukur aspek keadilan dalam perpajakan. Fungsi negara adalah
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada
negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-
undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat (2) Undang-
b. Asas Ekonomis
Seperti pada uraian sebelumnya, pajak mempunyai fungsi regular dan budgeter. Asas
ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan
ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak
c. Asas Finansial
Berkaitan dengan hal ini, fungsi pajak yang terpenting adalah fungsi budgeter nya, yakni
itu, agar diperoleh hasil yang besar, maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecilnya.
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan wajib Pajak
berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia
dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia
b. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu Negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap
c. Asas Sumber.
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu
Negara yang memungut pajak. Dengan demikian Wajib Pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenai pajak di Indonesian tanpa memperhatikan
Adapun keberadaan pengadilan pajak merupakan peradilan khusus yang menangani perkara
perpajakan sangat dinantikan para pengusaha dan investor di Indonesia, di mana dalam
penanganannya dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah dan
sederhana dengan memberikan putusan yang bersifat final. Hal tersebut sangat diperlukan,
mengingat bahwa perkembangan dunia usaha yang pesat memicu terjadinya konflik
diakibatkan adanya analogi dan interpretasi terhadap suatu peraturan yang diterbitkan
Pemerintah. Manakala terjadi hal tersebut, maka putusan pengadilan akan membentuk suatu
kaidah hukum yang harus dipatuhi oleh para pihak, dalam teori hukum disebut dengan
common law.
Penyelesaian perkara perpajakan telah dilakukan oleh sebuah institusi khusus yang
dapat dilihat dalam kilasan sejarah penyelesaian perkara pajak dari masa ke masa.
Adapun dalam undang-undang tentang Pengadilan Pajak terdapat beberapa istilah, antara
lain:
a) Pajak: “Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, termasuk
bea masuk dan cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan
b) Sengketa Pajak: “Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan
antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan
1) Banding: “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau
penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan
2) Gugatan: “Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau
penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang
berlaku”.
Dalam Islam, segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah memiliki maksud dan tujuan
tertentu. Di dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan segala perintah dan petunjuk sebagai
pedoman hidup umat-Nya di muka bumi ini. Dan sebagai umat-Nya yang ditunjuk sebagai
Khalifah di muka bumi, tugas manusia adalah mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-
Nya selama hidup di dunia ini. Ini berarti bahwa umat Muslim berkewajiban melaksanakan
semua perintah Allah di seluruh aktivitasnya di muka bumi. Umat Muslim hanya perlumengikuti
apa yang diperintahkan Allah di dalam Al-Qur’an untuk mendapatkan rahmat dan rezeki dari-
12
Pasal 77 ayat 3 Undang-Undang no.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Nya, dan jika manusia memungkirinya, maka dia akan mendapatkan dosa yang besar. Segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia dimuka bumi haruslah berdasarkan nash Al-Quran.
Perintah melaksanakan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, dan
menunaikan ibadah haji merupakan sebahagian perintah Allah kepada Umatnya di dalam Al-
Qur’an.
Namun bukan berarti Allah tidak pernah memerintahkan pemungutan pajak. Di dalam Al-
Qur’an, Ulil Amri (Pemerintah) hanya diperintahkan untuk memungut pajak dari para kaum non-
muslim yang kafir. Itupun tidak disebutkan dengan nama dharibah di Al-Qur’an melainkan
kharaj dan jizyah. Kedua pajak ini dipungut dari kaum kafir dengan tujuan berbeda. Kharaj
merupakan pajak yang dikenakan kepada kaum kafir atas tanah kharajiyah dan jizyah dikenakan
sebagai denda atas keamanan dan perlindungan yang didapatkan karena hidup di negara Islam.
Namun yang terjadi sekarang ini adalah Pemerintah (Ulil Amri) mewajibkan pajak bukan
hanya kepada umat non-muslim, tetapi kaum muslimin juga telah diwajibkan membayar pajak,
padahal umat Muslim juga telah memiliki kewajiban zakat sebelumnya. Namun Berbagai pos
pengeluaran yang tidak tercukupi oleh Baitul Maal adalah menjadi kewajiban kaum Muslimin.
pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul kemudharatan atas kaum muslimin, padahal
Allah juga telah mewajibkan negara dan umat-Nya untuk menghilangkan kemudharatan yang
menimpa kaum muslimin. Maka jika kondisi tersebut, negara mewajibkan kaum muslimin untuk
membayar pajak, hanya untuk menutupi berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang
Adapun Macam-macam pajak yang ada pada zaman Rasulullah Saw. adalah sebagai
berikut:14
Muhammad MAG. 2002. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Jakarta:
14
Jizyah adalah pajak yang dibayarkan orang non muslim khususnya ahli kitab untuk jaminan
perlidungan jiwa, harta atau kekayaan, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer. Pada zaman
Rasulullah besarnya jizyah adalah satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu
membayarnya. Pembayaran tidak harus tunai tetapi dapat juga berupa barang dan jasa.
b. Kharaj
Kharaj adalah pajak tanah yang dipungut dari non muslim ketika khaibar ditaklukan,
tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah
tanah tersebut sebagi pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan setengah hasil produksi
kepada negara. Jumlah kharaj dari tanah ini tetap. Rasulullah biasanya mengirim orang yang
memiliki pengetahuan dalam masalah ini untuk memperkirakan jumlah hasil produksi. Setelah
mengurangi sepertiga sebagai kelebihan perkiran, dua pertiga bagian diberikan dan mereka bebas
memilih; menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama diterapkan di daerah
lain. Kharaj menjadi sumber pendapatan yang penting pada saat itu.15
c. Ushr
Ushr adalah (pajak cukai sepersepuluh) yang dikenakan kepada para pedagang non muslim
karena pedagang muslim harus membayar pajak yang sama atas tanah mereka.
d. Nawaib
Nawaib adalah pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum
muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini
e. Khums
Khums adalah pajak proporsional yang jumlahnya tidak konstan, hal ini menyebabkan
kestabilan harga dan menurunkan Inflasi dalam kondisi kelebihan permintaan atas penawaran.
Issawi, C. 1996. Ibnu Khaldun, Analysis of Economic Issues dalam Readings In Islamic
15
zakat dan ushr adalah kewajiban agama dan masuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk
keduanya telah diatur dalam Al- Quran 9:60, sehingga pengeluaran zakat tidak bisa untuk
diungkapkan oleh Kadim Shadr (1996) bahwa setiap dana pajak mempunyai tujuan pengeluaran
sendiri. Khums juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasukan dan perlengkapan perang.
Pengeluaran khusus untuk penerimaan kharaj adalah untuk memelihara kebutuhan publik. Pada
saat yang sama, penerimaan yang disebut diatas juga dikeluarkan untuk hal yang bermanfaat bagi
publik secara umum. Selanjutnya dana yang dikumpulkan dari setiap daerah terutama
dikeluarkan untuk daerah itu sendiri. Akhirnya seluruh dana yang tersisa dikirim ke baitul maal.
Semua Khulafaurasyidin, terutama Umar bin Khattab, Ali bin abi thalib, dan Umar bin Abdul
Azis dilaporkan telah menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan keadilan dan
kemurahan, tidak diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk membayar, juga jangan
sampai membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sehai-hari. Oleh
karena itu, Beliau sangat mendukung hak pemerintah untuk meningkatkan atau menurunkan
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sahabat pertama yang melanjutkan dan menggantikan
kepemimpinan setelah Rasulullah Saw. Sebelum menjadi khalifah beliau tinggal di Sikh,
dipinggir kota Madinah tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaidah ditunjuk menjadi
penanggung jawab Baitul maal. Setelah 6 bulan Abu Bakar pindah ke Madinah dna bersamaan
dengan itu sebuah rumah dibangun untuk Baitul Maal Selama sekitar 27 bulan
kepemimipinannya, Abu Bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai dan masalah
orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Abu bakar adalah Khalifah yang
Muhammad MAG. 2002 Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Jakarta:
16
sebesar 8000 dirham, serta mengemblikan fasilitas yang diberikan kepadanya selama menjabat
sebagai khalifah.
Umar menggantikan Abu Bakar yang dipilih secara aklamasi. Kontribusi Umar yang paling
baik adalah membentuk perangkat administrasi yang baik untuk menjalankan roda pemerintahan
yang besar. Ia mendirikan institusi admisistratif yang hampir tak mungkin didirikan pada abad
ketujuh sesudah masehi. Pada tahun 16 Hijriah Abu Huraira yang bertugas sebagai amil Bahrain,
mengunjungi Madinah dan membawa 500.000 dirham kharaj. Itu adalah jumlah besar sehingga
mengadakan pertemuan dengan majelis syuro untuk menanyakan pendapat mereka dan
diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk
disimpan sebagai cadangan darurat. Untukmenyimpan dana tersebut dibentuklah baitul maal
untuk pertama kalinya yang bersifat reguler dan permanen. Didirikan di ibukota dan didirikan
baitul maal (menteri keuangan). Baitul Maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana
kebijaksaan fiskal negara Islam. Khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut, tetapi
mendapat tunjangan tersendiri sebagai gajinya. Properti baitul maal dianggap sebagai harta
tanggung jawab negara untuk menyediakan fasilitas yang berkesinambungan untuk janda, anak
yatim, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang orang bangkrut,
membayar uang diyat untuk kasus tertentu dan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan
komersial, bahkan Umar pernah meminjam sejumlah uang untuk keperluan pribadinya.
Bersamaan dengan reorganisasi baitul maal, Umar mendirikan diwan Islam yang pertama,
yang disebut Ad-Diwan. Sebenarnya lembaga tersebut adalah kantor yang ditujukan untuk
membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan lain dalam basis
yang reguler dan tepat. Khalifah juga membentuk komite yang terdiri dan ternama, untuk
membuat sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya untuk
diberi tunjangan.Daerah penumpukan kharaj adalah mencakup bagian yang cukup besar dari
kerajaan Roma dan Sasanid karena itu sistem yang terelaborasi dibutuhkan untuk penilaian,
itu Umar mengirimkan Usman Ibn Hunaif Al-Anshari untuk membuka batas-batas tanah di
1. Wilayah Irak yang ditaklukan dengan kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan ini
tidak dapat diganggu gugat, sedangkan bagian yang berada dibawah perjanjian damai tetap
2. Kharaj dibebankan pada semua tanah yang dibawah kategori pertama, meskipun pemilik
tersebut kemudian memeluk Islam. Dengan demikian tanah tersebut tidak dapat dikonversikan
3. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka membayar kharaj dan jizya.
4. Sisa tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali
(seperti Basra) bila ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai ushr. Di Sawad, kharaj
dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (jenis
gandum), dengan anggapan tanah tersebut dapat dilalui air. Harga/tarif yang lebih tinggi
perkebunan. Di Mesir menurut perjanjian Amar, dibebankan dua dinar. Hingga tiga irdab
gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka dan madu dan rancangan itu disetujui khalifah.
muslim. Beban perkepala sebesar satu dinar dan beban jarib (unit berat) yang diproduksi per
jarib (ukuran tanah). Pada masa Umar pendapatan negara meningkat tajam, pendapatan yang
a. Pendapatan yang diperoleh zakat dan ushr yang dikenakan terhadap kaum muslimin.
b. Pendapat yang diperoleh dari khums dan shodaqah.
c. Pendapatan yang diperoleh dari kharaj, jizya, ushr dan sewa tetap tahunan tanah yang
diberikan.
Usman adalah Khalifah ketiga. Beliau adalah seorang yang jujur dan saleh tetapi sangat
tua dan lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa terkaya diantara sahabat nabi.
Kekayaannya membantu terwujudnya Islam beberapa peristiwa penting sejarah. Pada enam
tahun pertama kepemimipinannya, Balkh Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistani ditaklukan.
Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara
ditaklukan, kemudian tindakan efektif dilakukan dalam rangka pengembangan sumber daya
alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanami dan keamanan
dilakukan Usman adalah dengan membuat perubahan administrasi dan mengganti gubernur
Mesir, Busra, Assawad dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemasukan
negara dalam rangka pembiayan pertanahan dan kelautan, untuk peningkatan dana pensiun dan
Segera setelah pengangkatan Ali sebagai khalifah, beliau segera memberikan perintah untuk
memberhentikan pejabat korup yang ditunjuk Usman dan membuka kembali tanah perkebunan
yang sudah diberikan kepada orang kesayangan Usman dan mendistribusikan pendapatan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan Umar. Ali berkuasa selama 5 tahun dan dia mempunyai
konsep yang jelas mengenai pemerintahan dan administrasi umum dan masalah yang berkaitan
dengannya. Serta Pada zaman Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib tidak ada perbedaan
dalam jenis penarikan jemis pajak yaitu hanya jenis Jizyah saja, akan tetapi yang membedakan
Salah satu gagasan peraturan bidang ekonomi semasa beliau menjabat yaitu, mengutamakan
kesetaraan dan mengalokasikan harta negara teruntuk masyarakat, dan yang paling penting Ali
RA memastikan pajak untuk yang mempunyai kebun dan memperbolehkan pemungutan zakat
terhadap hasil dari kebun tersebut seperti syuran. Khalifah Ali RA sangat ingin menuntaskan
kemiskinan beliau memegang dua prinsip yang pertama, semua harta baitul maal, tanah serta
penghasilan adalah properti negara dan harus dialokasikan untuk masyarakat yang memerlukan.
Pajak yang mempunyai kebun atau pemilik hutan akan dikenakan senilai 4000 dirham.
Khalifah Ali RA melanjutkan kebijakan yang ada di Utsman RA yaitu tentang angkatan
laut, namun pembiayaan angkatan laut di masa Utsman RA yang bertambah maka pada masa Ali
RA telah dihapuskan. Tetapi beliau membuat kepolisian tertata secara formal yang terkenal
dengan sebutan syurthah dan sebutan untuk komandannya adalah shahibu al-sulthah.
Keunggulan pada masa Ali RA yaitu tentang perencanaan administrasi yang sangat teratur. 17
17
Tzamarah Fiqriyyah Zahrah. 2022. Sejarah Perpajakan dan Sistem Perpajakan. Al-Ibar: Artikel Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Vol. 1, No.1.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak merupakan sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional yang
sumbernya dapat diperbaharui (renewable resource) sesuai dengan perkembangan yang terjadi,
serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan yang nantinya akan dikembalikan kepada
masyarakat luas. Oleh karenanya, setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam
Dalam konsep negara Islam pajak merupakan penerimaan terpenting di era permulaan
pemerintahanan Islam. Pajak pada masa pemerintahan Islam terdiri dari zakat, kharaj, jizyah, dan
mengenakan pajak bagi masyarakat. Dengan demikian pemungutan pajak diawal pemerintahan
Islam mempunyai dasar yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam kontek ekonomi modern, pajak
merupakan salah satu sektor pendapatan negara yang terpenting dan terbesar. Dengan alasan
bahwa pendapatan tersebut dialokasikan pada kepentingan umum dan memiliki tujuan retribusi
pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
C, Issawi. 1996. Ibnu Khaldun, Analysis of Economic Issues dalam Readings In Islamic
Economic Thought, Sadeq Editor, Longman Malaysia.
Mag, Muhammad. 2002. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Salemba
Empat.
Mardiasmo. Perpajakan. (Edisi Revisi 2009, Yogyakarta, Penerbit Andi. Muljono, Djoko, 2010).
Rahayu, Siti Kurnia. 2013. Perpajakan Indonesia (Konsep Dan Aspek Formal). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan, Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat.
Zahrah, Tzamarah Fiqriyyah. 2022. Sejarah Perpajakan dan Sistem Perpajakan. Al-Ibar: Artikel Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Vol. 1, No.1.