Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH

PERPAJAKAN 1

Dosen : Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si

MAKALAH TENTANG STELSEL DALAM PEMUNGUTAN


PAJAK, KENDALA PEMUNGUTAN OAJAK, BENTUK
PERLAWANAN PAJAK, PIHAK YANG TERKAIT DALAM
PERPAJAKAN DAN PENGGOLONGAN PAJAK

Disusun Oleh :

NAMA : Yumiza Aprilia Putri

NIM : C1C020089

KELAS : R-012

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

KATA PENGANTAR...........................................................................................III

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1

1.3 Tujuan...........................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Stalsel dalam Pemungutan Pajak..................................................................3

2.2 Kendala dalam Pemungutan........................................................................4

2.3Bentuk Perlawanan Pajak.............................................................................5

2.4 Pihak yang Terkait dalam Perpajakan.........................................................8

2.5 Penggolongan Pajak.....................................................................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

3.1 Kesimpulan................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang saat ini masih memberikan kita nikmat
iman dan kesehatan, sehingga saya dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah perpajakan 1 yaitu penulisan makalah tentang “Hukum Pajak”
dengan tepat waktu.

Shalawat dan salam tidak lupa selalu kita haturkan kepada junjungan nabi
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam terang benderang ini.

Sekaligus pula saya menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-


banyaknya untuk bapak Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si selaku dosen mata kuliah
perpejakan 1 yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada saya guna
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Saya juga berharap dengan sungguh-sungguh agar makalah ini mampu berguna
serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait
hukum pajak yang berlaku.

Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah


ini masih jauh dari kata sempurna karena pengalaman dan pengetahuan saya
sebagai penulis yang terbatas. Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang
salah dalam penulisan, seperti menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak
sama dengan pengetahuan pembaca lain. Oleh sebab itu, saya benar-benar
menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat saya perbaiki dan tulis di masa
yang selanjutnya, sebab sekali lagi saya menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa disertai saran dan kritik pembaca.

Demikian Saya ucapkan terima kasih atas waktu anda telah membaca hasil
makalah saya. Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
makalah saya terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Jambi, 31 Agustus 2021

Yumiza Aprilia Putri


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menjalankan tugas-tugas negara, tentunya pemerintah akan


memerlukan sumber-sumber penerimaan. Dalam pencarian sumber
penerimaan tersebut, terdapat beberapa cara. Secara garis besar, sumber
penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi dua sumber, yakni dari
dalam negeri dan luar negeri. Kedua sumber tersebut digambarkan oleh
JHON F DUE sebagai berikut:
1. Penjualan barang dan jasa milik negara
2. Pinjaman
3. Pencetakan uang
4. Batuan dari negara lain
5. Perpajakan.

Dari berbagai sumber penerimaaan negara tersebut, perpajakan sedang


diupayakan sebagai pemasukan pokok anggaran negara. Seperti diketahui
bahwa pajak juga digunakan sebagai indikator pengukur keadaan ekonomi
suatu negara sehingga pengoptimalan perolehan pajak sangat berkaitan sekali
dengan memaksimalkan upaya pemerintah dalam menyediakan pelayanan
publik,dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sesuai dengan ketentuan umum perpajakan UU no 20 tahun 2007, pasal 1


ayat 1, “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.“
Untuk menjalankan perpajakan tersebut, tentunya diperlukan dasar hukum
yang pasti. Banyak undang-undang yang mengatur tentang tata cara
perpajakan, dan makalah ini membahas sedikit mengenai fungsi dan tujuan
hukum pajak itu sendiri sehingga para pembaca dapat memahami tujuan dan
fungsi hukum pajak, serta menjalankan kewajiban perpajakan yang telah
diamanahkan dalam undang-undang.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja jenis jenis dari stalsel dalam pemungutan pajak ?
b. Kendala seperti apa yang pemerintah dapatkan saat memungut pajak ?
c. Apa perlawanan perlawanan pajak ?
d. Siapa saja pihak yang terkait dalam perpajakan ?
e. Apa saja yang meliputi rincian dari penggolongan pajak ?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberi wawasan dan
pengetahuan kepada pembaca untuk mengetahui tentang dasar dasar yang
meliputi filosofi perpajakan dan peraturan perundangan di bidang perpajakan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Stelsel dalam Pemungutan Pajak

Stelsel pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk


menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak.
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel yakni Stelsel nyata (rill),
Stelsel anggapan (fiktif), dan Stelsel campuran.

a. Stelsel Nyata (Rill)


Stelsel nyata (rill) merupakan pemungutan pajak yang didasarkan
pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya (penghasilan
nyata untuk PPh). Oleh sebab itu pemungutan baru dilakukan pada akhir
tahun, dengan begitu penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui.

Kelebihanya adalah perhitungannya yang didasarkan pada penghasilan


sesungguhnya dan hasilnya akan lebih akurat dan real. Sedangkan
kekurangannya adalah karena baru dilakukan pada akhir tahun, maka agak
sulit karena pajak akan dibutuhkan untuk pembiayaan atau pengeluaran
sepanjang tahun sehingga:
1). Wajib pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada
akhir tahun semenara pada waktu tersebut belum tersedia jumlah kas yang
memadai.
2). Semua Wajib Pajak akan membayar pada akhir tahun sehingga jumlah
uang yang beredar akan terpengaruh

b. Stelsel Fiktif (Fictive)


Jenis ini merupakan pengenaan pajak didasarkan oleh Undang-Undang.
Sebagai contoh penghasilan tahun pajak tahun ini berjalan sama dengan
penghasilan tahun pajak yang lalu. Kelebihannya adalah pajak yang
dibayarkan berjalan selama setahun tanpa harus menunggu hingga akhir
tahun. Kekurangannya adalah pajak yang dibayarkan tidak berdasarkan
keadaan sesungguhnya karena mengikuti tahun yang sebelumnya sehingga
tidak akurat.

c. Stelsel Campuran
Pada dasarnya merupakan kombinasi dari dua stelsel yang ada yaitu
stelsel rill dan stelsel fiktif. Cara kerjanya adalah pada awal tahun
bersarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel fiktif, lalu pada akhir tahun
besarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel rill.

2.2 Kendala Dalam Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun pajak daerah,
seringkali terdapat kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak.
Kendala-kendala tersebut antara lain:

1. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak


konsisten dengan undang-undangnya.
Melaksanakan tax reform lebih pelik dan makan waktu dibandingkan
dengan ketika merancang tax reform dalam undang-undang, apabila
peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan aturan
hukum pajak tidak konsisten dengan undang-undang, tentu akan
mengakibatkan kendala yang fatal dalam pemungutan pajak.

2. Kurangnya pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional.


Pajak daerah dan pajak nasional merupakan satu sistem
perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat
sehingga perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat
memberikan beban yang adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, maka
pembinaan pajak daerah harus dilakukan secara terpadu dengan pajak
nasional. Pembinaan harus dilakukan secara terus menerus, terutama
mengenai objek dan tarif pajaknya supaya antara pajak pusat dan pajak
daerah saling melengkapi.

3. Database yang masih jauh dari standar Internasional.


Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang masih
jauh dari standar internasional. Padahal database sangat menentukan untuk
menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-
assessment. Persepsi masyarakat, bahwa banyak dana yang dikumpulkan
oleh pemerintah digunakan secara boros atau dikorup, juga menimbulkan
kendala untuk meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Berbagai
pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun di daerah, yang
membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk menaikkan
penerimaan pajak.

4. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan


membayar pajak bagi penyelenggara negara.
Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat yang
berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi,
jaksa, hakim dan sebagainya. Tidak kalah penting untuk disoroti
pelaksanaan hukum di lingkungan birokrasi, khususnya badan
pemerintahan di bidang perpajakan) dalam melakukan pemeriksaan
terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada gebrakannya.
Seharusnya bila dilakukan tentu membantu dalam mewujudkan good
governance dalam bentuk pemerintahan yang bersih.

Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi


terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan Negara
untuk memperoleh pembiayaan dari sector pajak mengingat hukum pajak
tidak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi
sumber pendapatan Negara yang terokus pada pemenuhan kewajiban
wajib pajak untuk membayar lunas pajak yang terutang. Penegakan hukum
di bidang perpajakan dapat dikatakan masih lemah, hal ini dapat dilihat
dari banyaknya wajib pajak yang tidak membayar pajak, maraknya
kejahatan korupsi di bidang perpajakan dan para penegak hukum yang
tidak becus dalam menegakkan hukum. Kasus korupsi Gayus merupakan
salah satu contoh lemahnya penegakan hukum di Indonesia, dengan
adanya kasus korupsi tersebut berdampak negatif bagi pemungutan pajak
di Indonesia, timbul anggapan bahwa membayar pajak nantinya tidak
sampai ke negara tetapi hanya akan dikorupsi oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab seperti Gayus.

5. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat.


Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran warga negara untuk
memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran
masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara
mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang
merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan
berkurangnya penerimaan kas negara.

2.3 Bentuk Perlawanan Pajak

Perlawanan terhadap pajak tersebut terdiri dari perlawanan aktif dan


perlawanan pasif, yaitu :

a. Perlawanan Pasif.
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi
terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Perlawanan
pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan
pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara,
perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
1. Struktur ekonomi
Struktur ekonomi suatu Negara mempengaruhi pemungutan pajak
di negara tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan pendapatan
netto oleh wajib pajak sesuai dengan norma perhitungannya.

2. Perkembangan moral dan intelektual penduduk


Perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol yang
dilakukan oleh fiscus ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk
dikontrol.

3. Cara hidup masyarakat di suatu Negara


Cara hidup masyarakat di suatu negara mempengaruhi besar
kecilnya penghasilan yang mereka peroleh dan besar kecilnya
penghasilan tersebut mempengaruhi besar kecilnya penerimaan kas
negara.

4. Teknik pemungutan pajak.


Cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian
formulir yang rumit menyebabkan adanya penghindaran pajak,
prosedur yang berbelit-belit yang menyulitkan pembayar pajak dan
membuka celah untuk negosiasi antara petugas dan pembayar pajak
juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran pajak, maka perlu
diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan
pasif terhadap pajak.

b. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib
pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak
atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Ada tiga cara
perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu:

1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)


Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam kerangka
peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar.
Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas
melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas
menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
pembuat undang-undang. Penghindaran pajak dilakukan dengan tiga
cara, yaitu:
a) Menahan Diri, yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib
pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
b) Pindah Lokasi, yaitu memindahkan lokasi usaha atau domisili dari
lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang tarif pajaknya
rendah.
c) Penghindaran Pajak Secara Yuridis

2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)


Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar
Undang-Undang. Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan.
Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan
maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak
dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib
pajak di setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal
dari multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan
penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional bebas
yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara
yang bekerja sendiri, dll).

Secara umum tindakan yang dilakukan untuk mengelakkan diri dari


pajak adalah sebagai berikut :
a) Pergeseran, yaitu menggeserkan beban pajak kepada pihak lain
seperti yang berlaku dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan
sistem mekanisme kredit pajak.
b) Kapitalisasi, yaitu pengurangan harga objek pajak sama dengan
jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli seperti
yang berlaku dalam Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
c) Transformasi, yaitu pengelakan pajak yang dilakukan oleh
perusahaan industri dengan cara menanggung beban pajak yang
dikenakan terhadapnya. Penghindaran ini lebih dikenal dengan
mekanisme transfer pricing (pemindahan hak) dimana harga jual
diturunkan sesuai dengan kepentingannya sehingga pajak
dikenakan terhadapnya. Penghindaran ini lebih dikenal dengan
mekanisme transfer pricing (pemindahan hak) dimana harga jual
diturunkan sesuai dengan kepentingannya sehingga pajak yang
dibayar oleh pembeli menjadi lebih kecil.
d) Tax avoidance, yaitu penghindaran pajak dengan cara-cara yang
legal dan diperbolehkan menurut peraturan perpajakn melalui
celah-celah atau peluang dalam pelaksanaan peraturan perpajakan
sehingga pajak yang dibayar menjadi kecil.
e) Tax Evasion, yaitu penghindaran pajak dengan cara menghilangkan
data-data keuangan serta pengecilan omset , memperbesar biaya
sehingga lebanya menjadi kecil,. Pengelakan seperti ini akan
dikenakan dengan sanksi yang berat.

3. Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak dilakukan dengan cara menolak membayar pajak
yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus
terpenuhi. Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan
pajak adalah menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan
menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh
wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.

2.4 Pihak yang Terkait dalam Perpajakan


1. Menteri Keuangan RI
2. Wakil Komisi X DPR
3. Sekjen Kemenkeu
4. Sekjen Kemendikbud
5. Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemenristekdikti
6. Eselon I di lingkungan Kemendikbud
7. Direktur Pembelajaran, Ditjen Belmawa
8. Direktur Kemahasiswaan, Ditjen Belmawa
9. Eselon II di lingkungan Kemendikbud
10. Kabiro KLI,Kemenkeu
11. Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, KPK
12. Direktur Departemen Literasi dan Edukasi Keuangan, OJK
13. Direktur Peran Serta Masyarakat, BNN
14. Direktur Kerjasama Pendidikan Kependudukan, BKKBN
15. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov DKI
16. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi/Kab/Kota
17. Musium Rekor Indonesia
18. Pegiat pendidikan (Prof Udin Winataputra, dll)
19. IKPI Pusat 20. Kopertis I-XIV, dll

2.5 Penggolongan Pajak


Pajak, seperti hal lainnya memiliki beberapa jenis yang disebut golongan.
Terdapat 3 jenis golongan pajak yang ada di Indonesia, golongan ini terbagi dari
sifat, cara pemungutannya hingga siapa yang memungut pajak. Perbedaan ini ada
untuk memudahkan dan memisahkan peruntukkan pajak baik untuk wajib pajak
maupun pemerintah. Kami akan membahasanya satu persatu selengkapnya di
bawah ini.

a. Golongan Pajak Menurut Sifatnya


Yang pertama adalah pajak menurut sifatnya, golongan pajak ini dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang diambil dengan
mempertimbangkan kondisi dan kemampuan subjek pajak atau wajib
pajak. Kondisi yang dimaksud seperti status kawin atau tidak kawin,
mempunyai tanggungan keluarga atau tidak. Pajak ini berlaku untuk
setiap wajib pajak yang tinggal di Indonesia. Sementara itu, WNA
(Warga Negara Asing) yang tinggal di Indonesia dikenakan wajib
pajak jika memiliki keterikatan ekonomi serta bisnis dengan
Indonesia. Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan dan pajak
kekayaan.

2. Pajak Objektif, pajak yang diambil hanya berdasarkan kondisi objek,


tanpa memperhatikan kondisi dari wajib pajak. Pajak objektif
dikenakan pada seorang WNI (Warga Negara Indonesia) jika
penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Pajak yang masuk dalam pajak objektif
adalah pajak impor, pajak kendaraan bermotor (PKB), PPN, bea
materai, serta bea masuk.

b. Golongan Pajak Berdasarkan Cara Pemungutannya


Pengelompokan jenis pajak menurut cara pemungutannya dibagi
menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, berikut
penjelasannya :
1. Pajak Langsung, pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada orang
lain. Dengan demikian, pajak langsung harus dibayar sendiri oleh
wajib pajak yang bersangkutan. Pajak langsung biasanya melekat pada
orang pribadi si wajib pajak, sehingga hak dan kewajibannya tidak
dapat dialihkan ke pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak
langsung di antaranya adalah:
a. Pajak penghasilan (PPh).
b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
c. Pajak Kendaraan Bermotor.

2. Pajak tidak langsung, pajak yang pajak yang bebannya dapat dialihkan
atau dilimpahkan kepada pihak lain. Dengan demikian, pembayaran
pajak ini dapat diwakilkan kepada pihak lain. Pajak tidak langsung
juga tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga pengenaannya
tidak dilakukan secara berkala, namun dikaitkan dengan tindakan
perbuatan atas kejadian.
Ada 3 unsur untuk mengenali pajak tidak langsung:
a) Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal
yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor
atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.
b) Penanggung pajak yaitu orang yang dalam kenyataannya
memikul beban pajak.
c) Pemikul beban pajak, yakni orang yang menurut maksud
pembuat undang-undang harus memikul beban pajak.

c. Golongan Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungutnya


Pajak ini dipungut dari 2 entitas pajak yang berbeda dan dibedakan
menjadi 2, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
1. Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut langsung oleh pemerintah
pusat melalui Dirjen Pajak dan disetorkan langsung ke negara. Hasil
dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai
APBN, dan digunakan untuk pembangunan negeri, seperti
pembangunan jalan, bantuan kesehatan, sekolah, dan lain sebagainya.

Proses administrasi yang berkaitan dengan pajak ini diproses di


Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP serta Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak).

Jenis Pajak Pusat adalah sebagai berikut:


a) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b) Pajak Penghasilan (PPh)
c) Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM)
d) Pajak Bumi dan Bangungan – Pertambangan, perkebunan, dan
perhutanan (PBB – P3)
e) Bea Materai

2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah berbagai pajak yang dipungut dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten.
Hasil dari pungutan jenis pajak ini nantinya digunakan untuk
membiayai belanja pemerintah daerah. Contoh pajak daerah adalah
sebagai berikut:
a) Jenis Pajak Provinsi :
 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
 Pajak Air Permukaan
 Pajak Rokok
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)

b) Jenis Pajak Kabupaten/Kota:


 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-
P2)
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
 Pajak Parkir
 Pajak Air Tanah (PAT)
 Pajak Sarang Burung Walet
 Pajak Hotel
 Pajak Restoran
 Pajak Hiburan
 Pajak Reklame
 Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (PMBLB)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stelsel pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan


untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para
wajib pajak. Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel
yakni Stelsel nyata (rill), Stelsel anggapan (fiktif), dan Stelsel
campuran. Dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat
maupun pajak daerah, seringkali terdapat kendala-kendala yang
melemahkan dalam pemungutan pajak. Seperti Berbagai peraturan
pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak konsisten dengan
undang-undangnya,
DAFTAR PUSTAKA

1. https://indopajak.id/berbagai-golongan-pajak/
2. https://edukasi.pajak.go.id/pihak-terkait.html
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Penghindaran_pajak#:~:text=Ada%203%20c
ara%20perlawanan%20aktif,Tax%20Evation)%2C%20Melalaikan%20Paj
ak.

Anda mungkin juga menyukai