Anda di halaman 1dari 12

PAJAK DAN STELSEL PAJAK

BILQISTH NATASYA FEBRIYANTI


C1C021220

MATA KULIAH :
PERPAJAKAN 1 / R-12
Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR.

UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTANSI
SEMESTER GENAP 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2
BAB 1 ........................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 3
1. Latar Belakang .................................................................................................................................. 3
2. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 3
3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 5
1. Stelsel Dalam Pemungutan Pajak ..................................................................................................... 5
2. Kendala Dalam Pemungutan Pajak ................................................................................................... 6
3. Bentuk Perlawanan Pajak.................................................................................................................. 7
4. Pihak Yang Terkait Dalam Perpajakan ............................................................................................. 7
5. Penggolongan Pajak .......................................................................................................................... 8
BAB III ....................................................................................................................................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................................................. 10
1. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 10
2. Saran ............................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 11

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pajak dan Stelsel Pajak” ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Wirmie Eka Putra pada Mata Kuliah Perpajakan 1. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pajak bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wirimie Eka Putra, selaku dosen Mata
Kuliah Perpajakan 1 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 26 Februari 2022

Bilqisth Natasya

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kata ‘pajak’ berasal dari bahasa latin ‘taxo’ yang memiliki arti iuran wajib yang dibayarkan
oleh rakyat untuk kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Dimana
pun kita berada selalu di pungut pajak baik itu di rumah, di sekolah, di rumah sakit, di pusat
perbelanjaan (mall) dan di tempat-tempat lainnya. Pajak juga merupakan pungutan wajib orang
pribadi maupun badan usaha yang bersifat memaksa sebagai balas jasa atas konstribusi yang
telah diberikan oleh pemerintah, uang tersebut nantinya akan digunakan untuk
mensejahterahkan rakyat seperti membangun fasilitas umum layaknya rumah sakit, stasiun,
jalan raya, jalan tol, sekolah dan lain-lain.

Di lansir dari https://pajak.go.id/id/pajak (situs resmi Direktorat Jendral Pajak) pajak


adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib
Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan,
membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga
Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.

Jadi pada saat ini membayar pajak bukanlah hal aneh dan menyulitkan bagi masyarakat,
karena pajak digunakan untuk kepentingan bersama sehingga bagi masyarakat yang
mempunyai kepentingan membayar pajak diharapkan untuk segera menyetorkan sebagian
penghasilan mereka karena nantinya akan digunakan untuk membiayai kepentingan mereka
juga di negara kita ini.

2. Rumusan Masalah
1) Apa saja jenis-jenis stelsel pajak ?

3
2) Apa saja kendala dalam pemungutan pajak ?
3) Apa saja bentuk perlawanan pajak ?
4) Siapa saja pihak yang terkait dalam perpajakan ?
5) Apa saja jenis-jenis penggolongan pajak ?

3. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui jenis-jenis stelsel pajak.
2) Untuk mengetahui kendala dalam pemungutan pajak.
3) Untuk mengetahui bentuk perlawanan pajak
4) Untuk mengetahui siapa pihak yang terkait dalam perpajakan.
5) Untuk mengetahui jenis-jenis penggolongan pajak.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Stelsel Dalam Pemungutan Pajak


Stelsel Pajak merupakan sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung
besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak. Menurut seorang ahli perpajakan
Siti Resmi (2019:8) pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel yaitu sebagai
berikut :

a. Stelsel Nyata (Real Stelsel)


Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi (untuk PPh, objeknya adalah penghasilan). Oleh karena itu,
pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua
penghasilan yang sesungguhnya dalam satu tahun pajak diketahui. Contoh: Pajak
Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 Ayat (2), Dan Pasal 26.
Kelebihan stelsel nyata adalah perhitungan pajak didasarkan pada penghasilan yang
sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis. Kekurangan stelsel nyata adalah pajak
baru dapat diketahui pada akhir periode sehingga :
1) Wajib pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada akhir tahun,
sementara pada waktu tersebut belum tentu tersedia jumlah kas yang memadai.
2) Semua wajib pajak akan membayar pajak pada akhir tahun sehingga jumlah uang yang
beredar secara makro akan terpengaruh.
b. Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh undang-undang. Sebagai contoh, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan penghasilan tahun sebelumnnya sehingga pajak yang terutang pada suatu tahun
juga dianggap sama dengan pajak terutang tahun sebelumnya. Dengan stelsel ini, berarti
besarnya pajak yang terutang pada tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui
pada awal tahun yang bersangkutan.
Contoh angsuran bulanan PPh pasal 25 : Penghasilan tahun 2015 sebesar Rp
50.000.000. Dengan anggapan bahwa penghasilan tahun 2016 sama dengan penghasilan

5
tahun 2015, PPh tahun 2016 sudah dapat dihitung pada awal tahun 2016. Misalnya, tariff
pajak yang berlaku adalah 5%, berarti besarnya PPh yang terutang tahun 2016 adalah Rp
2.500.000 yang pembayarannya dapat diangsur pada saat-saat tertentu dalam tahun
tersebut.
Kelebihan stelsel fiktif adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa
harus menunggu sampai akhir suatu tahun, misalnya pembayaran pajak dilakukan saat
wajib pajak memperoleh penghasilan tinggi atau mungkin dapat diangsur pada tahun
berjalan. Kekurangannya adalah pajak yang harus dibayar tidak berdasarkan pada keadaan
sesungguhnya, sehingga penentuan pajak menjadi tidak akurat.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan. Kemudian, pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan keadaan
sesungguhnya. Jika besarnya pajak dihitung berdasarkan keadaan sesungguhnya lebih
besar daripada besarnya pajak menurut anggapan, wajib pajak harus membayar kekurangan
tersebut (PPh pasal 29). Sebaliknya, jika besarnya pajak sesungguhnya lebih kecil daripada
besarnya pajak menurut anggapan, kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi)
atau dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya, setelah diperhitungkan dengan utang
pajak yang lain (PPh pasal 28(a)).

2. Kendala Dalam Pemungutan Pajak


Pemungutan pajak di Indonesia mengalami banyak permasalahan, antara lain disebabkan:
Kelemahan regulasi dibidang perpajakan itu sendiri, kurangnya sosialisasi, tingkat kesadaran,
pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah, database yang belum lengkap dan akurat,
lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan dan pemberian sanksi yang belum konsisten
dan tegas. Untuk mengatasinya dengan melakukan reformasi dibidang perpajakan, antara lain:
Melakukan penyempurnaan regulasi/perangkat aturan, menggalakkan sosialisasi agar
menambah pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak taat pajak, melakukan
evaluasi, menyediakan database yang lengkap, akurat, terintegrasi dan terjamin kerahasiannya,
meningkatkan penegakan hukum dalam pengawasan dan pemberian sanksi secara konsisten
dan tegas, dan melakukan pemungutan pajak yang: Adil, berdasarkan undang-undang, tidak
mengganggu perekonomian, efisien dan sistemnya harus sederhana.

6
3. Bentuk Perlawanan Pajak
Menurut ahli perpajakan (Mardiasmo 2018 : 10) hambatan dalam pemungutan pajak
dapat dikelompokkan menjadi :

1) Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang dapat disebabkan oleh :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2) Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain :
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-
undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang
(menggelapkan pajak).

4. Pihak Yang Terkait Dalam Perpajakan


Dilansir dari situs resmi Direktorat Jendral Pajak (DJP) para wajib pajak terbagi menjadi
dua yaitu sebagai berikut :

1) Wajib Pajak Orang Pribadi


a. Orang Pribadi (Induk), Wajib Pajak belum menikah, dan suami sebagai kepala
keluarga.
b. Hidup Berpisah (HB), wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup
berpisah berdasarkan putusan hakim.
c. Pisah Harta (PH), suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis.
d. Memilih Terpisah (MT), wanita kawin, selain kategori Hidup Berpisah dan Pisah Harta,
yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya.
e. Warisan Belum Terbagi (WBT), sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris

7
2) Wajib Pajak Badan
a. Badan, sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
b. Joint Operation, bentuk kerja sama operasi yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi.
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, Wajib Pajak perwakilan dagang asing atau
kantor perwakilan perusahaan asing (representative office/liaison office) di Indonesia
yang bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
d. Bendahara, bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
e. Penyelanggara Kegiatan, pihak selain empat Wajib Pajak badan sebelumnya yang
melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pelaksanaan kegiatan.

5. Penggolongan Pajak
Menurut ahli perpajakan (Siti Resmi 2019 : 7-8) penggolongan pajak dibagi sebagai
berikut.

1) Menurut Lembaga Pemungut


a. Pajak Negara (Pusat), pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN dan PPnBM.
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (pajak
provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten / kota), digunakan untuk
membiayai rumah tangga masing-masing. Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009. Contoh : Pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraaan
bermotor, pajak bahan bakar kendaraan, pajak air permukaan, pajak rokok, pajak hotel,
pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral
bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung wallet,
pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, serta bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan.

8
2) Menurut Golongan
a. Pajak langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung jawab sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak penghasilan
(PPh), PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh
penghasilan tersebut.
b. Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu
kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya
terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak
ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi dapat dibebankan
pada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga jual
barang atau jasa).
3) Menurut Sifat
a. Pajak subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak
atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak
penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak (wajib pajak) orang pribadi.
Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib
pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi
wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan
tidak kena pajak.
b. Pajak objektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya, baik berupa benda,
keadaaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) dan
tempat tinggal. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak penjualan atas barang
mewah (PPnBM), serta pajak bumi dan bangunan (PPB).

9
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa stelsel pajak adalah sistem pemungutan
yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak pada
pemungut pajak. Stelsel sendiri terbagi menjadi tiga yaitu stelsel nyata (real stelsel), stelsel
fiktif (fictieve stelsel), dan stelsel campuran. Pemungutan di Indonesia mengalami banyak
kendala seperti Kelemahan regulasi dibidang perpajakan itu sendiri, kurangnya sosialisasi,
tingkat kesadaran, pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah, database yang belum
lengkap dan akurat, lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan dan pemberian sanksi
yang belum konsisten dan tegas. Sedangkan bentuk perlawanan dalam pajak terbagi dua yaitu
perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Untuk para pihak yang terkait akan pajak terbagi dua
yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Dan jenis-jenis pajak terbagi menurut
lembaga pemungut (pajak pusat dan pajak daerah), golongan (pajak langsung dan pajak tidak
langsung), dan sifatnya (pajak subjektif dan pajak objektif).

2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan penulis akan
sangat menerima kritik dan saran dari para pembaca. Selain itu penulis memiliki saran untuk
segera memperbaiki penyempurnaan regulasi/perangkat aturan, menggalakkan sosialisasi agar
menambah pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak taat pajak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Eka Putra, Wirmie dan Kamadie Sumanda S. (2016). Modul Ajar Pengantar Perpajakan. Jambi:
Salim Media Indonesia.

Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Terbaru 2018. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Resmi, Siti. (2019). Perpajakan Teori & Kasus Edisi 11 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Sinaga, Niru Anita (2016). Pemungutan Pajak Dan Permasalahannya Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara Volume 7 No. 1, September 2016. Fakultas Hukum Universitas Dirgantara
Marsekal Suryadarma.

https://www.pajak.go.id/id/wajib-pajak-dan-npwp Diakses pada 19.27, 26 Februari 2022.

11

Anda mungkin juga menyukai