Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PERPAJAKAN

“PAJAK PENGHASILAN PASAL 24”

DOSEN PENGAMPU:

Nurmala Sari, S.Pd.,M.Pd.

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

1. Inayah Dwi Putri (A1A121025)


2. Jihan Amirah (A1A121006)
3. Diah Ayu Saputri (A1A121085)
4. Hutri Charlina (A1A121110)
5. Sindy Febriany Saragih (A1A121001)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2022/2023

i
ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah mengenai “Pajak Penghasilan pasal 24”.

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan
pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah
ikut berkontribusi didalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ilmiah
sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami meminta semoga makalah mengenai “Pajak Penghasilan


Pasal 24” ini bisa memberi manfaat ataupun inpirasi untuk pembaca.

Jambi, 11 Oktober 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Pasal 24..................................................................................3


B. Penggabungan Penghasilan ............................................................................4
C. Kerugian Luar Negri .......................................................................................6
D. Batas Maksimum Kredit Luar Negri................................................................6
E. Cara Menghitung PPh Pasal 24........................................................................9
F. Permohonan Pengkreditan Pajak Luar Negri .................................................10
G. Perubahan besarnya penghasilan luar neger…............................................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................................14
B. Saran ...............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara yang digunakan
untuk pembangunan nasional. Pajak dipungut dari rakyat Indonesia dan menjadi salah
satu kewajiban bagi rakyat Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai wajib
pajak yang dapat dipaksakan penagihannya. Sistem pemungutan pajak yang dianut
oleh negara Indonesia berdasarkan UndangUndang perpajakan adalah self assessment
system. Self assessment system yaitu memberikan kepercayaan dan tanggung jawab
sepenuhnya kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
kewajiban perpajakannya dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak (Resmi,
2011).

Undang - Undang No 28 Tahun 2007 Pasal 1 menjelaskan bahwa pajak adalah


kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi dan/atau
badan yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Pada kenyataannya, pelaksanaan sistem perpajakan di Indonesia tidaklah mudah.
Banyak dari masyarakat Indonesia kurang mengerti tentang pajak dan cara
perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak terutang. Oleh karena itu, dalam
praktik sehari-hari, banyak orang atau badan yang menggunakan jasa perhitungan dan
konsultasi seperti Kantor konsultan pajak (KKP) untuk melakukan kewajiban
perpajakannya.

Penerimaan pajak yang menggunakan self assessment system adalah Pajak


Penghasilan (PPh). Penerimaan yang termasuk dalam pajak penghasilan (PPh) yaitu :
PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26,
dan PPh final pasal 4 ayat 2. Salah satu jenis pajak penghasilan adalah PPh pasal 25.
PPh pasal 25 merupakan ketentuan yang mengatur tentang perhitungan besarnya

1
angsuran bulanan pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
dalam tahun berjalan (Mardiasmo, 2011). Angsuran PPh 25 dapat dijadikan sebagai
kredit pajak terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir
tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT 2 Tahunan Pajak Penghasilan. Pembayaran
angsuran tersebut, dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak dalam
membayar pajak terutang (Resmi, 2011).

Direktur Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk menyesuaikan besarnya


penghitungan angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam
tahun berjalan. Hal-hal tersebut meliputi, Wajib pajak berhak atas kompensasi
kerugian, Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh
tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib pajak
diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib pajak
membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih
besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan dan terjadi perubahan keadaan
usaha atau kegiatan wajib pajak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian PPh Pasal 24?
2. Bagaimana Penggabungan Penghasilan?
3. Bagaimana Kerugian Luar Negeri?
4. Bagaimana Batas Maksimum Kredit Luar Negeri?
5. Bagaimana Cara Menghitung PPh Pasal 24?
6. Bagaimana Permohonan Pengkreditan Pajak Luar Negeri ?

C. Tujuan Penulisan
1. Sebagai acuan penilaian untuk mahasiswa
2. Sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa
3. Agar mahasiswa memahami mengenai pajak penghasilan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Pasal 24

Pajak Penghasilan Pasal 24 Adalah Pajak yang dipungut di luar negeri atas
penghasilan wajib pajak di luar negeri.Pajak yang dibayar di luar negeri atas
penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajakdalam negeri (WPDN) boleh
dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajakyang sama, sebesar pajak
yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak
yang terutang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari batas
maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN)
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak
wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk
mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan
jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar
negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia. Pemanfaatan
kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena pajak
ganda.
Ada beberapa situasi dimana seorang wajib pajak memiliki kewajiban untuk
membayar pajak, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Oleh karena itu,
jenis pajak ini, yaitu PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24), mungkin dapat
berlaku untuk Anda.
Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang
pajak Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari
pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta-benda bergerak.

3
3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak
bergerak.
4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan.
5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda
keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan
pertambangan.
7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha
tetap (BUT).
Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak di
Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan kepada Anda, sehingga nilai kredit
Anda kurang untuk menutup pajak terhutang Anda di sini, maka Anda harus
membayar jumlah terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.
Apabila penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka wajib pajak
diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.

B. Penggabungan Penghasilan

Wajib pajak dalam negeri yang terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang
berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri, maka seluruh penghasilan di dalam negeri maupun dari luar negeri
tersebut harus digabungkan.

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan


ketentuan sebagai berikut :

1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak


diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).

4
2. Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam
negeri dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham
disetor atau secara bersama-sama denga wajib pajak dalam negeri lainnya
sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar
negeri yang sahamya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam
tahun pajak di mana dividen tersebut diperoleh. Penjelasan lebih lanjut
tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.256/PMK.03/2008.
4. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Contoh kasus :
PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri
dalam tahun 2016 sebagai berikut:
1. Hasil usaha di negara Jerman dalam Tahun Pajak 2018 sebesar
Rp700.000.000,00
2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC
Com sebesar Rpl.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2012
yang ditetapkan RUPS tahun 2014, dan baru dibayarkan tahun 2018.
3. Di negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75%
di “DEF Corp.” Sebesar Rp2.000.000.000,00. Saham tersebut tidak
diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan
saham 2017 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan
diperoleh tahun 2018.
4. Penghasilan berupa bunga semester Il tahun 2018 sebesar Rp500.000.000,.00
dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada
bulan April 2019

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan


PT Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2018 adalah penghasilan pada

5
angka 1, 2, dan 3 Sementara itu, penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan
penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2019.

C. Kerugian Luar Negeri

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib
Pajak di luar negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia. pembahasan atas kerugian berhenti dengan
konklusi bahwa kerugian dari luar negeri tidak dapat dibebankan dalam pajak, sesuai
dengan Pasal 4 ayat (3) PMK 192 tahun 2018:

“(3) Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), WPDN tidak dapat memperhitungkan:
a. kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri, termasuk kerugian
usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri yang diperoleh setelah
memperhitungkan kerugian yang diperoleh dari harta atau kegiatan yang memiliki
hubungan efektif dengan cabang atau perwakilan WPDN di luar negeri; dan
b. kerugian lain yang diderita di luar negeri.”

D. Batas Maksimum Kredit Luar Negri.

Menurut keputusan menteri keuangan No 164/KMK.03/2002 Tentang Batas


maksimum kredit luar negri, Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh
dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan
saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan
saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.

6
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalti. Sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah ara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda
turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3
unsur/perhitungan berikut ini :
 Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
 (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh
yang dikenakan tarif Pasal 17
 Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam hal
Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

Contoh Kasus:
PT Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00, dengan tarif pajak
sebesar 40%.
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00.

7
Maka Jumlah penghasilan neto adalah:
Rp. 5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00- Rp9.000.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut
 PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp5.000.000.000,00 - Rp2.000.000.000,00
 (Rp5.000.000.000,00:Rp9.000.000.000,00) x Rp2.250.000.000,00 =
Rpl.250.000.000,0

 PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp9.000.000.000,00 x 25% =


Rp2.250.000.000,00
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp1.250.000.000,00.

 Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country


Limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara maka penghitungan
batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.

Contoh Kasus:
PT Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp2.000.000.000,00 dengan tarif
pajak sebesar 35% (Rp700.000.000,00).
2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp l.000,000,000,00 dengan tarif
pajak sebesar 20% (Rp200.000.000,00).
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp5.000.000.000,00.
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
 Penghasilan luar negeri
 Laba di negara A Rp. 2.000.000.000,00
 Laba di negara B Rp. 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan Rp. 3.000.000.000,00
o Penghasilan dalam negeri Rp. 5.000.000.000.00

8
o Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah
Rp. 3.000.000.000,00 + Rp5.000.000.000,00 = Rp8.000.000.000,00
o PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp8.000.000.000,00 x 25% =
Rp2.000.000.000,00
o Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
 Untuk negara A:
(Rp2.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp 2.000,000.000,00 =
Rp500.000.000,00
Pajak terutang di negara A sebesar Rp700.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp500.000.000,00.
 Untuk negara B:
(Rp l.000.000.000,00: Rp8.000.000.000,00) x Rp2.000.000.0O0,00 =
Rp250.000.000,00.
Pajak terutang di negara B sebesar Rp200.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp250.000.000,00.
 Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar
Mp500.000.000,00 + Rp250.000.000,00 = Rp750.000.000,00.

E. Cara Perhitungan PPh Pasal 24

PT Hybe di Bandung memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2020 sebagai


berikut :

Penghasilan dalam negeri Rp 750.000.000

Penghasilan dari Korea Selatan ( tarif pajak 15% ) Rp 250.000.000

Hitunglah PPh pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Hybe tahun 2020?

1. Total Penghasilan Kena Pajak


Penghasilan dalam Negeri Rp. 750.000.000
Penghasilan dari Korea Selatan Rp. 250.000.000

9
Jumlah Penghasilan Neto Rp. 1.000.000.000
2. Total PPh Terutang
Pajak terutang 25%*Rp 1.000.000.000 Rp. 250.000.000
3. PPh maksimum yang dapat
dikreditkan
(Penghasilan LN : Total penghasilan) *
Total
PPh terutang
(Rp. 250.000.000 : Rp.1.000.000.000) * Rp. 62. 500.000
Rp. 250.000.000
4. PPh Terutang di Luar Negeri
15% * Rp. 250.000.000 Rp. 37.500.000

Dari perhitungan diatas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
sebesar Rp. 37.500.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri
jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang boleh
di kreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih
jumlah terendah.

F. Permohonan pengkreditan pajak luar negri.

Menurut keputusan menteri keuangan No 164/KMK.03/2002 Tentang kredit


pajak luar negeri, untuk bisa melakukan pengkreditan pajak luar negeri. Wajib pajak
harus menyampaikan surat permohonan kerja Direktur. Jendral Pajak dengan
dilampiri :

(1) Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
(2) Photo copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
(3) Dokumen pembayaran pajak luar negeri

10
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri (PPh Pasal 24) atas penghasilan
dari luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak.

Dalam UU PPh, metode kredit yang digunakan adalah metode kredit terbatas
(ordinary/normal tax credit method), yaitu metode kredit pajak yang memberikan
keringanan pajak berganda internasional, di mana jumlah pajak yang dibayar di luar
negeri dapat dikurangkan namun tidak boleh melebihi jumlah pengurangan pajak
yang dihitung berdasarkan undang-undang domestik.

Mekanisme pengkreditan PPh yang dibayar di luar negeri dijelaskan lebih lanjut
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 (KMK 164/2002)
tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Teknis proses pengkreditan pajak luar negeri diatur
dalam Pasal 2, yakni sebagai berikut:

1. PPh Pasal 24 dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang di Indonesia.


2. PPh Pasal 24 dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak yang boleh dikreditkan paling tinggi sama dengan jumlah
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi
jumlah tertentu.
4. Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud di atas dihitung menurut perbandingan
antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP)
dikalikan dengan pajak yang terutang atas PKP, paling tinggi sama dengan pajak
yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
5. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
6. PKP yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat 1 dan 4) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) tidak dapat

11
digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
7. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh
Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di
tahun berikutnya,
8. tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.

 Pengurangan atau Pengembalian PPh Pasal 24

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan


yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di
Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak luar negeri semula, maka
selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh
penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau
pengembalian tersebut.

G. Perubahan besarnya penghasilan luar negeri

Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri,
wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan
dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.

1. jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan


yangmengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih
besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di
Luar Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan
di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang
ketentuan Umum dantatacara perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT
yang mengakibatkan pajakyang terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya

12
dikenakan bunga sebesar 2% sebulanatas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhirsampai dengan tanggal pembayaran
karena pembetulan SPT tersebut.

2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak


atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang
dilaporkandalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang
akanmengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih
kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak
tersebut dapatdikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan
utang pajak lainnya.

13
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri merupakan pajak
yang sudah dibayarkan diluar negeri dan dapat dikreditkan atau dikurangkan dengan
penghasilan yangada di dalam negeri sehingga menghindari wajib pajak dari
pengenaan pajak berganda. Makadari itu, para wajib pajak dalam negeri yang
memiliki penghasilan selain didalam negerihendaknya dapat melaporkan penghasilan
mereka diluar negeri tersebut agar dapat dikurangidari penghasilan didalam negeri
sehingga mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu sendiri.

B.Saran

Wajib pajak harus melalui berbagai tahap atau persyaratan dalam mengajukan
kredit pajak luar negeri ini sebagai pengurang dari penghasilan dalam negeri. Ini
dilakukan agartidak merugikan negara. Bagaimanapun juga pajak merupakan
penerimaan negara yang harusselalu diawasi baik penerimaannya maupun
penggunanya.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://taxcenterfeunesa.com/read/15/pph-24-pengertian-subjek-objek-sumber-
penghasilan-kena-pajak-pelaksanaan-kredit-pajak-hingga-perhitungan-pph-24

https://stie-igi.ac.id/wp-content/uploads/2020/05/Perpajakan-Lesson-VIII-Pajak-
Penghasilan-24.pdf

Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta

OnlinePajak. 2016. PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal


24). https://www.onlinepajak.com/tentang-pph-final/pph-pajak-penghasilan-pasal-24
DDTCONLINE. 2016. Konsep Dasar, Subjek & Objek
Pajak. https://news.ddtc.co.id/-konsepdasar-subjek--objek-pajak-9005
Mekari. 2018. Pengertian Kredit Pajak PPh Pasal 24 dan Contoh
Perhitungannya. https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/kredit-pajak-pph-24/

15

Anda mungkin juga menyukai