Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kelompok : Dosen Pengampu:

Perpajakan Nelsi Arisandy,SE.M.Ak.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

DISUSUN OLEH :
AHMAD LUTHFI RAMADANI (01870413879)
DONA ALFA YANTI (01870424175)
NUR ALIFYA LAILAH (01870423736)
SINTA AMELIA (01870424135)
ZIKRI ALVOLINO (01870413898)

D-III AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt.atas limpahan rahmat, hidayah serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu halangan yang
berarti. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan Pasal 24” ini
adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang
telah direncanakan.Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang turut
mendukung terselesaikannya makalah ini,

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca sekalian.

Hormat Kami,

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................….....................ii


DAFTAR ISI ……………………………………………………………...............................iii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………................ 1

A. Latar Belakang …………………………………………………...... 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………..... 1

C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN ...........……………………………………………….3

A. Pengertian …..…………...……………………………………….........3
B. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri............…………....3

C. Penggabungan Penghasilan……….……....................................4

D. Penentuan Sumber Penghasilan ...............................................4

E. Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri ....5

BAB III : PENUTUP ………………………………………………………….…….13

A. Kesimpulan ……………………………………………………..……...13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah pajak yang dibayar atau terutang atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang
PPh dalam tahun pajak yang sama. Pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan
dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan
penghasilan di Indonesia. Pengkreditan pajak yang dimaksudkan dalam Pasal 24 ini
untuk menghindarkan pajak berganda, tetapi jumlah yang dikreditkan tidak melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pada prinsipnya bagi Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk merngankan beban
pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterma
atau diperoleh di luar negeri, ketentuan Pasal 24 ini mengatur tentang Perhitungan
Besarnya Pajak atas Penghasilan yan dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam
negeri.

1.2  Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari Pajak Penghasilan Pasal 24?
2. Bagaimana tata cara permohonan kredit pajak luar negeri?
3. Bagaimanan penggabungan penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 24?
4.  Bagaimana penentuan sumber penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 24?
5. Bagaimana tata cara penghitungan kredit pajak luar negeri?

1
1.3  Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pajak Penghasilan Pasal 24.


2. Untuk mengetahui tata cara permohonan kredit pajak luar negeri.
3. Untuk mengetahui penggabungan penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 24.
4. Untuk mengetahui penentuan sumber penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 24.
5. Untuk mengetahui tata cara penghitungan kredit pajak luar negeri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah pajak yang dibayar atau terutang atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang
PPh dalam tahun pajak yang sama.

Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan,
termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk
meringangkan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur
tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. (Fitriandi dkk., 2010, hlm. 170-171).

Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

2.2  PERMOHONAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib


menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan:

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.


2. Fotokopi surat pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri tersebut dilakukan bersamaan


dengan penyampaian Surat Pembeitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Atas

3
permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di
luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).

2.3  PENGGABUNGAN PENGHASILAN

Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang
berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri, maka seluruh penghasilan di dalam negeri maupun dari luar negeri
digabungkan. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan
sebagai berikut:

1. Untuk penghasilan dari usaha, yang dilakukan dalam tahun pajak


diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Untuk penghasilan lainnya yang dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut.
3. Untuk penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan dalam tahun pajak
pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.

2.4  PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN

Dalam menghitung batas jumlah pajak yan boleh dikreditkan, sumber penghasilan
ditentukan sebagai berikut.

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari


pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang

4
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
berkedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harga gerak adalah tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti,
atau sewa tersebut bertempat kedudukan berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah Negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan berada.
5. Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah negara tempat Bentuk Usaha Tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.
7. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap
berada.
8. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu Bentuk
Usaha Tetap adalah Negara tempat Bentuk Usaha Tetap berada.

Mengingat pengertian penghasilan yang luas, maka penentuan sumber dari


penghasilan selain yang tersebut di atas dipergunakan prinsip yang sama dengan
prinsip sebagaimana disebutkan di atas. Apabila terjadi pengurangan atau
pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya
pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dar besarnya
perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.5  TATA CARA PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri Wajib Pajak Badan

5
PT Bahari di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2012 sebagai berikut.

Penghasilan dalam negeri                                            Rp. 1.000.000.000

Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20%)                   Rp. 1.000.000.000

Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

1.   Penghasilan luar negeri                                   Rp. 1.000.000.000

Penghasilan dalam negeri                                Rp. 1.000.000.000 (+)

Jumlah penghasilan neto                              Rp. 2.000.000.000

2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengann Penghasilan Kena Pajak,


maka sesuai tarif Pasal 17 ayat (2a), penghasilan yang terutang sebesar:

25% x Rp. 2.000.000.000 = Rp. 500.000.000

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

      Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp. 250.000.000
lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri,
yaitu sebesar Rp.200.000.000 (20% x Rp. 1.000.000.000), maka jumlah kredit pajak
luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp.200.000.000.

Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri Wajib Orang Pribadi

Ardan Qodri, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0)
memperoleh penghasilan net dalam tahun 2012 sebagai berikut.

Penghasilan dalam negeri                                            Rp. 1.000.000.000

Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20%)                   Rp. 1.000.000.000

Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

1. Penghasilan luar negeri                                   Rp. 1.000.000.000

Penghasilan dalam negeri                                Rp. 1.000.000.000 (+)

6
Jumlah penghasilan neto                               Rp. 2.000.000.000

Dikurangi:

PTKP (TK/0)                                                   Rp.     24.300.000(-)

Penghasilan Kena Pajak                                  Rp. 1.975.700.000

2. Pajak penghasilan terutang sesuai tarif Pasal 17 ayat (1)a Undang-Undang


Pajak Penghasilan :

5% x Rp. 50.000.000                                      = Rp.    2.500.000

15% x Rp. 200.000.000                                  = Rp.   30.000.000

25% x Rp. 250.000.000                                  = Rp.   62.500.000

30% x Rp. 1.475.700.000                               = Rp. 442.710.000

Total                                                                  Rp. 537.710.000

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

      Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar lebih besar dari
jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri, yaitu sebesar
Rp.200.000.000 (20% x Rp. 1.000.000.000), maka jumlah kredit pajak luar negeri
yang diperkenankan adalah sebesar Rp.200.000.000.

Kerugian di Dalam Negeri

PT Berdikari di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001, yaitu:

Penghasilan dari usaha di luar negeri                          Rp. 1.000.000.000

Rugi usaha di dalam negeri                                         (Rp.  200.000.000)

Pajak atas penghasilan di luar negeri, misalnya 40%  Rp.    400.000.000

Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak yang terutang dalah:

7
1. Penghasilan usaha luar negeri                         Rp. 1.000.000.000

Rugi usaha di dalam negeri                             (Rp.  200.000.000)

Jumlah penghasilan neto                               Rp.    800.000.000

2.  Apabila jumlah penghasilan neto sama dengann Penghasilan Kena Pajak,


maka sesuai tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh, Pajak penghasilan yang terutang
sebesar 25% x Rp. 800.000.000 = Rp. 200.000.000

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

      Oleh karena pajak yang dibayar di luar negeri Rp. 400.000.000 dan batas
maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp. 250.000.000 masih lebih besar dari
jumlah pajak yang terutang Rp.200.000.000, maka jumlah kredit pajak luar negeri
yang diperkenankan adalah sebesar Rp.200.000.000.

Kerugian di Luar Negeri

      Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib
Pajak di luar negeri tdak dapat dikompesasikan dengan penghasilan yang diterima
atau diperoleh dar Indonesia.

Contoh:

PT Berdikari di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai


berikut:

1. Di Malaysia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000, dengan tarif


pajak sebesar 40% (Rp. 400.000.000).
2. Di Thailand, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 3.000.000.000, dengan tarif
pajak sebesar 30% (Rp. 900.000.000).
3. Di Singapura, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000.
4. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000.

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah:

8
1. Penghasilan luar negeri:
a) Laba di Malaysia                                 Rp. 1.000.000.000
b) Laba di Thailand                                 Rp. 3.000.000.000
c) Rudi di Singapura                               Rp.                     – (+)
d) Jumlah penghasilan luar negeri       Rp. 4.000.000.000

2. Penghasilan dalam negeri                                Rp. 4.000.000.000


3. Jumlah penghasilan neto adalah                  Rp. 8.000.000.000
4. PPh terutang menurut tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh:

25% x Rp. 8.000.000.000 = Rp. 2.000.000.000

5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing Negara adalah:

a. Untuk Malaysia
Pajak yang terutang di Malaysia sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari
maksimum kredit pajak sebesar Rp. 250.000.000, maka jumlah kredit pajak luar
negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp.250.000.000.
b. Untuk Thailand
Pajak yang terutang di Malaysia sebesar Rp. 900.000.000 lebih besar dari
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 750.000.000, maka
jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar
Rp.750.000.000.

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:

Rp.250.000.000 + Rp.750.000.000 = Rp. 1.000.000.000

Dari contoh di atas jelas bahwa dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak,
kerugian yang diderita di luar negeri (di Singapura sebesar Rp. 2.500.000.000) tidak
dikompensasikan.

9
Penghasilan Luar Negeri Bersumber dari Beberapa Negara

Dalam hal penghasilan luar neger bersumber dari beberapa Negara, maka
jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing Negara
dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut.

Contoh:

PT Sentosa di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2011 sebagai


berikut:

Penghasilan dalam negeri                                                        Rp. 2.000.000.000

Penghasilan dari Singapura (tarif pajak 40%)             Rp. 1.000.000.000

Penghasilan dari Malaysia (tarif pajak 30%)                            Rp. 2.000.000.000

Jumlah penghasilan neto                                                     Rp. 5.000.000.000

Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka Pajak
Penghasilan terutang menurut tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh sebesar:

25% x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 1.250.000.000

Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing Negara adalah:

a. Untuk Negara Singapura


Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp. 400.000.000 (40% x Rp.
1.000.000.000) lebih besar dari batas maksimum kredit yang dapat dikreditkan, maka
jumlah kredit pajak yang diperkenankan hanya sebesar Rp.250.000.000.
b. Untuk Malaysia

Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp. 600.000.000 (30% x Rp.
2.000.000.000) lebih besar dari batas maksimum kredit yang dapat dikreditkan, maka
jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp. 500.000.000.

10
Jumlah kredit pajak luar negeri:

Rp.250.000.000 + Rp.500.000.000 = Rp. 750.000.000

Penghasilan yang Dikenakan Pajak yang Bersifat Final

Dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh,
maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan faktor penambahan penghasilan
pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Contoh:

PT Bahtera di Jakarta dalam tahun 2011 memperoleh penghasilan sebagai berikut:

1. Penghasilan dari Korea Selatan (tarif pajak 30%)                  Rp. 2.000.000.000


2. Penghasilan Dalam Negeri                                                      Rp. 3.500.000.000

(Penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh sebesar Rp. 500.000.000).

3. Penghasilan Kena Pajak PT Bahtera sebesar:

Penghasilan dar Korea Selatan                                               Rp. 2.000.000.000

Penghasilan dari dalam negeri                                                Rp. 3.500.000.000

PPh Pasal 4 ayat (2)                                                                Rp.    500.000.000

                                                                                                Rp. 3.000.000.000

Penghasilan neto                                                                     Rp. 5.000.000.000

4. Sesuai tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh, Pajak Penghasilan yang terutang


sebesar:

25% x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 1.250.000.000

5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

11
Pajak yang terutang di Korea Selatan sebesar Rp. 600.000.000 (30% x Rp.
2.000.000.000), tetapi maksimum kredit yang dapat dikreditkan sebesar Rp.
500.000.000, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp. 500.000.000.

Perubahan Jumlah Penghasilan dari Luar Negeri

Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan karena perubahan penghasilan dar


luar negeri, dilakukan sebagai berikut:

      Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar
negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan,
sehingga pajak di luar negeri kurang bayar, maka terdapat kemungkinan Pajak
Penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri
tersebut dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar
tersebut tidak ditagih.

      Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan
penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di laur negeri lebih kecil dari yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih
dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri tersebut akan mengakibatkan Pajak Penghasilan
terutangdi Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi
lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib
Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.

12
BAB III

PENUTUP

3.1  KESIMPULAN

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah pajak yang dibayar atau terutang atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang
PPh dalam tahun pajak yang sama.

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri tersebut dilakukan bersamaan


dengan penyampaian Surat Pembeitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Atas
permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di
luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).

Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang
berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri, maka seluruh penghasilan di dalam negeri maupun dari luar negeri
digabungkan.

13

Anda mungkin juga menyukai