Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 DAN 25

DOSEN PENGAMPU :
Dr. WIRMIE EKA PUTRA, S.E., M,Si., CIQnR

DISUSUN OLEH :
NAMA : MUTIARA KINANTI
NIM : C1C020117
KELAS : R-010

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR

Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah mengenai “PPh Pasal 24 dan Pasal 25” disusun guna memenuhi Tugas
Perpajakan 2 yang diberikan oleh Dosen Pengampu bapak Dr. Wirmie Eka Putra,S.E., M,Si.,
CIQnR Semoga makalah ini dapat memenuhi kriteria penilaian tugas dan dapat menjadi
acuan bagi para pembaca.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh
dari kata sempurna. Penulis berusaha mencari informasi sebanyak mungkin dari lingkungan
sekitar sehingga dapat menyusun makalah ini seperti ada yang terlampir. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini.

JAMBI, APRIL 2022

MUTIARA KINANTI

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................. 1
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 1
2.1 PPh PASAL 24 ......................................................................................................... 2
2.1.1 Pengertian PPh Pasal 24 ........................................................................................ 2
2.1.2Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri ................................................................... 2
2.1.3 Penggabungan Penghasilan.................................................................................... 3
2.1.4 Batas Maksimum Kredit Pajak ............................................................................. 3
2.1.5 Batas Maksimum Kredit Pajak untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)...... 5
2.1.6 Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri ....................................................... 6
2.2 PPh Pasal 25 ............................................................................................................... 6
2.2.1 Pendahuluan ......................................................................................................... 6
2.2.2 Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 .............................................................. 6
2.2.3 Beberapa Masalah / Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 ................... 7
2.2.4 Hal-Hal Tertentu untuk Perhitunngan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 ................ 8
2.2.5 Sifat Pemotongan .................................................................................................. 8
BAB III ............................................................................................................................... 11
PENUTUP .......................................................................................................................... 11
3.1 KESIMPULAN ......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maju nya perekonomian Indonesia di tambah mudah nya akses ke luar negeri. maka
dewasa ini penghasilan dari luar negeri kian banyak ini mmenjadi suatu peluang bagi
Negara untuk mendapatkan pemasukan. Objek pajak ini akan di atur pemerintah dalam
PPh pasal 24

Mungkin untuk sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan melaporkan


seluruh laba usahanya baik yang di dalam negeri maupun luar negeri. Banyak alasan yang
diberikan wajib pajak untuk tidak melaporkan usahanya. Sebenarnya dengan kita
melaporkan usaha kita terutama atas penghasilan dari Luar Negeri akan memberikan
keuntungan bagi Wajib Pajak Karena atas pajak yang sudah di bayar di Luar Negeri dapat
dikreditkan pada kahir tahun pelapoan SPT Tahunan Badan/Perorangan.

Pajak penghasilan pasal 25 (PPh 25) memuat aturan tentang bagaimana Wajib Pajak
mengangsur kewajiban pajak di muka, sehingga Wajib Pajak tidak mempunyai beban
utang pajak yang besar yang harus dibayar ketika batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Kewajiban angsuran pajak ini akan timbul
ketika Wajib Pajak mempunyai utang pajak penghasilan kurang bayar di Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana PPh pasal 24?


2. Bagaimana PPh pasal 25?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana PPh pasal 2


2. Untuk mengetahui bagaimana PPh pasal 26

BAB II

PEMBAHASAN

1
2.1 PPh PASAL 24

2.1.1 Pengertian PPh Pasal 24


Pajak Penghasilan Pasal 24, selanjutnya disingkat PPh Pasal 24,
merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri. PPh Pasal 24
ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun
pajak.

Pada dasarnya, Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri
maupun penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Jika negara lain
tempat Wajib Pajak dalam negeri tersebut mengenakan pajak penghasilan maka
Wajib Pajak tersebut akan membayar atau terutang pajak atas penghasilannya itu di
negara yang bersangkutan (di luar negeri).

Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena


pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri,
besarnya pajak atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri yang terutang atau
dibayar di luar negeri dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.

Jumlah pajak atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri yang dibayar atau
terutang di luar negeri tersebut dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku di
negara yang bersangkutan dikalikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di negara yang bersangkutan. Jumlah pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri tersebut mungkin tidak semuanya dapat dikreditkan dari total pajak
terutang di Indonesia.

2.1.2 Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri


Pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri akan dapat dikreditkan,
tetapi dengan syarat Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:

1. laporan keuangan tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri;


2. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan
3. dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan


bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.
Direktur Jenderal Pajak bisa memperpanjang jangka waktu penyampaian
lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di luar kekuasaan
Wajib Pajak.

2
2.1.3 Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai
berikut:

1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak


diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh :

PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri
dalam tahun 2016 sebagai berikut:

1. Hasil usaha di negara Jerman dalam Tahun Pajak 2018 sebesar


Rp700.000.000,00.
2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di "ABC
Corp." sebesar Rp1.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2012
yang ditetapkan RUPS tahun 2014, dan baru dibayarkan tahun 2018.
3. Di negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75%
di "DEF Corp." sebesar Rp2.000.000.000,00. Saham tersebut tidak
diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham
2017 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh
tahun 2018.
4. Penghasilan berupa bunga semester II tahun 2018 sebesar Rp500.000.000,00
dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada
bulan

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan


PT.Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2018 adalah penghasilan pada
angka 1,2, dan 3. Sementara itu, penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan
penghasilan PT. Mandiri dari dalam negeri dalam tahun pajak 2019.

2.1.4 Batas Maksimum Kredit Pajak


Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghalas ditentukan sebagai berikut:

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari


pengalihan satam dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau

3
dibebani bunga, royalti, sta sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta t negara
tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3


unsur/perhitungan berikut
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2. Penghasilan luar negeri Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas
seluruh yang dikenakan tarif Pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam
hal Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar
negeri).

Contoh :
PT Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00, dengan tarif pajak


sebesar 40%
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00.

Maka jumlah penghasilan neto adalah:


Rp5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00 = Rp9.000.000.000,00

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan


berikut:
1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp5.000.000.000,00 Rp2.000.000.000,00
2. (Rp5.000.000.000,00: Rp9.000.000.000,00) x Rp2.250.000.000,00 =
Rp1.250.000.000,00
3. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp9.000.000.000,00 x 25%
= Rp2.250.000.000,00

4
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp1.250.000.000,00.

2.1.5 Batas Maksimum Kredit Pajak untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara maka
penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.

Contoh :

PT Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp2.000.000.000,00 dengan tarif


pajak sebesar 35% (Rp700.000.000,00).
2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp1.000.000.000,00 dengan tarif
pajak sebesar 20% (Rp200.000.000,00).
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp5.000.000.000,00.

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan luar negeri


a. Laba di negara A Rp2.000.000.000,00
b. Laba di negara B Rp1.000.000.000,00

Jumlah penghasilan luar negeri Rp3.000.000.000,00

2. Penghasilan dalam negeri Rp5.000.000.000,00


3. Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah:
Rp3.000.000.000,00 + Rp5.000.000.000,00 = Rp8.000.000.000,00
4. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp8.000.000.000,00 x 25%
=Rp2.000.000.000,00.
5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
a. Untuk negara A:
Rp2.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp 2.000.000.000,00 =
Rp500.000.000,00.
Pajak terutang di negara A sebesar Rp700.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp500.000.000,00.
b. Untuk negara B:
(Rp1.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp2.000.000.000,00 =
Rp250.000.000,00.
Pajak terutang di negara B sebesar Rp200.000.000,00 maka maksimum kredi
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp250.000.000,00.
6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar:

5
Rp500.000.000,00 + Rp250.000.000,00=Rp 750.000.000,00.

2.1.6 Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri


Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri,
Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan dilampiri:

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.


2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

2.2 PPh Pasal 25

2.2.1 Pendahuluan
Ketentun Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang
penghitung saya angsuran bulanan yang barus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam
tahun berjalan

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:

1. Wajib Pajak membayar sendin (PPh Pasal 25).


2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23,
dan 24)

2.2.2 Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25


Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan Tahun
Pajak yang lalu dikurangi dengan:

1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 dan Pasal 23 UU PPh, serta Pajak Penghasilan yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU PPh.

dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak

6
Contoh 1:

Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang

terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2018 Rp30.000.000,00

Pada tahun 2018,telah dibayar dan dipotong atau dipungut:

1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000.00


2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
4. PPh Pasal 25 Rp12.000.000,00
Rp24.000.000,00

Kurang bayar (Pasal 29) tahun 2018 Rp 6.000.000,00

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2019 adalah:

PPh yang terutang tahun 2018 Rp30.000.000,00

Pengurangan:

1. PPh Pasal 21 Rp8.000.000,00


2. PPh Pasal 22 Rp2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp2.000.000.00
Rp12.000.000.00

Dasar perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2019 Rp18.000.000,00

Besarnya PPh Pasal 25 per bulan:

Rp18.000.000,00/12 = Rp1.500.000,00

Jadi, Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada
tahun 2019 mulai masa Maret sebesar Rp1.500.000,00.

2.2.3 Beberapa Masalah / Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25


1. Anggaran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan
terakhir dari tahun pajak yang lalu
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk Thaun Pajak yang lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat keterangan Pajak
untuk tahun pajak untuk Tahun Pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung
kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
.

7
2.2.4 Hal-Hal Tertentu untuk Perhitunngan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran
pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila:

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.


2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas
waktu yang ditentukan.
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh.
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan
sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

2.2.5 Sifat Pemotongan


1. PPh Pasal 25 WP Bank
Dasar untuk penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak
bank adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi
sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan.
Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17
Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan
tersebut dikurangi dengan:
a. PPh Pasal 22 yang dipotong dan/atau dipungut sejak awal Tahun Pajak
sama dengan Masa Pajak yang dilaporkan.
b. PPh Pasal 25 yang seharusnya dibayar sejak awal Masa Pajak sebelum
Masa Pajak yang dilaporkan.

Penghasilan neto untuk menghitung PPh Pasal 25 tidak termasuk:

a. Penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
b. Penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek Pajak
Penghasilan.

Dalam hal Wajib Pajak memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan,


kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto.

2. Wajib Pajak Lainnya dan Wajib Pajak Masuk Bursa Selain Wajib Pajak
Bank Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan
membuat laporan keuangan berkala yang selanjutnya disebut Wajib Pajak
Lainnya adalah Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa
keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.

8
Dasar untuk penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak
lainnya dan Wajib Pajak masuk bursa selain bank adalah laporan keuangan
yang disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa
Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi
sejak awal Tahun Pajak sampai dengan periode yang dilaporkan. Angsuran
PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-
Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan
triwulanan dikurangi dengan:

a. PPh Pasal 22 dan Pasal 23 yang dipotong dan/atau dipungut sejak awal
Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak periode yang dilaporkan
b. PPh Pasal 25 yang seharusnya dibayar sejak awal Tahun Pajak sampai
dengan Masa Pajak periode yang dilaporkan.

Penghasilan neto untuk menghitung PPh Pasal 25 tidak termasuk:

a. Penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
b. Penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek
Pajak Penghasilan.

Dalam hal Wajib Pajak memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan,


kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto dalam negeri.

3. WP BUMN dan BUMD


Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD (selain
WP bank, WP masuk bursa, darvatau WP Lainnya). Dengan nama dan
dalam bentuk apa pun dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17
Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan Rencana Kerja dan
Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun Pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan Rapat Umum Pemegang Saham dikurangi dengan pemotongan
dan/atau pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua
belas)

RKAP harus disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui


Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan harus
disampaikan tidak lewat dari batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 Masa
Pajak pertama Tahun Pajak berjalan.

4. WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu


Wajib Pajak Orang Prib i Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak
termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih
tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OP Pengusaha Tertentu,

9
ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah
peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha yang berbeda
dengan tempat tinggal Wajib Pajak. Pembayaran Angsuran PPh Pasal 25
dari masing masing tempat usaha merupakan kredit pajak atas Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

5. WP Baru
a. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru
terdaftar pada suatu Tahun Pajak, termasuk Wajib Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, pengambilalihan usaha dan/atau
perubahan bentuk badan usaha. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak
Baru pada Tahun Pajak berjalan ditetapkan nihil.
b. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru dalam rangka
penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha pada sisa
Tahun Pajak berjalan ditetapkan sebesar penjumlahan Angsuran PPh Pasal
25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan,
peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha.

6. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak dalam rangka pemekaran usaha.
Jumlah Angsuran PPh Pasal 25 untuk seluruh Wajib Pajak hasil pemekaran
usaha ditetapkan sebesar Angsuran PPh Pasal 25 sebelum pemekaran usaha.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk masing-masing Wajib Pajak hasil pemekaran
usaha dihitung berdasarkan persentase nilai harta yang dialihkan.

7. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru yang merupakan hasil
perubahan bentuk badan usaha pada tahun pajak berjalan ditetapkan sebesar
Angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir sebelum terjadinya perubahan bentuk
badan usaha.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Pajak penghasilan 24, merupakan
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri. PPh Pasal 24 ini boleh dikreditkan
terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak. Pada dasarnya,
Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik penghasilan
yang diterima atau diperoleh di dalam negeri maupun penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. Jika negara lain tempat Wajib Pajak dalam negeri tersebut
mengenakan pajak penghasilan maka Wajib Pajak tersebut akan membayar atau
terutang pajak atas penghasilannya itu di negara yang bersangkutan (di luar negeri).

Ketentun Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang


penghitung saya angsuran bulanan yang barus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam
tahun berjalan

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:

1. Wajib Pajak membayar sendin (PPh Pasal 25).


2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23,
dan 24)

11
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Yogyakarta: ANDI


Resmi, S. 2019. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat

12

Anda mungkin juga menyukai