Anda di halaman 1dari 20

PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 24

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Perpajakan

Yang diampu oleh Bapak Mohammad Hamim Sultoni, M.A.B

Oleh:

Kelompok V/PBS D

Deni Ilham Martin 18383021041

Dena Melia Sri 18383022039

Fani Rafidatun 18383022063

Fatimatus Zahrah 18383021065

Inayatu Hidayati 18383022084

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MADURA

TAHUN 2021
i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayat Allah SWT., kami dapat
menyusun makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24” untuk
memenuhi matakuliah Perpajakan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah mengangkis kita dari zaman
kebodohan menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Bapak


Mohammad Hamim Sultoni, M.A.B yang telah memberikan pengarahan yang
baik sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Kami selaku penulis
berharap semoga makalah ini dapat berguna dan juga dapat memberikan manfaat
serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita semua tentang pentingnya
“Pajak Penghasilan (PPH) 24” tersebut. Dalam makalah ini kami menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena
keterbatasan kemampuan dan referensi yang kami dapatkan. Oleh karena itu, kami
sangat berterima kasih jika ada yang sudi memberikan saran dan kritiknya demi
perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa dengan mudah dimengerti dan dapat dipahami
maknanya. Kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan kata dalam penulisan
makalah ini, serta apabila terdapat kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca
sekalian.

Wassalamualaikum wr.wb

Pamekasan, 27 Apri 2021

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... i

Daftar Isi......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 4

A. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 .................................... 4


B. Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 .......................................... 5
C. Ketentuan Sumber Penghasilan dalam Menghitung Batas Kredit
Pajak Luar Negeri............................................................................... 5
D. Penggabungan Penghasilan Luar Negeri ........................................... 6
E. Prinsip-Prinsip Pengkreditan Pajak Luar Negeri ............................... 8
F. Persyaratan Pengkreditan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 ............ 8
G. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 ..................... 9
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 15
A. Kesimpulan......................................................................................... 15
B. Saran …………. ................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap uang
pajak yang dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari
sektor pajak. Uang pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah
untuk mendanai pembangunan di pusat dan daerah, seperti membangun
fasilitas umum, membiayai anggaran kesehatan dan pendidikan, dan kegiatan
produktif lain. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan
berdasarkan undang- undang.1
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang
Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Undang-undang
Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga
negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajib- an
kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.2
Dalam pemungutan pajak di Indonesia, pemungutan pajak bagi Wajib
Pajak dalam negeri berdasarkan atas asas domisili, yaitu terutang atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik dari dalam negeri maupun luar
negeri (world wide income). Jika Wajib Pajak menerima penghasilan dari
negara lain maka Wajib Pajak yang bersangkutan akan membayar pajaknya di
negara yang bersangkutan. Apabila seorang Wajib Pajak dalam negeri
memiliki luar negerinya akan dikenakan pajak berganda. Hal ini terjadi
karena Wajib Pajak yang bersangkutan dianggap sebagai Wajib Pajak dalam
negeri sehingga terkena pajak atas segala penghasilan, baik dari dalam

1
Elfina Okto Posmaida Damanik dan Eva Sriwiyanti, Perpajakan (Solok: Insan Cendekia
Mandiri, 2020), hlm. 1.
2 Gustian Djuand dan Irwansyah Lubis, Pelaporan Pajak Penghasilan (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2004), hlm. 3.


2

maupun luar negeri. Dari sisi luar negeri, Wajib Pajak yang bersangkutan
pemungutannya berdasarkan asas sumber, yaitu Wajib Pajak akan dikenakan
pajak atas penghasilan yang bersumber dari wilayah negara yang
bersangkutan. Oleh karena itu, untuk meringankan beban pajak berganda
yang dapat terjadi atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri, dibuat
peraturan yang memperbolehkan pengurangan (kredit pajak) atas pajak yang
dibayarkan di luar negeri terhadap pajak penghasilan terutang. Pengkreditan
atau pengurangan pajak luar negeri ini biasa disebut sebagi PPh pasal 24. PPh
Pasal 24 biasa disebut sebagai Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN). 3
Dari uraian di atas, kami melihat betapa pentingnya pengetahuan
tentang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 ini untuk dipelajari, oleh karenanya
kami disini akan menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 24.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa defini Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24?
2. Siapa saja Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24?
3. Bagaimana ketentuan sumber penghasilan dalam menghitung batas
kredit pajak luar negeri?
4. Bagaimana penggabungan penghasilan luar negeri?
5. Bagaimana prinsip-prinsip pengkreditan pajak luar negeri?
6. Apa saja persyaratan pengkreditan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24?
7. Bagaiman contoh perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24.
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pembuatan makalah ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui defini Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24.
2. Mengetahui Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24.
3. Mengetahui ketentuan sumber penghasilan dalam menghitung batas
kredit pajak luar negeri.
3Supramono dan Theresia Woro Darmayanti, Perpajakan Indonesia (Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2010), hlm. 91.
3

4. Mengetahui penggabungan penghasilan luar negeri.


5. Mengetahui prinsip-prinsip pengkreditan pajak luar negeri.
6. Mengetahui persyaratan pengkreditan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
24.
7. Mengetahui contoh perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24.
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24
PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat
diperhitungkan atas pemotongan pajak/pajak yang dibayar/pajak yang terutang
di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh:
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri
boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-
undang ini dalam tahun pa- jak yang sama.,
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejumlah
pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi
tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
undang-undang ini.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan dengan perubahan terakhir Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1)
menyebutkan pengertian PPh pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri yang boleh dikreditkan dengan pajak yang
terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama. Pajak
penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan
berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan di luar negeri
dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangi dari penghasilan yang ada
di dalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.4
Pada prinsipnya, WP dalam Negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari dalam maupun luar negeri.
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, maka
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh WP dalam Negeri boleh dikreditkan terhadap
4Ikatan Bankir Indonesia, Wealth Management: Tata Kelola, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2017), hlm. 198.
5

pajak yang terutang atas seluruh penghasilan WP dalam Negeri. Pengkreditan


pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.5
B. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 24
Subjek pajak PPh pasal 24 adalah subjek pajak yang termasuk dalam
subjek pajak dalam negeri yaitu subjek pajak yang bertempat dan
berkedudukan di dalam negeri (Indonesia) yang mendapatkan atau memperoleh
penghasilan dari luar negeri:6
1. Orang pribadi atau perorangan.
2. Badan atau organisasi yang berbadan hukum.
3. Bentuk Usaha Tetap atau BUT.
C. Ketentuan Sumber Penghasilan
Diatur dalam Pasal 24 ayat 3 UU PPh, dalam menghitung batas jumlah
pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:7
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar
atau dibebani bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan
atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.

5 Erly Suandy dan Jesica, Praktikum Akuntansi Manual dan Komputerisasi dengan MYOB
(Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 34.
6 Widi Dwi Ernawati, Perpajakan Terapan Lanjutan (Malang: Polinema Press, 2018), 136
7 Setiadi, Buku Praktikum Pajak (Pasuruan: CV Qiara Media Partner, 2019), 147-148.
6

5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha


tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan
atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan
berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta
tetap itu berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3
unsur/perhitungan berikut ini:8
• Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
• (Penghasilan luar negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas
seluruh yang dikenakan tarif Pasal 17.
• Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak
(dalam hal Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada
penghasilan luar negeri).
D. Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan
sebagai berikut:9
1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut
ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

8 Tax Center, Pajak Penghasilan (PPh) pasal 24, diakses dari


https://taxcenterfeunesa.com/read/15/pph-24-pengertian-subjek-objek-sumber-penghasilan-kena-
pajak-pelaksanaan-kredit-pajak-hingga-perhitungan-pph-24 pada tanggal 22 April 2021 pukul
03.28 WIB.
9 Elfina Okto Posmaida Damanik dan Eva Sriwiyanti, Perpajakan (Solok: Insan Cendekia

Mandiri, 2020), hlm. 71.


7

Perolehan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan tersebut


ditetapkan pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk
menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri
untuk tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak ditentukan batas waktu
penyampnian SPT Tahunan PPh atau tidak ada kownjiban penyampaian SPT
PPh maka saat diperolehnya adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak
berakhir.
Misalnya, pada tahun 2008, PT. Darmalengsa memiliki penghasilan
dari luar negeri berupa laba usaha di Singapura sebesar Rp 10.000.000,00,
dividen dari kepemilikan saham di Australia atas laba tahun 2000 sebesar Rp
40.000.000,00 (berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham dibagikan tahun
2008), dan penghasilan bunga dari Malaysia sebesar Rp 30.000.000,00 akan
dibayarkan awal tahun 2009. Penghasilan luar negeri PT. Darmalengsa tahun
2008 yang dapat dimasukkan dalam penggabungan penghasilan tahun 2008
hanya laba dari Singapura dan dividen dari Australia, sedangkan bunga dari
Malaysia tidak dapat dimasukkan dalam penggabungan penghasilan karena
baru diterima tahun 2009. Jika terjadi kerugian di luar negeri maka kerugian di
luar negeri tidak boleh diakumulasikan dalam total Penghasilan Kena Pajak.
Berbeda jika kerugian terjadi di dalam negeri di mana kerugian itu boleh
diakumulasikan dalam penghitungan Penghasi Kena Pajak. Kredit pajak yang
diperkenankan setinggi-tingginya adalah sebesar pajak terutang atas seluruh
Penghasilan Kena Pajak.10
Jadi, Penggabungan penghasilan ini tidak diperkenankan apabila terjadi
kerugian yang diderita di luar negeri. Saat penggabungan penghasilan, apabila
dalam Penghasilan Kena Pajak ternyata terdapat penghasilan yang berasal dari
luar negeri, maka penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang
terutang di Indonesia. Pengkreditkan pajak tersebut dilakukan dalam tahun
pajak digabungkan penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di
Indonesia.11

10
Supramono dan Theresia Woro Darmayanti, Perpajakan Indonesia (Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2010), hlm. 92.
11
Setiadi, Buku Praktikum Pajak (Pasuruan: CV Qiara Media Partner, 2019), hlm.152.
8

E. Prinsip-Prinsip Pengkreditan Pajak Luar Negeri (LN)


Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam perhitungan
Pengkreditan PPh Pasal 24 adalah:
1. Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal
dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan pajak dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
pernghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar
atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu
4. Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar
negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang
terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak
yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Petnghasilan Kena
Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri,
5. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Berdasarkan prinsip-prinsip pengkreditan tersebut, kita dapat meringkas
dengan formula yang lebih sederhana yaitu:12
No Penghasilan/Keuntungan Perbandingan Tarif Kredit Pajak Luar
Luar Negeri Pajak Negeri
1 Kerugian Luar Negeri - Tidak ada Kredit
Pajak LN
2 Penghasilan Luar Negeri Tarif Pajak LN < Sebesar jumlah pajak
Tarif Pajak DN yang dibayar
(terutang) di LN
Tarif Pajak LN = Sebesar jumlah pajak
Tarif Pajak DN yang dibayar
(terutang) di LN
Tarif Pajak LN > Jumlah tertentu

12 Kautsar Riza Salman, Perpajakn PPh dan PPN (Jakarta: Indeks, 2017), hlm. 173
9

Tarif Pajak DN (Perbandingan)

F. Persyaratan Pengkreditan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24


Kredit pajak luar negeri akan dikurangkan dari total Pajak Penghasilan
terutang atas seluruh penghasilan pajak yang dibayarkan di Indonesia hanya
sebesar PPh tenstang atas seluruh penghasilan dikurnngi dengan kredit pajak.
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar
negeri, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Direktorat
Jenderal Pajak yang dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan
PPh. Karena alasan-alasan di luar kekuasaan Wajib Pajak maka Direktur
Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-
lampiran permohonan. Lampiran permohonan tersebut terdiri dari:13
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Fotokopi SPT yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
G. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24
➢ Contoh Soal PPH Pasal 24 untuk wajib pajak Badan
PT Aulia Zidny berlokasi di Jepara memperoleh penghasilan netto pada
tahun 2020 sebagai berikut:
1. Penghasilan dalam negeri Rp 1.000.000.000,00
2. Penghasilan luar negeri (Tarif Pajak 20%) Rp 1.000.000.000,00
Berapa kredit pajak luar negeri yang diperkenankan (PPh 24)?
1. Menghitung total PKP
• Penghasilan Dalam Negeri Rp 1.000.000.000.00
• Penghasilan Luar Negeri Rp 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan Neto Rp 2.000.000.000,00
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat
kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung total PPh terutang tarif PPh pasal 17 ayat 1:
25% x Rp 2.000.000.000,00 = Rp 500.000.000,00

13Supramono dan Theresia Woro Darmayanti, Perpajakan Indonesia (Yogyakarta: CV Andi


Offset, 2010), hlm. 93.
10

3. Menghitung PPh maksimum yang bisa dikreditkan sesuai dengan


perbandingan penghasilan
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖
• x Tarif PPh Terutang
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖

1.000.000.000,00
• x 500.000.0000,00 = Rp 250.000.000,00
2.000.000.000,00

4. Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri


• Tarif pajak luar negeri x penghasilan luar negeri
• = 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 200.000.000,00
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan PPh pasal 24 adalah
Rp 200.000.000,00 karena lebih kecil dari Jumlah PPh yang terutang di
luar negeri atau PPh maksimum yang bisa dikreditkan sebesar Rp
250.000.000,00.
➢ Contoh Soal PPH Pasal 24 untuk wajib pajak Orang Pribadi
Bagi wajib pajak orang pribadi, untuk menghitung penghasilan kena pajak
harus dikurangi terlebih dahulu dengan penghasilan tidak kena pajak
(PTKP)
PT Rizqul Jaya adalah milik Tuan Rizqul dengan status K/2 mempunyai
penghasilan netto sebagai berikut:
Penghasilan dalam negeri Rp 160.000.000,00
Penghasilan dari luar negeri (Tarif Pajak 20%) Rp 200.000.000,00
Berapa kredit pajak luar negeri yang diperkenankan (PPh 24)?
1. Menghitung total PKP
Penghasilan dalam negeri Rp 160.000.000,00
Penghasilan luar negeri Rp 200.000.000,00
Jumlah Penghasilan Neto Rp 360.000.000,00
PTKP (K/2) Rp 63.000.000,00
Total penghasilan kena pajak Rp 297.000.000,00
2. Menghitung total PPh terutang Tarif PPh pasal 17
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 47.000.000,00 = Rp 11.750.000,00
Total PPh Terutang = Rp 44.250.000,00
11

3. Menghitung PPh maksimum yang bisa dikreditkan sesuai dengan


perbandingan penghasilan:
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖
• x Tarif PPh Terutang
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖

200.000.000,00
• x 44.250.000,00 = Rp 24.583.300,00
360.000.000,00

4. Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri


• Tarif pajak luar negeri (40%) x penghasilan luar negeri
• = 40% x Rp 200.000.000,00 = Rp 80.000.000,00
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan PPh pasal 24 adalah
Rp 24.583.300,00 Jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
Rp 80.000.000,00 melebihi jumlah kredit pajak yang diperolehkan yaitu
Rp 24.583.300,00. Akan tetapi, kelebihan tersebut tidak dapat
diperhitungkan dengan PPh yang terutang tahun berikutnya tidak boleh
dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan serta tidak dapat
dimentakan restitusi.14
➢ Contoh Soal PPH Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha dalam Negeri
Jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri maka sejumlah
kerugian yang diderita tersebut dapat digabungkan atau dikompensasikan
dengan penghasilan yang diterima atau diperboleh di Indonesia (dalam
negeri).
PT Ananda Raya yang berkantor did Indonsia memperoleh penghasilan
neto pada tahun 2016 sebagai berikut.
• Di Negara A, PT Ananda Raya memperoleh penghasilan berupa
laba usaha sebesar Rp 500.000.000 (tarif pajak yang berlaku adalah
30%)
• Di dalam negeri, PT Ananda Raya menderita kerugian sebesar Rp
100.000.000.
Peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam dan luar negeri sebesar Rp
5.000.000.000

14
Jumaiyah dan Adv. Wahidillah, Pajak Penghasilan- Teori, kasus, dan praktik (Yogyakarta: CV
Andi Offset, 2021), hlm. 215-216.
12

Beerikut ini perhitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh
pasal 24).
1. Menghitung total PKP
Pengasilan dari Negara A berupa laba usaha Rp 500.000.000
Kerugian usaha di dalam Negara Rp 100.000.000 (-)
Jumlah penghasilan neto Rp 400.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak dapat
dikompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung total PPh terutang
PKP yang mendapat fasilitas pengurangan tarif:
4.800.000.000,00
= x 400.000.000,00 = Rp 384.000.000
5.000.000.000,00

PKP yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif:


Rp 400.000.000- Rp 384.000.000 = Rp 16.000.000
PPh terutang:
50% x 25% x Rp 384.000.000 = Rp 48.000.000
25% x Rp 16.000.000 = Rp 4.000.000
Tarif PPh terutang = Rp 52.000.000
3. Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan
penghasilan
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖
• x Tarif PPh Terutang
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖

500.000.000,00
• x 52.000.000,00 = Rp 65.000.000,00
400.000.000,00

4. Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri


Tarif pajak luar negeri x penghasilan luar negeri
= 30% x Rp 500.000.000,00 = Rp 150.000.000,00
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp
52.000.000 atau sebesar total PPh terutang. Jumlah ini diperoleh dengan
membendingkan perhitungan total PPh terutang. PPh maksimum
dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau
dibayar di luar negeri. Kemudian, dipilih nilai terendah di antara
ketiganya.
13

➢ Contoh Soal PPH Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri
Jika terjadi kerugian yang diderita di luar negeri maka kerugian
tersebut tidak boleh digabungkan/ dikompensasi dengan penghasilan yang
diterima atau di peroleh dari Indonesia.
Amalia (TK/3), berdomisili di Surabya, memperoleh dan menerima
penghasilan neto tahun 2016 sebagai berikut.
• Di Negara A, ia menerima penghasilan berupa sewa sebesar Rp
200.000.000 (tarif pajak yang berlaku adalah 40%).
• Di Negara B, ia mengalami kerugian usaha sebesar Rp 100.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 25%)
• Di dalam negeri, ia memperoleh laba usaha sebesar Rp
200.000.000.
Berikut ini penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal
24).
1. Menghitung total PKP
Penghasilan dari Negara A berupa sewa Rp 200.000.000
Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp 200.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp 400.000.000
Jumlah penghasilan sama dengan PKP karena tidak terdapat
kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung total PPh yang terutang
PPh terutang:
• 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
• 15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
• 25% x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Rp 70.000.000
3. Menghitung PPh maksimum dikreditkan di Negara A sesuai
perbandingan penghasilan.
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖
• x Tarif PPh Terutang
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖

200.000.000,00
• x 70.000.000,00 = Rp 35.000.000,00
400.000.000,00
14

4. Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di Negara A


20% x Rp 200.000.000 = Rp 40.000.000
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PP pasal 24) adalah Rp
35.000.000 atau sebesar PPh maksimum sesuai perbandingan penghasilan.
Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total PPh
terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan,
dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri. Kemudian, dipilih nilai
terendah di antara ketiganya.15

15Tantri Agustiana, Ekonomi Islam Kompetensi Keahlian: Perbankan Syariah (Jakarta: PT


Gramedia Widisarana Indonesia, 2019), hlm. 325-237.
15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan dengan perubahan terakhir Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat
(1) menyebutkan pengertian PPh pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan
atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dalam negeri yang boleh dikreditkan dengan
pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak
yang sama. Subjek Pajak penghasilan (PPh) pasal 24 terdiri dari Orang
pribadi atau perorangan, Badan atau organisasi yang berbadan hukum dan
Bentuk Usaha Tetap atau BUT.
Salah satu penentuan sumber penghasilan yaitu penghasilan dari
saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham
atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan; penghasilan
berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; serta
penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak.
Penggabungan penghasilan stidak diperkenankan apabila terjadi
kerugian yang diderita di luar negeri. Saat penggabungan penghasilan,
apabila dalam Penghasilan Kena Pajak ternyata terdapat penghasilan yang
berasal dari luar negeri, maka penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau
dibayar di luar negeri, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan
kepada Direktorat Jenderal Pajak yang dilakukan bersamaan dengan
penyampaian SPT Tahunan PPh.
16

B. Saran
Dari uraian makalah ini tidak menutup kemungkinan ada beberapa
kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran perbaikan makalah ini. Khususnya kepada dosen
pengampu matakuliah Perpajakan yang diampu oleh Bapak Mohammad
Hamim Sultoni, M.A.B. demi kesempurnaan makalah-makalah
selanjutnya. Penulis sangat berharap dengan terselesaikannya makalah ini
dapat menambah pengetahuan atau wawasan terutama mengenai “Pajak
Penghasilan (PPH) pasal 24” serta dapat dinilai ibadah oleh sang pencipta
segala makhluk.
17

DAFTAR PUSTAKA

Agustiana, Tantri. Ekonomi Islam Kompetensi Keahlian: Perbankan Syariah.


Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia, 2019.

Damanik, Elfina Okto Posmaida dan Eva Sriwiyanti. Perpajakan. Solok: Insan
Cendekia Mandiri, 2020.

Djuand, Gustian dan Irwansyah Lubis. Pelaporan Pajak Penghasilan. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Ernawati, Widi Dwi. Perpajakan Terapan Lanjutan. Malang: Polinema Press,
2018.

Ikatan Bankir Indonesia. Wealth Management: Tata Kelola. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama, 2017.

Jumaiyah dan Adv. Wahidillah. Pajak Penghasilan- Teori, kasus, dan praktik.
Yogyakarta: CV Andi Offset, 2021.

Salman, Kautsar Riza. Perpajakn PPh dan PPN. Jakarta: Indeks, 2017.
Setiadi. Buku Praktikum Pajak.Pasuruan: CV Qiara Media Partner, 2019.
Suandy, Erly dan Jesica. Praktikum Akuntansi Manual dan Komputerisasi dengan
MYOB. Jakarta: Salemba Empat, 2008.

Supramono dan Theresia Woro Darmayanti. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta:


CV Andi Offset, 2010.

Tax Center, Pajak Penghasilan (PPh) pasal 24, diakses dari


https://taxcenterfeunesa.com/read/15/pph-24-pengertian-subjek-objek-
sumber-penghasilan-kena-pajak-pelaksanaan-kredit-pajak-hingga-
perhitungan-pph-24 pada tanggal 22 April 2021 pukul 03.28 WIB.

Anda mungkin juga menyukai