Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Perpajakan


Dosen Pengampu:
Hadi Ma’ruf, M.Pd

Disusun oleh Kelompok 10:

1. Muhammad Ali Akbar (126402213200)


2. Karen Katalina (126402213201)
3. Mohammad Said Amrullah (126402213206)
4. Salsadilla Sherly Rosalyne (126402213248)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH 4E


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
MEI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena, itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. selaku Rektor UIN Satu Tulungagung yang
telah memberikan dukungan kepada kami dan mengijinkan kami memakai
semua fasilitas yang ada UIN Satu Tulungagung untuk menunjang
kelancaran proses perkuliahan kami.
2. Bapak Hadi Ma’ruf, M.Pd Selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi
Perpajakan yang tulus dan ikhlas memberikan bimbingan dan
pembelajaran kepada kami.
3. Teman-teman ES-4E yang kami sayangi.

Dalam menyusun makalah ini, kami telah berusaha untuk mendapatkan


hasil yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami berharap semoga makalah
ini menjadi butir-butir amalan bagi kami dan bermanfaat khususnya bagi kami
dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Robbal ‘Alamin.

Tulungagung, 15 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Pemungut Pajak.............................................................................................3

B. Tarif Pajak.....................................................................................................5

C. Saat Terutang Dan Pelunasan Pph Pasal 22..................................................7

D. Dikecualikan dari Pemungutan Pajak...........................................................8

E. Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pph Pasal 22 Atas Penyerahan Barang
dan Kegiatan Di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain..............13

BAB III PENUTUP..............................................................................................17

A. Kesimpulan.................................................................................................17

B. Saran............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan- badan
tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Dasar hukum pengenaan
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal 22 Undang-Undang Pajak
Penghasilan, selanjutnya diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.03/2008 berlaku sejak 31 Agustus 2010.

Pajak penghasilan Pasal 22 memiliki keterkaitan dengan peraturan


perpajakan di Indonesia. Pasal 22 merupakan salah satu ketentuan dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang pemotongan pajak
atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dari transaksi pembelian
barang atau jasa. Tujuan dari Pasal 22 adalah untuk meningkatkan penerimaan
negara melalui pemotongan pajak secara langsung pada saat transaksi terjadi.
Ketentuan ini berlaku untuk berbagai jenis transaksi, seperti impor barang,
pembelian barang dari dalam negeri, dan pembayaran jasa.

Makalah “Pajak Penghasilan Pasal 22” ini membahas tentang aspek


hukum, implementasi, dampak, dan permasalahan terkait dengan ketentuan
pasal tersebut. Hal ini meliputi prosedur pemungut pajak, tarif pajak saat
terutang, pelunasan pph pasal 22, dikecualikan dari pemungutan pajak, tata
cara pemungutan, penyetoran dan pelaporannya, tata cara dan prosedur
pemungutan pph pasal 22 atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang
impor atau kegiatan usaha dibidang lain.

1
Dengan demikian, makalah tersebut akan memberikan pemahaman yang
lebih mendalam mengenai pajak penghasilan Pasal 22 dan relevansinya dalam
konteks perpajakan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ketentuan pemungut pajak?
2. Bagaimana tarif pajak diberlakukan?
3. Bagaimana saat terutang dan pelunasan PPh Pasal 22?
4. Bagamaina pengecualian pemungutan pajak, tata cara pemungutan dan
pelaporannya?
5. Bagaimana tata cara dan prosedur pemungutan pph pasal 22 atas
penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lain?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ketentuan pemungut pajak
2. Untuk mengetahui tarif pajak diberlakukan
3. Untuk mengetahui saat terutang dan pelunasan pada PPh Pasal 22
4. Untuk mengetahui pengecualian pemungutan pajak, tata cara pemungutan
dan pelaporannya
5. Untuk mengetahui tata cara dan prosedur pemungutan pph pasal 22 atas
penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lain.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemungut Pajak
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut.
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukal, atas impor
barang.
2. Bendahara pemeritah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian Barang.
3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan
mekanisme persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme Pembayaran
Langsung (LS).
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan- bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

3
Dengan ketentuan baru ditegaskan bahwa Menteri Keuangan dapat
menetapkan pemungut PPh Pasal 22.

1. Bendahara pemerintah memungut pajak sehubungan dengan pembayaran


atas penyerahan barang;
Sesuai ketentuan undang-undang Pajak Penghasilan bahwa pihak yang
dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah bendahara pemerintah,
termasuk bendahara pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, dan lembaga- lembaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga
dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang
menjalankan fungsi yang sama.
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha produksi barang
tertentu antara lain otomotif dan semen.
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Wajib Pajak Badan tertentu akan memungut pajak dari pembeli atas
penjualan barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang
tergolong sangat mewah, pemungutan pajak oleh Wajib Pajak Badan
tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah, baik dilihat dari
jenis barangnya maupun harganya. Seperti kapal pesiar, rumah sangat
mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan
sangat mewah.

Dalam pelaksanaan ketentuan ini Menteri Keuangan mempertimbangkan


antara lain:

a. Penunjukan Pemungut Pajak secara selektif, demi pelaksanaan


pemungutan pajak secara efektif dan efisien;
b. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang: dan
c. Prosedur pemungutan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.

4
Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini, dimaksudkan untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui
sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan
pengenaan pajak yang tepat waktu. Sehubungan dengan hal tersebut,
pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini dapat bersifat final.

B. Tarif Pajak
Tarif PPh Pasal 22 mengalami perubahan dengan perubahan ketiga
peraturan menteri keuangan tentang pemungutan PPh pasal 22 sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang dari kegiatan di bidang import
atau kegiatan usaha dibidang lain, besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 ditetapkan sebagai berikut.

a. Atas impor:
1. Barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Menteri ini, sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari nial impor;
2. Selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1,
yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5 % (dua
setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum,
dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor
3. Selain barang-barang tertentu sebagimana dimaksud pada angka 1,
yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5 %
(tujuh setengah persen dari nilai impor; dan/atau
4. Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga
jual lelang.

Nilai import sebagai dasar penghitungan Pajak sebagaimana dimaksud


ada butir A angka 1, angka 2, dan angka 3 adalah nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan Bea masuk yaitu COST Asurance and Freigth
(CIF) ditambah dengan Bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor.

5
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf
b, huruf c huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf
e, sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk
pajak pertambahan nilai.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
adalah sebagai berikut:
1. Bahan bakar minyak sebesar:
a) 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan
bakar umum pertamina;
b) 0.3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar
umum bukan pertamina;
c) 0.3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana
dimaksud pada hurufa) dan huruf b);
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.

d. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi.
1. Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0.25% (nol
koma dua puluh lima persen):
2. Penjualan kertas sebesar 0,1 % (nol koma satu persen);
3. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
4. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih
sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen);

6
5. Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen), dari
dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

e. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal


Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor sebesar 0,45% (nol koma empaat puluh lima
persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
f. Atas penjualan bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% (nol koma
dua puluh persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai.

Dalam pemungutan Pasal 22 tersebut ternyata pihak Wajib Pajak tidak


memiliki NPWP. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya Wajib Pajak yang
dipungut tersebut diterapkan tarif PPh Pasal 22 yang lebih tinggi 100%
dibanding tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang memiliki NPWP.
Ketentuan penerapan tarif yang lebih tinggi, diberlakukan untuk pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang pengenaannya bersifat tidak final.

C. Saat Terutang Dan Pelunasan Pph Pasal 22


Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan oleh pihak-pihak
sebagaimana diatur pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan,
terutang pada saat pembayaran kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan. Penetapan saat terutang dan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 22
diatur sebagai berikut.

1. Atas kegiatan impor barang, PPh Pasal 22 Terutang pada saat


bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk. Apabila pembayaran
bea masuknya ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 terutang pada
saat penyelesaian dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
2. Atas kegiatan pembelian barang, PPh Pasal 22 Terutang dan dipungut
pada saat dilakukan pembayaran.

7
3. Atas pembelian hasil produksi PPh Pasal 22 Terutang dan dipungut
saat penjualan. Atas penjualan hasil produksi atau pengolahan barang,
PPh Pasal 22 Terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat
Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
4. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang atau bahan-bahan
oleh pemungut butir 2, 3, 4, dan 5 dilaksanakan dengan cara pungutan
dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos.

D. Dikecualikan dari Pemungutan Pajak


Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.

1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai:
a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang
diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur
tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas
impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para
pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah, umum, amal, sosial,
kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam,
dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat
lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

8
h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,
dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
j. Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
yang ditujukan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku
cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran
agama;
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap
ikan, kapal tongkang. dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia. yang diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
Kereta Api Indonesia;
r. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara
Nasional Indonesia; dan atau

9
s. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh kontraktor Kontrak Kerja Sama.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan
dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, angka 3, dan angka 4, berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,
pelumas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos.
6. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan
Umum Badan Urusan Logistik (BULOG).
7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor.
8. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Perlu diperhatikan dalam pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22


(perhatikan pengeculian dari pemungutan PPh Pasal 22), yaitu sebagai berikut.

1. Pengecualian dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Impor


pada angka 2 tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan
tarif Bea Masuk 0% (nol persen).
2. Bukti administrasi atas pengecualian tersebut dapat diberikan dengan:
a. Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak, yaitu untuk pengecualian
pada angka 1 dan angka 7.
b. Tanpa SKB atau otomatis, yaitu untuk pengecualian pada angka 4,
angka 5, angka 6, dan angka 8.

10
3. Pelaksanaan pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukal dan/atau Direktur Jenderal Pajak, yaitu untuk
pengecualian pada angka 2, dan pengecualian dari pemungutan PPh Pasal
22 atas barang impor yang terkena tarif Bea Masuk 0% (nol persen) seperti
disebut pada butir 1.

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya

Dalam hal melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak


Penghasilan Pasal 22 yang dilakukan oleh pemungut diatur sebagai berikut.

1. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang, dan dilunasi


bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
2. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak
Penghasilan Pasal 22 Terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
3. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut disebut
pada angka 2, angka 3, dan angka 4 terutang dan dipungut pada saat
pembayaran.
4. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen,
Industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut
pada saat penjualan.
5. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah
Pengeluaran Barang (delivery order).
6. Pajak penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.
7. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan
dengan cara penyetoran oleh:
a. Importir yang bersangkutan; atau
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan.

11
8. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh
pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 3, dan
angka 4, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pus,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
9. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.
10. Pemungutan Pajak Penghasilan Paasal 22 atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor
Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
11. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka
2, angka 3, dan angka 4. menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang
berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
12. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5, angka 6, dan
angka 7 wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. Lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
13. Pemungut pajak diwajibkan melaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.

12
14. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 seperti pada angka 7, angka 8,
angka 9, dan angka 10, dan pelaporan PPh Pasal 22 dilakukan sesuai
jangka waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan
tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran, dan
pelaporan pemungutan pajak.
15. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, pembelian
barang oleh pemungut pajak seperti pada angka 2, angka 3, dan angka 4,
penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif dan pembelian bahan- bahan untuk keperluan industri
atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak
yang dipungut. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen bersifat final;
b. selain penyalur/agen bersifat tidak final.

E. Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pph Pasal 22 Atas Penyerahan


Barang dan Kegiatan Di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha Di Bidang
Lain
Sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain diterbitkannya peraturan Direktur Jenderal Pajak
yang mengatur lebih lanjut masalah dimaksud, dengan pengaturan sebagai
berikut.
1. Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu berstatus sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
Dalam hal badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja
mengolah atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil
produksinya menjadi produk antara dan/atau produk hilir sehingga badan
usaha tersebut melakukan kegiatan produksi secara terintegrasi, maka

13
Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk
antara, dan produk hilir.
2. Penunjukan pemungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud angka 5
dilakukan kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan
badan usaha yang melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri,
dengan surat keputusan yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
3. Badan usaha yang bergerak di bidang usaha otomotif adalah badan usaha
yang bergerak dalam bidang industri otomotif termasuk ATPM (Agen
Tunggal Pemegang Merek). APM (Agen Pemegang Merek), dan importir
umum kendaraan bermotor.
4. Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud
angka 7 dilakukan kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan industri dan eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul
dengan surat keputusan yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
5. Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan;
dan
b. menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan.
6. Dalam hal badan badan usaha sebagai pemungut pajak pada angka 5, dan
angka 7 tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, maka Kepala
KPP menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Penunjukan Wajib Pajak
sebagai pemungut PPh Pasal 22.
7. Dalam hal terjadi pengembalian barang hasil produksi yang dibeli dari
badan usaha sebagai pemungut PPh Pasal 22 setelah masa pajak terjadinya
pengeluaran, pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur
kepada pemungut PPh Pasal 22.
8. Pembuatan nota retur harus dibuat dalam masa pajak terjadinya
pengembalian barang hasil produksi.

14
9. Pengembalian barang hasil produksi dianggap tidak terjadi dalam hal:
a. Dilakukan masa pajak terjadinya pengembalian, atas pengembalian
tersebut penggantian dengan barang yang sama, baik dalam jumlah
fisik maupun harganya:
b. nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan:
c. nota retur tidak dibuat dalam masa pajak terjadinya pengembalian
barang hasil produksi.

Dalam hal nota retur telah memenuhi ketentuan Pajak Penghasilan


Pasal 22 yang telah dipungut dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan
Pasal 22 Terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian tersebut.

Beberapa pengertian-pengertian yang dipahami dalam membahas


Ketentuan Unium dan Tata Cara Perpajakan ini dengan mengacu pada Pasal 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 diubah dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
antara lain sebagai berikut:

1. Pajak adalah kontribusi watib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi ataubadan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang,
dengan tidale mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
kepeduan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuanperaturan penindang-undangan perpajakan
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, peneroan latoriya, hadan usaha milik negata atau badan usalta
mulk daerah dengan nama dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan. yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investari kolektif dan bentuk usaha tetap
4. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan

15
sebagai tanda pengenal diriatau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya
5. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak
untuk menghitung.menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam
suatu jangka waktu tertentusebagaimana ditentukan dalam undang-undang
ini
6. Tahun Pajak adalah jangka waktu ! (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib
Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender
7. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak
8. Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam masa pajak. dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
9. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkanpenghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek dan/atau
bukan objek pajak, dan/atauharta dan kewajiban sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan
10. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa
pajak
11. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
tahun pajak atau bagian tahun pajak
12. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukandengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan
cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan.1

1
Dr Waluyo,M.Sc., Ak , Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2017), hlm. 289-297

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan- badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Tarif PPh Pasal 22 mengalami perubahan dengan perubahan ketiga


peraturan menteri keuangan tentang pemungutan PPh pasal 22 sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang dari kegiatan di bidang import
atau kegiatan usaha dibidang lain.

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan oleh pihak-pihak


sebagaimana diatur pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan,
terutang pada saat pembayaran kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 jika Impor


barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan, Impor barang yang
dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai,
Impor sementara, Impor kembali (re-impor), Pembayaran untuk pembelian
gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(BULOG), Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, Pembayaran untuk pembelian barang
sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor


154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau

17
kegiatan usaha di bidang lain diterbitkannya peraturan Direktur Jenderal Pajak
yang mengatur lebih lanjut masalah dimaksud.

B. Saran
Dari makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami
materi yang telah penulis uraikan diatas. Penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, maka dari itu saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Jika ada yang kurang dapat dimengerti bisa mengacu pada daftar pustaka yang
kami gunakan. Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat
bagi pembaca. Apabila terdapat kesalahan mohon dimaafkan dan dapat
memakluminya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

19

Anda mungkin juga menyukai