Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MATA KULIAH PERPAJAKAN II

PPh PASAL 22

Disusun Oleh:
1. Meiske Loka Carolina (SA1/2110165758)
2. Fitri Rahma Safira (SA1/2110165760)
3. Ahmad Naufal Satyo Budianto (SA1/2110165765)
4. Agya Aghaya Apriliani (SA1/2110165787)

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH: MEGA ARISIA DEWI, S. E., M. S. A.


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA SURABAYA
PROGRAM STRATA I STUDI AKUNTANSI
2023
DAFTAR ISI
Daftar Isi .................................................................................................................... 2
BAB I......................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan ........................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................... 4
A. Pembahasan ................................................................................................... 4
I. Pengertian ............................................................................................. 4
II. Subjek dan Objek Pajaknya.................................................................. 4
III. Perluasan Pemungutan Objek Pajak Penghasilan Pasal 22 .................. 5
IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 .............................................. 6
V. Besar Tarif Pajak (PMK No. 34/PMK.010 Tahun 2017) ..................... 7
VI. Pemungut PPh Pasal 22 Saat Pembelian .............................................. 9
VII. Perusahaan Swasta yang Wajib Memungut PPh 22 saat Penjualan ..... 10
VIII. Contoh Cara Hitung PPh Pasal 22........................................................ 11
BAB III
A. Kesimpulan .................................................................................................... 15
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 16
BAB I
A. Latar Belakang
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 merupakan salah satu jenis pajak yang
dikenakan atas penghasilan dari jasa atau barang yang diterima oleh wajib pajak
yang bukan merupakan pengusaha tetap atau pemungut PPN. PPh Pasal 22
memiliki peran penting dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor non
– pertambangan dan perkebunan. PPh Pasal 22 berlaku untuk berbagai jenis
barang dan jasa, seperti barang impor, jasa konstruksi, jasa keuangan, jasa
konsultan, dan lain – lain
PPh Pasal 22 juga seringkali menjadi masalah bagi pelaku usaha dan
penerima jasa, terutama bagi mereka yang kurang memahami aturan dan prosedur
yang berlaku. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang lebih baik
mengenai PPh Pasal 22 agar dapat menghindari sanksi dan pelanggaran yang
terkait. PPh Pasal 22 juga memiliki peran dalam memperkuat perekonomian
Indonesia melalui penerimaan negara yang didapatkan.
PPh Pasal 22 juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu sebagaimana
peraturan PPh lainnya. Makalah ini akan membahas secara mendalam mengenai
PPh Pasal 22, termasuk definisi, jenis – jenis penghasilan yang terkena pajak, tarif
pajak, prosedur perhitungan dan pembayaran pajak, serta isu – isu hukum dan
perpajakan. Pemahaman tentang PPh Pasal 22 menjadi sangat penting bsgi pelaku
usaha, penerima jasa, dan masyarakat pada umumnya untuk dapat memahami
peraturan yang berlaku dan melakukan kewajiban perpajakan secara terarah dan
benar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum dari PPh Pasal 22?
2. Bagaimana cara menghitung besaran pajak yang harus dibayar
berdasarkan PPh Pasal 22?
3. Siapa yang terkena kewajiban PPh Pasal 22 dan apa saja jenis penghasilan
yang dikenakan pajak melalui pasal ini?
4. Apa saja ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan kewajiban PPh Pasal 22?
C. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah mengenai PPh Pasal 22 ini adalah
untuk memberika pemahaman yang komprehensif tentang pajak ini kepada para
pembaca. Melalui makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami secara
mendalam mengenai PPh Pasal 22, mulai dari definisi, jenis – jenis penghasilan
yang terkena pajak, tarif pajak, prosedur perhitungan dan pembayaran pajak, serta
isu – isu hukum dan perpajakan terkait PPh Pasal 22 ini.
BAB II
A. Pembahasan
I. Pengertian
PPh Pasal 22 Umum merupakan pajak penghasilan yang
pemungutannya dilakukan oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik
milik pemerintah maupun swasta yang melakukan ekspor dan impor serta re
– impor maupun kegiatan usaha lain. Berdasarkan Undang – Undang (UU)
Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, PPh Pasal 22 Umum
merupakan bentuk pemotongan pajak yang dilakukan suatu pihak terhadap
wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Menurut
Pasal 22 ayat 1 UU PPh ini, Menteri Keuangan dapat menetapkan:
1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.
2. Badan – badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain.
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
PPh Pasal 22 Bendaharawan merupakan pemungutan yang dilakukan
oleh Bendaharawan pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang
dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bendaharawan pemerintah ini,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga –
lembaga negara lain yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan.
Selain PPh Pasal 22 Umum dan PPh Pasal 22 Bendaharawan, juga terdapat
PPh Pasal 22 BUMN. PPh Pasal 22 BUMN adalah pajak yang dipungut oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas pembayaran atau penyerahan
barang.
II. Subjek dan Objek Pajaknya
Subjek dan objek pajak dari PPh Pasal 22 memliki ketentuan mengenai
pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain diatur dalam PMK No. 154/PMK.03/2010. Namun, pemerintah
telah melakukan beberapa kali perubahan atau penyempurnaan peraturan
terkait pemungutan pajak penghasilan pasal 22 ini, yang kemudian mencabut
tersebut. Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di
Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di bidang lain, objek PPh Pasal 22
diantaranya:
1. Impor barang dan ekspor. Kegiatan impor dan ekspor barang yang
dilakukan eksportir atas barang atau komoditas seperti tambang,
mineral logam, dan mineral bukan logam.
2. Pembayaran atas pembelian barang (objek PPh Pasal 22
Bendaharawan). Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan
oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat,
instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga – lembaga negara
lainnya.
3. Pembayaran atas pembelian barang. Dilakukan dengan mekanisme
Uang Persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga. Dapat
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA
dan pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi
oleh KPA.
5. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan – bahan untuk
keperluan kegiatan usaha BUMN (objek PPh Pasal 22 BUMN).
6. Penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri hulu, industri otomotif, dan industri
farmasi
7. Penjualan kendaraan bermotor dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor.
8. Penjualan migas oleh produsen atau importir yang terdiri dari bahan
bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
9. Pembelian bahan – bahan dari pedagang pengepul keperluan
industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
perikanan.
10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh
wajib pajak badan.
III. Perluasan Pemungutan Objek Pajak Penghasilan Pasal 22
Melalui PMK No.92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua Atas
PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu Sebagai
Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang
Tergolong Sangat Mewah, WP Badan yang berhak memungut PPh Pasal 22
diperluas. Waktu pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ini dilakukan saat
penjualan barang tergolong sangat mewah. Barang tergolong sangat mewah
yang jadi objek PPh Pasal 22 diantaranya:
1. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
2. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.
3. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter
persegi.
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari
150 meter persegi.
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, Sport Utility Vehicle (SUV), Multi Purpose
Vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc.
6. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, denghan harga jual lebih daari
Rp300 juta atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang – barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang – undangan tidak terutang PPh. Harus
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang
diterbitkan oleh Diraktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang – barang yang dibebaskan dari bea masuk:
1) Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa
bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor,
ekspor, atau re – impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan
Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan
karena pengimpornya tidak membayar bea masuk
sebagaimana mestinya.
2) Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor
6 Tahun 1969 tentang Pembebasan atas Impor sebagaimana
diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 Tahun
1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973.
3) Berupa kiriman hadiah.
4) Untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja
negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp2.000.000 (bukan
merupakan jumlah yang dipecah – pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda – benda pos, dan telepon.
V. Besar Tarif Pajak (PMK No. 34/PMK.010 Tahun 2017)
1. Tarif PPh 22 sebesar 2,5% dan 7,5% atas impor. Tarif pajak ini untuk
pajak penghasilan atas impor barang dengan rincian sebagai berikut:
1) Tarif pembebanan tunggal sebesar 10% dari nilai impor,
dengan atau tanpa menggunakan API untuk barang tertentu
yang tercantum dalam Lampiran I PMK 34/2017.
2) Importir yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API):
2,5% dari nilai impor.
3) Importir non – API: 7,5% dari nilai impor.
4) Importir yang tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang.
2. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas pembelian. Besar tarif ini dari
harga pembelian barang tidak termasuk PPN dan tidak final untuk
pembelian barang ini dilakukan oleh:
1) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian
Keuangan.
2) Bendahara Pemerintah (PPh Passl 22 Bendaharawan).
3) BUMN/BUMD.
3. Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi tertentu. Tarif pajak
penghasilan pasal 22 atas produksi ini ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) yang dihitung dari Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan bersifat tidak final diantaranya:
1) Kertas. 0,1% dari DPP PPN.
2) Semen, 0.25% dari DPP PPN.
3) Baja, 0.3% dari DPP PPN.
4) Otomotif, 0.45% dari DPP PPN.
5) Semua jenis obat, 0,3% dari DPP PPN.
DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai
yang dipakai sebagao dasar perhitungan besarnya pajak yang terutang.
DPP ini merupakan nilai dasar yang digunakan untuk menghitung
pajak terutang seperti PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat
(2), dan PPN.
4. Tarif PPh Pasal 22 Hasil Produksi Migas. Pengenaan pajak
penghasilan pasal 22 dari hasil produksi atau penyerahan barang oleh
produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah:
1) 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual
BBM yang dibeli dari Pertaminna atau anak usaha Pertamina.
2) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual
bahan bakar minyak yang dibeli selai dari Pertamina atau anak
perusahaan Pertamina.
3) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
kepada pihak yang dibeli dari Pertamina maupun selain dari
Pertamina atau anak usaha Pertamina.
4) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar
gas.
5) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas.
5. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,25% atas pembelian bahan untuk
industri. Besar tarif ini dari harga pembelian tidak termasuk PPN atas
pembelian bahan – bahan unuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul, diantaranya pembelian hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui
proses industri manufaktur.
6. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,5% atas impor komoditas. Tarif dari nilai
impor ini berlaku untuk impor beberapa komoditas seperti kedelai,
gandum, dan tepung terigu, oleh importir yang menggunakan API.
7. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas ekspor komoditas tambang. Tarif
dari nilai ekspor ini berlaku untuk ekspor komoditas tambang batu
bara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang
dan pos tarif (HS/Harmonized System) oleh eksportir yang terikat
dalam perjanjian kerjasama pengusaha pertambangan dan Kontrak
Karya (KK).
8. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,45% atas Penjualan Kendaraan
Bermotor. Tarif ini dari DPP PPN berlaku atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan importir umum
kendaraan bermotor, tidak termasuk alat berat.
9. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,45% atas penjualan emas batangan. Tarif
ini dari harga jual emas batangan berlaku atas penjualan emas
batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan.
10. Tarif PPh Pasal 22 barang mewah. Sesuai Pasal 2 ayat (2) PMK
29/2019 ini, besar pajak penghasilan pasal 22 yang dipungut pada saat
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah:
1) Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1% atas penjualan barang mewah.
Tarif pajak penghasilan 22 sebesar 1 persen dari harga jual
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas barang ini untuk:
• Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas
bangunan lebih dari 400 meter persegi.
• Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan
harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30 miliar
atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi.
2) Tarif PPh Pasal 22 sebesar 5% atas penjualan barang mewah.
Tarif ini dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM atas
barang berlaku untuk:
• Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
• Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.
• Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang
kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, Sport Utility
Vehicle (SUV), Multi Purpose Vehicle (MPV),
minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000cc.
• Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, denghan harga
jual lebih daari Rp300 juta atau dengan kapasitas
silinder lebih dari 250cc.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk (BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan
Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang – undangan kepabeanan di bidang impor. Jika wajib
pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka akan
dikenakan tarif 100% dari pada tarif umum PPh Pasal 22 yang berlaku.
VI. Pemungut PPh Pasal 22 Saat Pembelian
Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang beberapa
kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, pemungut PPh Pasal 22
yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek
PPh Pasal 22 impor barang.
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme Uang
Persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
Pembayaran Langsung (LS).
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,
yang meliputi:
1) PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan
(Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi
Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT
Krakatau Steel (Persero).
2) Bank – bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan – bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian
bahan – bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas
tambang batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
VII. Perusahaan Swasta yang Wajib Memungut PPh Pasal 22 saat Penjualan
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi,
atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merk
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi
antara hulu dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
1) Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan.
2) Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan PMK Nomor 92/PMK.003/2019, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan
yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
VIII. Contoh Cara Hitung PPh Pasal 22
1. Contoh Soal PPh Pasal 22 Impor
PT AAA mengimpor barang dari Mongolia dengan harga faktur
senilai $500.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak
termasuk dalam barang – barang tertentu yang tidak ditentukan dalam
PMK No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar
negeri sebesar 3% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 5% dari
harga faktur. Bea Masuk (BM) sebesar 10% dan Bea Masuk
Tambahan sebesar 6%. Kurs pajak saat itu sebesar Rp14.550 per dolar
Amerika Serikat. Maka, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
dipungut Ditjen Bea Cukai adalah:
a. Harga Faktur (Cost) = $500.000
b. Biaya Asuransi (Insurance) = 3% × $500.000
= $15.000
c. Biaya Angkut (Freight) = 5% × $500.000
= $25.000
d. Cost, Insurance, Freight (CIF) =a+b+c
= $40.000
e. CIF (dalam rupiah) = $540.000 × Rp14.550
= Rp7.857.000.000
f. Bea Masuk = 10% × Rp7.857.000.000
= Rp785.700.000
g. Bea Masuk Tambahan = 6% × Rp7.857.000.000
= Rp471.420.000
h. Nilai Impor =e+f+g
= Rp9.114.120.000
1) Perhitungan PPh Pasal 22 jika memiliki API
Jika PT AAA memiliki Angka Pengenal Impor, maka hitungan
PPh Pasal 22 dari impor barang tersebut adalah sebagai
berikut:
= Tarif PPh Pasal 22 memiliki API × Nilai Impor
= 2,5% × Rp9.114.120.000
= Rp227.853.000
2) Perhitungan PPh Pasal 22 jika tidak memiliki API
Ketika PT AAA tidak memiliki Angka Pengenal Impor, maka
hitungan PPh Pasal 22 dari impor barang tersebut adalah
sebagai berikut:
= Tarif PPh Pasal 22 tidak memiliki API × Nilai Impor
= 7,5% × Rp9.114.120.000
=Rp683.559.000
2. Contoh Soal PPh Pasal 22 Bendaharawan
PT AAA berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat – alat tulis
kantor untuk Dinas Pendidikan Kota Bogor. Pada tanggal 1 Agustus
2022, PT AA melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dengan nilai kontrak sebesar Rp20.000.000 (nilai sudah termasuk
PPN). Maka penghitungan PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas
Pendidikan Kota Bogor adalah:
a. Nilai kontrak termasuk PPN = Rp20.000.000
b. DPP (100/111) × Rp 20.000.000 = Rp18.018.018,018
c. PPN dipungut (11% dari DPP) = Rp1.981.982
d. PPh Pasal 22 yang dipungut = 1,5% × Rp20.000.000
= Rp300.000
3. Contoh Soal PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu
PT AAA merupakan perusahaan kertas yang berhasil menjual hasil
produksinya kepada PT BBB senilai Rp1.100.000.000. Harga ini
sudah termasuk PPN sebesar 11%. Perhitungan pajak penghasilan
pasal 22 atas penjualan kertas adalah:
a. DPP PPN (100/111) × Rp 1.100.000.000 = Rp990.990.991
b. PPh Pasal 22 penjualan kertas (Tarif × DPP)
0,1% × Rp990.990.991 = Rp990.991
PT CCC menjual hasil produksinya berupa semen kepada PT DDD
senilai Rp2.200.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar
11%. Perhitungan pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan semen
adalah:
a. DPP PPN (100/111) × Rp2.200.000.000 = Rp1.981.981.982
b. PPh Pasal 22 penjualan semen (Tarif × DPP)
0,25% × Rp1.981.981.982 = Rp4.954.955
PT EEE adalah perusahaan baja dan menjual hasil produksinya ke PT
FFF senilai Rp3.300.000.000. Harga ini sudah termasuk PPN sebesar
11%. Perhitungan pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan baja
adalah:
a. DPP PPN (100/11) × Rp3.300.000.000 = Rp2.972.972.973
b. PPh Pasal 22 penjualan baja (Tarif × DPP)
0,3% × Rp9.972.972.973 = Rp8.918.919
PT GGG merupakan perusahaan otomotif dan menjual hasil
produksinya ke PT HHH senilai Rp5.500.000.000. Harga ini sudah
termasuk PPN sebesar 11%. Perhitungan pajak penghasilan pasal 22
atas penjualan otomotif adalah:
a. DPP PPN (100/111) × Rp5.500.000.000 = Rp4.954.954.955
b. PPh Pasal 22 penjualan otomotif (Tarif × DPP)
0,45% × Rp4.954.954.955 = Rp22.297.297
4. Contoh Soal PPh Pasal 22 Hasil Produksi Migas
PT AAA selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
menyerahkan bahan bakar minyak senilai Rp900.000.000 (tidak
termasuk PPN) kepada PT BBB yang merupakan bukan perusahaan
SPBU. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
Tarif PPh Pasal 22 hasil produksi migas × Nilai Jual
0,3% × Rp900.000.000 = Rp2.700.000
5. Contoh Soal PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan untuk Industri
PT AAA merupakan perusahaan tekstil dan membeli bahan tekstil
untuk produksinya yang akan diekspor dari pedagang pengepul CV
BBB senilai Rp300.000.000. Perhitungan PPh Pasal 22 atas pembelian
bahan industri adalah:
Tarif PPh Pasal 22 pembelian bahan industri × Harga Pembelian
0,25% × Rp300.000.000 = Rp740.000
6. Contoh Soal PPh Pasal 22 atas Impor Komoditas
PT BBB mengimpor gandum dari Ukraina dengan harga faktur
$250.000. Biaya asuransi sebesar 2% dari nilai faktur dan biaya angkut
sebesar 8% dari nilai faktur. Bea masuk yang dibebankan dari impor
gandum ini adalah 7,5% dan Bea Masuk Tambahan 2,5%. Kurs pajak
saat itu sebesar Rp14.220 per dolar Amerika Serikat. Perhitungan PPh
Pasal 22 yang dikenakan terhadap PT AAA atas impor gandum
tersebut adalah:
a. Harga Faktur (Cost) = $250.000
b. Biaya Asuransi (Insurance) = 2% × $250.000
= $5.000
c. Biaya Angkut (Freight) = 8% × $250.000
= $20.000
d. Cost, Insurance, Freight (CIF) =a+b+c
= $275.000
e. CIF (dalam rupiah) = $275.000 × Rp14.220
= Rp3.910.000.000
f. Bea Masuk = 7,5% × Rp3.910.000.000
= Rp293.250.000
g. Bea Masuk Tambahan = 2,5% × Rp3.910.000.000
= Rp97.750.000
h. Nilai impor =e+f+g
= Rp4.037.075.000
Dengan demikian besar pajak penghasilan pasal 22 atas impor
gandum PT AAA yang juga memiliki Angka Pengenal Importir
adalah:
= Tarif PPh Pasal 22 impor komoditas dan memiliki API × Nilai Impor
=0,5% × Rp4.037.075.000
=Rp20.185.375
7. Contoh Soal PPh Pasal 22 atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
PT AAA merupakan perusahaan pengembang properti yang menjual
apartemen dengan nilai Rp50.000.000.000 kepada CCC. Harga jual ini
tidak termasukk PPN dan PPnBM. Maka PPh Pasal 22 atas penjualan
barang mewah berupa apartemen ini sebesar:
= Tarif PPh Pasal 22 atas PPnBM apartemen × Nilai Jual
= 1% × Rp50.000.000.000
= RP500.000.000
PT BBB menjual kapal pesiar dengan nilai Rp800.000.000.000 kepada
PT DDD. Nilai ini tidak termasuk PPN dan PPnBM. Dengan demikian
perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan kapal pesiar ini adalah:
= Tarif PPh Pasal 22 atas PPnBM kapal pesiar × Nilai Jual
= 5% × Rp800.000.000.000
= Rp 40.000.000.000
Bab III
A. Kesimpulan
PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
yang diperoleh dari penjualan barang kena pajak dan atau jasa yang dilakukan
oleh badan usaha yang tidak berstatus sebagai wajib pajak penghasilan. Pemungut
pajak PPh Pasal 22 adalah badan usaha atau pihak ketiga yang membayar
penghasilan tersebut kepada badan usaha yang tidak berstatus sebagai wajib pajak
penghasilan. Dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22, badan usaha atau pihak
ketiga harus memperhatikan beberapa hal, seperti objek pajak yang tercakup
dalam PPh Pasal 22, tarif pajak yang harus dipungut, serta ketentuan pelaporan
dan pembayaran pajak.
Tarif pajak yang harus dipungut dalam PPh Pasal 22 berbeda – beda,
tergantung pada jenis barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan. Tarif
pajak tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam bentuk persentase dari
harga jual atau upah yang diterima oleh badan usaha yang tidak berstatus sebagai
wajib pajak penghasilan. Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara
melalui pajak, perlu adanya pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang
tegas terhadap pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.
Selain itu, sosialisasi dan edukasi perpajakan kepada masyarakat dan pelaku usaha
juga penting dilakukan agar tercipta kesadaran dan kepatuhan dalam memenuhi
kewajiban perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriya. 2023. PPh Pasal 22: Tarif, Cara Hitung, dan Lapor SPT Masa PPh 22. Diakses
pada 9 April 2023 dari https://klikpajak.id/blog/pph-pasal-22-dan-lapor-spt-pph-22/

Anda mungkin juga menyukai