Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


TUGAS MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
PERENCANAAN PERPAJAKAN

Dosen Pengampu:
Hendrik E.S Samosir, SE,Ak.,M.Ak.,CA

DISUSUN OLEH:
MAZMUR WALLTER SIMANJUNTAK
19510259

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah yang akan membahas lebih jauh
mengenai “PAJAK PENGHASILAN PASAL 22”.
Makalah ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perencanaan Perpajakan, serta agar dapat menambah wawasan sekaligus pemahaman
terhadap materi yang penulis bawakan. Penulis sangat berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen
pengampu mata kuliah ini Bapak Hendrik E.S Samosir, SE,Ak.,M.Ak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta
bimbingan dari dosen demi penyempurnaan dimasa-masa yang akan datang, semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi semuanya.

Medan, Oktober 2022

Mazmur Wallter Simanjuntak


19510259

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang1

1.2 Rumusan Masalah2

1.3 Tujuan Penulisan2

1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN3

2.1 Pengertian PPh pasal 223

2.2 Objek dan pemungut PPh pasal 223

2.3 Tarif PPh pasal 224

2.4 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 226

2.5 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22

2.6 Tata Cara Pemungutan,Penyetoran,dan Pelaporan PPh Pasal 22

2.7 Cara Menghitung PPh Pasal 229

BAB III PENUTUP.......................................................................................................15

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................15

3.2 Saran15

DAFTAR PUSTAKA16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya alamnya.
Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk
melakukan perubahan di segala sector demi meningkatkan pendapatan atau kas Negara
guna membiayai pembangunan dan biaya – biaya Negara.dalam rangka
menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit,
dana tersebut berasal dari APBN dan APBD, dimana sebagian besar bersumber pada
penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk
membiayai pengeluaran termasuk pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yag sangat kuat oleh sebab itu
sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun
pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam negeri. Namun pada
kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya mampu menjadi penonton ditengah
persaingan global yang begitu selektif. Kebijakan kontrofersial yang dambil oleh
pemerintah Indonesia yang tergabung dalam pembebasan PPh pasal 22 dengan Negara
Cina, pada konteks tersebut kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena
penduduk cina yang begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat
menjadi sasaran empuk bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para produsen
dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk – produk yang dihasilkan oleh
negeri tirai bamboo tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam
melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh pasal 22
bergantung pada kebijakan yang diambil oleh peraturan pemerintah.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga – lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang, badan – badan tertentu yang berkenaan dengan kegiatan dibidang

1
2

impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hokum PPh pasal 22 adalah UU pajak
penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam
dan kompherensif mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22, maka yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah paparan mengenai PPh pasal 22.

1.2 Rumusan masalah


Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. Apa pengertian pajak penghasilan PPh pasal 22?
2. Apa dasar pengenaan dan pemotongan PPh pasal 22?
3. Bagaimana cara penghitungan pajak penghasilan PPh pasal 22?
4. Apa saja pemotong PPh pasal 22?
5. Siapa penerima penghasailan yang di potong PPh pasal 22?
6. Apa saja penghasilan yang di potong PPh pasal 22?
7. Apa yang tidak termasuk penghasilan yang di potong PPh pasal 22?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian pajak penghasilan PPh pasal 22
2. Menambah wawasan kepada pembaca tentang dasar pengenaan dan pemotongan
pasal PPh 22
3. Penghitungan pajak penghasilan pasal 21

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan tujuan penulisan diatas, maka penulisan ini diharapkan akan
memberikan manfaat bagi semua pihak diantaranya:
1. Menjadi masukan bagi penulis untuk mengembangkan pengetahuan dalam
bidang yang diteliti, dan mengkombinasikan pengetahuan yang selama ini telah
diperoleh dari perkuliahan.
2. Menjadi sumber dan bahan masukan kepada para pembaca untuk menggali lagi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Pajak Pasal 22.
3

3. Bagi Almamater diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan


refernsi bagi peneliti lain dimasa yang akan datang
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian barang,
impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu. Oleh karena
itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah pemasok barang kepada
pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang dari badan – badan tertentu.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

2.2 Objek dan Pemungut PPh Pasal 22


Berikut merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No Objek Pemungut
.
Pembelian Barang oleh Pihak yang membayar / membeli:
1 Bendaharawan Pemerintah dan DJA ( - Bendaharawan Pemerintah
Direktorat Jenderal Anggaran ) - DJA
Pembelian barang oleh BUMN/D
2 BUMN/BUMD yang bersumber dari
dana APBN dan atau APBD
Pembelian barang oleh badan tertentu Badan tertentu
3 yang bersumber dari dana APBN
maupun non APBN
4 Impor Barang : - Direktorat Jenderal Bea dan

3
4

Cukai ( DJBC )
- Dilakukan oleh importer yang - Bank Devisa
memiliki API
- Dilakukan oleh importer yang
tidak memiliki API
- Yang tidak dikuasai ( lelang)
Pembelian bahan untuk industri Industri tertentu yang bergerak di
5 tertentu atau eksportir dari pedagang bidang pertanian, perkebunan dan
pengumpul perikanan
Penjualan bahan bakar minyak, gas, Produsen atau importer bahan bakar
6
dan pelumas minyak, gas, dan pelumas
Penjualan barang yang tergolong Wajib Pajak Badan yang melakukan
7
mewah penjualan tersebut
Penjualan hasil industry tertentu : Industry tertentu yang menjual
- Kertas
- Baja
8
- Otomotif
- Semen
- Rokok

2.3 Tarif PPh Pasal 22


Berikut merupakan tariff PPH Pasal 22, antara lain :
No
Objek Tarif
.
Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara
1 1,5%
Pemerintah, BUMN/D, dan badan tertentu
2 Impor Barang:
- Yang menggunakan API 2,5%
- Yang tidak menggunakan API 7,5%
5

- Yang tidak dikuasai ( Lelang ) 7,5%


Pembelian bahan – bahan untuk keperluan industry / ekspor dari
3 2,5%
pedagang pengumpul
Penjualan oleh pertamina :
4 - Premium, Solar, Premix, Super TT 0,25%
- Minyak Tanah, LPG, Pelumas 0,3%
Penjualan oleh Selain Pertamina:
- Premium, Solar, Premix, Super TT 0,3%
5
- Minyak tanah, LPG, Pelumas
0,3%
Penjualan hasil industry tertentu :
- Kertas 0,1%
- Baja 0,3%
6
- Otomotif 0,45%
- Semen 0,25%
- Rokok 0,15%

Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008


tanggal 31 Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai
pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu wajib
pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah,
diantaranya :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua
Puluh Miliar Rupiah)
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
(Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari
500 m2
6

d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau


pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima
Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5%
dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Selain tarif pajak yang tercantum di atas, terdapat tariff sebagai berikut :
- Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang menggunakan
API sebesar 0,5%
- Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak dipungut 100%
lebih tinggi dari tarif PPh pasal 22.

2.4 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22


Berikut merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan
Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan
Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7

7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor


Perbendaharaan dan Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

2.5 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22


1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka
PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan
4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7)
terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2.6 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22


1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir
1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak,
Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh
DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
8

2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas
impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke
bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan
rangkap tiga, yaitu :
2.6 lembar pertama untuk pembeli;
2.7 lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
2.8 lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan
dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak
berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20
setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama
wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
masa pajak berakhir.
9

7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

2.7 Cara Menghitung PPh Pasal 22

1. Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang


Besarnya PPh pasal 22 atas impor:
Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya
sebesar 2,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir


Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya
sebesar 7,5% dari nilai impor

        PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir


Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

        PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang

Catatan :
10

Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost
Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.
Contoh 1:
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari
Amerika Serikat dengan perincian sbb:
Harga Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00
Asuransi (Insurance) ………………………US$   1,000.00
Biaya angkut (Freight) …………………….US$   4,000.00
Harga Pabean ……………………………..US$ 25,000.00
Pungutan :
- Bea Masuk 20% …………………………US$   5,000.00
- Bea Masuk Tambahan 10% ……………US$   2,500.00
NILAI IMPOR ………………………………US$ 32,500.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor
barang) nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
— Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp
325.000.000,-
— PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp
8.125.000,00
Contoh 2:
Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka
perhitungan PPh Pasal 22 adalah :
Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp
325.000.000,-
PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp
24.375.000,-

2. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai


dengan APBN/ APBD
11

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan

Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah
dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-


pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
Contoh 3 :
PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam
Negri senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan
Depdagri. Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari
APBN/APBD, biasanya harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai
sebesar 10%.
Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
- Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)=
Rp200.000.000,00.

- PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi


pembayaran: Rp 200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00

3. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Otomotif di Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda
dua atau lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP)
Pajak Pertambahan Nilai.
12

PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN


Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22
atas industry otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
- Instansi pemerintah
- Korps diplomatic
- Bukan subjek pajak

4. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri


Rokok di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat
penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai),
dan bersifat final.

PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol

5. Cara Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Kertas di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat
penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

6. Cara Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Semen di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat
penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN
13

Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen


dalam negeri oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen
Nusantara kepada Distributor utama / tunggalnya.

7. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Baja di Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat
penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai

PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN

8. Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan
Usaha Selain Pertamina
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha
lainnya yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT
dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sbb:

1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU  swastanisasi


adalah 0,3% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina


adalah 0,25% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan

 3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari
penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan


14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut
oleh:
a. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
c. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah

3.2 Saran
Setelah penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22,
penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak
guna membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13585

http://armuhammad.wordpress.com/2012/06/19/pph-pasal-22-barang-mewah/

http://septikomariyah.blogspot.com/2012/11/makalah-perpajakan-tarif-pajak.html

http://populerkan.blogspot.com/2010/11/makalah-pajak-penghasilan.html

http://indahjewel.blogspot.com/2012/05/makalah-pph-pasal-22.html

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22

http://dedijayadiborneo.wordpress.com/2013/01/14/pajak-penghasilan-pasal-22/

Anda mungkin juga menyukai