Dosen Pengampu:
Hendrik E.S Samosir, SE,Ak.,M.Ak.,CA
DISUSUN OLEH:
MAZMUR WALLTER SIMANJUNTAK
19510259
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah yang akan membahas lebih jauh
mengenai “PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)”.
Makalah ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perencanaan Perpajakan, serta agar dapat menambah wawasan sekaligus pemahaman
terhadap materi yang penulis bawakan. Penulis sangat berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen
pengampu mata kuliah ini Bapak Hendrik E.S Samosir, SE,Ak.,M.Ak.CA
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta
bimbingan dari dosen demi penyempurnaan dimasa-masa yang akan datang, semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi semuanya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN1
BAB II PEMBAHASAN3
2.3 Perbedaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Pajak Penghasilan
Pasal 23 Yang berkewajiban menyetor PPN7
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................14
3.2 Saran...............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1. Apa yang terkandung dalam peraturan tentang pajak penghasilan pasal 4 ayat (2)
mengenai jasa kontruksi?
2. Apa perbedaan pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dengan pasal 23 ?
PEMBAHASAN
3
4
Tidak punya
4%
kualifikasi
Perencanaa Mempunyai 4%
n dan kualifikasi
7
Tidak
Pengawasa
mempunyai 6%
n Konstruksi
kualifikasi
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas jasa konstruksi tertera dalam peraturan PMK
Nomor 187/ PMK.03/ 2008, dimana dinyatakan untuk dasar perhitungan besaran pajak
menggunakan jumlah pembayaran dan jumlah penerimaan pembayaran. Menggunakan
dasar besaran jumlah pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan melalui
pemotongan PPh oleh pengguna jasa (pemilik proyek). Sedangkan menggunakan dasar
besaran jumlah penerimaan pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan
melalui pembayaran sendiri oleh kontraktor / pemiliki proyek yang bersangkutan. PPh
Final jasa konstruksi ini dilakukan pada saat pembayaran dan dilakukan paling lambat
pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terhutangnya PPh Final jasa konstruksi
dan harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
terhutangnya PPh final.
2.2 Perbedaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Pajak Penghasilan Pasal
23
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang terbaru, yaitu UU
Nomor 36 Tahun 2008, jasa konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda.
Pertama, jasa konstruksi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d dan yang berikutnya
disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh. Bedanya PPh Pasal 4 ayat
(2) sudah bersifat final, sedangkan Pasal 23 tidak final. Apabila di dilihat dari sudut
pandang subjek pajaknya antara Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 23 tampak
berbeda. Didalam Pajak Pasal 4 ayat (2) ditujukan untuk usaha jasa konstruksi,
sendangkan Pajak Pasal 23 di tunjukan untuk jasa konstruksi.
Dengan memperhatikan makna dari kata usaha jasa konstruksi yang digunakan
dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, maka subjek pajak yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) UU PPh adalah subjek yang bidang usahanya secara formal adalah jasa konstruksi.
Artinya, hanya pengusaha yang sudah memperoleh sertifikasi dan juga kualifikasi di
8
bidang jasa konstruksi saja yang tercakup dalam Pasal 4 ayat (2). Sedangkan dalam
pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan diatur bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 2
diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur jenis jasa lain ini adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor
244/PMK.03/2008. Apabila kita perhatikan lebih jauh pasal 1 peraturan menteri
keuangan, setidaknya terdapat dua jenis jasa konstruksi yang dikelompokkan sebagai
jenis jasa lainnya yaitu:
1. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
2. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
Jika kita menggunakan dasar Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2008 sebagai
dasar pengenaan pajak maka dua jenis jasa diatas dapat kita kelompokkan kedalam jasa
pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha sehingga akan dikenakan PPh final dengan tarif 4%, namun karena
dalam peraturan Menteri Keuangan dua jenis jasa tersebut dikelompokkan ke dalam
jenis jasa lain maka perlakuannya bukan merupakan objek PPh final tetapi merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 23.
Deskripsi :
1. Organisasi XYZ menyewa sebuah ruko dari Tuan AA untuk dijadikan kantor
dengan nilai sewa sebesar Rp 60.000.000, maka :
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh XYZ adalah: 10% x Rp 60.000.000 =
Rp 6.000.000
2. PT ABC dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan
undian dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000, maka:
9
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT ABC adalah: 25% x Rp 100.000.000
= Rp 25.000.000
3. CV. Polan merupakan pelaksana usaha konstruksi yang memiliki kualifikasi
usaha kecil, menerima penghasilan atas jasa kosntruksi yang diserahkannya ke
Dinas Pendidikan kota A sebesar Rp500.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat
(2) yang harus dipotong Dinas Pendidikan Kota A atas penghasilan yang
diterima CV Polan yaitu :
2% x Rp500.000.000,- = Rp10.000.000,-
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) menurut undang-undang pajak penghasilan
menyebutkan, bahwa : “Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan
lainya,penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainya,
pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah”.
3.2 Saran
Dari uraian di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar manfaat
dari pembahasan mengenai pajak penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan
lainya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya
dapat memberikan wawasan positif. Penulis juga meminta kritik dan saran yang
membangun agar bisa dijadikan sebagai bahan perbaikan kedepannya.
14
15
DAFTAR PUSTAKA