(2)
PPh Pasal 4 ayat (2) kita kenal sebagai PPh yang bersifat final. Artinya, PPh yang
telah dipotong tidak dapat dikreditkan sebagai pengurang PPh Pasal 29 di akhir tahun.
Oleh karena itu penghasilan yang sudah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) pun dilaporkan
dalam lampiran tersendiri dan dikoreksi dari pelaporan penghasilan neto fiskal dalam
SPT Tahunan PPh.
Penghasilan dari bunga
Surat Perbendaharaan 20% x diskonto SPN PP 27/2008
Negara (SPN)
Mengingat PPh Pasal 4 ayat (2) ini bersifat final, maka tidak dapat dijadikan sebagai
uang muka pajak dalam pencatatannya. Oleh karena itu PPh Pasal 4 ayat (2) dicatat
sebagai beban bagi pihak yang dipotong dan dicatat sebagai utang bagi pihak yang
memotong apabila prosedur yang harus dilakukan adalah dipotong dan memotong.
Namun apabila sifatnya setor sendiri, maka dicatat sebagai utang oleh yang
bersangkutan.
Contoh:
PT Surya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi (memiliki
SIUJK) dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pada bulan
Januari 2015 memberikan jasa perbaikan kepada PT Matahari dengan nilai kontrak
Rp100.000.000,-.
Atas transaksi ini PT Surya memungut PPN 10% dan PT Matahari memotong PPh
Pasal 4 ayat (2) atas pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil sebesar 2%.
Jurnal yang dibuat PT Surya adalah:
Kas 108.000.000,-
Pendapatan 100.000.000,-
Jurnal yang dibuat oleh PT Matahari adalah:
Uraian Debit Kredit
Kas 108.000.000,-