1. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
2. non-API = 7,5% x nilai impor;
3. yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan
API = 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
4. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih
dari 400 m2.
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,-
(lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang
impor.
Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak. Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat tidak final.
Contoh:
PT Nasional Impor Indonesia (memiliki Angka Pengenal Impor atau API yang diterbitkan
oleh Departemen perdagangan) mengimpor Sebuah mesin dengan Harga Mesin USD
300,000.00, Bea Masuk(BM) 20%, Insurance sebesar USD 10,000.00 dan Freight sebesar
USD 40,000.00. Untuk menghitung
pajak terutang dalam mata uang Rupiah, nilai kurs yang digunakan untuk mengonversi mata
uang dolar Amerika Serikat tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri keuangan
setiap pekannya(selanjutnya disebut kurs KNIK). Dalam kasus ini dimisalkan kurs KMK-nya
sebesar per USD.
Berikut ini adalah perhitungannya.
Mata uang Nilai Uraian
USD 300,000 Cost
USD 10.000 Insurance
USD 40,000 Freight
USD 550,000 CIF (a + b + c )
USD 110,000 Bea masuk 20%
USD 660.000 Nilai impor ( d + e )
Rp 8,000 Kurs KMK
Rp 5,280,000,000 Nilai import ( f X g )
Rp 132,000,000 PPh Pasal 22 ( 2,5 % X h )
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh
Pasal 23 :
Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan
jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal
24 Agustus 2015.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 23.
6. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;
Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).
3. Pasal 4 (ayat 2)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2013 adalah 1% yang dipotong dari total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan
dan dibayarkan pada tanggal 10 setiap bulannya. Namun, kini lewat PP Nomor 23
Tahun 2018, tarif PPh Final diturunkan menjadi 0,5%. Objek penghasilan yang
dipotong pajak UKM adalah usaha dengan total peredaran bruto (omzet) Rp 4,8 miliar
dalam setahun. Bila dalam omzet tersebut terdapat transaksi yang dikenakan pajak
final, maka transaksi tersebut tidak dimasukkan dalam omzet penghasilan yang
dipotong pajak UKM.
Contoh
b. Pemungutan PPN
Bendahara Inspektorat Provinsi akan mengambil Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) sebesar
10% atas transaksi jasa konstruksi seperti berikut:
1. Pembayaran tahap I oleh PT AAA dibayar pada 31 Januari 2021: Rp1.750.000.000 x 10% =
Rp175.000.000
2. Pembayaran tahap II kepada Bpk. Kelik dibayar pada 5 Juli 2021:
Rp65.000.000 x 10% = Rp6.500.000