Anda di halaman 1dari 6

NIM : 041272218 TUGAS :2

NAMA : DECKY HERIYANTO ROOROH MATKUL : ADM.PERPAJAKAN


PRODI : S1 – ILMU ADMINISTRASI NEGARA

1. Buatlah contoh dari pajak kendaraan yang berlaku saat ini !

Rumus PKB = Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) × koefisien × tarif pajak.

• Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), NJKP adalah harga atau nilai yang sudah ditetapkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)
yang sebelumnya sudah mendapatkan data dari Agen Pemegang Merek (ATPM).
• Koefisien, NJKP diperoleh dengan rumus: (PKB/2) x 100. Nilai PKB ini tertera pada lembar bagian belakang Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK).
• Tarif pajak progresif, Jika sudah mengetahui hasil NJKB, berikutnya dikalikan dengan persentase pajak progresif kendaraan
bermotornya.
• Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), SWDKLLJ ini ditentukan untuk mendapatkan pajak progresif
tiap kendaraan.

Contoh Perhitungan PKB :


Motor Ninja 250SL dengan NJKB sebesar Rp32.800.000, maka perhitungannya sebagai
berikut: Tarif Pajak Kendaraan Bermotor: 2,5% x 32.800.000 x 1 (koefisien kendaraan) =
Rp820.000. Maka, tarif pajak kendaraan tersebut sebesar Rp820.000. Sedangkan untuk
pajak tahunan jumlah tersebut ditambahkan dengan SWDKLLJ Rp35.000, sehingga total
pajak yang harus dibayarkan yakni sebesar Rp855.000.

Diketahui pengenaan pajak kendaraan tidak hanya saat pembelian namun juga dalam
pemakaiannya. Merujuk pada UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, pengenaan pajak kendaraan bermotor dikenakan pajak progresif yang
ditetapkan berdasarkan kepemilikan kendaraan atau dengan kata lain semakin banyak
jumlah kendaraan yang dimiliki maka prosentase pajak yang dikenakan semakin naik
apakah itu kendaraan pertama, kedua, ketiga, dst. Mengacu pada pasal 6 UU tsb diatas
tarif pajak progresif kendaraan bermotor ditetapkan sebesar:
• Kepemilikan kendaraan bermotor pertama dikenakan biaya paling sedikit 1%, paling
besar 2%
• Kepemilikan kendaraan bermotor kedua, ketiga, dan seterusnya dibebankan tarif paling
rendah 2% dan paling tinggi 10%

Sumber :
• BMP ADBI4330 – Administrasi Perpajakan
• https://klikpajak.id/blog/perhitungan/cara-menghitung-pajak-kendaraan/
• https://ekonomi.bisnis.com/read/20201229/9/1336538/jangan-bingung-begini-cara-
hitung-tarif-pajak-kendaraan
2. Buatlah contoh cara perhitungan dari Pajak Penghasilan, PPh pasal 21, 22 dan 23
yang anda ketahui !
a) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
PPh 21, menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-32/PJ/2015) adalah pajak atas
penghasilan berupa upah, gaji, tunjangan ,honorarium, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan jasa
dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Subjek
pajak PPh 21 adalah orang yang wajib pajak atas penghasilannya atau penerima
penghasilan yang dipotong oleh PPh 21.
Contoh PPh Pasal 21
Bapak Didi bekerja di Bank OMG dengan gaji yang diterima per bulannya Rp10 juta,
dan dia baru bekerja mulai dari bulan Maret sampai dengan November 2018.
Dikarenakan belum genap 1 tahun bekerja, maka Bapak Allan belum berhak untuk
mendapatkan THR. Bapak Allan juga disini belum menikah (TK/0) serta tidak
memiliki NPWP.
Gaji Setahun = 10 x Rp. 10.000.000 = Rp. 100.000.000
Biaya Jabatan = 5% x Rp. 100.000.000 = Rp. 5.000.000
Penghasilan Netto = Rp. 100.000.000 – Rp. 5.000.000 = Rp. 95.000.000
PTKP (TK/0) belum menikah serta tidak mempunyai tanggungan = Rp. 54.000.000
Penghasilan yang terkena Pajak = Rp. 94.000.000 – Rp. 54.000.000 = Rp. 41.000.000
Tarif PPh 21:
Penghasilan Tarif
sampai Rp. 50.000.000 5%
Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000 15%
Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 25%
diatas Rp. 500.000.000 30%

PPh 21 pada kasus diatas = Rp. 41.000.000 x 5% = Rp. 2.050.000

b) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22


PPh 22, adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor. Objek PPh Pasal 22 diatur sesuai Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 34/PMK.010/2017. Sedangkan subyek pajak dikenakan pada wajib pajak
badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan
kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
Contoh Pemotongan Dan Penghitungan PPh Pasal 22 Atas Pembelian Bahan-
Bahan Untuk Keperluan Industri
Reno adalah UMKM perseorangan (memiliki NPWP) yang telah ditunjuk KPP sebagai
pemungut PPh Pasal 22, membayar Rp 15.000.000,- untuk pembelian kayu dari
pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Reno :
a.Pembelian Kayu = Rp.15.000.000
b.Tarif PPh 22 = 25%
PPh 22 dipungut (a x b) = Rp.3.750.000

Contoh Pemungutan Dan Penghitungan PPh Pasal 22 Atas Impor Barang


CV. Reno (badan memiliki NPWP) melakukan import barang dengan nilai impor Rp
60.000.000,-. CV. Reno tidak mempunyai Angka Pengenal Impor (API). Besarnya PPh
Pasal 22 yang harus disetor oleh CV.Reno :
a.Besaran Impor = Rp.60.000.000
b.Tarif PPh 22 Impor = 7,5%
PPh 22 disetor (a x b) = Rp.4.500.000

c) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23


PPh 32, adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Penghasilan
jenis ini umumnya terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang menerima
penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi
penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh
pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Sebagai tanda bukti bahwa PPh 23 telah
dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti potong. Pelaporan PPh 23
dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara penyampaian SPT Masa PPh 23. Pemotong
PPh 23 sbb :
1) Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan,bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2) Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotongPPh 23,
yaitu: Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)
kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas, Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
Besarnya tarif PPh 23 dibedakan atas dua jenis yakni
• PPh 23 sebesar 15%
PPh 23 sebesar 15% diwajibkan dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas
dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain
yang belum dipotong oleh PPh Pasal 21.
Contoh :
Pak Ipoenk menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar Rp10.000.000,
maka jumlah PPh yang harus dibayarkan adalah: 15% x Rp10.000.000 =
Rp1.500.000.
• PPh 23 sebesar 2%
Wajib pajak diharuskan membayar PPh sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa
dan penghasilan lain terkait penggunaan harta. Sewa dan penghasilan lain yang
berasal dari penggunaan tanah dan bangunan dikecualikan dari pajak ini, yang
dasar hukumnya dapat kita temukan pada pasal 4 ayat (2) bagian d.
Contoh :
PT Regio, yakni sebuah badan usaha tetap, menerima jasa merancang busana
dengan jumlah bruto Rp15.000.000. Maka jumlah PPh yang harus dibayarkan 2%
x Rp15.000.000 yaitu Rp300.000.

Sumber:
• BMP – ADBI4330 - Administrasi Perpajakan
• https://klikpajak.id/blog/tarif-pajak/mengenal-perbedaan-pph-21-pph-23-dan-ppn/
• https://ukirama.com/en/blogs/penjelasan-tarif-dan-contoh-perhitungan-pph-21-pph-23-
dan-ppn
• http://www.klinikpajak.co.id/artikel+detail/?id=penghitungan+pajak+-++pph+22
• http://www.klinikpajak.co.id/artikel+detail/?kategori=pajak+penghasilan+%28pph%29
&id=pajak+-+pph+pasal+23
• https://klikpajak.id/blog/perhitungan/perhitungan-pph-23-dan-
contoh/#Dasar_Perhitungan_PPh_Pasal_23_untuk_Cara_Menghitung_PPh_23

.
3. Jelaskanlah yang dimaksud dengan pajak berganda, serta kelemahan dan kelebihan
dari pajak berganda tersebut !
Pajak Berganda adalah pajak yang dikenakan dua kali atas objek yang sama. Hal tersebut
dapat terjadi jika wajib pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat
usahanya yang atas laba tersebut dikenakan pajak, kemudian atas penghasilan tersebut wajib
pajak tersebut dikenai pajak di negaranya sendiri. Pajak berganda dibedakan menjadi empat
yakni pajak berganda internal, pajak berganda internasional, pajak berganda secara yuridis,
dan pajak berganda secara ekonomis.
Kelebihan pajak berganda tentu dapat meningkatkan pendapatan negara yang memungut
pajak tersebut, sedangkan kelemahan pajak berganda tentu sangat merugikan secara
ekonomis bagi wajib pajak dan kemungkinan berpotensi menyurutkan iklim investasi di
dalam negeri.
Sumber :
BMP – ADBI4330 - Administrasi Perpajakan

4. Sistem pemungutan pajak yang dicanangkan pemerintah mulai mununjukkan hasil


yang cukup baik, walaupun target belum tercapai, pihak pemerintah dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak terus-menerus menggalakan pemungutan pajak yang luar
biasa hebat. Sebutkan perbedaan dari Witholding System dengan Self assesment
sistem yang saudara/i ketahui !
Perbedaan mendasar dari Witholding System dan Self Assesment System yang cukup
mendasar yakni pada mekanisme pemungutan dimana Self Assesment System tergantung
peran aktif para wajib pajak untuk menyetorkan pelaporan pajak secara mandiri dengan
layanan sistem yang telah disediakan. Sedangkan Witholding System lebih menuntut peran
petugas pajak untuk mengawal khususnya dalam penghitungan dan pemungutan pajak
sehingga wajib pajak cenderung bersifat pasif.
Seperti diketahui bahwa Self Assessment System adalah salah satu sistem pemungutan pajak
yang berlaku di Indonesia dimana sistem ini membebankan penentuan besaran pajak yang
perlu dibayarkan oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri. Wajib Pajak adalah pihak
yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dapat melalui sistem administrasi online yang telah
dibuat oleh pemerintah. Self assessment system memberikan kemudahan dan keleluasaan
wajib pajak, namun dalam pelaksanaan sistem pemungutan ini juga terdapat konsekuensi.
Wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin.
Karena wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang
perlu dibayarkan. Contoh penerapan sistem ini pada pemungutan pajak pertambahan nilai
dan pajak penghasilan yang dapat dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak
Official Assessment System merupakan sistem pemungutan perpajakan yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau
aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Sistem ini menuntut petugas pajak untuk
memiliki inisiatif dalam menghitung dan memungut pajak sedangkan wajib pajak bersifat
pasif dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
Sistem ini ditujukan kepada masyarakat selaku wajib pajak, yang dinilai belum mampu
untuk diberikan tanggung jawab dalam menghitung serta menetapkan pajak. Sistem ini akan
berhasil apabila petugas pajak secara kualitas, kuantitas dan integritas telah memenuhi
kebutuhan dan standar yang ditetapkan. Contoh penerapan sistem ini yakni SPT PBB

Sumber :
• BMP – ADBI4330 - Administrasi Perpajakan
• https://klikpajak.id/blog/lapor-pajak/3-sistem-pemungutan-pajak-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai