Anda di halaman 1dari 3

Carilah satu contoh kasus di satu daerah mengenai penyusunan laporan

keuangan yang belum dapat diyakini kewajarannya. Lalu, diskusikan apa


penyebab kurang baiknya laporan keuangan tersebut yang anda analisis
berdasarkan kompetensi bendahara dan tugas-tugas yang seharusnya
dilakukan oleh bendahara !

Jawab :

Pada laman web https://www.bpk.go.id/ di jelaskan bahwa salah satu indicator


kualitas akuntabilitas keuangan daoat di lihat dari opini auditor eksternal yaitu
BPK atas penyajian laporan keuangan pemerintah, baik itu laporan Lembaga
atau instansi kementrian negara Republik Indonesia, maupun laporan keuangan
Daerah dan berbagai sumber keuangan lainnya.

Opini ini terbagi menjadi 3 tingkat dengan predikat atau status yang di sandang
oleh instansi terkait memberi dampak pada kebijakan selanjutnya. Predikat
tersebut adalah : WTP (Wajar tanpa pengecualian), WDP (Wajar dengan
pengecualian) , TMP (Tidak Memberikan pendapat), TW (Tidak Wajar)

Dari sini audit keuangan BPK akan di tindaklanjuti oleh KPK apabila di dapat
ke ganjilan dalam proses pelaporan keuangan yang di laporkan oleh instansi
terkait.

Dari data yang di peroleh dari data BPK pertahun 2018 menurut LKPD , ada 3
Daerah Kabupaten di provinsi Jawa Barat yang gagal mendapatkan predikat
tertinggi WTP dari BPK. Daerah tersebut adalah Cianjur, Tasikmalaya, dan
Kabupaten Bandung barat.

Hal ini di akibatkan oleh beberapa masalah yang di temukan Audit BPK baik
berupa adanya kecurangan, Potongan Bantuan Sosial, dan adanya penggelapan
dana BPJS. Hal ini tentu mengindikasikan adanya kinerja atau kompetensi
Bendahara yang kurang baik dalam menjalankan kinerjanya sehingga terdapat
berbagai kekeliruan yang membuat 3 daerah tersebut tidak mendapat predikat
WTP.

Dari beberapa kasus yang menimpa daerah-daerah tersebut kita dapat berkaca,
ada beberapa factor yang menyebabkan kurang baiknya laporan keuangan yang
di lakukan oleh bendahara, sehingga memunculkan adanya berbagai bentuk
pelanggaran yang tentu saja menimbulkan potensi kerugian negara antara lain :

1. Kompetensi SDM yang kurang professional dalam menjalankan


kinerjanya. Misalnya ada kelalaian dan kekeliruan dalam input nominal
yang kemudian menjadi cikal bakal tumbuhnya masalah dalam keuangan.
2. Minimnya wawasan dan skill terhadap pelaksanaan prosedur atau
mekanisme keuangan yang berakibat pada kurangnya atau kesalahan
pencatatan.

3. Koordinasi antar pihak terkait tidak berjalan secara efektif dan efisien.
Hal ini di perparah dengan lemahnya fungsi pengawasan oleh pihak-
pihak yang berwewenang untuk mengontrol keuangan.

4. Adanya peraturan yang tidak lengkap dan kadang bersifat kurang jelas
dalam menjadi acuan tata Kelola pemerintahan sehingga memberikan
celah munculnya berbagai bentuk penyimpanang dan penyelewengan
dana.

5. Adanya keterbatasan fungsi audit BPK.

6. Data-data yang di peroleh mengenai Tindakan penyeleweangan dalam


bentuk apa dan daerah mana sulit untuk terkekspos sehingga terkesan
tertutup untuk public, sehingga public tidak mengetahui sejauh apa proses
tindak lanjut kasus penyelewengan tersebut telah bergulir.

Sebenarnya Indonesia memiliki banyak lembaga pengawasan keuangan


negara. Namun meskipun sudah terdapat banyak lembaga pengawasan
keuangan negara, peringkat Indeks persepsi Indonesia berada di peringkat
bawah. Menurut saudara,  adakah yang salah dengan lembaga-lembaga
pengawasan keuangan negara ini ? atau adakah yang salah dalam system
pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara di Indonesia ?

Jawab :

Korupsi musuh dari semua negara, karena dampak dari korupsi begitu sangat
merugikan negara, yang berarti juga merugikan Rakyat.

Pertahun 2017/2018 public sempat di hebohkan dengan banyak nya oknum


pemerintahan, oknum politisi, oknum kepala daerah, oknum Menteri beserta
oknum staff jajarannya, terlibat berbagai kasus korupsi. Padahal Regulasi di
Indonesia sudah begitu ketat dalam mengatur pengawasan keuangan negara.

Lantas mengapa korupsi masih terjadi, yang salah sistemnya ataukah


Lembaga-lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan?

Menurut saya keduanya salah baik system maupun Lembaga pemeriksa dan
pengawas keuangan, hal ini di peparah dengan moral administrator
pemerintahan yang kurang baik.
Pada system, koordinasi yang kurang baik antar Lembaga pengawas keuangan
menyebabkan lemahnya eksekusi dan penghentasan korupsi atau
penyelewengan dana yang di lakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung
jawab.

Apalagi melihat dari track Record Lembaga pengawas keuangan negara yang
cukup efektif dalam menjalankan peran pengawasan dan pemeriksaan keuangan
negara hanya BPK.

Namun opini BPK yang saya lihat dalam

https://www.kemhan.go.id/puslapbinkuhan/wp-
content/uploads/2019/06/lkpp_2018_1559103880.pdf mengindikasikan bahwa
meskipun banyak kementrian yang berpredikat WTP namun nyatanya pada
kementrian yang sama di temukan kasus korupsi. Itu artinya system internal
dalam pengawasan instansi atau kementrian tersebut sejatinya juga bermasalah.

Hal ini juga berlaku pada pengawasan pada Lembaga di bawahnya, seperti
pengawasan daerah yang nyatanya juga tidak efektif dalam menekan kasus
korupsi yang terjadi.

Referensi :

https://www.kemhan.go.id/puslapbinkuhan/wp-
content/uploads/2019/06/lkpp_2018_1559103880.pdf

https://regional.kompas.com/read/2019/06/21/12351061/tiga-daerah-di-jabar-
gagal-raih-opini-wajar-tanpa-pengecualian

https://media.neliti.com/media/publications/254114-determinan-opini-atas-
laporan-keuangan-p-1cc6578e.pdf

Anda mungkin juga menyukai