Anda di halaman 1dari 31

4.1 11Tata Cara Perhitungan dan Penyetoran PPh 22, 23, dan 4.

4.1.1 Tata Cara Perhitungan PPh 22, 23, dan 4.2

A. Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 22

1) Atas impor
Tarifnya yakni:

a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir sebesar 2,5% dari nilai


impor
b. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir sebesar 7,5%
dari nilai impor
c. yang tidak dikuasi sebesar 7,5% dari harga jual lelang

2) Atas pembelian barang


Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJBP, Bendahara
Pemerintah, BUMN atau BUMD sebesar 1,5% dari harga pembelian
tidak termasuk PPN dan tidak final.
3) Penjualan hasil produksi
Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan keputusan direktur
jendral pajak, yaitu:
a. kertas sebesar 0,1% x DPP PPN
b. semen sebesar 0,25% x DPP PPN
c. baja sebesar 0,3% x DPP PPN
d. otomotif sebesar 0,45% x DPP PPN

Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas. Yang perlu diingat adalah
pungutan PPh pasal 22 kepada agen atau penyalur bersifat final, selain agen atau
penyalur bersifat tidak final. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedangang pengumpul ditetapkan sebesar 2,5% dari
harga pembelian tidak termasuk PPN.
4) Atas produk import
Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan Angka Pengenal Importir sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a sebesar 0,5% dari nilai impor.
5) Atas penjualan
Antara lain:

a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp


20.000.000.000
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000 dan luas bangunan lebih dari 500 meter
persegi
d. Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000 dan atau luas bangunan
lebih dari 400 meter persegi
e. Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle, multi purpose vehicle,
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
5.000.000.000 dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc
dikenakan tarif sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan
PPnBM.Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi
dari tarif PPh pasal 22

Contoh Perhitungan PPh Pasal 22

1. Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang oleh Instansi


Pemerintah

PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi


Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT
DTC melakukan penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar
Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang
dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan?

Jawaban

Nilai kontrak termasuk PPN Rp11.000.000

DPP (100/110) x Rp11.000.000 Rp10.000.000

PPN dipungut (10% dari DPP) Rp1.000.000

PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x


Rp150.000
Rp10.000.000)

Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota
Tangerang Selatan sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian
tidak termasuk PPN.

Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja Negara atau belanja
daerah yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang


dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.

2. Perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor Barang

Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman


dengan harga faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang
tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar
negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga
faktur.
Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan
10%. Kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat itu sebesar US$1=
Rp10.000. Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT
ABC memili API (Angka Pengenal Impor) dan jika tidak memiliki API?

Jawaban

(a) Harga faktur (cost) : $100.000


(b) Biaya Asuransi (insurance) : (5% x US$100.000) $5.000
(C) Biaya Angkut (freight) : (10% x US$100.000) $10.000
CIF (cost, insurance &
: (a+b+c) $115.000
freight)
(US$115.000 x
(d) CIF (dalam rupiah) : Rp1.150.000.000
Rp10.000)
(20% x
(e) Bea Masuk : Rp230.000.000
Rp1.150.000.000)
(10% x
(f) Bea Masuk Tambahan : Rp115.000.000
Rp1.150.000.000)
Nilai Impor : (d+e+f) Rp1.495.000.000

Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC, jika PT ABC memiliki API (2,5% x
Nilai Impor)

2,5% x Rp1.495.000.000 = Rp37.375.000

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x
Nilai Impor)

7,5% X Rp1.495.000.000 = Rp112.125.000

3. Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Tertentu
1. Pada bulan Agustus, PT Semen Sentosa menjual hasil produknya
kepada PT Indah Bahagia senilai Rp825.000.000. harga tersebut sudah
termasuk PPN sebesar 10%.
2. Pada bulan April, PT Gerhana yang bergerak dalam industri kertas
menjual hasil produksinya senilai Rp550.000.000 kepada PT Halilintar.
Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
3. Pada bulan Juli, PT Baja Perkasa menjual hasil produknya kepada PT
Adi Karya senilai Rp1.100.000.000. Harga tersebut sudah termasuk
PPN sebesar 10%.

Jawaban

PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:


DPP PPN : (100/110) x
1 = Rp750.000.000
Rp825.000.000
0,25% x Rp750.000.000 = Rp1.875.000
PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
DPP PPN : (100/110) x
2 = Rp500.000.000
Rp550.000.000
0,25% x Rp500.000.000 = Rp500.000
PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
DPP PPN : (100/110) x
3 = Rp1.000.000.000
Rp1.100.000.000
0,25% x Rp1.000.000.000 = Rp3.000.000

4. Perhitungan PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh Pertamina dan Badan


Usaha Selain Pertamina

PT Pertamina selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas


menyerahkan bahan bakar minyak senilai Rp300.000.000 (tidak termasuk PPN)
kepada non-SPBU. Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut?
Jawaban

PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan bahan bakar minyak adalah:

0,3% x Rp 300.000.000 = Rp900.000

B. Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 23

Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat
dua jenis tarif yang diberlakukan, yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek
pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh Pasal 23
yang berlaku di Indonesia.

1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto atas:


a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan
final, bunga, dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan.
3. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.
4. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya:
a. Jasa penilai;
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan
selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 23.
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap. Tidak termasuk:

a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran


lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material
(dibuktikan dengan faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk
selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan
faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian
pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan
pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan
atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23

Contoh Kasus 1:

Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang
dibagikan, PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.

PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Gagalnya adalah :

=>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-


=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010

Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010

Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010

Contoh Kasus-2:

Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman
membayarkan bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,-

PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Utang adalah :

=> 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus
2010

Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010

Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010

Contoh Kasus-3:

CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada Tuan.
Doan Wiro Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan” sebesar Rp
1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010

PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat
Lemes :

=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010

Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010

Contoh Kasus-4 :

Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas


undian tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20
Januari 2010

PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :

=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31


Januari2010

Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010

Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010

Contoh Kasus-5 :.

PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp
20.000.000,- milik Budi

PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Selalu Susah

=> 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,-

Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
Selalu susah adalah Rp 800.000,-

Contoh Kasus-6 :

PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi
Perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah

2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-

PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp 2.200.000


( termasuk PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP

maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:

200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-

C. Tata Cara Perhitungan PPh Pasat 4 Ayat 2

Ada berbagai macam jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 Ayat 2.
Setiap penghasilan mempunyai tarif yang berbeda-beda dan diatur di dalam
Peraturan Pemerintah (PP). Di bawah ini akan dijelaskan berbagai objek pajak
dengan tarifnya masing-masing yang telah diatur Pemerintah.

1. Bunga deposito serta jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia


(SBI), dan diskon jasa giro dikenakan tarif sebesar 20% sebagaimana telah
diatur PP No. 131 Tahun 2000 serta turunannya Keputusan Menteri
Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
2. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada para anggotanya
masing-masing dikenakan tarif 10% sebagaimana telah diatur pada Pasal
17 Ayat 7 serta turunannya PP No. 15 Tahun 2009.
3. Bunga dari kewajiban dengan berbagai jenis tarif dari 0-20%. Penjelasan
lebih lanjutnya bisa dicari dalam PP No. 16 Tahun 2009.
4. Dividen yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan
tarif 10% sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 Ayat 2C.
5. Hadiah lotre atau undian dikenakan tarif 25% sebagaimana telah diatur PP
No. 132 Tahun 2000.
6. Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di bursa
dikenakan tarif 2,5% sebagaimana telah diatur PP No. 17 Tahun 2009.
7. Transaksi penjualan saham pendiri dan saham bukan pendiri (non-
founder), tarifnya masing-masing adalah 0,5% dan 0,1%, seperti yang
tercantum dalam PP No. 14 Tahun 1997 serta turunannya Keputusan
Menteri Keuangan No. 282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan
SE-06/PJ.4/1997.
8. Jasa konstruksi dikenakan tarif 2-6%. Penjelasan lebih lanjutnya bisa
ditemukan pada PP No. 51 Tahun 2008 serta turunannya PP No. 40 Tahun
2009.
9. Sewa atas tanah dan/atau bangunan, tarifnya adalah 10% seperti yang telah
diatur PP No. 29 Tahun 1996 dan juga turunannya PP No. 5 Tahun 2002.
10. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (dalam hal ini termasuk
usaha real estate), tarifnya adalah 5% seperti yang tercantum dalam PP
No. 71 Tahun 2008.
11. Transaksi dari penjualan saham atau pengalihan ibu kota mitra perusahaan
yang telah diterima oleh modal usaha, tarifnya adalah 0,1% sebagaimana
telah diatur di dalam PP No. 4 Tahun 1995.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 Ayat 2

a. Pajak atas Hadiah Undian dan Penghargaan

PT Oke Indonesia menyelenggarakan penarikan hadiah undian atas kupon-kupon


yang telah dikirimkan oleh para pelanggannya, dengan hadiah senilai
Rp100.000.000. Dalam penarikan undian tersebut nama Budiman muncul sebagai
pemenang hadiah undian. Bagaimana penghitungan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 4 ayat 2 atas hadiah undian yang harus dipotong oleh PT Oke Indonesia?

Jawab:

PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Oke Indonesia adalah 25% x
Rp100.000.000 = Rp25.000.000.

b. Pajak atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan


Pada tanggal 12 Agustus 2015, Rahmat membeli 1 unit rumah dari developer PT
Griya Persada seharga Rp800.000.000 secara tunai. Antara PT Griya Persada
dengan Rahmat belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) karena
sertifikat rumah tersebut masih dalam proses pemecahan sehingga dilakukan
terlebih dahulu dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara PT Griya
Persada sebagai penjual dan Rahmat sebagai pembeli. Sertifikat rumah tersebut
masih atas nama PT Griya Persada. Sebelum dilakukan AJB antara PT Griya
Persada dengan Rahmat, rumah tersebut oleh Rahmat dijual kepada Indra Aji,
sehingga akibat transaksi tersebut nama penjual dan pembeli yang tercantum
dalam PPJB rumah tersebut menjadi PT Griya Persada sebagai penjual dan Indra
Aji sebagai pembeli.

Bagaimana penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas pengalihan


rumah tersebut?

Jawab:

PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Griya Persada dalam kasus ini yaitu
sebesar 2,5% x Rp800.000.000 =Rp20.000.000.

c. Pajak atas Usaha Jasa Konstruksi

PT Jaya Makmur merupakan perusahaan yang mempunyai Sertifikat Badan Usaha


Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang diterbitkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK) sebagai Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi Bidang
Sipil Sub Bidang Bangunan-bangunan non perumahan lainnya dengan kualifikasi
besar gred 6. PT Jaya Makmur pada tahun 2013 ditunjuk oleh CV Lukito selaku
pemilik Rumah Sakit Sentosa untuk membangun gedung baru yang akan
digunakan sebagai unit kesehatan ibu dan anak dengan nilai kontrak sebesar
Rp25.000.000.000 tidak termasuk PPN. PT Jaya Makmur menerima uang muka
kontrak pada saat dimulai pembangunan yaitu pada tanggal 15 Juli 2013 sebesar
Rp5.000.000.000. Termin pembayaran akan dilakukan sesuai dengan tingkat
penyelesaian, yaitu:
1 Termin pertama sebesar Rp5.000.000.000 setelah pekerjaan selesai 25%;
2 Termin kedua sebesar Rp5.000.000.000 setelah pekerjaan selesai 50%;
3 Termin ketiga sebesar Rp5.000.000.000 setelah pekerjaan selesai 75%;

Sisa Rp5.000.000.000 akan dibayarkan setelah pekerjaan dan masa pemeliharaan


selesai. Pembangunan Rumah Sakit Sentosa harus diselesaikan oleh PT Jaya
Makmur paling lama tanggal 31 Desember 2015 dengan masa pemeliharaan
selama 6 bulan. Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh yang
dilakukan oleh CV Lukito terkait pembayaran uang muka kontrak dan termin
pertama apabila dilakukan pada tanggal 31 Desember 2013?

Jawab:

Pembayaran uang muka kontrak: Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah 3% x Rp5.000.000.000 =
Rp150.000.000.

Pembayaran termin pertama: Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas


penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah 3% x Rp5.000.000.000 =
Rp150.000.000.

d. Pajak atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Rafi Moreno menyewa rumah milik Damas Wibowo selama 5 tahun dari tahun
Desember 2011 sampai dengan Desember 2015 sebesar Rp350.000.000 yang
dibayar pada awal sewa. Atas pembayaran sewa tersebut Damas Wibowo telah
membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan berupa sewa
tanah dan/atau bangunan sebesar Rp35.000.000.Dalam perjanjian dimasukkan
syarat bahwa Rafi Moreno dapat menyewakan kembali rumah yang disewanya
tersebut kepada orang lain meskipun tanggungjawabnya tetap berada di Rafi
Moreno.
Pada bulan Juli 2013 Rafi Moreno, tanpa membatalkan sewa dengan Damas
Wibowo, menyewakan rumah tersebut kepada adik kandungnya Kinan Pali yang
berprofesi sebagai pedagang kue sampai dengan Desember 2015 sebesar
Rp110.000.000,00 yang dibayar pada tanggal 3 Juli 2013.Bagaimanakah
kewajiban PPh Pasal 4 ayat 2 terkait transaksi sewa antara Rafi Moreno dan Kinan
Pali?

Jawab:

Mengingat Kinan Pali bukan merupakan pemotong pajak, maka Rafi Moreno
wajib menyetorkan sendiri PPh yang terutang tersebut ke KPP tempat dia
terdaftar. Besarnya PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final yang wajib disetorkan
adalah: 10% x Rp110.000.000 = Rp11.000.000.

e. Pajak atas Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

CV Manis Makmur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam


bidang Penjualan Alat dan Mesin Pertanian. Peredaran Bruto CV Manis Makmur
dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp4.750.000.000. Adapun Peredaran Bruto CV
Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp5.455.532.000 dengan
rincian sebagai berikut :

Bulan Peredaran Bruto (Rp)

Januari 2015 435.652.000

Februari 2015 468.560.000

Maret 2015 449.870.000

April 2015 435.800.000

Mei 2015 475.600.000

Juni 2015 468.750.000

Juli 2015 495.000.000

Agustus 2015 436.520.000

September 2015 435.200.000

Oktober 2015 463.500.000

November 2015 412.560.000


Desember 2015 478.520.000

Bagaimana penghitungan PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu?

Jawab:

Karena Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2014 sebesar
Rp4.750.000.000.000 atau tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka Perhitungan
PPh Badan untuk tahun pajak 2015 adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013.

Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV Manis Makmur untuk Tahun
Pajak 2015 sebagai berikut:

Bulan Peredaran Bruto Tarif Pajak PPh Pasal 4 ayat 2

Januari 435.652.000 1% 4.356.520

Februari 468.560.000 1% 4.685.600

Maret 449.870.000 1% 4.498.700

April 435.800.000 1% 4.358.000

Mei 475.600.000 1% 4.756.000

Juni 468.750.000 1% 4.687.500

Juli 495.000.000 1% 4.950.000

Agustus 436.520.000 1% 4.365.200

September 435.200.000 1% 4.352.000

Oktober 463.500.000 1% 4.635.000

November 412.560.000 1% 4.125.600

Desember 478.520.000 1% 4.785.200

Jumlah 5.455.532.000 1% 54.555.320


4.1.2 Tata Cara Penyetoran Pph 22, 23, dan 4.2

A. Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut
oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat


pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh
Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan
pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.

PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke
bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan
rangkap tiga, yaitu :

lembar pertama untuk pembeli;

lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;

lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke
KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.

PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah
masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT
Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama
tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut
wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:

lembar pertama untuk pembeli;

lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;

lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat


paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Berikut ini adalah sebuah contoh kasus.

Kantor Kelurahan Kampung Makassar, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur


pada bulan Mei 2016 melakukan pembelian barang sebagai berikut:
Tanggal 10 Mei 2016 membeli 10 unit notebook dari Toko Al-Amin dengan nilai
pembelian termasuk PPN sebesar Rp. 55.000.000,00. Toko Al-Amin memiliki
NPWP dengan nomor 48.557.931.7-032.000 dan memberikan Faktur Pajak
kepada Bendahara Kantor Kelurahan dengan nomor 020.001-16.15203800;

Tanggal 29 Mei 2016 membeli ATK di Toko Mega dengan nilai pembelian
termasuk PPN sebesar Rp. 13.455.000,00. Toko Mega memiliki NPWP dengan
nomor 07.945.221.3-032.000 dan memberikan Faktur Pajak kepada Bendahara
Kantor Kelurahan dengan nomor 020.001-16.17210611;

Sebelum saya melanjutkan tutorial ini, maka perlu dipahami terlebih


dahulu bahwa transaki pembelian barang dilakukan oleh bendahara pemerintah
selain terutang PPh Pasal 22 juga terutang PPN. Pada contoh kasus diatas, saya
memberikan simulasi si penjual membuat/memberikan Faktur Pajak kepada
bendahara. Faktur Pajak adalah dokumen yang dibuat oleh Wajib Pajak
Pengusaha Kena Pajak (WP PKP) atas setiap transaksi penjualan/penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (PKP). Nanti akan saya jelaskan
apa itu PKP, JKP dan BKP kalau sempat.

Kembali ke kasus diatas. Maka langkah pertama adalah menghitung terlebih


dahulu berapa PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut. Karena pada contoh diatas
nilai transaksi pembelian sudah termasuk dengan PPN, maka bendahara harus
mencari Dasar Pengenaan Pajak terlebih dahulu. Caranya:

DPP = (100/110) x Nilai Transaksi

DPP = (100/110) x Rp. 55.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00

Setelah diketahui besarnya Dasar Pengenaan Pajak maka dapat dihitung besarnya
PPh Pasal 22 dan PPN. Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 22 = DPP x 1,5%

PPh Pasal 22 = Rp. 50.000.000,00 x 1,5% = Rp. 750.000,00

PPN = DPP x 10%

PPN = Rp. 50.000.000,00 x 10% = 5.000.000,00


Dengan demikian atas transaksi tanggal 10 Mei 2016 terutang PPh Pasal
22 dan PPN sebesar Rp. 5.750.000,00. Selanjutnya yang perlu dilakukan oleh
bendahara adalah melakukan penyetoran pajaknya. Perlu diingat, untuk PPh Pasal
22 waktu penyetoran adalah pada saat dilakukannya penyerahan/pembelian
barang. Pada contoh ini penyetoran dilakukan menggunakan MPN G-2, yaitu
dengan eBiling.

Sebelum memulai membuat kode biling, pastikan jumlah pajak dan kode akun
pajak yang akan disetorkan sudah benar. Untuk pemungutan PPh Pasal 22
penyetoran dilakukan dengan menggunakan NPWP rekanan, namun tetap menjadi
tugas bendahara untuk membuat kode biling dan menyetorkannya ke bank. Bukan
rekanan yang membuat sendiri kode biling dan menyetorkannya ke bank.

B. Tatacara Penyetoran PPh Pasal 23

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor


80/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang dipotong oleh
Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak


bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam pengertian hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan


Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan
Surat Setoran Pajak. SSP ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila
telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi. SSP dianggap sah jika telah divalidasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Adapun tempat pembayaran
adalah Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai
tempat pembayaran pajak.

PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan


untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.

PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20


hari setelah Masa Pajak berakhir.

Apabila jatuh tempo batas akhir pelaporan atau penyetoran PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Contoh Soal dan Perhitungannya

PT Perdana merupakan perusahaan penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini


didirikan pada tahun 2000, beralamat di Jl. Tentara Pelajar No. 7 Yogyakarta.
NPWP 01.555.444.1.541.000. Pembayaran honorarium dan imbalan lain
sehubungan dengan PPh Pasal 23 selama bulan Oktober 2011 sebagai berikut :

1. Pada tanggal 10 Oktober 2011, membayar bunga pinjaman kepada Bank


Mandiri Yogyakarta sebesar Rp1.000.000. Bank Mandiri beralamat di Jl.
Diponegoro No. 133 Yogyakarta, NPWP 01.222.333.2.541.000

2. Pada tanggal 15 Oktober 2011, membayar royalti kepada beberapa penulis


yaitu :
3. Pada tanggal 20 Oktober 2011, memebayar jasa perbaikan mesin produksi
yang telah rusak sebesar Rp 15.000.000 kepada PT Maju Jaya, yang
beralamat di Jl. Godean No. 26 Yogyakarta, NPWP 01.446.577.2.541.000

4.Pada tanggal 22 Oktober 2011, membayar fee sebesar Rp22.000.000 kepada


Kantor Akuntan Publik Dwiananda, yang beralamat di Jl Mrican No. 200
Yogyakarta, NPWP 04.322.233.2.541.000

5.Pada tanggal 29 Oktober 2011, membayar sewa kendaraan untuk


mendistribusikan hasil produksi ke beberapa kota, sewa dibayarkan ke Andika
Rental sebesar Rp6.000.000 yang beralamat di Jl. Adisucipto No. 38 Yogyakarta,
NPWP 01.111.333.1.541.000

Diminta :

1.Hitunglah PPh Pasal 23 yang dipotong PT.

2.Buatkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 untuk setiap Wajib Pajak

3.Setorkan PPh Pasal 23 yang telah terpotong

4.Buatkan SPT Masa PPh Pasal 23 Oktober 2011 untuk PT Perdana

Jawab :

Perhitungan PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan yang dibuatkan oleh Pt Perdana
dijelaskan sebagai berikut :

1) Atas pembayaran bunga sebesar Rp1.000.000 kepada Bank Mandiri tidak


dipotong pajak karena Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada
bank merupakan pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 23.
2) Atas pembayaran royalti kepada penilis dipotong PPh Pasal 23 sebagai
berikut :

wajib pajak dibuatkan hasil bukti pemotongan nomor : 01/Ps-23/10/2011, 02/Ps-


23/10/2009, 03/Ps-23/10/2011.

3) Atas pembayaran imbalan jasa teknik kepada PT Maju Jaya sebesar


Rp15.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar :

Tarif 2% x penghasilan bruto :

= 2% x Rp15.000.000

= Rp300.000

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 04/Ps-23/10/2011

4) Atas pembayran fee kepada Kantor Akuntan Dwiananda & Co. sebesar
Rp22.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto :

= 2% x Rp22.000.000

= Rp440.000

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 05/Ps-23/10/2011

5) Atas pembayaran sewa kendaraan kepada Andika Rental sebesar


Rp6.000.000, dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto :

= 2% x Rp6.000.000

= Rp120.000

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 06/Ps-23/10/2011

Total PPh pasal 23 yang dipotong dan disetor adalah :


C. Penyetoran Pph Pasal 4 Ayat (2):

Dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa penyetoran sendiri oleh yang


menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak.

Adapun langkahdalam penyetorannya adalah:

 Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor


Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

 Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang


ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan
takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

 Jangan sampai salah karena pemberi penghasilan (penyewa) diwajibkan


untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Apabila lupa maka nanti oleh
petugas pajak akan ditagih kepada penyewa dan dikenakan sanksi apabila
terlambat.

Berikut adalah tabel untuk memberikan gambaran secara umum

Penghasilan Batas Waktu Penyetoran


Omzet penjualan (peredaran Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
bruto) usaha pajak berakhir

Bunga, deposito/tabungan, Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa


diskonto SBI, bunga/diskonto pajak berakhir

Tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan


Transaksi penjualan saham
terjadinya transaksi penjualan saham

Tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan


Hadiah undian
saat terutangnya pajak

Tanggal 10 (bagi Pemotong Pajak) atau


Persewaan tanah dan/atau tanggal 15 (bagi WP pengusaha persewaan)
bangunan dari bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.

Tanggal 10 (bagi Pemotong Pajak) dan


tanggal
Jasa konstruksi
15 (bagi WP jasa konstruksi) bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir
4.2 Pelaporan / Penyusunan SPT masa PPh 22, 23, dan 4.2
4.2.1 Pelaporan SPT masa PPh

A. Pelaporan SPT masa PpH Pasal 22

Bendahara sebagai Pemungut PPh Pasal 22 wajib mengisi SPT dengan benar,
lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak (WP)
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh WP digunakan untuk


melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

SPT yang digunakan oleh bendahara sebagai Pemungut PPh Pasal 22 untuk
melaporkan pembayaran atas pemungutan PPh Pasal 22 yang menjadi
kewajibannya adalah SPT Masa PPh Pasal 22.

B. Pelaporan SPT masa PpH Pasal 23

Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah
pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah
dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak.
Pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan
PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan
memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Objek PPh
Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
Setiap Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23, baik itu berupa Wajib Pajak
Badan, maupun Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk
sebagai Pemotong PPh Pasal 23 wajib untuk melaporkan pemotongan PPh Pasa
23 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23.

Bentuk dan ukuran serta ketentuan yang terkait SPT Masa PPh Pasal 23 sudah
ditetapkan sesuai dengan contoh yang terdapat di dalam Lampiran PER-
53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir SPT Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4
Ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/ atau Pasal 26 serta
Bukti Pemotongan atau Pemungutannya.

Secara umum Anda sebagai Pemotong Pajak diberikan kebebasan untuk


menentukan bentuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23, apakah ingin
menggunakan formulir kertas/hard copy atau menggunakan Aplikasi e-SPTMasa
PPh Pasal 23.

Kecuali apabila Anda terdaftar sebagai Wajib Pajak di lingkungan KPP


Madya dan KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus dan KPP di
lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, mereka Anda wajib menggunakan e-
SPTMasaPPh Pasal 23dalam pelaporannya.

Apabila Anda menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dengan menggunakan


Aplikasie-SPTMasa PPh Pasal 23, Anda tidak diperkenankan lagi untuk
menggunakan formulir kertas/hard copy dalam penyampaian SPT Masa PPh Pasal
23 untuk masa pajak berikutnya.

SPT Masa PPh Pasal 23 yang disampaikan menggunakan formulir kertas/hard


copy, harus melampirkan Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23, dan SSP lembar
ke-3.

Sementara jika Anda menggunakan Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 23, Anda
cukup mencetak formulir induknya saja, dan lampirannya tidak perlu dicetak,
namun Anda wajib menyampaikan file dalam format csv yang merupakan produk
dari Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 23, dengan menggunakan media
penyimpanan elektronik, seperti flashdisk atau Compact Disk serta SSP asli
lembar ke-3.

SPT Masa PPh Pasal 23 harus Anda sampaikan paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah Masa Pajak terutangnya PPh Pasal 23 berakhir.

Atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 23, akan dikenakan
sanksi administrasi berupa denda senilai Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

1) Pembayaran, pelaporan dan bukti potong pph pasal 23

Berikut ini ketentuan pembayaran, pelaporan dan bukti potong PPh Pasal 23.

a. P e m b a ya r a n P P h P a s a l 2 3

Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID


billing terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui Bank Persepsi
(ATM, teller bank, fitur bayar pajakonline di OnlinePajak, dll) yang telah
disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal
10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.

b. Bukti Potong PPh Pasal 23

Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus
memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak
yang dikenakan pajak tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2) pada saat
melakukan e-Filing pajak PPh 23 di OnlinePajak.

c. Pelaporan PPh Pasal 23

Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa
PPh Pasal 23, lalu bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling
gratis di OnlinePajak. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah
bulan terutang pajak penghasilan 23.

Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23


dilakukan secara terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan
satu aplikasi OnlinePajak yang terintegrasi, mudah, otomatis dan lebih cepat.
Baik Anda membuat laporan PPh 23 di OnlinePajak atau menggunakan file CSV
PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk efiling pajak gratis di
OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan pelaporan
dan pembayarannya tepat waktu.

2) Tatacara Penyetoran PPh Pasal 23

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor


80/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang dipotong oleh
Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak


bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam pengertian hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan


Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan
Surat Setoran Pajak. SSP ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila
telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi. SSP dianggap sah jika telah divalidasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Adapun tempat pembayaran
adalah Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai
tempat pembayaran pajak.
3) Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh


Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh
Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut yang
nantinya akan dikreditkan dalam SPT Tahunannya.

Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong PPh Pasal 23 wajib


melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut.
Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar.

Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus disampaikan paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh, untuk pemotongan
PPh Pasal 23 bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan
paling lambat tanggal 20 Nopember 2010.

Dalam hal batas akhir pelaporan di atas bertepatan dengan hari libur termasuk
hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya. Pengertian hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah

C. Pelaporan SPT masa PpH Pasal 4 ayat 2

Setiap Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), baik itu berupa Wajib
Pajak Badan, maupun Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu yang
ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) wajib melaporkan
pemotongannya menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Bentuk dan ukuran
serta ketentuan yang terkait SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sudah ditetapkan
sesuai dengan contoh yang terdapat di dalam Lampiran PER-53/PJ/2009 Tentang

Bentuk Formulir SPT Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), SPT
Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/ atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan
atau Pemungutannya. Untuk menghindari terkena sanksi administrasi berupa
denda keterlambatan pelaporan, Pemotong Pajak harus memperhatikan batas
waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), yakni paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah terutangnya Pasal 4 ayat (2). Kelengkapan SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) juga harus diperhatikan, karena ketika Wajib Pajak Pemotong
lupa atau tidak teliti untuk membubuhkan tanda tangan dan melampirkan
dokumen yang diperlukan, akan berakibat SPT tersebut dianggap tidak
disampaikan. Pemotong Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) selain dapat memilih cara
penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) secara langsung, melalui pos,
mereka juga dapat menggunakan cara lain.

Cara lain yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dalam menyampaikan
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) selain melalui jasa ekspedisi/ kurir adalah melalui
e-filling. Terhadap SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini, wajib pajak diwajibkan
untuk:

1. Mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas;


2. Mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
Angka Arab, satuan mata uang Rupiah;
3. Menandatangani serta menyampaikannya ke KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan ata tempat lain yang ditetapkan oleh Ditjen
Pajak.
DAFTAR PUSTAKA

http://news.ddtc.co.id/artikel/8218/pph-pasal-22-5-contoh-soal-perhitungan-pph-
pasal-22/

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22

http://spt-pajak.com/tatacara-penyetoran-dan-pelaporan-pph-pasal-23.html

http://www.pajak.go.id/content/3324-pelaporan-spt-masa-pph-pasal-22

http://www.pajak.go.id/content/1151244-spt-masa-pph-pasal-2326

http://www.pajak.go.id/content/115134-pelaporan-spt-masa-pph-pasal-4-ayat-2

https://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-23

Anda mungkin juga menyukai