1) Atas impor
Tarifnya yakni:
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas. Yang perlu diingat adalah
pungutan PPh pasal 22 kepada agen atau penyalur bersifat final, selain agen atau
penyalur bersifat tidak final. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedangang pengumpul ditetapkan sebesar 2,5% dari
harga pembelian tidak termasuk PPN.
4) Atas produk import
Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan Angka Pengenal Importir sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a sebesar 0,5% dari nilai impor.
5) Atas penjualan
Antara lain:
Jawaban
Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota
Tangerang Selatan sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian
tidak termasuk PPN.
Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja Negara atau belanja
daerah yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Jawaban
Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC, jika PT ABC memiliki API (2,5% x
Nilai Impor)
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x
Nilai Impor)
Jawaban
PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan bahan bakar minyak adalah:
Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat
dua jenis tarif yang diberlakukan, yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek
pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh Pasal 23
yang berlaku di Indonesia.
Contoh Kasus 1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang
dibagikan, PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Contoh Kasus-2:
Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman
membayarkan bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus
2010
Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada Tuan.
Doan Wiro Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan” sebesar Rp
1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat
Lemes :
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Contoh Kasus-4 :
Contoh Kasus-5 :.
PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp
20.000.000,- milik Budi
Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
Selalu susah adalah Rp 800.000,-
Contoh Kasus-6 :
PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi
Perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
Ada berbagai macam jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 Ayat 2.
Setiap penghasilan mempunyai tarif yang berbeda-beda dan diatur di dalam
Peraturan Pemerintah (PP). Di bawah ini akan dijelaskan berbagai objek pajak
dengan tarifnya masing-masing yang telah diatur Pemerintah.
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Oke Indonesia adalah 25% x
Rp100.000.000 = Rp25.000.000.
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Griya Persada dalam kasus ini yaitu
sebesar 2,5% x Rp800.000.000 =Rp20.000.000.
Jawab:
Pembayaran uang muka kontrak: Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah 3% x Rp5.000.000.000 =
Rp150.000.000.
Rafi Moreno menyewa rumah milik Damas Wibowo selama 5 tahun dari tahun
Desember 2011 sampai dengan Desember 2015 sebesar Rp350.000.000 yang
dibayar pada awal sewa. Atas pembayaran sewa tersebut Damas Wibowo telah
membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan berupa sewa
tanah dan/atau bangunan sebesar Rp35.000.000.Dalam perjanjian dimasukkan
syarat bahwa Rafi Moreno dapat menyewakan kembali rumah yang disewanya
tersebut kepada orang lain meskipun tanggungjawabnya tetap berada di Rafi
Moreno.
Pada bulan Juli 2013 Rafi Moreno, tanpa membatalkan sewa dengan Damas
Wibowo, menyewakan rumah tersebut kepada adik kandungnya Kinan Pali yang
berprofesi sebagai pedagang kue sampai dengan Desember 2015 sebesar
Rp110.000.000,00 yang dibayar pada tanggal 3 Juli 2013.Bagaimanakah
kewajiban PPh Pasal 4 ayat 2 terkait transaksi sewa antara Rafi Moreno dan Kinan
Pali?
Jawab:
Mengingat Kinan Pali bukan merupakan pemotong pajak, maka Rafi Moreno
wajib menyetorkan sendiri PPh yang terutang tersebut ke KPP tempat dia
terdaftar. Besarnya PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final yang wajib disetorkan
adalah: 10% x Rp110.000.000 = Rp11.000.000.
Bagaimana penghitungan PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu?
Jawab:
Karena Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2014 sebesar
Rp4.750.000.000.000 atau tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka Perhitungan
PPh Badan untuk tahun pajak 2015 adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013.
Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV Manis Makmur untuk Tahun
Pajak 2015 sebagai berikut:
PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut
oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke
bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan
rangkap tiga, yaitu :
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke
KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah
masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT
Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama
tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut
wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Tanggal 29 Mei 2016 membeli ATK di Toko Mega dengan nilai pembelian
termasuk PPN sebesar Rp. 13.455.000,00. Toko Mega memiliki NPWP dengan
nomor 07.945.221.3-032.000 dan memberikan Faktur Pajak kepada Bendahara
Kantor Kelurahan dengan nomor 020.001-16.17210611;
Setelah diketahui besarnya Dasar Pengenaan Pajak maka dapat dihitung besarnya
PPh Pasal 22 dan PPN. Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:
Sebelum memulai membuat kode biling, pastikan jumlah pajak dan kode akun
pajak yang akan disetorkan sudah benar. Untuk pemungutan PPh Pasal 22
penyetoran dilakukan dengan menggunakan NPWP rekanan, namun tetap menjadi
tugas bendahara untuk membuat kode biling dan menyetorkannya ke bank. Bukan
rekanan yang membuat sendiri kode biling dan menyetorkannya ke bank.
PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
Apabila jatuh tempo batas akhir pelaporan atau penyetoran PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Diminta :
Jawab :
Perhitungan PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan yang dibuatkan oleh Pt Perdana
dijelaskan sebagai berikut :
= 2% x Rp15.000.000
= Rp300.000
4) Atas pembayran fee kepada Kantor Akuntan Dwiananda & Co. sebesar
Rp22.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto :
= 2% x Rp22.000.000
= Rp440.000
= 2% x Rp6.000.000
= Rp120.000
Bendahara sebagai Pemungut PPh Pasal 22 wajib mengisi SPT dengan benar,
lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak (WP)
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
SPT yang digunakan oleh bendahara sebagai Pemungut PPh Pasal 22 untuk
melaporkan pembayaran atas pemungutan PPh Pasal 22 yang menjadi
kewajibannya adalah SPT Masa PPh Pasal 22.
Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah
pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah
dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak.
Pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan
PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan
memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Objek PPh
Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
Setiap Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23, baik itu berupa Wajib Pajak
Badan, maupun Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk
sebagai Pemotong PPh Pasal 23 wajib untuk melaporkan pemotongan PPh Pasa
23 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23.
Bentuk dan ukuran serta ketentuan yang terkait SPT Masa PPh Pasal 23 sudah
ditetapkan sesuai dengan contoh yang terdapat di dalam Lampiran PER-
53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir SPT Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4
Ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/ atau Pasal 26 serta
Bukti Pemotongan atau Pemungutannya.
Sementara jika Anda menggunakan Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 23, Anda
cukup mencetak formulir induknya saja, dan lampirannya tidak perlu dicetak,
namun Anda wajib menyampaikan file dalam format csv yang merupakan produk
dari Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 23, dengan menggunakan media
penyimpanan elektronik, seperti flashdisk atau Compact Disk serta SSP asli
lembar ke-3.
SPT Masa PPh Pasal 23 harus Anda sampaikan paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah Masa Pajak terutangnya PPh Pasal 23 berakhir.
Atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 23, akan dikenakan
sanksi administrasi berupa denda senilai Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Berikut ini ketentuan pembayaran, pelaporan dan bukti potong PPh Pasal 23.
a. P e m b a ya r a n P P h P a s a l 2 3
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus
memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak
yang dikenakan pajak tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2) pada saat
melakukan e-Filing pajak PPh 23 di OnlinePajak.
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa
PPh Pasal 23, lalu bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling
gratis di OnlinePajak. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah
bulan terutang pajak penghasilan 23.
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus disampaikan paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh, untuk pemotongan
PPh Pasal 23 bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan
paling lambat tanggal 20 Nopember 2010.
Dalam hal batas akhir pelaporan di atas bertepatan dengan hari libur termasuk
hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya. Pengertian hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah
Setiap Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), baik itu berupa Wajib
Pajak Badan, maupun Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu yang
ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) wajib melaporkan
pemotongannya menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Bentuk dan ukuran
serta ketentuan yang terkait SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sudah ditetapkan
sesuai dengan contoh yang terdapat di dalam Lampiran PER-53/PJ/2009 Tentang
Bentuk Formulir SPT Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), SPT
Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/ atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan
atau Pemungutannya. Untuk menghindari terkena sanksi administrasi berupa
denda keterlambatan pelaporan, Pemotong Pajak harus memperhatikan batas
waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), yakni paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah terutangnya Pasal 4 ayat (2). Kelengkapan SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) juga harus diperhatikan, karena ketika Wajib Pajak Pemotong
lupa atau tidak teliti untuk membubuhkan tanda tangan dan melampirkan
dokumen yang diperlukan, akan berakibat SPT tersebut dianggap tidak
disampaikan. Pemotong Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) selain dapat memilih cara
penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) secara langsung, melalui pos,
mereka juga dapat menggunakan cara lain.
Cara lain yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dalam menyampaikan
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) selain melalui jasa ekspedisi/ kurir adalah melalui
e-filling. Terhadap SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini, wajib pajak diwajibkan
untuk:
http://news.ddtc.co.id/artikel/8218/pph-pasal-22-5-contoh-soal-perhitungan-pph-
pasal-22/
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22
http://spt-pajak.com/tatacara-penyetoran-dan-pelaporan-pph-pasal-23.html
http://www.pajak.go.id/content/3324-pelaporan-spt-masa-pph-pasal-22
http://www.pajak.go.id/content/1151244-spt-masa-pph-pasal-2326
http://www.pajak.go.id/content/115134-pelaporan-spt-masa-pph-pasal-4-ayat-2
https://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-23