Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS

PERENCANAAN PERPAJAKAN
Perencanaan Pajak Untuk Penyusutan

Disusun oleh:

Vidya Ramadhan Putra Pratama (2013320186)

Leony Marasatya (2015320192)

KELAS : A

Dosen : Justina Maria S., Dra., S.E., M.Ak., Ak.

Bandung

2017
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG PENYUSUTAN

Dalam menjalankan kegiatan bisnis, perusahaan umumnya memiliki asset berupa bangunan,
mesin, mobil dinas, komputer dan asset berwujud lainnya yang memiliki masa manfaat lebih
dari satu tahun. Selain karena penyetoran modal dalam bentuk aset (inbreng), hibah dan hasil
pemindahtanganan lainnya, kepemilikan asset dapat terjadi karena adanya pembelian.
Perolehan asset tersebut akan dicatat sebagai aktiva di neraca dan biaya perolehannya tidak
dapat dibebankan sekaligus.

Sejalan dengan operasional perusahaan, asset tersebut akan mengalami penurunan nilai.
Penurunan nilai atas asset ini adalah konsekuensi dari penggunaan asset tersebut yang lazim
disebut sebagai penyusutan atau depresiasi. Penyusutan atau depresiasi merupakan salah satu
unsur pengurang dalam menghitung laba/rugi perusahaan.

Perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax deductions) yang
disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga
kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Untuk kepentingan
pajak, perlakuan pengeluaran terhadap beban-beban tertentu kadang dapat menimbulkan
masalah dalam penentuan pajak penghasilan.

Hukum pajak memberikan 4 metode yang berbeda dari akuntansi untuk harga perolehan dari
aset sebagai berikut:

1. Immadiate deduction of the total cost when paid or incurred


Metode ini biasanya digunakan untuk research dan pengembangan, untuk
pengembangan biaya dari sumber daya alam yang dapat tidak dapat dihitung. Dan
unyuk pembayaran lain dimana keuntungan yang diterima juga tidak dapat
diperhitungkan seperti saat melakukan pemasaran melalui kampanye pemasangan
iklan. Hasilnya biasanya merupakan pengurangan terhadap ekspenditur.
2. Deferral of cost until proper is sold or otherwise disposed of
Investasi dalam tanah dan keamanan sekarang telah memiliki perlakuan terhadap
manner, didasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa properti dapat
didepresiasikan pada nilai dibandingkan dengan masa hidupnya properti tersebut.
Untuk beberapa tahun, railroads menggunakan metode ini, terkadang metode ini
dikenal dengan retirement method, untuk beberapa properties. Dan hasilnya adalah
tidak ada pengurangan pada fungsi penggunaan properti terhadap masa hidup properti
tersebut tetapi dapat dilihat dari pengurangan ukuran pada retirenment jika properti
memiliki fakta terhadap pengurangan nilai.
3. A deduction based on precentage of income from the property over its life
Metode ini sekarang digunakan untuk menghitung pengurangan untuk depletion untuk
sumber daya yang paling banyak digunakan.
4. Timeable deduction
Biaya dari properti yang dikurangkan terhadap periode tahun masa hidup properti
tersebut. Pada permulaan dari akuisisi, didasarkan pada jumlah berapa banyak, atau
kurang dari arbitrary timeable. Metode ini dikenal dengan depresiasi (Sommerfeld
Ray M., Anderson Hershel M., dan Brock Horrace R., 1969)

PEMBAHASAN
PENGERTIAN PENYUSUTAN

Penyusutan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 17 adalah alokasi


jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang manfaat yang diestimasi. Penyusutan
perlu dilakukan karena manfaat yang dapat diberikan oleh nilai dan aset tersebut semakin
berkurang. Dan pengurangan terhadap nilai dari aset akan dibebankan secara bertahap.

Beberapa pengertian penyusutan menurut beberapa ahli lain adalah sebagai berikut:

1. Sofyan Harahap (1999:53) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyusutan


adalah pengalokasian harga pokok aktiva tetap selama masa penggunaanya atau dapat
juga disebut sebagai biaya yang dibebankan terhadap produksi akibat penggunaan
aktiva tetap itu dalam proses produksi.
2. Menurut Kleso, Weygant dan Warfield (2001;550) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan depresiasi adalah defined as the accounting process of allocating the cost of
tangible assets to expense in a systematic and national manner to those periods
expected to benefit from the use of assets.1
3. Menurut Alan P. Murray (1971) mendefinisikan penyusutan adalah sebagai berikut ...
a reasonable allowance for the exhaution, wear and tear, and absolence of property
used in trade or business or of property held by taxpayer for the production of income
shall be allowed as a depreciation deduction. The depreciation dedduction... applies
only to that part of property which is subject to wear and tear, to decay or decline
from natural causes, to exhaustion, and to obsolescence.

Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak,
kebijakan ekonomi, dan administrasi. Penjelasaannya adalah sebagai berikut:

1. Keadilan pajak (tax equity)


Dalam hal keadilan pajak yang harus diperhatikan adalah jenis kegiatan dari Wajib
Pajak, apakah perusahaan manufaktur, atau perusahaan jasa, bagaimana struktur
modalnya, padat modal (capital intensive) atau padat karya (labout intensive). Dengan
adanya penyusutan maka kegiatan manufaktur dan jenis usaha yang padat modal akan
lebih diuntungkan daripada yang lain.
2. Kebijakan ekonomi
Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal (capital
growth). Jika penyusutan besar maka laba serelah pajak juga besar, pengembalian atas
investasi (return on investment ROI) besar sehingga arus kas menjadi tinggi.
Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada saat perolehan.
Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif untuk
mendorong atau menghambat suatu peningkatan modal. Secara selektif penyusutan
dapat dibedakan menjadi:
a. Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas untuk penyusutan dapat dilihat
pada Pasal 11UU PPh2;
b. Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu;
c. Penyusutan berdasarkan aset;
d. Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil).
3. Administrasi
Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara sederhana
dan juga secara kompleks. Pemilihan penyusutan secara sederhana ataupun kompleks
bergantung pada beberapa hal seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya
manusia, dan kepatuhan dari Wajib Pajak.

KARAKTERISTIK DARI ASET YANG DAPAT DISUSUTKAN

1. Digunakan dalam kegiatan usaha


Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan
usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran, dan aset pribadi.
Untuk aset bisnis dapat disusunkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh
disusutkan sebagian sesuai dengan yang telah digunakan dalam kegiatan usaha yang
telah dilaksanakan.
2. Nilainya menurun secara bertahap
Nilai aset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin
buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Sedangkan kalau aset nilainya tidak
menurun secara bertahap maka aset tersebut tidak dapat disusutkan tetapi aset tersebut
dapat langsung dibiayakan. Ada beberapa aset yang tidak dapat disusutkan adalah
tanah, aset pendanaan, barang dagangan, dan persediaan.
3. Aset berwujud dan aset tidak berwujud
Aset yang berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari
satu periode dapat disusutkan. Untuk aset yang tidak berwujud pada pelaksaan
penyusutannya disebut dengan amortisasi.
4. Pihak yang berhak melakukan penyusutan
Ada beberapa pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah:
a. Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha;
b. Pemilik, yang dibagi menjadi legal owner dan benefical owner.
5. Saat dilakukan penyusutan
Secara umum penyusutan dilakukan pada saat digunakan, tapi ada juga pada masanya
penyusutan dilakukan pada saat tahun perolehan.
6. Dasar untuk melakukan penyusutan
Dasar untuk melakukan penyusutan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
a. Harga perolehan (historical cost)
Harga perolehan termasuk pada dalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak
yang dapat dikreditkan seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.
b. Harga penggantian (replacement cost)
Pada prinsip dasarnya jarga pergantian tidak dapat diperkenankan untuk
kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.
c. Revaluasi (revaluation)
Suatu aset yang telah di revaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai
revaluasinya.

Penyusutan yang Dipercepat

Penyusutan yang dilakukan dipercepat dapat meningkatkan berjalannya arus kas pada
perusahaan atau organisasi, karena jika penyusutannya besar maka pajak yang dibayar akan
lebih kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi. Metode yang biasanya digunakan
dalam penyusutan adalah sebagai berikut:

1. Dipercepat (accelerated) misalnya dengan metode penyusunan saldo menurun atau


saldo menurun ganda (declining or double declining balance).
2. Memperpendek umur (shorted life).
3. Bebas (arbitrary deduction); (Alan P. Muaray, 1971).
PENYUSUTAN BERDASARKAN PERATURAN PERPAJAKAN

Pada Pasal 9 ayat 2 UU PPh yang berbunyi pengeluaran untuk menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tidak diperbolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A. Hal ini sesuai dengan kelaziman
dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan.
Dalam hal ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya
sekaligus pada tahun pengurangannya. Sedangkan dalam perhitungan dan penerapan tarif
penuyusutan untuk keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal karena
dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi.

Saat Mulainya Penyusutan Fiskal

Undang-Undang Pajak Penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya
penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan, dan penyusutan fiskal harus dilakukan selama
sebulan penuh. Ada beberapa pengecualian dengan ketentuan ini diantaranya adalah:

1. Harta/aset yang masih dalam proses pengerjaan


2. Harta/aset dalam usaha sewa guna usaha (leasing)
3. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak

Harta/Aset dalam Pengerjaan

Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun
selesainya pekerjaan tersebut. Sehingga, walaupun pada umunya penyusutan atas harta/aset
dimulai pada tahun perolehan tapi untuk harta/aset yang pengerjaannya memerlukan waktu
lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesainya harta/aset yang
bersangkutan.

Harta/Aset dalam Usaha Sewa Guna

Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna khususnya usaha tanpa hak opsi
(operating lease) dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan.

Persetujuan Dirjen Pajak


Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak apabila tidak mengikuti
prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan dilalkukan pada tahun setelah harta/aset
tersebut menghasilkan.

Pengelompokan Harta Berwujud

Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh Pasal 11 dan 11A, semua aset tetap berwujud
yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokan terlebih dahulu menjadi dua
golongan yaitu:

1. Harta berwujud bukan kelompok bangunan, dikelompokan berdasarkan masa


manfaatnya sebagai berikut:

KELOMPOK BUKAN BANGUNAN MASA MANFAAT


KELOMPOK 1 4 tahun
KELOMPOK 2 8 tahun
KELOMPOK 3 16 tahun
KELOMPOK 4 20 tahun

2. Harta berwujud kelompok bangunan, dikelompokan menurut masa manfaatnya


sebagai berikut:

KELOMPOK BANGUNAN MASA MANFAAT


BANGUNAN PERMANEN 20 tahun
BANGUNAN TIDAK PERMANEN 10 tahun

Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal

Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aset tetap
berwujud bukan bangunan, yaitu metode salon menurun ganda atau metode garis lurus.
Metode mana yang akan digunakan bergantung pada sepanjang dilaksanakan dengan taat
asas. Dan metode yang dipilih harus ditetapkan terhadap seluruh kelompok harta. Aset tetap
bangunan hanya menggunakan satu metode, yaitu metode garis lurus. Sebagai akibat dari
adanya perbedaan dua metode penyusutan maka muncul perbedaan presentase dalam
penyusutan fiskal.

Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan

Tarif Penyusutan
Kelompok
Bukan Bangunan Metode Garis Metode Saldo
Lurus Menurun
Kelompok 1 25,00% 50,00%
Kelompok 2 12,50% 25,00%
Kelompok 3 6,25% 12,50%
Kelompok 4 5,00% 10,00%

Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan

Kelompok Bangunan Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus)


Bangunan Permanen 5%
Bangunan tidak permanen 10%

Beberapa catatan yang dapat diberikan atas tabel perhitungan penyusutan fiskal di atas, antara
lain:

1) Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat
sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat
dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun, misalnya barak
atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
2) Jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta yang berwujud (1 s/d 4) dan
ketentuan penyusutan aktiva tetap untuk bidang usaha tertentu seperti pertambangan
minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan
ditetapkan lebih lanjut berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.
PENYUSUTAN BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK)

Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 tentang Aset Tetap dan Aset
Lain-lain, serta PSAK No. 17 tentang Akuntansi Penyusutan.

Dalam pengertiannya sendiri, Aset Tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasional perusahaan,
tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai
masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Tanah biasanya memiliki masa manfaat yang
tidak terbatas dan tidak dianggap sebagai suatu aset yang dapat disusutkan. Namun, tanah
yang memiliki masa manfaat terbatas bagi perusahaan diperlakukan sebagai aset tetap yang
dapat disusutkan.

Penyusutan adalah alokasi sistematis suatu nilai aset yang dapat disusutkan sepanjang masa
manfaat yang dapat diestimasi. Penyusutan periode akuntansi dibebankan ke pendapatan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah jumlah perolehan suatu aset atau
jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya perolehan dalam laporan keuangan dikurangi
nilai sisanya. Pengukuran untuk penyusutan aset tetap bisa berdasarkan umur ekonomis
maupun umur teknis. Umur ekonomis biasanya bisa lebih pendek dari umur teknis, misalnya
karena perubahan teknologi yang begitu masif serta cepat berubah.

Nilai Sisa (Residual Value) adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan.

Nilai Wajar (Fair Value) adalah suatu jumlah, untuk itu aset mungkin dapat ditukar atau suatu
kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi yang wajar (arms length transaction).

Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai buku, yaitu biaya perolehan atas suatu aset
setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
Biaya Perolehan

Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan
lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai
dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan.

Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga belinya, termasuk biaya impor dan PPN
masukan tidak boleh direstitusikan (nonrefundable), dan setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset
tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan, setiap potongan dagang & rabat
dikurangkan dari pembelian. Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
adalah sebagai berikut:

1) Biaya persiapan tempat;


2) Biaya pengiriman awal (initial delivery), biaya simpan, dan biaya bongkar muat
(handling cost);
3) Biaya pemasangan (installation cost);
4) Biaya jasa perofesional, seperti arsitek atau insinyur

Kriteria Aset yang Dapat Disusutkan

Kriteria aset yang dapat disusutkan adalah sebagai berikut:

1) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi;


2) Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas;
3) Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunbakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa, disewakan, atau tujuan administrasi.

Masa Manfaat

Pengertian masa manfaat sebagai berikut:

1) Periode suatu aset diharapkan digunakan oleh perusahaan;


2) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset oleh perusahaan

Metode Penyusutan

Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokan menurut
kriteria berikut ini:

1. Berdasarkan Waktu
a. Metode garis lurus (straight-line method)
b. Metode pembebanan yang menurun
1) Metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method)
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance
method)
2. Berdasarkan Penggunaan
a. Metode jam jasa (service hours method)
b. Metode jumlah unit produksi (productive output method)
3. Berdasarkan Kriteria lainnya
a. Metode berdasarkan jenis & kelompok (group composite method)
b. Metode anuitas (annuity method)
c. Sistem persediaan (inventory systems)

Penyusutan Kelompok dan Gabungan

Untuk memudahkan kegiatan administrasi, ada kalanya perusahaan memilih cara penyusutan
dengan mengelompokan aset ke dalam beberapa kelompok. Dalam ketentuan fiskal disebut
dengan golongan harta. Besarnya penyusutan dihitung dengan cara mengalikan tarif ke nilai
seluruh aset yang sejenis. Apabila kelompok aset tidak sejenis maka penyusutan dihitung
dengan cara gabungan (composite depreciation). Besarnya penyusutan tiap tahun adalah
penyusutan tiap jenis aset yang dihitung dengan metode garis lurus.

Saat Dimulainya Penyusutan

Penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk aset tetap yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan tersebut. Berbeda dengan
penyusutan fiskal yang harus setahun penuh, penyusutan komersial boleh dilakukan untuk
jangka yang lebih pendek.

Dasar Penyusutan

Dasar penyusutan yang digunakan adalah biaya perolehan awal, baik melalui pembelian
maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan melakukan revaluasi,
maka dasar penyusutannya adalah nilai setelah revaluasi.

Pengungkapan

Pemilihan suatu metode alokasi dan estimasi masa manfaat suatu aktiva yang dapat
disusutkan adalah merupakan masalah pertimbangan. Pengungkapan metode yang digunakan
dan estimasi masa manfaat atau tingkat penyusutan yang digunakan menyediakan bagi para
pemakai laporan keuangan informasi yang membuat mereka dapat menelaah kebijakan yang
dipilih manajemen dan dapat membuat perbandingan dengan perusahaan lain. Untuk alasan
serupa, adalah perlu untuk mengungkapkan jumlah yang dapat disusutkan yang dialokasikan
daiam suatu periode dan akumulasi penyusutan pada akhir periode tersebut.

Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal

Persamaan yang terdapat dalam akuntansi komersial dan akuntansi fiskal adalah sebagai
berikut:

1. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode tidak boleh
langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya, tetapi harus dikapitalisasi dan
disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya;
2. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan
bangunan;
3. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memiliki masa
manfaat terbatas

Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal

Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal


Masa Manfaat: Masa Manfaat:
a. Masa manfaat ditentukan aset a. Ditetapkan berdasarkan keputusan
berdasarkan taksiran umur ekonomis Menteri Keuangan;
b. Nilai residu tidak diperhitungkan
maupun umur teknis;
b. Ditelaah ulang secara periodik;
c. Nilai residu bisa diperhitungkan
Harga Perolehan:
a. Untuk transaksi yang tidak mempunyai
Harga Perolehan:
hubungan istimewa berdasarkan harga
a. Untuk pembelian menggunakan harga
yang sesungguhnya;
sesungguhnya; b. Untuk transaksi yang mempunyai
b. Untuk pertukaran aset tidak sejenis
hubungan istimewa berdasarkan harga
menggunakan harga wajar;
pasar;
c. Untuk pertukaran sejenis berdasarkan
c. Untuk transaksi tukar-menukar adalah
nilai buku aset yang dilepas;
berdasarkan harga pasar;
d. Aset sumbangan berdasarkan harga
d. Dalam rangka likuidasi, peleburan,
pasar
pemekaran, pemecahan, atau
penggabungan adalah harga pasar
Metode Penyusutan:
kecuali ditentukan lain oleh Menteri
a. Garis lurus;
Keuangan;
b. Jumlah angka tahun; e. Jika direvaluasi adalah sebesar nilai
c. Saldo menurun/menurun ganda;
setelah revaluasi
d. Metode jam jasa;
e. Unit produksi;
f. Anuitas;
Metode Penyusutan:
g. Sistem persediaan
a. Untuk aset tetap bangunan adalah garis
Perusahaan dapat memilih salah satu
lurus;
metode yang dianggap sesuai, namun harus
b. Untuk aset tetap bukan banbgunan
diterapkan secara konsisten dan harus
Wajib Pajak dapat memilih garis lurus
ditelaah secara periodik.
atau saldo menurun ganda asal
diterapkan secara taat asas
Sistem Penyusutan:
a. Penyusutan Individual;
Sistem Penyusutan:
b. Penyusutan gabungan/kelompok
Penyusutan secara individual kecuali untuk
peralatan kecil, boleh secara golongan
Saat Dimulainya Penyusutan:
a. Saat perolehan;
b. Saat penyelesaian Saat Dimulainya Penyusutan:
a. Saat perolehan;
b. Dengan izin Menteri Keuangan dapat
dilakukan pada tahun penyelesaian atau
tahun mulai menghasilkan
PERENCANAAN PAJAK UNTUK PENYUSUTAN

Penentuan metode penyusutan secara tepat penting untuk dilakukan dalam perencanaan
pajak, terutama untuk perusahaan-perusahaan yang padat modal. Berdasarkan pasal 11 UU
PPh metode penyusutan yang dapat digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aset
tetap bukan bangunan adalah metode garis lurus atau saldo menurun.

Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2.1, 2.2, dan 2.3 berikut ini.

Contoh:

PT Abadi membeli aset tetap berupa mesin dengan harga perolehan Rp 1.000.000.000,00.
Mesin tersebut termasuk dalam aset tetap Kelompok 1. Besarnya beban penyusutan dapat
dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Besarnya Beban Penyusutan per Tahun Dihitung dengan Menggunakan
Metode Garis Lurus dan Saldo Menurun

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa besarnya beban penyusutan per tahun berbeda-beda,
tetapi pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) jumlah akumulasi penyusutan adalah sama.
Dengan demikian, dalam perpajakan perbedaan besarnya beban penyusutan ini dikenal
dengan istilah beda waktu/beda temporer (timing difference/temporary difference). Walaupun
berdasarkan nilai nominal pada akhir masa manfaat besarnya akumulasi beban penyusutan
sama, tetapi jika ditinjau dari nilai tunai (Present value) jumlahnya akan menjadi berbeda.
Dalam contoh ini untuk mengetahui present value, tingkat diskonto yang digunakan adalah
20%. Untuk lebih jelanya dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Besar Beban Penyusutan dan Nilai Tunainya dengan Tingkat Diskon 20%

Dapat dilihat bahwa mesin yang pada saat perolehannya sebesar Rp 1.000.000.000,00, pada
akhir masa manfaat (tahun ke-4) deengan discount factor 20% jumlah present value dari
akumulasi beban penyusutan mesin dengan menggunakan metode garis lurus sebesar Rp
647.183.641,90 dan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp 722.897.376,60.

Tabel 2.3 Perbandingan Besar Penghematan Pajak antara Metode Garis Lurus dan
Metode Saldo Menurun dengan Tingkat Diskonto 20 Persen

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh besarnya penghematan pajak yang dapat dilakukan
jika perusahaan memilih metode saldo menurun dalam menghitung besarnya beban
penyusutan. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak tertinggi, yaitu 30 persen, karena
diasumsikan bahwa perusahaan telah mencapai laba di atas Rp 100.000.000,00. Dengan
tingkat diskonto 20%, besarnya penghematan pajak adalah Rp 216.869.212,96 Rp
194.155.092,59 = Rp 22.714.120,37.
KESIMPULAN
Biaya perolehan atas harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun harus
dibebankan secara bertahap dengan cara melakukan Penyusutan sesuai dengan Pasal 11 ayat
1 UU Nomor 36 Tahun 2008. Secara fiskal metode yang digunakan dalam penyusutan dapat
dilakukan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam penggunaan metode
tersebut harus dilakukan secara taat azas dan konsisten. Pengelompokan jenis harta serta
umur masa manfaat secara fiskal diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penegasan ataupun penetapan
mengenai kelompok harta berwujud kepada DJP bila wajib pajak dapat menunjukan masa
manfaat yang sesungguhnya dari suatu harta berwujud.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Santoso, Iman dan Rahayu, Ning. (2013). Corporate Tax Management. Observation and-Research-of-
Taxation-(Ortax):-Jakarta.

Suandy, Erly. (2016). Perencanaan Pajak: Edisi 6. Salemba Empat:-Jakarta.

Website

www.kompasiana.com

www.ortax.org

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat


Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
http://www.akuntansipendidik.com/2013/02/prosedur-akuntansi-aktiva-tetap-
tanah.html

Anda mungkin juga menyukai