Anda di halaman 1dari 12

2.

pengenaan pajak penghasilan

● pph pasal 22
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan
Pasal 22 adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Subjek pph pasal 22 :


Berdasarkan PMK-210 maka pemungut PPh pasal 22 adalah sebagai berikut:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat
maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atau pembelian barang.
3. BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja pusat (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali
badan-badan tersebut pada angka 4.
4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan
Logistik (BULOG), Telkom, PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT
Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha perusahaan semen, perusahaan
kertas, perusahaan baja, dan perusahaan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau perusahaan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan
bahan bakar minyak, gas dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam perusahaan perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan perusahaan atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul.
8. WP badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Objek dan tariff pph pasal 22 :
1. Pemungutan PPh pasal 22 atas impor
a. Pemungut
Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang.
b. Besarnya pungutan PPh pasal 22 atas impor
▪ Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5%
dari nilai impor.
▪ Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor.
▪ Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
▪ Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu yang menggunakan
API sebesar 0,5% dari nilai impor.
c. Saat terutang dan pelunasan
PPh pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh bendaharawan
pemerintah, BUMN dan BUMD
a. Tarif PPh pasal 22
o Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di
tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan
pembayaran atau pembelian barang.
o BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang dengan
dana yang bersumber dari belanja pusat (APBN) dan atau belanja
daerah (APBD), kecuali badan-badan pada poin selajutnya.
o Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum
Badan Urusan Logistik (BULOG), Telkom, PLN, PT Garuda
Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan
bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber dari APBN maupun non APBN.
o Besarnya pungutan PPh pasal 22 atas pembelian barang tersebut
sebesar 1,5% dari harga pembelian.
b. Saat terutang dan pemungutan
Terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
3. Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industry kertas
a. Pemungut
Badan usaha yang bergerak di bidang kertas atas penjualan semua jenis
kertas, di dalam negeri.
b. Tarif PPh pasal 22
Besarnya PPh pasal 22 adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
PPN.
4. Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen
a. Pemungut
Badan usaha yang bergerak di bidang produksi semen atas penjualan
semua jenis semen di dalam negeri.
b. Tarif PPh pasal 22
Besarnya tarif PPh pasal 22 nya adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) PPN.

Contoh perhitungan pph pasal 22 :

Pada 20 Februari 2015, Bendahara membeli 4 (empat) printer dari PT Super


Komputindo (NPWP/NPPKP 01.222.355.5-063.000) dengan harga beli
Rp22.000.000 (harga termasuk PPN).

Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:

Pemungutan PPh

Harga pembelian = 22.000.000


Dasar Pengenaan Pajak = 20.000.000 (100/110 x 22.000.000)

PPh Pasal 22 (1,5% x 20.000.000) = 300.000

Pemungutan PPN:

Dasar Pengenaan Pajak = 20.000.000

PPN (10% x 20.000.000) = 2.000.000

● Pph pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.

Tariff dan objek pph 23 :

1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto atas:


a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final,
bunga, dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, dan jasa konsultan.
4. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya:
a. Jasa penilai;
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Tidak
termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan WP penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak
dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan
dengan faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak
ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian
pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan pihak kedua
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran
yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Contoh perhitungan pph pasal 23 :


PT Insan Media Print adalah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku dan
percetakan. Perusahaan ini melakukan sejumlah pembayaran yang terkait
dengan PPh Pasal 23 kepada beberapa pihak dengan rincian:

1. Pembayaran terhadap royalti tiga orang penulis: Damayanti dengan


NPWP 01.444.888.2.987.000, Nurmadina NPWP 01.888.555.2.456.000,
dan Azzahra yang belum memiliki NPWP. Royalti yang diberikan kepada
Damayanti sebesar Rp25.000.000. Royalti untuk Nurmadina sebesar
Rp10.000.000. Dan royalti untuk Azzahra sebesar Rp5.000.000.
2. Pembayaran bunga pinjaman kepada BRI dengan NPWP
03.111.222.2.541.000 untuk bulan September sebesar Rp1.500.000.

Jadi, perhitungan pajak penghasilan (PPh Pasal 23) untuk PT Insan Media Print adalah
sebagai berikut:

1. Untuk pembayaran royalti kepada penulis:


a. Damayanti 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000
b. Nurmadina 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000
c. Azzahra 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000
Karena Azzahra masih belum memiliki NPWP, maka dikenakan
tambahan PPh sebesar 100% dengan nominal: 100% x Rp750.000 =
Rp750.000. Dengan demikian, Azzahra akan terkena pemotongan
sebesar Rp750.000 + Rp750.000 = Rp1.500.000. Setelah melakukan
pemotongan PPh Pasal 23, penulis akan mendapatkan hasil bukti
pemotongan.
2. Untuk pembayaran atas bunga pinjaman pada BRI, tidak dikenakan PPh
Pasal 23. Sebab termasuk penghasilan yang dibayarkan atau terutang
kepada bank dan merupakan pengecualian terhadap PPh Pasal 23.
● Pph pasal 26
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri
dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Pemotongan pph pasal 26 :

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak dalam negeri
3. Penyelenggaraan kegiatan
4. BUT (bentuk usaha tetap)
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia

Tariff dan objek pph pasal 26 :

1. Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:


a. Dividen
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman
c. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
d. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
h. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
2. Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
a. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau
pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan
khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap
(BUT) didirikan di Indonesia.
4. Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI
Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang
berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya
mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif
0%.

Contoh perhitungan pph pasal 26 :

PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat


ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 1995
sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah sebagai
berikut.

✓ Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-


✓ PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x
Rp1.000.000.000)

Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui
perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang
sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke
perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar
Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:

✓ Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000


✓ PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x
Rp500.000.000)

● Pph pasal 29
Menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah PPh
Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang
terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal
21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25.

Tarif PPh Pasal 29:

1) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT) :


a. PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per bulan.
b. PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang - PPh 25 yang sudah
dilunasi.
2) Wajib Pajak Badan (WPB) :
a. Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12.
b. PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang - angsuran PPh 25.

Contoh perhitungan pph pasal 29 :

Koperasi Unit Desa Maju Jaya setelah menghitung jumlah PPh terutang tahun pajak
2011, diketahui PPh terutangnya dalam setahun sebesar Rp12.000.000. Pada 2012,
koperasi memperoleh laba yang lebih banyak. Sesudah dihitung kembali, pajak terutang
pada 2012 adalah Rp15.000.000.

Angsuran dari PPh Pasal 25 selama tahun 2012 (12 bulan) adalah Rp1.000.000 x 12 =
Rp12.000.000 (asumsi pembayaran tahun berjalan).

PPh Pasal 29 tahun 2012 yang wajib dilunasi KUD Maju Jaya adalah: PPh yang terutang
– Angsuran PPh Pasal 25 atau Rp15.000.000 – Rp12.000.000 = Rp3.000.000

3. Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak

No. Jenis Pajak Batas Waktu Batas Waktu


Setor SSP Lapor SPT
PPh Masa
1 PPh Pasal 4 ayat (2) – Pemotongan Tanggal 10 bulan Tanggal 20 bulan
berikutnya berikutnya
2 PPh Pasal 4 ayat (2) – Setor Sendiri Tanggal 15 bulan Tanggal 20 bulan
berikutnya berikutnya
3 PPh Final PP 46/2013 Tanggal 15 bulan __
berikutnya
4 PPh Pasal 21/26 Tanggal 10 bulan Tanggal 20 bulan
berikutnya berikutnya
5 PPh Pasal 22 (Bendaharawan) Pada hari yang 14 hari setelah
sama saat Masa Pajak
penyerahan berakhir
barang
6 PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan baku Tanggal 10 bulan Tanggal 20 bulan
minyak, gas dan pelumas kepada penyalur berikutnya berikutnya
agen yang dipungut oleh Wajib Pajak Badan
yang bergerak dalam bidang produksi bahan
bakar minyak, gas dan pelumas
7 PPh Pasal 22 (Pemungut Tertentu) Tanggal 10 bulan Tanggal 20 bulan
berikutnya berikutnya
8 PPh Pasal 22 atas impor yang dipungut oleh 1 hari setelah Hari kerja terakhir
Dirjen Bea Cukai dipungut minggu berikutnya
9 PPh Pasal 23/26 Tanggal 10 bulan Tanggal 20 bulan
berikutnya berikutnya
10 PPh Pasal 25 (WP OP dan WP Badan) Tanggal 15 bulan Tanggal 20 bulan
berikutnya berikutnya
PPh Tahunan
11 PPh Tahunan WP Orang Pribadi Sebelum SPT Akhir bulan ketiga
disampaikan setelah berakhirnya
tahun pajak
12 PPh Tahunan WP Badan Sebelum SPT Akhir bulan
disampaikan keempat setelah
berakhirnya tahun
pajak
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
13 PPN atau PPN dan PPnBM (PKP) sebelum SPT Akhir bulan
Masa PPN berikutnya
disampaikan
14 PPN dan PPnBM (Bendaharawan) Tanggal 7 bulan Akhir bulan
berikutnya berikutnya
15 PPN dan PPnBM (Pemungut Non Tanggal 15 bulan Akhir bulan
Bendaharawan) berikutnya berikutnya
16 PPN atas kegiatan membangun sendiri Tanggal 15 bulan Akhir bulan
berikutnya berikutnya
17 PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut 1 hari setelah Hari kerja terakhir
oleh Dirjen Bea Cukai dipungut minggu berikutnya
18 PPN atas Pemanfaatan BKP tidak berwujud Tanggal 15 bulan Akhir bulan
dan/atau JKP dari luar daerah Pabean berikutnya berikutnya

Anda mungkin juga menyukai