Bab 3
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Tujuan Pembelajaran:
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah bagian dari tata cara
pelunasan pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan (current payment) yang
dilakukan melalui pihak ketiga (withholding). Ruang lingkup pemungutan PPh Pasal 22
ini hanya pada kegiatan usaha yang pendanaannya bersumber dari Negara
(APBN/APBD), kegiatan import, atau kegiatan di bidang usaha lainnya, dan penjualan
barang yang bersifat mewah.
Sesui dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh Pasal 22, adapun yang menjadi
pemungut PPh Pasal 22 adalah:
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah. Penjabaran atas pemungut PPh Pasal 22 ini
dituangkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep 417/PJ/2001,
yang menyebutkan bahwa pemungut PPh Pasal 22 terdiri dari :
a. Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang.
b. Direktorat Jenderal Anggaran dan bendaharawan pemerintah di tingkat pusat
atau daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
c. BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang berasal
APBN atau APBD.
d. Bank Indonesia, Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Badan Urusan Logistik,
PT Telekomunikasi Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Garuda
Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang
melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari APBN atau non-APBN.
e. Badan usaha yang bergerak pada industri semen, rokok, kertas, baja dan
otomotif, termasuk agen tunggal pemegang merek, agen pemegang merek,
importir umum kendaraan bermotor, dan importir dalam bentuk completely built
up atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
f. Pertamina atau badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar
minyak jenis premix, super TT, dan gas atas penjualan hasil produksinya.
g. Badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, serta perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri dan
ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang yang
bersumber dari dana APBN atau APBD, pemungutan dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, dan BUMN atau BUMD,
sedangkan PPh Pasal 22 Impor, pemungutannya dilakukan oleh Bank Devisa, serta
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi, pemungutannya dilakukan oleh
badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, Pertamina dan badan usaha selain
Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas atas
penjualan hasil produksinya, serta Badan Usaha Logistik (Bulog) atas penyerahan gula
pasir dan tepung terigu.
130
Pajak penghasilan Pasal 22
Dirjen Anggaran, Bendaharawan, Bank Devisa, Dirjen Bea Badan Usaha yangditunjuk
BUMN dan BUMD Cukai Dirjen Pajak
Contoh3.1:
PT Dewa Ruci Medan (DRM), Melakukan penjualan kendaraan kepada Pemda TOBASA
dengan nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,- dan dibayar melalui bendahawaran Dinas.
Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,- tidak termasuk PPN dan PPnBM maka PPh
131
Pajak penghasilan Pasal 22
1. Wajib pajak industri dan eksportir yang bergerak dalam eksport perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut pajak dari
pedagang pengumpul sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
PPh Pasal 22 tersebut tidak dipungut apabila pembelian barang pertanian tersebut
dilakukan terhadap petani atau kelompok tani. Hubungan antara petani, pedagang,
pengumpul, dan industri/eksportir ditunjukkan pada gambar 5.1.
132
Pajak penghasilan Pasal 22
iii
Contoh 3.2:
0,5% X Rp200 juta = Rp1 juta. PPh Pasal 22 tersebut harus dilunasi dan dilaporkan
oleh perusahaan pengalengan nenas.
2. Industri Semen
PPh Pasal 22 dipungut oleh penjualan semen dari pabrikan kepada pembeli,
sehingga PPh Pasal 22 tersebut merupakan milik pembeli, yaitu distributor atau
agen, dan bersifat final. Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut pada industri
semen adalah 0,25% X DPP + PPN 10%
Contoh 3.3:
PT Kijang menjual semen kepada PT Batu Alam sebagai distributornya dengan
harga jual termasuk PPN dengan harga Rp550,- juta. Besarnya penghasilan yang
menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 22 adalah: (PPN harus dikeluarkan dulu dari harga
jual barang, baru dapat dihitung PPh Pasal 22 agar tidak terjadi pajak ganda)
Penjualan termasuk PPN Rp 550.000.000,-
PPN (10/110 X Rp550.000.000,-) Rp 50.000.000,- -
Harga Penjualan tanpa PPN (DPP) Rp 500.000.000,- (100/110 x Rp550 jt)
PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
(0,25% X Rp 500.000.000,-) = Rp 1.250.000,-
3. Industri Rokok
Untuk industri rokok, tarif PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,1% dari harga bandrol
dan bersifat final. Final yang dimaksud adalah PPh Pasal 22 yang dibayar tidak
dapat dikreditkan dala Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan yang terutang.
Pemungutan dilakukan pada saat terjadinya penjualan dan dipungut oleh badan
usaha yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KKPP).
4. Industri Kertas
Setiap distributor kertas membeli produk kertas pada pabrikan kertas, distributor
akan dipotong PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1% dari DPP PPN.
Contoh 3.4:
PT Hongkong sebagai distributor kertas, membeli produk kertas dari pabrikan
sebesar Rp 110 juta. PT Kertas Jaya sebagai pabrikan akan memotong PPh Pasal 22
sebesar:
133
Pajak penghasilan Pasal 22
Penjualan Rp 110.000.000,-
Penjualan Tanpa PPN (DPP): 100/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 100.000.000,-
PPh Pasal 22 = 0,1% x Rp100.000.000,- = Rp 1.000.000,-+
Jumlah yang harus dibayar PT Hongkong = Rp 101.000.000,-
Jurnal di PT Hokong....?
Jurnal di PT Kertas Jaya.....?
5. Industri Baja
Tarif pemungutan PPh Pasal 22 untuk industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN.
Pajak akan dipungut atas penjualan hasil produksi hulu, produksi antara, dan
produksi hilir. Untuk industri baja, jika badan usaha bergerak di industri hulu, maka
badan usaha yang bersangkutan akan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
6. Industri Otomotif
Tarif PPh Pasal 22 untuk industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN.
Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan pada saat terjadi penjualan kenderaan
bermotor, baik kenderaan bermotor roda dua maupun lebih yang terjadi di dalam
negeri.
Tabel 3.1: Tarif PPh Pasal 22 atas Penjualan Minyak dan Gas
Jenis Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Premium:
SPBU Pertamina 0,25 % Penjualan
SPBU Swasta 0,30 % Penjualan
Solar: 0,25 %
SPBU Pertamina 0,30 % Penjualan
SPBU Swasta Penjualan
Premix:
SPBU Pertamina 0,25 % Penjualan
SPBU Swasta 0,30 % Penjualan
Minyak Tanah 0,30 % Penjualan
Pelumas 0,30 % Penjualan
Gas LPG 0,30 % Penjualan
Contoh3.5:
PT Jujur merupakan SPBU Swasta, pada tahun 20x1 telah membeli Premium dari
Pertamina senilai Rp700 juta. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut:
0,3% x Rp700.000.000,- = Rp21.000.000,-
134
Pajak penghasilan Pasal 22
Tarif PPh Pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog dapat dibagi
atas:
a. Gula Pasir
Jika menyerahkan gula pasir kepada penyalur maka akan dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp 380.-/kwintal. Jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp 270,-/kwintal. Untuk penjualan kepada pembeli lainnya, dipungut
PPh Pasal 22 sebesar Rp 650.-.kwintal
b. Tepung Terigu
Jika menyerahkan tepung terigu kepada penyalur, maka akan dipungut PPh
Pasal 22 sebesar Rp 53.-/sak. Jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal
22 sebesar Rp 38.-/sak. Untuk penjualan kepada pembeli lainnya, dipungut PPh
Pasal 22 sebesar Rp 91.-/sak.
Badan Urusan Logistik (Bulog) akan memungut PPh Pasal 22 terhadap setiap
penyerahan gula dan/atau tepung terigu kepada penyalur atau grosirnya. Bila
penyalur atau grosir dari Bulog, PPh Pasal 22 ini bersifat final, sedangkan
jika bukan penyalur atau grosir Bulog, PPh Pasal 22 ini bersifat tidak final
Pembedaan importir berdasarkan API akan mempengaruhi tarif yang digunakan untuk
pemungutan PPh Pasal 22 import.
1. Importir yang memiliki API akan dikenakan tarif 2,5% dari Nilai Import
2. Importir yang tidak memiliki API akan dikenakan tarif 7,5% dari Nilai Import
3. Atas barang tidak bertuan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5%
Tarif tersebut akan dinaikkan 100%, khusus bagi Wajib Pajak yang tidak mampu
menunjukkan atau tidak memiliki NPWP. Dasar Penghitungan PPh Pasal 22 adalah
penghasilan neto dari pemasukan barang atau biasa disebut sebagai “nilai import”.
Beberapa hal yang selalu ada dalam penghitungan PPh Pasal 22 saat untuk menghitung Nilai
Import adalah:
1. Free On Board (FOB), yaitu harga perolehan barang berdasarkan nilai mata uang
pengekspor.
135
Pajak penghasilan Pasal 22
2. Cost (C) adalah harga perolehan barang yang telah disesuaikan dengan mata uang
negara pengimport, yaitu dihitung dengan cara besarnya harga perolehan dikalikan
dengan kurs yang berlaku saat itu.
3. Freight (F) atau biaya tambahan merupakan biaya pengiriman yang dinyatakan
dalam bentuk persentase, yaitu dihitung dengan persentase tertentu dikalikan
dengan cost . (2 x 3)
4. Insurance (I), yaitu nilai asuransi barang yang diimport, yang dinyatakan dalam
bentuk persentase. Asuransi akan diperhitungkan sebagai nilai import jika asuransi
dibayar di luar negeri, sedangkan jika asuransi dibayar di dalam negeri, asuransi
tidak akan diperhitungkan dalam nilai import. Besarnya insurance dapat dihitung
dari peresentase tertentu dikalikan cost + freight.
Bea masuk dan bea masuk tambahan dihitung dari porsentase tertentu dikalikan cost
+ insurance + freight, sehingga formulanya menjadi cost insurance freight (CIF). Besarnya
nilai import ditentukan sebesar C + I + F (jika asuransi dibayar di luar negeri) atau C + F
(jika asuransi dibayar di dalam negeri) ditambah dengan bea masuk dan bea masuk
tambahan.
Contoh3.6:
Importir PT Angin Mamiri mengimport lampu, Barang Elektronik dari Jepang dengan FOB
Shiping Point sebesar US$ 5,000,- Dengan bea masuk dan bea masuk tambahan sebesar
20% dan 10%. Untuk mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan barang yang diimport
diasuransikan yang dibayar di Jepang sebesar 0,5%. Biaya angkut (freight) 5%. Hitunglah
PPh Pasal 22, jika:
Sifat Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Jenis PPh Pasal 22 yang
pemungutannya bersifat final:
PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri rokok di dalam negeri.
PPh Pasal 22 yang pemungutannya bersifat tidak final, antara lain: PPh Pasal 22 atas
penyerahan hasil produksi baja.
1. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain
yang sejenis kepada penyalur atau agen.
2. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain
yang sejenis kepada pembeli lain (pabrikan).
3. PPh Pasal 22 atau penyerahan hasil produksi industri semen.
4. PPh Pasal 22 atau penyerahan hasil produksi industri kertas.
5. PPh Pasal 22 atau penyerahan hasil produksi industri otomotif.
6. PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan APBN/APBD.
7. PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan
usaha tertentu sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan atas
pemungutan pajak.
8. PPh Pasal 22 atas import barang.
9. PPh Pasal 22 atas pembelian barang-barang atau ekspor hasil industri oleh
eksportir industri perkebunan, kehutanan, pertanian, dan perikanan.
RINGKASAN
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipotong oleh bendaharawan pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga tinggi
lainnya. Dalam PPh Pasal 22, ada 3 hal yang menjadi fokus pemungutan pajak, yaitu: (1)
bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
yang dapat disebut sebagai PPh Pasal 22 Bendaharawan, (2) badan-badan tertentu, baik
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang import, biasa disebut
PPh Pasal 22 import. Pengenaan PPh Pasal 22 import bagi importir dapat dikenakan atas
tarif yang berbeda, yaitu bagi importi yang memiliki Angka Pengenal Impor dan yang tidak
memiliki Angka Pengenal Impor. (3) badan-badan tertentu, baik pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok, industri
kertas, insutri baja, industri otomotif, penjualan hasil produksi Pertamina, dan penyaluran
oleh Bulog. Tarif PPh Pasal 22 akan dinaikkan 100% khusus bagi Wajib pajak yang tidak
mempunyai NPWP. Ada beberapa pengecualian atas PPh Pasal 22 yang terdiri dari
pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang
meliputi jumlah kurang dari Rp 1 juta, pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,
listrik, gas, air minum (PDAM), benda-benda pos, dan telepon, impor barang-barang
dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak terutang PPh Pasal 22, impor barang yang dibebasakan dari pungutan bea masu
dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan
tidak final
139
Pajak penghasilan Pasal 22
LATIHAN
1. Untuk menunjang suksesnya program pegawai sehat, Pemda Kota Medan membeli
Sepeda, dimana dana pembelian sepeda sudah tersedia pada APBD Kota Medan.
Adapun sepeda tersebut akan digunakan sebagai kenderaan dinas karyawan.
Pembelian sepeda dari PT Medan Lestari Sehat, sebanyak 100 unit dengan total harga
Rp120.000.000,-
Ditanya:
a. Siapakah yang menjadi Wajib Pajak PPh Pasal 22?
b. Siapakah yang bertindak sebagai pemotong pajak?
c. Berapakah PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut?
d. Berapa jumlah uang dari hasil penjualan sepeda diterima PT. Medan Lestari
Sehat?
2. PT Emas Garuda adalah importir, barang-barang lampu kristal dari negeri Spayol.
Barang yang dibeli dengan sistem FOB US$95.000,-, kurs yang berlaku saat itu
menurut BI Rp 9.250/US$. Asuransi dibayar di luar negeri dengan tarif 1,5%. Jika
ongkos angkut (Freight in) 5% dari cost, bea masuk 1%, bea masuk tambahan 5%,
Hitunglah PPh Pasal 22 yang harus dibayar PT Emas Garuda, jika:
a. PT Emas Garuda tidak mempunyai API,
b. PT Emas Garuda mempunyai API.
c. Kapan paling lambat PPh Pasal 22 yang dipungut Beacukai untuk distor ke bank
persepsi?
d. Kapan paling lambat SSP disampaikan pemungut PPh Pasal 22 ke KPP?
3. PT Medan Steel tanggal 20 Februari 2016 pemegang API membeli mesin pengolah
baja dari Jerman secara kredit 2/10 n-30. Harga mesin tersebut Rp1.000.000.000,-
biaya asuransi yang dibayarkan Rp1.000.000,- dan biaya angkut mesin dari Jerman
sampai Medan Rp20.000.000,-. Mesin tersebut dikenai Bea Masuk 5% dan Bea
Masuk tambahan Anti Dumping 10%. Mesin diterima di Medan tanggal 25 Februari
2016.
Pertanyaan: a) Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar PT Medan Steel. b) PPh
Pasal 22 yang dibayar importir, diperlakukan sebagai apa?, dan c) buat jurnal
pembelian dan pembayaran beserta pajak yang dibayar PT Medan Steel.
4. PT Semen Padang adalah perusahaan nasional. Pada tanggal 15 April 2015 menjual
secara tunai 1000 zak semen kepada CV Toba Uli, perusahaan kontraktor properti.
Harga jual semen adalah Rp42.000,- per zak. Jadi, pada saat penjualan semen
tersebut PT Semen Padang sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 dan
PPN-keluaran dari CV Toba Uli. Hitung: PPh 22 dan PPN-keluaran. Apakah PPh 22
yang dibayar CV Toba Uli dapat dikreditkan? (PPh 22 Industri semen 0,25%).
potongan penjualan sebesar 5%. Hitung: a. Potongan penjualan, PPh 22, dan PPN-
keluaran.
6. PT Karakatau Steel adalah industri baja nasional. Pada tanggal 16 April 2015
penjualan produk baja kepada PT Iron Man Medan sebesar Rp280.000.000,- secara
kredit. PT Iron Man baru membayarnya pada tanggal 15 Mei 2015.
Pertanyaan:
a) Kapan timbul hutang dan harus memungut PPh 22 dan PPN-masukan dari PT
Iron Man? b) Hitung PPh 22 dan PPN-keluaran. (PPh 22 baja 0,3%).
7. Pabrik Rokok STTC Siantar adalah industri rokok satu-satunya di Sumut, pada
tanggal 17 April 2015, STTC Siantar menjual produk kepada agen di Medan UD
Lasma sebesar Rp300.000.000,- secara tunai dan sebagian kredit. Nilai penjualan
berdasarkan harga bandrol adalah Rp450.000.000,-. Pertanyaan: 1. Kapan STTC
Siantar sudah terutang dan memungut PPh 22 dari UD Lasma. 2. Apa sifat PPh 22
yang dibayar UD Lasma? (PPh 22 rokok 0,15%).