Anda di halaman 1dari 13

128

Pajak penghasilan Pasal 22

Bab 3
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Tujuan Pembelajaran:

Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian dan mekanisme pemotongan PPh Pasal 22


2. Menjelaskan dan menghitung pemungutan PPh Pasal 22
3. Menjelaskan Pengecualian Pemungut PPh Pasal 22
4. Mendeskripsikan sifat pemungut PPh Pasal 22
5. Menjelaskan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22

PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah bagian dari tata cara
pelunasan pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan (current payment) yang
dilakukan melalui pihak ketiga (withholding). Ruang lingkup pemungutan PPh Pasal 22
ini hanya pada kegiatan usaha yang pendanaannya bersumber dari Negara
(APBN/APBD), kegiatan import, atau kegiatan di bidang usaha lainnya, dan penjualan
barang yang bersifat mewah.

Sesui dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh Pasal 22, adapun yang menjadi
pemungut PPh Pasal 22 adalah:

1. Bendaharawan pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan


barang yang dibayar dengan APBN/APBD.
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melaukan
kegiatan import yang biasanya disebut PPh Pasal 22 Import atau kegiatan usaha
lain, dan
3. Wajib Pajak badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, penjualan hasil produksi Pertamina,
penyaluran oleh Bulog, dan barang-barang yang tergolong sangat mewah.

Pemungut PPh Pasal 22


Tata cara PPh Pasal 22 didasarkan atas suatu pemungutan, dalam arti bahwa setiap
terjadi transaksi maka Wajib Pajak akan dipungut PPh Pasal 22 oleh pihak lain yang
disebut sebagai pemungut PPh Pasal 22. Menteri Keuangan dapat menetapkan:

1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran


atas penyerahan barang.
129
Pajak penghasilan Pasal 22

2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah. Penjabaran atas pemungut PPh Pasal 22 ini
dituangkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep 417/PJ/2001,
yang menyebutkan bahwa pemungut PPh Pasal 22 terdiri dari :
a. Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang.
b. Direktorat Jenderal Anggaran dan bendaharawan pemerintah di tingkat pusat
atau daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
c. BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang berasal
APBN atau APBD.
d. Bank Indonesia, Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Badan Urusan Logistik,
PT Telekomunikasi Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Garuda
Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang
melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari APBN atau non-APBN.
e. Badan usaha yang bergerak pada industri semen, rokok, kertas, baja dan
otomotif, termasuk agen tunggal pemegang merek, agen pemegang merek,
importir umum kendaraan bermotor, dan importir dalam bentuk completely built
up atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
f. Pertamina atau badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar
minyak jenis premix, super TT, dan gas atas penjualan hasil produksinya.
g. Badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, serta perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri dan
ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

PPh Pasal 22 yang berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang yang
bersumber dari dana APBN atau APBD, pemungutan dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, dan BUMN atau BUMD,
sedangkan PPh Pasal 22 Impor, pemungutannya dilakukan oleh Bank Devisa, serta
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi, pemungutannya dilakukan oleh
badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, Pertamina dan badan usaha selain
Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas atas
penjualan hasil produksinya, serta Badan Usaha Logistik (Bulog) atas penyerahan gula
pasir dan tepung terigu.
130
Pajak penghasilan Pasal 22

PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh Pasal 22


Bendaharawan Impor Usaha Tertentu
Jenis PPH Pasal 2

Pemungutan PPh Pasal 22

Dirjen Anggaran, Bendaharawan, Bank Devisa, Dirjen Bea Badan Usaha yangditunjuk
BUMN dan BUMD Cukai Dirjen Pajak

Gambar 3.1: Jenis PPh Pasal 22 dan pemungutannya

PPh Pasal 22 Bendaharawan


Objek pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah penyerahan barang dan jasa yang
dibiayai dari APBN atau APBD. Wajib Pajak yang termasuk sebagai Wajib Pajak PPh Pasal
22 dapat berupa badan usaha atau perseorangan yang pada prinsipnya merupakan rekan
pemerintah yang menerima pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa, yang dibiayai
APBN atau APBD.
Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan saat terutang atau PPh Pasal 22
Bendaharwan terjadi saat pembayaran oleh bendaharawan pemerintah. Direktorat Jenderal
Anggaran, bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, serta BUMN atau BUMD harus
memungut dan BUMD harus memungut dan menyetorkan pemungut PPh Pasal 22 ke
kantor pos dan giro atau bank-bank perserpsi pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas
nama rekanan (badan usaha yang menyerahkan barang), serta ditanda tangani oleh
bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan
selambat-lambatnya 14 hari setelah masa pajak berakhir.
Besarnya pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah sebesar 1,5% dari harga
penjualan. Harga penjualan yang dimaksud adalah harga jual kepada bendaharawan
pemerintah. Apabila harga jual di dalamnya termasuk PPN dan/atau PPnBM maka PPN
dan/atau PPnBM ini harus dikeluarkan dahulu dari penghitungan PPh Pasal 22
Bendaharawan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari pemungutan pajak berganda.
Khusus bagi Wajib Pajak yang tidak dapat menunjukkan NPWP-nya maka akan dikenakan
tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal.

Contoh3.1:
PT Dewa Ruci Medan (DRM), Melakukan penjualan kendaraan kepada Pemda TOBASA
dengan nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,- dan dibayar melalui bendahawaran Dinas.
Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,- tidak termasuk PPN dan PPnBM maka PPh
131
Pajak penghasilan Pasal 22

Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Dinas adalah:1,5% x Rp130.000.000,- =


Rp1.950.000,- atas pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan ini, PT DRM hanya menerima
kas sebesar Rp128.050.000,- (Rp130.000.000,- – Rp1.950.000,-). Pemungutan PPh Pasal 22
Bendaharawan ini selanjutnya diserahkan ke kas negara melalui bank persepsi
menggunakan form SSP. Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,- termasuk PPN
sebesar 10% dan PPnBM sebesar 20% maka lebih dahulu dihitung nilai jual di luar PPN
dan PPnBM,
PPN = 10/110 x Rp130.000.000,- =Rp10.000.000,-
PPnBM = 20/120 x Rp130.0000.000,- =Rp20.000.000,- atau dengan cara:
yaitu; 30/130 x Rp130.000.000,- = Rp30.000.000,-.
Maka DPP Rp100.000.000,- = (Rp130.000.000,- - Rp30.000.000,-)
Oleh karena itu, Bendaharawan Dinas memotong PPh Pasal 22 dari PT DRM:
sebesar; 1,5% x Rp100.000.000,- = Rp1.500.000,-
Jurnal yang dibuat Bendaharawan:
Pembelian Aset (BMN) Rp130.000.000,-
PPN Keluaran Rp10.000.000,-
PPnBM Rp20.000.000,-
PPh Pasal 22 Rp 1.500.000,-
Kas Rp98.500.000,-

Jurnal saat Bendaharawan Stor PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22


PPN Keluaran Rp10.000.000,-
PPnBM Rp20.000.000,-
PPh Pasal 22 Rp 1.500.000,-
Kas Rp31.500.000,-

Jurnal PT Dewa Ruci


Kas Rp118.500.000,-
PPN Masukan Rp10.000.000,- (restitusi)
PPh Pasal 22 Rp1.500.000,- (dapat dikreditkan)
Penjualan Rp130.000.000,-

PPh Pasal 22 Dipungut Penjual (Usaha Tertentu)


Obyek pajak PPh Pasal 22 Usaha Tertentu atau dipungut penjual, adalah penjualan hasil
produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh badan usaha, untuk lebih jelasnya
dapat dibagi menjadi:

1. Wajib pajak industri dan eksportir yang bergerak dalam eksport perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut pajak dari
pedagang pengumpul sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
PPh Pasal 22 tersebut tidak dipungut apabila pembelian barang pertanian tersebut
dilakukan terhadap petani atau kelompok tani. Hubungan antara petani, pedagang,
pengumpul, dan industri/eksportir ditunjukkan pada gambar 5.1.
132
Pajak penghasilan Pasal 22

Gambar 3.1:Hubungan antara Petani, Pedagang, Pengumpul, dan Industri/Eksportir

Petani Pedagang Pengumpul Industri/Eksportir

Tidak terutang PPhPsl 22 Dipungut PPh Psl 22 Oleh


Industri/Eksportir

iii
Contoh 3.2:

Perusahaan Pengalengan Nenas “TONGGI” membeli nenas dari pengumpul senilai


(DPP=Dasar Pengenaan Pajak) Rp200,- juta dan oleh pengumpul akan dipungut PPh Pasal
22 sebesar:

0,5% X Rp200 juta = Rp1 juta. PPh Pasal 22 tersebut harus dilunasi dan dilaporkan
oleh perusahaan pengalengan nenas.

2. Industri Semen
PPh Pasal 22 dipungut oleh penjualan semen dari pabrikan kepada pembeli,
sehingga PPh Pasal 22 tersebut merupakan milik pembeli, yaitu distributor atau
agen, dan bersifat final. Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut pada industri
semen adalah 0,25% X DPP + PPN 10%
Contoh 3.3:
PT Kijang menjual semen kepada PT Batu Alam sebagai distributornya dengan
harga jual termasuk PPN dengan harga Rp550,- juta. Besarnya penghasilan yang
menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 22 adalah: (PPN harus dikeluarkan dulu dari harga
jual barang, baru dapat dihitung PPh Pasal 22 agar tidak terjadi pajak ganda)
Penjualan termasuk PPN Rp 550.000.000,-
PPN (10/110 X Rp550.000.000,-) Rp 50.000.000,- -
Harga Penjualan tanpa PPN (DPP) Rp 500.000.000,- (100/110 x Rp550 jt)
PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
(0,25% X Rp 500.000.000,-) = Rp 1.250.000,-

3. Industri Rokok
Untuk industri rokok, tarif PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,1% dari harga bandrol
dan bersifat final. Final yang dimaksud adalah PPh Pasal 22 yang dibayar tidak
dapat dikreditkan dala Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan yang terutang.
Pemungutan dilakukan pada saat terjadinya penjualan dan dipungut oleh badan
usaha yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KKPP).

4. Industri Kertas
Setiap distributor kertas membeli produk kertas pada pabrikan kertas, distributor
akan dipotong PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1% dari DPP PPN.
Contoh 3.4:
PT Hongkong sebagai distributor kertas, membeli produk kertas dari pabrikan
sebesar Rp 110 juta. PT Kertas Jaya sebagai pabrikan akan memotong PPh Pasal 22
sebesar:
133
Pajak penghasilan Pasal 22

Penjualan Rp 110.000.000,-
Penjualan Tanpa PPN (DPP): 100/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 100.000.000,-
PPh Pasal 22 = 0,1% x Rp100.000.000,- = Rp 1.000.000,-+
Jumlah yang harus dibayar PT Hongkong = Rp 101.000.000,-
Jurnal di PT Hokong....?
Jurnal di PT Kertas Jaya.....?

5. Industri Baja
Tarif pemungutan PPh Pasal 22 untuk industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN.
Pajak akan dipungut atas penjualan hasil produksi hulu, produksi antara, dan
produksi hilir. Untuk industri baja, jika badan usaha bergerak di industri hulu, maka
badan usaha yang bersangkutan akan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.

6. Industri Otomotif
Tarif PPh Pasal 22 untuk industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN.
Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan pada saat terjadi penjualan kenderaan
bermotor, baik kenderaan bermotor roda dua maupun lebih yang terjadi di dalam
negeri.

7. Pertamina dan Minyak


Atas penjualan produk bahan bakar berupa premium, solar, premix super TT,
minyak tanah, gas LPG, dan minyak tanah yang diproduksi Pertamina dan badan
usaha Swasta dipungut PPh Pasal 22 seperti yang ditampilkan pads tabel 5.1
berikut:

Tabel 3.1: Tarif PPh Pasal 22 atas Penjualan Minyak dan Gas
Jenis Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Premium:
SPBU Pertamina 0,25 % Penjualan
SPBU Swasta 0,30 % Penjualan
Solar: 0,25 %
SPBU Pertamina 0,30 % Penjualan
SPBU Swasta Penjualan
Premix:
SPBU Pertamina 0,25 % Penjualan
SPBU Swasta 0,30 % Penjualan
Minyak Tanah 0,30 % Penjualan
Pelumas 0,30 % Penjualan
Gas LPG 0,30 % Penjualan

Contoh3.5:
PT Jujur merupakan SPBU Swasta, pada tahun 20x1 telah membeli Premium dari
Pertamina senilai Rp700 juta. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut:
0,3% x Rp700.000.000,- = Rp21.000.000,-
134
Pajak penghasilan Pasal 22

8. Penyerahan oleh Bulog

Tarif PPh Pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog dapat dibagi
atas:
a. Gula Pasir
Jika menyerahkan gula pasir kepada penyalur maka akan dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp 380.-/kwintal. Jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp 270,-/kwintal. Untuk penjualan kepada pembeli lainnya, dipungut
PPh Pasal 22 sebesar Rp 650.-.kwintal
b. Tepung Terigu
Jika menyerahkan tepung terigu kepada penyalur, maka akan dipungut PPh
Pasal 22 sebesar Rp 53.-/sak. Jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal
22 sebesar Rp 38.-/sak. Untuk penjualan kepada pembeli lainnya, dipungut PPh
Pasal 22 sebesar Rp 91.-/sak.

Badan Urusan Logistik (Bulog) akan memungut PPh Pasal 22 terhadap setiap
penyerahan gula dan/atau tepung terigu kepada penyalur atau grosirnya. Bila
penyalur atau grosir dari Bulog, PPh Pasal 22 ini bersifat final, sedangkan
jika bukan penyalur atau grosir Bulog, PPh Pasal 22 ini bersifat tidak final

PPh Pasal 22 Dibayar Pembeli


PPh Pasal 22 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak saat melakukan transaksi
pembelian adalah saat meng-import barang.
Obyek pemungutan PPh Pasal 22 Import adalah penghasilan neto dari pemasukan
barang ke dalam daerah pabean yang dilakukan oleh importir. Ada 2 (dua) jenis importir,
yaitu importir yang memiliki angka pengenal Import (API), dan importir yang tidak memiliki
angka pengenal import (Non-API). Angka pengenal import adalah nomor identitas seorang
importir yang dikeluarkan oleh Dirjen Bea Cukai.

Pembedaan importir berdasarkan API akan mempengaruhi tarif yang digunakan untuk
pemungutan PPh Pasal 22 import.

1. Importir yang memiliki API akan dikenakan tarif 2,5% dari Nilai Import
2. Importir yang tidak memiliki API akan dikenakan tarif 7,5% dari Nilai Import
3. Atas barang tidak bertuan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5%

Tarif tersebut akan dinaikkan 100%, khusus bagi Wajib Pajak yang tidak mampu
menunjukkan atau tidak memiliki NPWP. Dasar Penghitungan PPh Pasal 22 adalah
penghasilan neto dari pemasukan barang atau biasa disebut sebagai “nilai import”.
Beberapa hal yang selalu ada dalam penghitungan PPh Pasal 22 saat untuk menghitung Nilai
Import adalah:

1. Free On Board (FOB), yaitu harga perolehan barang berdasarkan nilai mata uang
pengekspor.
135
Pajak penghasilan Pasal 22

2. Cost (C) adalah harga perolehan barang yang telah disesuaikan dengan mata uang
negara pengimport, yaitu dihitung dengan cara besarnya harga perolehan dikalikan
dengan kurs yang berlaku saat itu.
3. Freight (F) atau biaya tambahan merupakan biaya pengiriman yang dinyatakan
dalam bentuk persentase, yaitu dihitung dengan persentase tertentu dikalikan
dengan cost . (2 x 3)
4. Insurance (I), yaitu nilai asuransi barang yang diimport, yang dinyatakan dalam
bentuk persentase. Asuransi akan diperhitungkan sebagai nilai import jika asuransi
dibayar di luar negeri, sedangkan jika asuransi dibayar di dalam negeri, asuransi
tidak akan diperhitungkan dalam nilai import. Besarnya insurance dapat dihitung
dari peresentase tertentu dikalikan cost + freight.

Bea masuk dan bea masuk tambahan dihitung dari porsentase tertentu dikalikan cost
+ insurance + freight, sehingga formulanya menjadi cost insurance freight (CIF). Besarnya
nilai import ditentukan sebesar C + I + F (jika asuransi dibayar di luar negeri) atau C + F
(jika asuransi dibayar di dalam negeri) ditambah dengan bea masuk dan bea masuk
tambahan.

Contoh3.6:

Importir PT Angin Mamiri mengimport lampu, Barang Elektronik dari Jepang dengan FOB
Shiping Point sebesar US$ 5,000,- Dengan bea masuk dan bea masuk tambahan sebesar
20% dan 10%. Untuk mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan barang yang diimport
diasuransikan yang dibayar di Jepang sebesar 0,5%. Biaya angkut (freight) 5%. Hitunglah
PPh Pasal 22, jika:

a. Importir memiliki API,


b. Importir tidak memiliki API, dan saat itu kurs menunjukkan US$ 1 = Rp10.000,-
Hitung PPh Pasal 22
Penyelesaian:
Cost US$ 5,000 x Rp10.000,- = Rp50.000.000,-
Freight 5% x Rp 50.000.000,- 2.500.000,- +
CF Rp 52.500.000,-
Insurance (0,5% x Rp52.500.000,-) Rp 262.500,- +
CIF Rp 52.762.500,-
Bea Masuk (20% x Rp52.762.500,-) Rp 10.552.500,-
Bea Masuk Tambahan (10% x Rp52.762.500,-) Rp 5.276.000,-+
Jlh. bea masuk + bea masuk tambahan Rp 15.828.500,-
Nilai Import (CIF + Bea masuk + bea masuk tambahan Rp 68.591.000,-
==========
PPh Pasal 22 jikamemiliki API 2,5% x Rp68.591.000,- = Rp1.714.781,25
PPh Pasal 22 Tidak memiliki API 7,5% x Rp68.591.000,- = Rp5.144.343,75
Catatan: PPh Pasal 22 Import terutang pada saat masuk pelabuhan, yaitu ketika membayar bea masuk.
Jika bea masuk ditunda atau dibebaskan maka PPh Pasal 22 Importter utang atau dilunasi ketika
penyelesaian pemberitahuan import untuk dipakai (PIUD), sedangkan pemungutannya dilakukan melalui
Bank Devisa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau dipungut secara kolektif oleh Direktorat
Jenderal Bea Cukai apabila import tidak menggunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP).
136
Pajak penghasilan Pasal 22

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22


Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor adalah:

1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan


perundang-undangan tidak terutang PPh.
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk dan PPN oleh Direktorat
Jenderal Bea Cukai atas import:
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan azas timbal balik.
b. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada
pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak
memegang paspor Indonesia.
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau
kebudayaan.
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu
yang terbuka untuk umum.
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
h. Barang pindahan.
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu, sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan Pabean.
j. Barang yang diimport oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum.
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadung yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanandan keamanan negara.
m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanakan program Pekan Imunisasi Nasional.
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku agama.
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyebrangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan , kapal
tongkang, dan suku cadangserta alat keselamatan, pelayaran atau
alsatkeselamatan manusia yang diimport dan yang digunaksan oleh perusahaan
pelayanan niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
p. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaanserta prasarana yang diimport dan digunakan oleh PT Kereta Api
Indonesia.
q. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas foto udara wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
3. Impor sementara, yaitu jika pada waktu impornya dipastikan untuk diekspor kembali
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
137
Pajak penghasilan Pasal 22

Sifat Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Jenis PPh Pasal 22 yang
pemungutannya bersifat final:
 PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri rokok di dalam negeri.

PPh Pasal 22 yang pemungutannya bersifat tidak final, antara lain: PPh Pasal 22 atas
penyerahan hasil produksi baja.

1. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain
yang sejenis kepada penyalur atau agen.
2. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain
yang sejenis kepada pembeli lain (pabrikan).
3. PPh Pasal 22 atau penyerahan hasil produksi industri semen.
4. PPh Pasal 22 atau penyerahan hasil produksi industri kertas.
5. PPh Pasal 22 atau penyerahan hasil produksi industri otomotif.
6. PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan APBN/APBD.
7. PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan
usaha tertentu sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan atas
pemungutan pajak.
8. PPh Pasal 22 atas import barang.
9. PPh Pasal 22 atas pembelian barang-barang atau ekspor hasil industri oleh
eksportir industri perkebunan, kehutanan, pertanian, dan perikanan.

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22


Tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 sesuai dengan
pembagiannya dijelaskan sebagai berikut:

1. PPh Pasal 22 Bendaharawan


Atas penjualan yang dananya diperoleh dari APBN atau APBD maka bendaharawan
pemerintah akan memungut PPh Pasal 22 dari penjualan. PPh Pasal 22 ini akan
disetorkan ke kas negara oleh bendaharawan pemerintah dengan menggunakan
SSP.
2. PPh Pasal 22 Import
Import dilengkapi dengan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP) PPh Pasal 22
disetor oleh importir ke Bank Devisi dengan menggunakan formulir SSP yang
berlaku sebagai bukti pengutan pajak. Jika import tidak dilengkapi dengan LKP PPh
Pasal 22, maka dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22
import dalam jangka waktu satu hari setelah pemungutan pajak dilakukan ke bank
persepsi atau kantor pos dan harus melaporkan bukti stor tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak secara mingguan, selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu
penyetoran pajak tersebut.
138
Pajak penghasilan Pasal 22

3. PPh Pasal 22 Usaha Tertentu


Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja, dan
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh
Pasal 22 atau penjualan hasil produksinya di dalam negeri. Badan usaha tersebut
harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pelaporan
dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah
masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari
penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, serta
dari penyerahangula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara
dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau kantor pos sebelum Surat
Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus, dengan menggunakan SSP
yang juga merupakan bukti pungutan pajak. Pelaporan dilakukan dengan
menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

RINGKASAN

PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipotong oleh bendaharawan pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga tinggi
lainnya. Dalam PPh Pasal 22, ada 3 hal yang menjadi fokus pemungutan pajak, yaitu: (1)
bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
yang dapat disebut sebagai PPh Pasal 22 Bendaharawan, (2) badan-badan tertentu, baik
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang import, biasa disebut
PPh Pasal 22 import. Pengenaan PPh Pasal 22 import bagi importir dapat dikenakan atas
tarif yang berbeda, yaitu bagi importi yang memiliki Angka Pengenal Impor dan yang tidak
memiliki Angka Pengenal Impor. (3) badan-badan tertentu, baik pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok, industri
kertas, insutri baja, industri otomotif, penjualan hasil produksi Pertamina, dan penyaluran
oleh Bulog. Tarif PPh Pasal 22 akan dinaikkan 100% khusus bagi Wajib pajak yang tidak
mempunyai NPWP. Ada beberapa pengecualian atas PPh Pasal 22 yang terdiri dari
pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang
meliputi jumlah kurang dari Rp 1 juta, pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,
listrik, gas, air minum (PDAM), benda-benda pos, dan telepon, impor barang-barang
dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak terutang PPh Pasal 22, impor barang yang dibebasakan dari pungutan bea masu
dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan
tidak final
139
Pajak penghasilan Pasal 22

LATIHAN

1. Untuk menunjang suksesnya program pegawai sehat, Pemda Kota Medan membeli
Sepeda, dimana dana pembelian sepeda sudah tersedia pada APBD Kota Medan.
Adapun sepeda tersebut akan digunakan sebagai kenderaan dinas karyawan.
Pembelian sepeda dari PT Medan Lestari Sehat, sebanyak 100 unit dengan total harga
Rp120.000.000,-

Ditanya:
a. Siapakah yang menjadi Wajib Pajak PPh Pasal 22?
b. Siapakah yang bertindak sebagai pemotong pajak?
c. Berapakah PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut?
d. Berapa jumlah uang dari hasil penjualan sepeda diterima PT. Medan Lestari
Sehat?

2. PT Emas Garuda adalah importir, barang-barang lampu kristal dari negeri Spayol.
Barang yang dibeli dengan sistem FOB US$95.000,-, kurs yang berlaku saat itu
menurut BI Rp 9.250/US$. Asuransi dibayar di luar negeri dengan tarif 1,5%. Jika
ongkos angkut (Freight in) 5% dari cost, bea masuk 1%, bea masuk tambahan 5%,
Hitunglah PPh Pasal 22 yang harus dibayar PT Emas Garuda, jika:
a. PT Emas Garuda tidak mempunyai API,
b. PT Emas Garuda mempunyai API.
c. Kapan paling lambat PPh Pasal 22 yang dipungut Beacukai untuk distor ke bank
persepsi?
d. Kapan paling lambat SSP disampaikan pemungut PPh Pasal 22 ke KPP?

3. PT Medan Steel tanggal 20 Februari 2016 pemegang API membeli mesin pengolah
baja dari Jerman secara kredit 2/10 n-30. Harga mesin tersebut Rp1.000.000.000,-
biaya asuransi yang dibayarkan Rp1.000.000,- dan biaya angkut mesin dari Jerman
sampai Medan Rp20.000.000,-. Mesin tersebut dikenai Bea Masuk 5% dan Bea
Masuk tambahan Anti Dumping 10%. Mesin diterima di Medan tanggal 25 Februari
2016.

Pertanyaan: a) Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar PT Medan Steel. b) PPh
Pasal 22 yang dibayar importir, diperlakukan sebagai apa?, dan c) buat jurnal
pembelian dan pembayaran beserta pajak yang dibayar PT Medan Steel.

4. PT Semen Padang adalah perusahaan nasional. Pada tanggal 15 April 2015 menjual
secara tunai 1000 zak semen kepada CV Toba Uli, perusahaan kontraktor properti.
Harga jual semen adalah Rp42.000,- per zak. Jadi, pada saat penjualan semen
tersebut PT Semen Padang sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 dan
PPN-keluaran dari CV Toba Uli. Hitung: PPh 22 dan PPN-keluaran. Apakah PPh 22
yang dibayar CV Toba Uli dapat dikreditkan? (PPh 22 Industri semen 0,25%).

5. Jika penjualan semen tersebut terdapat diskon/potongan penjualan, asumsikan


dalam transaksi penjualan semen di soal no 4) PT Semen Padang memberikan
140
Pajak penghasilan Pasal 22

potongan penjualan sebesar 5%. Hitung: a. Potongan penjualan, PPh 22, dan PPN-
keluaran.

6. PT Karakatau Steel adalah industri baja nasional. Pada tanggal 16 April 2015
penjualan produk baja kepada PT Iron Man Medan sebesar Rp280.000.000,- secara
kredit. PT Iron Man baru membayarnya pada tanggal 15 Mei 2015.
Pertanyaan:
a) Kapan timbul hutang dan harus memungut PPh 22 dan PPN-masukan dari PT
Iron Man? b) Hitung PPh 22 dan PPN-keluaran. (PPh 22 baja 0,3%).

7. Pabrik Rokok STTC Siantar adalah industri rokok satu-satunya di Sumut, pada
tanggal 17 April 2015, STTC Siantar menjual produk kepada agen di Medan UD
Lasma sebesar Rp300.000.000,- secara tunai dan sebagian kredit. Nilai penjualan
berdasarkan harga bandrol adalah Rp450.000.000,-. Pertanyaan: 1. Kapan STTC
Siantar sudah terutang dan memungut PPh 22 dari UD Lasma. 2. Apa sifat PPh 22
yang dibayar UD Lasma? (PPh 22 rokok 0,15%).

8. Dalam rangka mempercepat pengetahuan TI pelajar, pada tanggal 19 April 2015


Pemda TOBASA membeli 20 unit Laptop dari rekanan pemerintah CV Elektronic Dot
Com. Laptop tsb akan didistribusikan melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan ke
sekolah-sekolah di daerah TOBASA. Harga laptop tersebut adalah Rp12.000.000,-
per unit sudah termasuk PPN. Bendaharawan TOBASA baru membayar Laptop
tersebut setelah barang diterima. Hitung: 1. DPP, 2. PPh Pasal 22, 3. PPN-kepada
pemungut Bendaharawan), 4. Apa nama PPN yang dipungut Bendahawaran dan
dipotong dari rekanan (CV Elektronic Dot Com), 5. Sifat PPh 22 yang dibayar Toko
Elektronic Dot Com. 6. Berapa jumlah uang yang diterima Toko Elektronik Dot Com,
7. Buat jurnal bagi rekanan atas penjualan Laptop.

Anda mungkin juga menyukai