e-Billing
e-Faktur
Search
PERHITUNGAN
Mekari Klikpajak akan mengulas apa saja subjek PPh 22, objek pajak PPh Pasal 22 umum dan
bendaharawan, hingga BUMN.
Juga akan dijelaskan berapa tarif, cara hitung dan contoh perhitungan PPh 22, PPh Pasal 22 e,
pasal 22 ayat 1 dan cara membuat bukti potong dan pelaporan pajaknya dengan sistem terbaru
yakni e-Bupot Unifikasi.
eBupot Unifikasi adalah pembuatan bukti pemotongan pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa PPh (Pajak Penghasilan) untuk beberapa jenis PPh tertentu yang wajib dibuat dan
dilaporkan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.
Beberapa jenis PPh tertentu yang pembuatan bukti potong pajak melalui e Bupot Unifikasi
selengkapnya baca jenis-jenis PPh yang dikelola melalui eBupot Unifikasi.
Sekilas tentang sejarah perubahan PPh Pasal 22 dalam UU PPh dari masa ke masa
Setidaknya, berikut bunyi Pasal 22 dalam UU PPh dari awal dibuatnya undang-undang pajak
penghasilan hingga perubahan terbarunya:
(1) Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
yang memperoleh pembayaran untuk barang dan jasa dari Belanja Negara.
(2) Dasar pemungutan dan besarnya pungutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
berdasarkan pertimbangan, bahwa jumlah pungutan itu diperkirakan mendekati jumlah pajak
yang terutang atas penghasilan dari kegiatan usaha yang bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan.
Perubahan pertama UU PPh dalam UU No. 7 Tahun 1991 ini tidak ada perubahan dalam Pasal 22
pada UU PPh sebelumnya.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 7 Tahun 1991.
UU PPh No. 10 Tahun 1994 ini merupakan perubahan kedua UU PPh, yang mana dalam undang-
undang ini terdapat perubahan pada Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2.
Berikut bunyi PPh Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 dalam UU No. 10 Tahun 1994:
Berdasarkan ketentuan ini yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:
Dalam hubungan ini Menteri Keuangan menetapkan besarnya pungutan yang dapat bersifat
final.
– Penunjukan pemungut pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif
dan efisien;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 1983 tentang
Pajak Penghasilan.
Dalam perubahan ketiga UU PPh ini tidak ada perubahan pada Pasal 22. Sehingga ketentuan PPh
22 masih mengikuti aturan dalam undang-undang pajak penghasilan sebelumnya.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
Dalam perubahan keempat UU PPh, kembali ada perubahan pada pasal 22.
Ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3)
sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
(1) Menteri Keuangan dapat menetapkan:
b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
dan
c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah.
(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
(3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.
Dari semua ketentuan yang tertuang dalam undang-undang tersebut, terdapat beberapa peraturan
pelaksana yang ditetapkan, bisa berupa:
Terus simak penjelasan tentang PPh Pasal 22 dan tarif PPh 22 berapa persen hingga cara
menghitung PPh 22 impor.
Maupun cara menghitung PPh Pasal 22 atas pembelian barang, serta contoh bukti potong PPh 22
atau contoh soal PPh 22 bendaharawan sebagai panduan untuk mengelola pajak penghasilan pasal
22 ini.
Daftar Isi
1 Penjelasan PPh Pasal 22 Umum dan Bendaharawan / BUMN
1.1 a. PPh Pasal 22 adalah?
1.2 b. Apa itu PPh 22 Bendaharawan?
1.3 c. Apa itu PPh 22 BUMN?
2 Subjek dan Objek PPh Pasal 22 Bendaharawan atau Objek Pajak PPh 22 BUMN
2.1 1. Impor barang dan ekspor
2.2 2. Pembayaran atas pembelian barang ( PPh 22 Bendaharawan )
2.3 3. Pembayaran atas pembelian barang
2.4 4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
2.5 5. Pembayaran atas pembelian barang untuk BUMN ( objek pajak PPh 22 BUMN )
2.6 6. Penjualan hasil produksi kepada distributor
2.7 7. Penjualan kendaraan bermotor
2.8 8. Penjualan Migas
2.9 9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
2.10 10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
3 Perluasan Pemungutan Objek PPh Pasal 22
4 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
5 Tarif PPh Pasal 22
6 Subjek dan Objek Pemungut Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
7 Contoh Cara Hitung Perhitungan PPh 22 Umum dan Bendaharawan / BUMN
7.1 a. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor
7.2 b. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang ( Contoh Soal PPh 22
Bendaharawan )
7.3 c. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu
7.4 d. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Hasil Produksi Migas ( PPh 22 BUMN )
7.5 e. Contoh Perhitungan PPh 22 atas Pembelian Bahan untuk Industri
7.6 f. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Impor Komoditas
7.7 g. Contoh Perhitungan PPh 22 atas Penjualan Barang Mewah
8 Ketentuan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22
9 Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 (Pemungutan Subjek dan Objek PPh Pasal
22)
9.1 Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf
h, huruf i, huruf j, dan huruf k PMK No. 34/2017 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara, di
antaranya:
10 Tata Cara Penyetoran Pajak PPh Pasal 22 Umum atau Bendaharawan / BUMN
11 Cara Membuat Bukti Potong PPh Pasal 22
11.1 a. Contoh Bukti Potong PPh 22
11.2 b. Contoh Download Bukti Potong PPh 22
12 Cara Lapor SPT Masa PPh 22
13 Urusan Pajak Bisnis Beres dengan Klikpajak!
Menurut Pasal 22 ayat 1 UU PPh No. 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan:
Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang
Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain
Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong
sangat mewah
Maka, pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 atau biasa disebut PPh 22 adalah pajak penghasilan
yang pemungutannya dilakukan oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor maupun
kegiatan usaha lain.
b. Apa itu PPh 22 Bendaharawan?
Jadi, PPh 22 Bendaharawan artinya pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
Jadi, PPh 22 BUMN adalah pajak yang dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas
pembayaran atau penyerahan barang.
Seperti halnya beberapa jenis PPh lainnya kecuali PPh 21, #PPhPasal22 kini pembuatan bukti
potong pajaknya harus lewat e-Bupot Unifikasi, begitu juga dengan pelaporan SPT PPh22 ini.
Sebagai wajib pajak yang melakukan transaksi terkait pajak penghasilan Pasal 22, ketahui dan
pahami ketentuan perpajakannya dan penuhi kewajiban pajak dengan baik agar bisnis lancar.
Seperti apa panduan lengkap pajak penghasilan pasal 22 atau cara hitung PPh22 serta cara lapor
SPT Masa PPh Unifikasi PPh Pasal 22, simak ulasan dari Mekari Klikpajak berikut ini.
Subjek dan Objek PPh Pasal 22 Bendaharawan atau Objek Pajak PPh 22 BUMN
Sebelumnya, ketentuan mengenai pemunguran pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010.
Namun pemerintah telah melakukan beberapa kali perubahan atau penyempurnaan peraturan
terkait pemungutan pajak penghasilan pasal 22 ini, yang kemudian mencabut PMK No. 154/2010
tersebut.
Kegiatan impor dan ekspor barang yang dilakukan eksportir dan dikenakan #PPhPasal22
diantaranya barang komoditas:
Tambang batubara
Mineral logam
Mineral bukan logam
2. Pembayaran atas pembelian barang ( PPh 22 Bendaharawan )
Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 ini adalah yang
dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada:
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Instansi atau lembaga Pemerintah
Lembaga-lembaga negara lainnya
Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dikenai PPh Pasal 22 adalah dengan
mekanisme:
Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang dikenai PPh 22 adalah untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Penjualan hasil produksi kepada distributor
Penjualan hasil produksi kepada distributor yang dikenai PPh 22 adalah distributor di dalam
negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha:
Industri semen
Industri kertas
Industri baja
Merupakan industri hulu
Industri otomotif
Industri farmasi
Penjualan kendaraan bermotor yang dikenakan objek pajak PPh Pasal 22 adalah penjualan di
dalam negeri oleh:
Penjualan migas yang dikenakan objek PPh Pasal 22 oleh produsen atau importir ini di antaranya:
Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah untuk
keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor:
Kehutanan
Perkebunan
Pertanian
Peternakan
Perikanan
10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 ini adalah
dilakukan oleh wajib pajak badan.
Ilustrasi kegiatan ekspor impor sebagai subjek dan objek PPh Pasal 22 dan objek pajak PPh 22 bendaharawan
“PMK No. 92/2019 ini mengatur tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak
Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.”
Melalui beleid ini, wajib pajak badan yang berhak memungut #PPhPasal22 diperluas.
Masih sebagaimana yang tertuang dalam PMK No. 92/2019 tersebut, waktu pemungutan PPh
Pasal 22 ini dilakukan saat penjualan barang tergolong mewah.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut
dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE),
yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk
sebagaimana mestinya;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas
Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
berupa kiriman hadiah;
untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang
meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000 (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos, dan telepon.
Temukan di sini penjelasan tentang Inilah Daftar Subjek dan Objek Pajak yang Dikecualikan
dari PPh
Tarif pajak penghasilan pasal 22 ini untuk pajak penghasilan atas impor barang dengan rincian
sebagai berikut:
Tarif pembebanan tunggal sebesar 10% dari nilai impor, dengan atau tanpa menggunakan API untuk
barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I PMK 34/2017.
Importir yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API): 2,5% dari nilai impor.
Importir non-API: 7,5% dari nilai impor.
Importir yang tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang.
Tarif pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) yang dihitung dari Dasar Pengenaan
Pajak ( DPP ) PPN dan bersifat tidak final, di antaranya:
DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar dari
perhitungan besarnya pajak yang terutang.
DPP ini merupakan nilai dasar yang digunakan untuk menghitung pajak terutang seperti PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN.
Pengenaan pajak penghasilan pasal 22 dari hasil produksi atau penyerahan barang oleh
produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah:
0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar
umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha Pertamina
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar
umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari Pertamina
maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina.
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas
5. Tarif PPh 22 sebesar 0,25% atas Pembelian Bahan untuk Industri
Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
ini atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul.
Di antaranya pembelian hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang
belum melalui proses industri manufaktur.
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai impor ini berlaku untuk impor
beberapa komoditas seperti kedelai, gandum, dan tepung terigu, oleh importir yang menggunakan
API.
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 1,5% dari nilai ekspor ini berlaku untuk ekspor
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang
dan pos tarif (HS/Harmonized System) oleh eksportir yang terikat dalam perjanjian kerjasama
pengusaha pertambangan dan Kontrak Karya (KK).
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,45% dari DPP PPN ini berlaku atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan importir umum kendaraan
bermotor, tidak termasuk alat berat.
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan ini berlaku atas
penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan.
Sesuai Pasal 2 ayat (2) PMK 29/2019 ini, besar pajak penghasilan pasal 22 yang dipungut pada
saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah:
Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas
bangunan lebih dari 400 meter persegi
Apartemen, kondominium dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30
miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi
Tarif Pajak Penghasilan 22 sebesar 5 persen dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM atas
barang ini berlaku untuk:
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
(BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya
yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang
impor.
Jika wajib pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka akan dikenakan tarif
100% daripada tarif umum PPh Pasal 22 yang berlaku.
a. Wajib Pajak Badan Pemungut PPh 22 ( subjek dan objek PPh Pasal 22 )
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor
barang.
2. Bendara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS)
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan, yang meliputi:
PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero)
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero)
Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di
dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri
hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi antara hulu dan industri hilir.
PT AAA mengimpor barang dari Kanada dengan harga faktur senilai US$500.000.
Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang
ditentukan dalam PMK No. 16/PMK.010 Tahun 2016.
Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 3% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar
5% dari harga faktur.
Bea Masuk (BM) sebesar 10% dan Bea Masuk Tambahan sebesar 6%.
Kurs pajak saat itu sebesar Rp14.550 per dolar Amerika Serikat.
Maka, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dipungut Ditjen Bea Cukai adalah:
Jika PT AAA memiliki angka pengenal impor, maka hitungan PPh Pasal 22 dari impor barang
tersebut sebagai berikut:
= 2,5% x Rp9.114.120.000
= Rp227.853.000
PT AAA berkedudukan di Kota Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor untuk Dinas
Pendidikan Kota Bogor.
Pada tanggal 1 Agustus 2022, PT AAA melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dengan
nilai kontrak sebesar Rp20.000.000 (nilai sudah termasuk PPN).
Maka, perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor adalah:
Jadi, besar Pajak Penghasilan pasal 22 yang dipungut Dinas Pendidikan Kota Bogor sebesar
Rp330.000, karena PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.
Perlu diketahui, atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja
daerah yang dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) dengan jumlah
kurang dari Rp1.000.000.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda
pos.
Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara.
c. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu
PT AAA merupakan perusahaan kertas yang menjual hasil produksinya kepada PT BBB senilai
Rp1.100.000.000. Harga ini sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP PPN:
= (100/110) x Rp1.100.000.000
= Rp1.000.000.000
PPh Pasal 22 penjualan kertas:
= (Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan kertas x DPP PPN)
= 0,1% x Rp1.000.000.000
= Rp1.000.000
PT CCC menjual hasil produksinya berupa semen kepada PT DDD senilai Rp2.200.000.000.
Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP PPN:
= (100/110) x Rp2.200.000.000
= Rp2.000.000.000
PPh Pasal 22 penjualan semen:
= (Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan semen x DPP PPN)
= 0,25% x Rp2.000.000.000
= Rp5.000.000
PT EEE adalah perusahaan baja dan menjual hasil produksinya ke PT FFF senilai
Rp3.300.000.000.
DPP PPN:
= (100/110) x Rp3.300.000.000
= Rp3.000.000.000
PPh Pasal 22 atas penjualan baja:
= (Tarif PPh pasal 22 atas penjualan baja x DPP PPN)
= 0,3% x Rp3.000.000.000
= Rp9.000.000
PT GGG merupakan perusahaan otomotif dan menjual hasil produksinya ke PT HHH senilai
Rp5.500.000.000. Harga ini sudah termasuk PPN sebesar 10%.
DPP PPN:
= (100/110) x Rp5.500.000.000
= Rp5.000.000.000
PPh Pasal Pasal 22 atas penjualan otomotif:
= (Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan otomotif x DPP PPN)
= 0,45% x Rp5.000.000.000
= Rp22.500.000
PT AAA selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, menyerahkan bahan bakar
minyak senilai Rp900.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada PT BBB yang merupakan bukan
perusahaan SPBU. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
PT AAA merupakan perusahaan tekstil dan membeli bahan untuk tekstil untuk produksinya yang
akan diekspor dari pedagang pengepul CV BBB senilai Rp300.000.000.
Biaya asuransi sebesar 2% dari nilai faktur dan biaya angkut sebesar 8% dari nilai faktur.
Bea Masuk yang dibebankan dari impor gandum ini adalah 7,5% dan Bea Masuk Tambahan
2,5%.
Perhitungan PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap PT AAA atas impor gandum tersebut adalah:
Dengan demikian besar Pajak penghasilan pasal 22 atas impor gandum PT AAA yang juga
memiliki angka pengenal importir adalah:
= (Tarif PPh Pasal 22 impor komoditas dan memiliki API x Nilai Impor)
= 0,5% x Rp4.037.075.000
= Rp20.185.375
g. Contoh Perhitungan PPh 22 atas Penjualan Barang Mewah
Contoh 1,
PT AAA merupakan perusahaan pengembang properti yang menjual apartemen dengan nilai
Rp50.000.000.000 kepada CCC.
Maka, PPh Pasal atas penjualan barang mewah berupa apartemen ini sebesar:
= (Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan barang mewah apartemen x Nilai jual
barang mewah)
= 1% x Rp50.000.000.000
= Rp500.000.000
Contoh 2,
Nilai ini tidak termasuk PPN dan PPnBM. Dengan demikian perhitungan PPh Pasal 22 atas
penjualan kapal pesiar ini adalah:
= (Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan barang mewah kapal pesiar x Nilai jual
barang mewah)
= 5% x Rp800.000.000.000
= Rp40.000.000.000
Ketentuan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan PPh 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Ketentuan pembayaran pajak penghasilan pasal 22 sesuai subjek dan objek PPh Pasal 22 adalah:
PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk (BM).
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian
dari pemungutan PPh 22 atas impor barang yang dibebaskan dari pungutan BM dan/atau PPN, PPh
Pasal22 terutang dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas
impor (PIB / Pemberitahuan Impor Barang).
Pajak penghasilan pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral
bukan logam, terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean atas ekspor.
PPh Pasal22 atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat
penerbit SPM, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh
badan usaha tertentu yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e (BUMN, badan usaha yang
dimiliki langsung oleh BUMN) terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
Penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi terutang dan dipungut pada saat
penjualan.
Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir terutang
dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
Pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i (badan usaha industri
atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan
industrinya atau ekspomya) dan pembelian batubara, mineral logam dan mineral bukan logam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j (badan usaha yang rnelakukan pernbelian
kornoditas tarnbang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dart badan atau orang pribadi
pernegang izin usaha pertarnbangan), terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Tata cara pemungutan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 ini juga diatur dalam Pasal 5
PMK No. 34/PMK.010/2017, yakni:
1. Pemungutan subjek dan objek PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan
penyetoran ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang
ditunjuk Menteri Keuangan, oleh:
2. Pemungutan subjek dan objek PPh 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral
logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang
bersangkutan ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Pemungutan subjek dan objek PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungut
pajak (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor
oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ( SSP ) yang
telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
4. Pemungutan subjek dan objek PPh 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 16/2016
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP.