bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan
kegiatan ekspor dan impor serta re-impor maupun kegiatan usaha lain.
Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang.
Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
Klikpajak
Hubungi Sales
Daftar Isi
PPh Pasal 22 : Tarif, Cara Hitung dan Lapor SPT Masa PPh 22
Fitriya
TwitterTwitter
WhatsappWhatsapp
LinkedinLinkedin
FacebookFacebook
PPh Pasal 22 : Tarif, Cara Hitung dan Lapor SPT Masa PPh 22
Apa itu PPh Pasal 22 dan berapa tarif pajaknya, bagaimana cara menghitung serta melaporkan SPT Masa
PPh 22 online?
Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang pemungutannya dilakukan oleh
bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan
kegiatan ekspor dan impor serta re-impor maupun kegiatan usaha lain.
Selengkapnya simak ulasan dari Mekari Klikpajak tentang tarif, cara hitung, subjek, objek PPh 22 umum
dan bendaharawan / BUMN, pemungut serta ketentuan penyetoran, hingga pembuatan bukti potong
juga pelaporan SPT Masa PPh 22 di e-Bupot Unifikasi.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 merupakan
bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang.
Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
PPh 22 Bendaharawan adalah pemungutan yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atas
penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bendaharawan Pemerintah ini, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau
lembaga-lembaga negara lain yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan.
Apa itu PPh 22 BUMN?
PPh 22 BUMN adalah pajak yang dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas pembayaran
atau penyerahan barang.
Namun pemerintah telah melakukan beberapa kali perubahan atau penyempurnaan peraturan terkait
pemungutan pajak penghasilan pasal 22 ini, yang kemudian mencabut tersebut.
Kegiatan impor dan ekspor barang yang dilakukan eksportir atas barang atau komoditas:
Tambang batubara
Mineral logam
Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada:
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) yang
dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
Pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA
5. Pembayaran atas pembelian barang untuk BUMN ( objek pajak PPh 22 BUMN )
Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
untuk keperluan kegiatan usahanya.
Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha:
Industri semen
Industri kertas
Industri baja
Industri otomotif
Industri farmasi
8. Penjualan Migas
Pelumas
Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor:
Kehutanan
Perkebunan
Pertanian
Peternakan
Perikanan
Penjualan barang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan.
Melalui PMK No. 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang
Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang
yang Tergolong Sangat Mewah, WP Badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 diperluas.
Barang tergolong sangat mewah yang jadi objek PPh Pasal 22 di antaranya:
Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas
bangunan lebih dari 400 meter persegi
Apartemen, kondominium dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30 miliar
atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi
Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport
utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenis, dengan harga jual lebih dari Rp2
miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc
Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau dengan kapasitas
silinder lebih dari 250cc
Daftar kegiatan yang dikecualikan atau tidak dikenakan PPh Pasal 22 di antaranya:
yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut
dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE),
yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk
sebagaimana mestinya;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas
Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi
jumlah kurang dari Rp 2.000.000 (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos,
dan telepon.
Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 menurut UU PPh dan diatur dalam PMK No. 34/PMK.010 Tahun
2017 yakni:
Tarif pajak penghasilan pasal 22 ini untuk pajak penghasilan atas impor barang dengan rincian sebagai
berikut:
Tarif pembebanan tunggal sebesar 10% dari nilai impor, dengan atau tanpa menggunakan API untuk
barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I PMK 34/2017.
Importir yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API): 2,5% dari nilai impor.
Importir non-API: 7,5% dari nilai impor.
Besar tarif ini dari harga pembelian barang tidak termasuk PPN dan tidak final untuk pembelian barang
ini dilakukan oleh:
Tarif pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak (KEP) yang dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ) PPN dan bersifat tidak
final, di antaranya:
DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar dari
perhitungan besarnya pajak yang terutang.
Pengenaan pajak penghasilan pasal 22 dari hasil produksi atau penyerahan barang oleh
produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah:
0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum
yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha Pertamina
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum
yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari Pertamina
maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina.
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas
Besar tarif ini dari harga pembelian tidak termasuk PPN atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedagang pengumpul, di antaranya:
Pembelian hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui
proses industri manufaktur.
Tarif ini dari nilai impor ini berlaku untuk impor beberapa komoditas seperti kedelai, gandum, dan
tepung terigu, oleh importir yang menggunakan API.
Tarif ini dari nilai ekspor ini berlaku untuk ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif (HS/Harmonized System) oleh eksportir yang
terikat dalam perjanjian kerjasama pengusaha pertambangan dan Kontrak Karya (KK).
Tarif ini dari harga jual emas batangan ini berlaku atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang
melakukan penjualan.
Sesuai Pasal 2 ayat (2) PMK 29/2019 ini, besar pajak penghasilan pasal 22 yang dipungut pada saat
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah:
Tarif Pajak Penghasilan 22 sebesar 1 persen dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
( PPN ) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas barang ini untuk:
Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas
bangunan lebih dari 400 meter persegi
Apartemen, kondominium dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30 miliar
atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi
Tarif ini dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM atas barang berlaku untuk:
Kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau dengan kapasitas silinder
lebih dari 250cc
Jika wajib pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka akan dikenakan tarif 100% dari
pada tarif umum PPh Pasal 22 yang berlaku
Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang beberapa kali diubah terakhir dengan
UU No. 36 Tahun 2008, pemungut PPh Pasal 22 yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang.
2. Bendara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan
dengan mekanisme Uang Persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan
delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS).
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang meliputi:
PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero)
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero).
Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau
bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan
bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk
industri hulu yang terintegrasi antara hulu dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
6. Sesuai dengan PMK Nomor 92/PMK.03/2019, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22
dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.