Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 ataupun PPh 23. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan, selanjutnya diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 berlaku sejak 31 Agustus 2010. B. Pemungut PPh Pasal 22 Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah: 1. Bank Devisa dan Direktoran Jendral Bea dan Cukai (DJBC) atas Objek PPh 22 impor barang 2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang 3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) 4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) 5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi: a. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) b. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya. 6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. 7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan. 8. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industry otomotif, serta industri farmasi atas penjualan kepada distributornya. 9. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 10. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importer umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.06/PJ/2013 menyebutkan penunjukan pemungut PPh Pasal 22 berlaku otomatis dan tidak ada surat penunjukan dari Direktur Jenderal Pajak. Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah: 1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri 2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri 3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas 4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir. 5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya : a. Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan. 6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. C. Objek PPh Pasal 22 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu. D. Tarif PPh Pasal 22 1. Atas Impor : Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor; Non-API = 7,5% . yang tidak menggunakan angka pengenal impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau Yang tidak dikuasai = 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. Pengertian nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakana berdasrkan ketentuan peraturan perundang undangan kepabeanan di bidang impor. 2. Atas pembelian barang yang pemungut pajaknya bendahara pemerintah dan KPA,bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP), dan KPA atau penjabat penerbit SPM yang diberi delegasi oleh KPA untuk pembayaran untuk pihak ketiga dan mekanisme pembayaran langsung (perhatikan pemungut pajak NO. 2, 3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian. 3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu : Kertas : 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) Semen : 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) Baja : 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) Otomotif : 0.45% x DPP PPN (Tidak Final) 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut : Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final Bahan bakarnya sebesar : a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termaksud pajak pertambahan nilai untuk untuk penjualan kepada SPBU pertamina; b. 0,3%(nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termaksud pajak pertambahan nilai kepada SPBU bukan pertamina atau Non-SPBU. Bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dar penjualan tidak termasuk pajak pertabahan nilai. Pelumas sebesar 0,3% ( nol koma tiga pesen) dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai. 5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutahan , perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN) 6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor. 7. Atas Penjualan : Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000, Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. 8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22. E. Cara Menghitung PPh Pasal 22 1. Cara menghitung PPh Pasal 22 atas kegiatan impor barang Besarnya PPh pasal 22 atas impor: Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tariff pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang Catatan : Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight (CIF) + Bea Masuk + Pungutan pabean lainnya. Contoh 1: PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat dengan perincian sbb: Harga Komputer (Cost)…………………….US$ 20,000.00 Asuransi (Insurance) ……………………….US$ 1,000.00 Biaya angkut (Freight) ……………………..US$ 4,000.00 Harga Pabean ………………………………US$ 25,000.00 Pungutan : Bea Masuk 20% ……………………………..US$ 5,000.00 Bea Masuk Tambahan 10% ……………........US$ 2,500.00 Nilai Impor …………………………………..US$ 32,500.00 Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor: pemberitahuan impor barang nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka : - Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000 - PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000 Contoh 2: Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka perhitungan PPh Pasal 22 adalah : Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,- PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-
2. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan
APBN/ APBD PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian. Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah: Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan benda-benda pos. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. Contoh : PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju Jawab : - Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta) = Rp200.000.000,00. - PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: Rp200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00