Anda di halaman 1dari 54

INTERNAL

PAJAK PENGHASILAN PPH 22 & 23/26

KELOMPOK 3 :

 Evi Rohmiati (2011070634)

 Annisha Salsabila S (2011070728)

 Hasri Indriani (2011070750)

 Melina Yunita Siagian (2011070711)


INTERNAL

DAFTAR ISI

I DASAR HUKUM

II TEORI (Pengertian, Subjek, Objek, Tarif,


Perhitungan)

III KASUS

IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

V SARAN DAN KESIMPULAN


INTERNAL

DASAR HUKUM

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPH)


 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (PMK 34/2017).
 Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015 Tentang Wajib Pajak Badan Tertentu
Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong
Sangat Mewah
 Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud
Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 624/KMK.04/1994 Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi dan Premi Kepada
Perusahaan Asuransi di Luar Negeri Reasuransi Yang Dibayar
INTERNAL

TEORI
(Pengertian, Subjek, Objek, Tarif,
Perhitungan)
INTERNAL

Apa itu Pajak Penghasilan


Pasal 22 (PPh Pasal 22)??

“Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008,


Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu
pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan
perdagangan barang.”
INTERNAL

PEMUNGUT PPH PASAL 22

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 adalah:


1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi
atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS);
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
 PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi
Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
 Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-
bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
INTERNAL

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat
penjualan adalah:

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk
industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
 mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
 menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.  90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut
PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
INTERNAL

TARIF & OBJEK


PPH PASAL 22

Atas impor:
yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
non-API = 7,5% x nilai impor;
yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5%
x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)

Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:


Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak
final
INTERNAL

Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul


ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai
impor.

Atas penjualan
• Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
• Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
• Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
• Apartemen, kondominiumdan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
• Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle(mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
INTERNAL

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:


1. yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut
dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE),
yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk
sebagaimana mestinya;
2. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas
Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
3. berupa kiriman hadiah;
4. untuk tujuan keilmuan.

Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah
kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).

Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
INTERNAL

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh


Pasal 22

1. PPh Pasal 22, oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari
setelah dipungut. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah
pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).
2. PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak pada hari
yang sama saat penyerahan barang dan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya
adalah tanggal 14 bulan berikutnya.
3. PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum delivery
order dibayar.
4. PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak pada tanggal
10 bulan berikutnya. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah
tanggal 20 bulan berikutnya.
INTERNAL

Contoh perhitungan PPh 22..


 Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor
PT AAA mengimpor barang dari Kanada dengan harga faktur senilai US$500.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang
yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam PMK No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang
dibayar di luar negeri sebesar 3% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 5% dari harga faktur.
Bea Masuk (BM) sebesar 10% dan Bea Masuk Tambahan sebesar 6%. Kurs pajak saat itu sebesar Rp14.550 per dolar
Amerika Serikat.
Maka perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut

No Diketahui Perhitungan Nilai


a Harga Faktur (Cost)   US$500.000

b Biaya Asuransi (Insurance) (3% x US$500.000) US$15.000

c Biaya Angkut (Freight) (5% x US$500.000) US$25.000

CIF (Cost, Insurance, Freight) (a + b + c) US$540.000

d CIF (dalam rupiah) (Rp540.000 x Rpp14.550) Rp7.857.000.000

e Bea Masuk (10% x Rp7.857.000.000) Rp785.700.000

f Bea Masuk Tambahan (6% x Rp7.857.000.000) Rp471.420.000

  Nilai Impor (d + e + f) Rp9.114.120.000


INTERNAL

Lanjutan..

Perhitungan PPh Pasal 22 jika memiliki API


 Jika PT AAA memiliki angka pengenal impor, maka hitungan PPh Pasal 22 dari impor
barang tersebut sebagai berikut:
= (Tarif PPh Pasal 22 memiliki API x Nilai Impor)

= 2,5% x Rp9.114.120.000

= Rp227.853.000

Perhitungan PPh Pasal 22 jika tidak memiliki API


 Ketika PT AAA tidak memiliki angka pengenal impor, hitungan PPh Pasal 22 dari impor
barang tersebut adalah:
= (Tarif PPh Pasal 22 tidak punya API x Nilai Impor)

= 7,5% x 9.114.120.000

= Rp683.559.000
INTERNAL

INSENTIF PPH PASAL 22 SEHUBUNGAN PANDEMI COVID-19

 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 Tentang Instentif Pajak Untuk
Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Covid-19. PPh Pasal 22 Impor diberikan insentif berupa
pembebasan pembayaran pajak. Pembebasan ini merupakan efek dari berkurangnya aktivitas
pengiriman barang untuk masuk ke Indonesia guna mencegah penyebaran virus yang semakin masif
perkembangannya di Indonesia, baik itu penghentian sementara dari negara asal atau pengurangan
aktivitas belanja dari pelaku impor di Indonesia.
 Penurunan aktivitas impor ini sangat mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia sehingga perlu
diberikan sebuah stimulan melalui insentif agar wajib pajak yang menjadi pelaku usaha kembali
semangat melakukan kegiatan di situasi tidak kondusif seperti ini. Bagi wajib pajak yang melakukan
aktivitas impor akan diberikan pembebasan PPh Pasal 22 impor selama 6 bulan, yakni dari bulan
April sampai dengan September 2020. Pemberian fasilitas ini diberikan melalui Surat Keterangan
Bebas (SKB) PPh Pasal 22 Impor kepada wajib pajak.
 Dan pemerintah melakukan Perpanjangan insentif pajak sampai dengan tanggal 31 Juni 2021 sesuai
yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak
untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
INTERNAL

Persyaratan bebas pemungutan atau pemotongan PPh 22


:

Wajib Pajak yang:


a. memenuhi kriteria:
 memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)* tertentu sebagaimana Lampiran I PMK;
 telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor); atau
 telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat (Penyelenggara, Pengusaha, atau
PDKB/Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat)
b. mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB)
INTERNAL
INTERNAL

FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PMK No. 239/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP
BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA
VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
INTERNAL

Dengan ketentuan sebagai berikut :

 Pihak Tertentu yang melakukan impor barang (Objek  Pihak Tertentu yang melakukan pembelian barang (Objek
PMK) untuk penanganan COVID-19, diberikan pembebasan PMK) dan Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat
dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor. yang melakukan pembelian bahan baku untuk memproduksi
vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19
a. Pembebasan dilakukan oleh Ditjen Bea Cukai tanpa diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 .
Surat Keterangan Bebas (SKB)
a. Pembebasan diberikan melalui Surat Keterangan
b. Pembebasan bagi Pihak Tertentu berlaku sejak 1 Bebas (SKB)
Januari s.d. 31 Desember 2021
b. Pembebasan bagi Industri Farmasi Produksi Vaksin
c. Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan dan/atau Obat diberikan setelah memperoleh surat
Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (Lampiran rekomendasi dari Kementerian Kesehatan
PMK)
c. Pembebasan bagi Pihak Tertentu dan Industri Farmasi
Produksi Vaksin dan/atau Obat berlaku sejak SKB
terbit s.d. 31 Desember 2021
d. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat dan
Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan
Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 (Lampiran PMK)
INTERNAL

Dengan ketentuan sebagai berikut :

 Pihak Ketiga (lawan transaksi) yang melakukan  OBJEK (BARANG)


penjualan barang (Objek PMK) kepada Pihak Tertentu dan
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang a. obat-obatan;
melakukan penjualan vaksin dan/atau obat untuk b. vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi*;
penanganan COVID-19 kepada Instansi Pemerintah atau
badan usaha tertentu diberikan pembebasan dari c. peralatan laboratorium;
pemungutan PPh Pasal 22 . d. peralatan pendeteksi;
a. Pembebasan diberikan melalui Surat Keterangan e. peralatan pelindung diri;
Bebas (SKB)
f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
b. Pembebasan berlaku sejak tanggal terbit SKB
sampai dengan 31 Desember 2021 g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak
Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19
c. Pihak Ketiga dan Industri Farmasi Produksi Vaksin
dan/atau Obat harus menyampaikan Laporan * peralatan pendukung vaksinasi meliputi paling sedikit syringe,
Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 (Lampiran PMK) kapas alkohol, APD (face shield, hazmat, sarung tangan, dan
masker bedah), cold chain, genset, safety box, dan cairan
antiseptic berbahan dasar alkohol
INTERNAL

Pajak Penghasilan Pasal


23/26
INTERNAL

Apa itu Pajak Penghasilan Pasal


23 (PPh Pasal 23)??

Pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
INTERNAL

Penerima penghasilan yang dipotong


Pihak pemotong PPh Pasal 23
PPh Pasal 23

 Wajib pajak dalam negeri;


 Badan pemerintah;
 Bentuk Usaha Tetap (BUT)
 Subjek pajak badan dalam negeri;
 Penyelenggara kegiatan;
 Bentuk Usaha Tetap (BUT);
 Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya;
 Wajib pajak orang pribadi dalam
negeri tertentu yang ditunjuk Direktur
Jenderal Pajak.  
INTERNAL

Objek Pajak PPh Pasal 23

Imbalan yang diterima oleh WPDN atas Penghasilan sehubungan dengan Modal, Penyerahan
Jasa atau Hadiah dan Penghargaan

 Deviden
 Bunga
 Royalty
 Hadiah dan Penghargaan
 Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penghargaan harta, selain sewa tanah dan
bangunan yang dipotong PPh Pasal 4 (2)
 Imbalan sehubungan dengan : Jasa Teknik, Jasa Management, Jasa Konsultasi
 JASA LAIN
INTERNAL

Jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh21 (*) yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015,
sebagai berikut :

 Penilai (appraisal); 
 Pembuatan dan/atau pengelolaan website; Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang
 Aktuaris;
 Internet termasuk sambungannya; dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam
 Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
 Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, rangka penelitian akademis;
 Hukum; 
informasi, dan/atau program; Pengelolaan parkir;
 Arsitektur; 
 Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, Penyondiran tanah;
 Perencanaan kota dan arsitektur landscape;  
air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
 Perancang (design); 
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
 Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak 
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi Pemeliharaan tanaman;
dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh  Permanenan;
sebagai pengusaha konstruksi; 
Badan Usaha Tetap (BUT);  Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan,
 Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan,
 Penunjang di bidang usaha panas bumi dan
listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain peternakan dan/atau perhutanan;
penambangan minyak dan gas bumi (migas);  Dekorasi;
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya
 Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas 
di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau Pencetakan/penerbitan;
bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);  Penerjemahan;
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
 Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; 
 Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam
 Penebangan hutan;
 Maklon; Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
 Pengolahan limbah; 
 Penyelidikan dan keamanan; Pelayanan pelabuhan;
 Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing 
 Penyelenggara kegiatan atau event organizer; Pengangkutan melalui jalur pipa;
services);  Pengelolaan penitipan anak;
 Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa,
 Perantara dan/atau keagenan; 
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian Pelatihan dan/atau kursus;
 Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang 
informasi, dan/atau jasa periklanan; Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia  Sertifikasi;
 Pembasmian hama;
(KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);  Survey;
 Kebersihan atau cleaning service;
 Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang 
 Sedot septic tank; Tester;
dilakukan oleh KSEI;  Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang
 Pemeliharaan kolam;
 Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
 Katering atau tata boga; pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran
  Mixing film;
  Freight forwarding; Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran
 Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide,
 Logistik; Pendapatan dan Belanja Daerah).
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
 Pengurusan dokumen;
 Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau
 Pengepakan;
sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
 Loading dan unloading;
perbaikan.
INTERNAL

Pengecualian PPh 23

1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam
negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
 Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif.
5. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
6. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
INTERNAL

Tarif PPh Pasal 23

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis
tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh pasal 23 tersebut, sebagai
berikut :

No. Jenis Pajak Memiliki Tidak Memiliki


NPWP NPWP
Deviden, Bunga, Royalti, Hadiah dan Penghargaan sejenis
I 15% 30%
(selain yang dipotong di pasal 21
Sewa kendaraan, Sewa dan penghasilan lain sehubungan
II 2% 4%
dengan penggunaan harta (selain sewa tanah dan bangunan )

III Jasa tehnik, jasa managemen ,Jasa Konsultan. 2% 4%

IV Jasa Lainnya 2% 4%

DASAR PEMOTONGAN JUMLAH BRUTO


INTERNAL

JUMLAH BRUTO OBJEK PPH PASAL 23

Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap.

TIDAK
TERMASUK

1. Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa catering yang di laksanakan WPOP;
2. Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final; 
3. Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan imbalan atas pekerjaan
yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak
kerja dengan pengguna jasa dan daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium;
4. Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau material terkait jasa yang
diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian atas pengadaan barang atau material;
5. Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dari pihak
ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
6. Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement. Ini berlaku untuk biaya yang
telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti
pembayaran.
INTERNAL

Pembayaran, Pelaporan dan Bukti Potong PPh Pasal 23

Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan


Pembayaran terutang pajak penghasilan 23

Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang
Pelaporan
pajak penghasilan 23.

Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus
Bukti Potong memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada
pihak yang dikenakan Pajak.
INTERNAL

Contoh Perhitungan..

 Penghitungan PPh Pasal 23 dengan Tarif  Penghitungan PPh Pasal 23 dengan Tarif
Pemotongan 2% Potongan 15%
PT Sejahtera memberikan jasa konsultasi Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Sejahtera
kepada CV Indah pada bulan Agustus mengumumkan pembagian dividen sebesar
2019 dengan imbalan sebesar Rp3.000.000.000. PT Perkasa memiliki 10% saham PT
Sejahtera.
Rp20.000.000 tunai.
PT Perkasa adalah WP badan yang atas dividen yang
Maka, penghitungan PPh 23 untuk diterimanya tidak berlaku ketentuan PPh pasal 4 ayat (2).
pendapatan ini adalah: Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) PPh
 2% x penghasilan bruto Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan berupa dividen yang
diterima PT Perkasa dikenai PPh pasal 23 dengan tarif
 2% x Rp20.000.000 = Rp400.000 15% dari penghasilan bruto.
Besaran PPh Pasal 23 untuk imbalan jasa  Kepemilikan PT Perkasa adalah 10%, sehingga
konsultasi PT Sejahtera adalah sebesar dividen yang menjadi hak PT Perkasa adalah
Rp400.000 dan harus dilaporkan oleh CV Rp300.000.000 (Rp3.000.000.000×10%).
Indah ke kantor pajak.  Jumlah PPh pasal 23 yang dipotong adalah
Rp45.000.000 (Rp300.000.000×15%).
INTERNAL

FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PMK No. 239/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP
BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA
VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
INTERNAL

Dengan ketentuan sebagai berikut :

 Wajib Pajak badan dalam negeri dan OBJEK (JASA)


bentuk usaha tetap yang
menerima/memperoleh imbalan dari Pihak a. jasa konstruksi;
Tertentu atas jasa (Objek PMK) yang b. jasa konsultasi, teknik, dan
diperlukan dalam rangka penanganan manajemen;
pandemi COVID-19, diberikan
pembebasan dari pemotongan PPh Pasal c. jasa persewaan; dan/atau
23
d. jasa pendukung lainnya*
1. Pembebasan diberikan melalui Surat
Keterangan Bebas (SKB)
2. Pembebasan berlaku sejak tanggal terbit * jasa pendukung lainnya merupakan jasa yang
SKB sampai dengan 31 Desember 2021 dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan
penanganan pandemic COVID-19 termasuk
3. Wajib Pajak yang memperoleh pembebasan pelaksanaan vaksinasi
harus menyampaikan Laporan Realisasi
Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 23
(Lampiran PMK)
INTERNAL

Apa itu Pajak


Penghasilan Pasal 26
(PPh Pasal 26)??

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak


penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri
dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

TARIF PAJAK 20%


(FINAL)
INTERNAL

Pihak pemotong
PPh Pasal 26
 Badan pemerintah;
 Subjek pajak badan dalam negeri;
 Penyelenggara kegiatan;
 Bentuk Usaha Tetap (BUT);
 Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya yang melakukan pembayaran
kepada WPLN selain BUT.
INTERNAL

Subjek PPh Pasal 26

Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar
negeri adalah :

1. seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di


Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2. seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti
dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
INTERNAL

OBJEK PPH PASAL 26

PENGHASILAN YG DIBAYARKAN KEPADA WP LUAR NEGERI SELAIN BUT

1. Dividen
2. Bunga, tak terkecuali diskonto, premium, insentif berkenaan dengan
jaminan bayaran pinjaman.
3. Sewa, royalti, serta penghasilan lain berkenaan dengan
digunakannya aset.
4. Insentif yang terkait dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan.
5. Hadiah serta penghargaan.
6. Pensiun serta bayaran secara berkala.
7. Premi swap maupun transaksi pelindung lain.
8. Pemerolehan untung dari dihapusnya utang.
INTERNAL

Kemudian selain pajak atas penghasilan atau omzet, WPLN yang dikenakan PPh pasal 26
juga dikenakan tarif pajak atas laba bersih. Pengenaan pada laba bersih sebesar 20 % yang
bersifat final

DENGAN
ADANYA,
 20% atas laba bersih juga diberlakukan atas
pengalihan atau penjualan saham yang
dibangun atau berada di negara yang memberi
perlindungan pajak, tidak terkecuali BUT
1. Penghasilan atas menjual aset di Indonesia.
Indonesia
Dengan  20% atas penghasilan kena pajak dikurang
memerhati pajak yang termasuk dalam BUT di Indonesia.
kan Tak berlaku pada wajib pajak yang
beberapa
2. Premi asuransi serta reasuransi kriteria,
menanamkan kembali penghasilannya di
yang dibayar langsung atau dengan yaitu Indonesia.
pialang terhadap perusahaan asuransi  Tax treaty Indonesia dengan negara lain dapat
luar negeri saja memiliki perjanjian yang berbeda antara
satu negara yang lainnya. Tarifnya dapat
berkurang dari 20% , atau bahkan mencapai
0%.
INTERNAL

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO

1. Tarif 25% untuk penghasilan dari pengalihan atau penjualan harta di Indonesia dengan nilai
lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi yang berupa: perhiasan mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil dan motor, kapal pesiar dan persawat
terbang ringan.
2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, sebagai berikut:
a) Tarif 50% atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di
luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.
b) Tarif 10% atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun
melalui pialang.
c) Tarif 5% atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun
melalui pialang.
3. Pengalihan atau Penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari
harga jual.
INTERNAL

Contoh perhitungan..
 Contoh 1  Contoh 2
PT A memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan
bangunan bertingkat ke PT B yang merupakan perusahaan Charles adalah warga negara asing yang
asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada bekerja di Indonesia. Ia merupakan
tahun 2019 sebesar Rp2 miliar. Maka perhitungan PPh Pasal 26 karyawan asing pada perusahaan PT AAA.
dari PT A tahun 2019 adalah:
Charles sudah tinggal di Indonesia selama
Perkiraan penghasilan neto: 
50% x Rp 2.000.000.000 = Rp 1.000.000.000 183 hari. Charles sudah beristri dan punya
PPh Pasal 26                        :  1 orang anak. Pada Juli 2020, Charles
20% x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000 memperoleh gaji sebesar US$20000
sebulan. Kurs yang berlaku pada bulan
Sementara, apabila PT A mengikuti asuransi melalui perusahaan tersebut adalah Rp14.500 per dolar AS.
yang ada di Indonesia, misal PT Asuransi Raya, dengan Maka, perhitungan PPh 26 atas gaji Charles
membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp2 miliar. PT adalah:
Asuransi Raya mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke
perusahaan asuransi yang berada di luar negeri, misalnya PT B, Penghasilan Bruto dari gaji sebulan:  
dengan membayar premi sebesar Rp1miliar. Maka ketentuan US$20000 x Rp14.500 = Rp 290.000.000
PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
PPh 26 atas Gaji adalah                   :  
Perkiraan penghasilan neto  :
10% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000 Rp290.000.000 x 20%  = Rp 58.000.000
PPh Pasal 26                         :
20% x Rp 100.000.000    = Rp 20.000.000
INTERNAL

KASUS PPH PASAL 22


Penerapan Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang yang Dibiayai dengan
APBN di Pengadilan Tata Usaha Negara Manado
 Perhitungan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Manado
sebagimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 107/PMK.010/2015 Pasal 2 ayat 1 huruf b yaitu harus sebesar 1,5% dari harga
pembelian tidak termasuk PPN. Dan dalam perhitungan terhadap PPh Pasal 22 atas
belanja barang tidak dilakukan dalam hal pembelian barang dengan nilai pembelian
paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dengan tidak dipecah-pecah dalam
beberapa faktur.
 Dalam tahun anggaran 2016 bulan Januari sampai dengan bulan Mei Pengadilan Tata
Usaha Negara Manado tidak mengadakan pembelian barang yang mengharuskan
Pengadilan Tata Usaha Manado untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22,
pembelian barang yang dibiayai APBN dimulai pada bulan Juni dan pada bulan Juli
kembali tidak mengadakan pembelian barang yang diharuskan untuk melakukan
pemungutan PPh Pasal 22. Kemudian pengadaan barang dimulai kembali di bulan
Agustus sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu bulan Desember. Berikut ini adalah
data perhitungan PPh Pasal 22 di Pengadilan Tata Usaha Negara Manado
INTERNAL

No. Bulan Objek PPh Pasal 22 Harga Pembelian PPh Pasal 22 Tarif
1.5%
1. Januari - - -
2. Februari - - -
3. Maret - - -
4. April - - -
5. Mei - - -
6. Juni AC Split 25.000.000 375.000
Meubeler 167.450.000 2.550.000
7. Juli - - -
8. Agustus Alat Pengelola Data 95.800.000 1.437.000

9. September Bahan Bangunan 11.770.000 160.000

10. Oktober Acer Touch Screen 10.760.000 197.925

Acer Touch Screen 13.195.000 161.400

11. November Mixer Yamaha 7.475.000 112.125

Mic Shure 1.980.000 29.700


Anjungan Kios 2.200.000 33.000
12. Desember Alat Tulis Kantor 16.537.500 248.063
INTERNAL

Analisis & Pembahasan Penerapan Perhitungan PPh Pasal 22 di


Pengadilan Tata Usaha Negara Manado

 Dari hasil analisis diatas ada mendapati bahwa penerapan perhitungan PPh Pasal
22 atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN di Pengadilan Tata Usaha
Negara Manado pada table tersebut ada yang tidak sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 107/PMK.010/2015 yaitu pada
bulan November ketika terjadi pembelian barang Mic Shure dengan harga
barang Rp. 1.980.000. Karena pada pembelian Mic Shure harga barangnya
kurang dari Rp. 2.000.000,00 jadi seharusnya tidak dipungut PPh Pasal 22.
 Selain dari pembelian Mic Shure, penerapan perhitungan PPh Pasal 22 yang
dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Manado telah sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 107/PMK.010/2015
yaitu 1,5% x harga beli (tidak termasuk PPN) dan pembelian barang dengan nilai
pembelian paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dengan tidak
dipecah-pecah dalam beberapa faktur.
INTERNAL

KASUS PPh Pasal 23

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN


PASAL 23 ATAS JASA LAIN LAIN PADA
PT. SIBA PRIMA UTAMA FEED MILL
TAHUN 2016
Berikut merupakan daftar bukti potong
pajak penghasilan pasal 23 tahun 2016 PT.
Siba Prima Utama Feed Mill.
INTERNAL

Analisis & Pembahasan


Berdasarkan tabel di atas terdapat kesalahan PT. Siba Prima Utama Feed Mill dalam
mengenakan pajak penghasilan pasal 23 atas transaksi yang terjadi, hal ini diuraikan dalam
aturan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 dan UU Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 mewajibkan setiap perusahaan sebagai wajib pajak untuk melakukan pemotongan PPh 23
dari jenis jasa lain lain berdasarkan bruto yaitu yang dimaksud dengan jumlah bruto
sebagaimana dimaksud adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap.
Dengan dasar ini dapat diartikan bahwa subyek pengenaan PPh pasal 23 atas jasa lain lain
adalah wajib pajak badan dalam negeri bukan termasuk wajib pajak orang pribadi.
INTERNAL

Analisis & Pembahasan

Atas pengenaan PPh Pasal 23 terhadap PT. Sejahtera Abadi Santosa, PT. Kapak Mas
Magelang, PT. Sadar Jaya Transindo, PT. Angkasa Karya Sejahtera dan PT. Bramson
Jaya Santoso sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Kemudian
untuk pengenaan terhadap Bp. Maryadi dan Bp. Denny Yoananta atas penggunaan
jasa lain lain terhadap mereka tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan karena
wajib pajak orang pribadi bukan termasuk dalam subyek Pajak PPh 23.
Dengan hal ini maka perhitungan PPh Pasal 23 PT. Siba Prima Utama Feed Mill juga
terjadi kesalahan, karena kesalahan dalam pengenaan membuat nilai yang
dibayarkan menjadi tidak sesuai. lam objek PPh Pasal 23 atas jasa lain lain.
INTERNAL

Sengketa Penerapan Tarif PPh Pasal 26

Nomor Putusan: PUT-002013.35/2018/PP/M.VB Tahun 2019


Jenis Pajak: PPh Pasal 26
Tahun Pajak: 2018
Pokok sengketa:

KRONOLOGI  Nilai Sengeketa adalah koreksi atas tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 26: menurut
Terbanding 20%, sedangkan menurut Pemohon Banding 10%. Dasar pengenaan
S pajak (DPP) Pajak Penghasilan Final Pasal 26 adalah Rp1.144.417.595.
 Sehingga jumlah Pajak Penghasilan Final Pasal 26 terutang adalah sebagai berikut: PPh
Pasal 26 Final menurut Terbanding Rp228.883.518, sementara menurut Pemohon
Banding Rp114.441.759. Jumlah koreksi Rp114.441.759 tidak disetujui Pemohon
Banding.
Terbanding: Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua, Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus.
Pemohon Banding: Wajib pajak badan.
INTERNAL

Pendapat Pihak yang Bersengketa

 Pendapat Terbanding (DJP)


Berdasarkan penelitian atas laporan hasil pemeriksaan pajak No.
LAP00300/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2017 tanggal 27 April 2017 dan surat keberatan Pemohon Banding,
diketahui bahwa Pemohon Banding tidak meminjamkan dokumen asli SKD (Surat Keterangan
Domisili), yaitu hanya melampirkan fotokopi SKD yang tidak dilegalisir.
Selain itu pada saat pelaporan SPT PPh Pasal 26 Masa Des 2015, pemohon banding tidak melampirkan
legalisasi fotokopi SKD yang masih berlaku, sedangkan PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan tarif
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty.

Maka berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah
dengan PER-24/PJ/2010, SKD yang dilampirkan Pemohon Banding pada proses permohonan
keberatan tidak memenuhi persyaratan administrasi penerapan P3B Indonesia – Inggris, karena:
 SKD tidak dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua.
 SKD tidak disampaikan dan dilampirkan pada pelaporan SPT Masa PPh 26 Masa Pajak Desember 2015
Dengan demikian, untuk perhitungan PPh Pasal 26 masa Desember 2015, Pemohon Banding tidak
dapat menggunakan penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B Indonesia – Inggris.
Karena itu, atas obyek PPh Pasal 26 dikenakan tarif sebesar 20% sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU No. 36 Tahun 2008.
INTERNAL

Pendapat Pihak yang Bersengketa

 Pendapat Pemohon Banding (WP Badan)


Pada tahun pajak 2011, 2012, 2013 dan 2014, Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal
Asing Dua melakukan Pemeriksaan Pajak Lengkap dan Lapangan kepada Pemohon Banding.
Setiap tahun pemohon banding juga melakukan pembayaran jasa ke Pandrol Limited dan
selalu melaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 26 dan mengenakan PPh Pasal 26 dengan tarif
10%.
Dalam pemeriksaan-pemeriksaan pajak sebelum pemeriksaan pajak tahun 2015, Kantor
Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua tidak pernah melakukan koreksi atas tarif PPh
Pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran jasa ke Pandrol Limited.
Dalam tahun pajak 2016 pun, Pemohon Banding mempunyai transaksi pembayaran jasa
kepada Pandrol Limited dan selalu melaporkan PPh Pasal 26 yang terutang sesuai tarif pajak
di P3B Indonesia – Inggris.
Sedangkan ketidakmampuan WP menunjukkan SKD adalah akibat keterlambatan pihak
Pandrol Limited memberikan asli SKD kepada Pemohon Banding, dikarenakan masih dalam
proses pengurusan penerbitan SKD dari competent authority di Inggris dan belum mampu
memberikan asli SKD kepada Pemohon Banding.
INTERNAL

Keputusan Pertimbangan Mahkamah Agung

Dalam persidangan, Pemohon Banding telah menunjukkan asli dokumen


berupa Certificate of UK Residence atau Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan
oleh HM Revenue & Customs yang mencantumkan keterangan mengenai Pandrol Limited
dengan Tax ID Number 11790 31435 yang beralamat di Osprey House, 63 Station Road,
Addlestone, Surrey KT15 2AR.
SKD tersebut ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yaitu Officer of HMRC pada 8
September 2017. Maka Majelis Hakim mengabulkan seluruhnya banding Pemohon
Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
01892/KEB/WPJ.07/2017 tanggal 04 Desember 2017, tentang Keberatan Wajib Pajak atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Masa Pajak
Desember 2015 Nomor 00013/245/15/055/17 tanggal 5 Mei 2017, atas nama: Pemohon
Banding, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut:
 Dasar pengenaan pajak (DPP) Rp1.144.417.595.
 Pajak Penghasilan terutang Rp114.441.759.
 Karedit pajak Rp114.441.759.
 Jumlah PPh yang masih harus/(lebih) bayar Rp0.
INTERNAL

Analisis & Pembahasan


Dalam kasus Sengketa Penerapan Tarif PPh Pasal 26 tersebut Menurut Terbanding, Pemohon Banding
tidak memenuhi syarat administrasi, yaitu Surat Keterangan Domisili (SKD) untuk mendapatkan fasilitas
P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) Indonesia – Inggris, sehingga dikenakan tarif Pajak PPh
Pasal 26 sebesar 20%. Menurut Terbanding, besaran PPh Pasal 26 Final Pemohon Banding adalah
Rp228.883.518.
Namun dalam persidangan, Pemohon Banding dapat menunjukkan SKD asli, sehingga Pemohon
Banding dapat dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 10% sesuai dengan fasilitas P3B Indonesia –
Inggris. Menurut Pemohon Banding, besaran PPh Pasal 26 Final adalah Rp 114.441.759.
Berdasarkan PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda,
pemungut/pemotong pajak dapat memungut/memotong pajak sesuai dengan ketentuan dalam P3B,
salah satu syaratnya adalah Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya.
Dalam kasus ini Pemohon Banding (WP Badan) sudah berhasil menunjukkan dokumen asli SKD kepada
kepada otoritas Pajak, maka WP Badan tersebut dapat menggunakan tari PPh Pasal 26 sesuai Tax
Treaty antara Indonesia – Inggris.
INTERNAL

KESIMPULAN

 PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu, baik
milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-
impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015,
pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi
wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
PPH
Pasal
 PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
22
‘menguntungkan’, karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan
maupun pembelian.

 Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara
0,25%-1,5%.
INTERNAL

 Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari
wajib pajak saat terjadinya transaksi.
PPH
Pasal
23  Transaksi yang dimaksud di atas meliputi transaksi dividen, royalti, bunga, hadiah
dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset
selain tanah atau transfer bangunan atau jasa.
INTERNAL

 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong


PPH atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau
Pasal diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT)
26 di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
INTERNAL

SARAN

 Terus menjaga kepatuhan dalam melaksanakan


kewajiban perpajakan agar terhindar dari segala
jenis sanksi perpajakan dan tidak merugikan
Negara.
INTERNAL

Terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai