Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERPAJAKAN

PPH PASAL 22

NAMA ANGGOTA:
 Aulia Friska F (184030045)
 Dede sunaiah (1834030034)
 Nimade yulia P (1834030031)
 Shiva dewanti N (1834030053)

2019
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PPH PASAL
22’’.Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Kami berterima kasih kepada ibu Dr. Riris Rotua Sitorus, SE.,
M.Akt., Ak. selaku dosen mata kuliah teresebut. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun kami sangat berharap demi sempurnanya makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi teman teman dan
para pembaca semoga bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, 08 Oktober 2019


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah atau


penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan
itu salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya.
Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu
masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Pajak
adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan
digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari
pajak secara langsung. Pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan
untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana
pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena
dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara
lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pasal
22 Undang-undang Pajak Penghasilan, selanjutnya diikuti dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 berlaku sejak 31
Agustus 2010.

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pajak penghasilan pasal 22 (PPH pasal 22)

PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas


pembelian barang, impor barang dan pembelian / penjualan barang di
bidang usaha tertentu
Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak
dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban
pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya
kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan
kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka
memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak


Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak
dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh
Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti
PPh 21 atau pun PPh 23.Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan
terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”,
sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima
keuntungan dari perdagangan tersebut.Karena itulah, PPh Pasal 22
dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.

B. Pemungut PPH pasal 22

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5%


dari pembelian adalah:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai


(DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang meliputi:
o PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi
Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya
(Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
o Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas
tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut


PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,


industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi,
atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi
dengan industri antara dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
 mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan; dan
 menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015,
pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib
pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.

C. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal


22:

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang


berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan
Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:

 yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea


masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor
atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor
(EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena
pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana
mestinya;
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6
Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana
diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988
Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
 berupa kiriman hadiah;
 untuk tujuan keilmuan.

3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada


belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp
2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.

D. Tarif PPH pasal 22

1. Atas impor:
 yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x
nilai impor;
 non-API = 7,5% x nilai impor;
 yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara


Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak
termasuk PPN dan tidak final.)

3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan


Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor


dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian
(tidak termasuk PPN)

5. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.

6. Atas penjualan barang yang sangat mewah


 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp
20.000.000.000,-
 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas
bangunan lebih dari 500 m2.
 Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau
luas bangunan lebih dari 400 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang
dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,-
(lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN
dan PPnBM.

E. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22

1. PPh Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan


dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka
PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).
2. Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal Anggaran,
Bendaharawan PPh Pemerintah Pusat/ Daerah, BUMN/D, yang
dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah, terutang dan
dipungut pada setiap dilakukan pembayaran.
3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri
rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dipungut pada saat
penjualan.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan
badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar
minyak jenis premix dan gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur,
agen, atau pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran
Barang (Delivery Order) ditebus;
5. PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh
Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur, grosir,sebelum Surat
Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.

F. Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal


22

1. Atas Impor
1. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh
importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
2. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut
dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti


Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :

 Lembar pertama untuk pembeli;


 Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
 Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan


PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-
bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya
tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-
lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir.

2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah


Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan
pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank
persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran,
dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang
telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak.
Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari
setelah Masa Pajak berakhir.
3. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok,
kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
o Lembar pertama untuk pembeli;
o Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan.

Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif


pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas
bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan
dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa


selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.

4. PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil


produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan
usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung
terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib
Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat
Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan
menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-


lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir

G. Cara Menghitung PPh Pasal 22

Pada 20 Februari 2015, Bendahara membeli 4 (empat) printer dari PT


Super Komputindo (NPWP/NPPKP 01.222.355.5-063.000) dengan
harga beli Rp22.000.000 (harga termasuk PPN).

Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:

Pemungutan PPh

 Harga pembelian = 22.000.000

 Dasar Pengenaan Pajak = 20.000.000 (100/110 X 22.000.000)

 PPh Pasal 22 (1,5% x 20.000.000) = 300.000

Pemungutan PPN:

 Dasar Pengenaan Pajak = 20.000.000

 PPN (10% x 20.000.000) = 2.000.000

Kewajiban Bendahara
 Melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi
dengan data Wajib Pajak PT Super Komputerindo.

 Menyetorkan PPh Pasal 22 dan PPN.

1. Atas impor

PT ABC adalah importir dan memiliki API. Pada bulan Januari 2011
melakukan impor dari Singapura dengan rincian: Cost $ 120,000,
Insurance $ 5.000, Freight $ 4,500. Bea Masuk atas impor ini 10%
dan Bea Masuk Tambahan 5%. Jika kurs Menteri Keuangan 1 $ =
Rp PPh Pasal 22 yang terhutang yang harus dibayar oleh PT ABC
adalah:

2. Atas pembelian barang bendaharawan

Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan


peralatan kantor lain dari PT Furniture senilai Rp (termasuk PPN
10%). PPh 22 yang harus dipungut oleh bendaharawan Dinas
Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.00
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp 3.000.000 ,-

3. Atas penjualan semen,kertas,baja,otomotif

-PT. SEMEN TIGA RODA MENJUAL ZAK SEMEN KEPADA CV


PENYALUR DENGAN HARGA RP 25.000 /ZAK. PPh Pasal 22
DIPUNGUT OLEH PT SEMEN TIGA RODA :
10.000 x 0,25% x Rp 25.000 = Rp 625.000

-PT BLUE BIRD membeli 50 buah sedan langsung dari industri


mobil PT INDOMOTOR dengan total harga Rp 10 milyar termasuk
PPN dan PPn BM. Misalnya, tarif PPnBM atas penjulan sedan
sebesar Rp 25%.
PPh pasal 22 Badan Industri (otomotif) = (Rp10 milyar : 1,35%)
x 0,45% = Rp33.333.333,00.

4. Atas ekspor barang

PT. KOPI TUBRUK (INDUSTRI/PENGOLAHAN ) BIJI KOPI UNTUK


TUJUAN EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI, MEMBELI 5
TON BIJI KOPI MENTAH DARI TJIK MAHMUD (PEDAGANG
PENGUMPUL) DENGAN HARGA Rp 200.000.00

PERHITUNGAN PPh Psl 22 YANG DIPUNGUT OLEH PT. KOPI


TUBRUK KEPADA TUAN MAHMUD = 0,25% x Rp 200.000.000 =
Rp 500.000(KREDIT PAJAK) BAGI TUAN MAHMUD.

5. Atas penjualan barang mewah

PT. Wahana Indah membeli 1 buah kapal laut untuk menambah


armada kapal wisata mewah dari PT Lautan Luas. Harga jual
include PPN adalah Rp. 11 Milyar. PPh Pasal 22 atas transaksi
penjualan barang mewah ini adalah:

-Harga jual tanpa PPN = Rp 11.000.000 /1.1 = Rp 10.000.000


-PPh pasal 22 terhutang = Rp 10.000.000 x 5% = Rp
500.000.000
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

PPh pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun


berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan
dengan impor barang / jasa, pembelian barang dengan menggunakan
dana APBN/APBD dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat
mewah. Pph pasal 22 merupakan pembayaran pph dalam tahun berjalaan
yang di pungut oleh :
a. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah , industry atau
lembaga pemerintah dan lembaga lembaaga negar lainnya sehubungan
dengan pembayaran ats penyerahan barang.
b. Bahan bahan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta
berkenan dengan kegiatan di bidng impor atau kegiatan usaha dibidang
lainnya.
c. Wajib pajak badan yang melakukan penjuaan barang yang tergolong
sangat mewah.
Daftar pustaka

-https://www.finansialku.com/pph-pasal-22-pajak-penghasilan/

-https://www.pajak.go.id/id/pph-pasal-22

-https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22

-https://www.cermati.com/artikel/tarif-dan-perhitungan-pph-pasal-22-
yang-pengusaha-wajib-tahu

-https://www.academia.edu/8697787/Makalah_PPh_Pasal_22

Anda mungkin juga menyukai