Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MOUDYA OKTAVIANA DEWI KUIS 2

NIM : 211011200252
KELAS : 04SAKM001

TUGAS MATKUL PERPAJAKAN 2


DOSEN PENGAMPU : RANANDA SEPTANTA S.E, M.Ak

1. Jelaskan mekanisme pemungutan ppn berdasarkan pasal 9 dan 13 UU PPN 1984?


Tata cara pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara umum sesuai Pasal 9 dan Pasal 13
UU PPN 1984 adalah apabila terjadi penyerahan BKP/JKP maka pihak yang melakukan
penyerahan BKP/JKP harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang
selanjutnya menyetorkan PPN yang dipungutnya ke negara.

2. Jelaskan mekanisme pemungutan PPN berdasarkan pasal 16 A?


1. Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak
kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut
Pajak Pertambahan Nilai.
2. Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh pemungut Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan keputusan Menteri Keuangan.

3. Jelaskan metode additional methode dalam Pajak Pertambahan Nilai?


Berdasarkan metode ini, PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan
dengan tarif PPN yang berlaku. Jumlah PPN terutang langsung dihitung dari penjumlahan unsur-
unsur nilai tambah. Kelemahan dalam metode ini adalah menuntut setiap pengusaha memiliki
pembukuan yang dikerjakan dengan tertib serta akurat mengenai biaya yang dikeluarkan dan laba
yang diharapkan dari masing-masing barang produksi atau barang dagangan.

4. Jelaskan metode subtraction methode dalam Pajak Pertambahan Nilai?


Berdasarkan metode ini, PPN yang terutang dihitung dari selisih antara harga penjualan dengan
harga pembelian, dikalikan tarif pajak yang berlaku.
Contoh:
Harga Jual = 100.000
harga Beli = 85.000
Selisih/Nilai Tambah = 15.000
PPN = tarif x Nilai tambah
= 10% x 15.000 = 1,500
Metode ini tidak memperhatikan apakah dalam harga beli barang tersebut terdapat bahan baku yang
diambil langsung dari sumbernya yang merupakan unsur yang tidak terutang PPN, dan faktor inilah
yang membedakan antara Subtraction Method dengan Indirect Method.
5. Jelaskan metode indirect subtraction methode dalam pajak pertambahan nilai?
Metode ini hampir sama dengan Subtraction Method. Hanya bedanya dalam Credit Method yang
dicari adalah selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada
saat penjualan, dan bukan sekedar selisih antara harga jual dengan harga beli. Jadi PPN terutang
merupakan pengurangan antara PPN yang dipungut oleh pengusaha saat melakukan penjualan
dengan PPN yang dibayarkan pada saat melakukan pembelian.

6. Jelaskan yang dimaksud PPH Pasal 22?


Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 merupakan bentuk
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan
dengan kegiatan perdagangan barang. Pajak ini dikenakan pada bendahara atau badan-badan
tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor.

7. Jelaskan subjek PPH Pasal 22?


1. Wajib Pajak Badan Pemungut PPh 22, antara lain:
 Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang.
 Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang.
 Bendahara pengeluaran berkenaan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP).
 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS)
 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
 Industri dan eksportir sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan atas
pembelian dari pedagang pengumpul.
 Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.

2. Perusahaan Swasta, diantaranya:


 Badan usaha industri semen, otomotif, kertas, baja, dan industri farmasi atas penjualan di
dalam negeri.
 Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor atas penjualannya di dalam negeri.
 Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualannya di dalam
negeri.
 Badan usaha industri baja yang merupakan industri hulu.
 Pedagang pengumpul hasil kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang
menjualnya ke badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor tersebut.
 Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
8. Jelaskan objek PPH Pasal 22?
Objek PPh Pasal 22 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:
 Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral
bukan logam yang dilakukan oleh eksportir.
 Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
 Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan
oleh bendahara pengeluaran.
 Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi
oleh KPA.
 Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya
BUMN (Badan Usaha Milik Negara); diatur dalam pasal 22 E.
 Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri
hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
 Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),
Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
 Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir.
 Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau
ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan.
 Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan; diatur
dalam pasal 22 ayat 1.
- Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
- Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.
- Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30 miliar
atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Apartemen, kondominium dan sejenisnya, harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30
miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenis, dengan
harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
- Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau dengan
kapasitas silinder lebih dari 250cc.
9. Jelaskan mekanisme pemungutan PPH Pasal 22?
1) PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran oleh KPP Pratama/ KPPN atau
Bendahara atau penyerahan barang oleh Wajib Pajak.
(2) PPh Pasal 22 yang pemungutnya dilakukan oleh Bendahara harus disetor pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara.

10. Jelaskan yang dikecualikan PPH Pasal 22?


Berikut ini pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, sebagai berikut.

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan


perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat
Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:


a. yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut
dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor
(EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar
bea masuk sebagaimana mestinya;
b. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang
Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26
tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
c. berupa kiriman hadiah
d. untuk tujuan keilmuan.

3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang
meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000 (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).

4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos, dan telepon.

Anda mungkin juga menyukai