Anda di halaman 1dari 15

AKUNTANSI PERPAJAKAN

“ PAJAK PENGHASILAN (PPh) 22”

OLEH:

KELAS : VI/A

1. KADEK AYU DIANA PRASANTI NIM. 1517011034


2. AYU AGUSTINA INDRA YANTI NIM. 1517011035
3. NI MADE BUDI ASMINI NIM. 1517011086
4. NI LUH CANDRA DEWI NIM. 1517011103

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

TAHUN AJARAN 2018

1
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

1) DASAR ATURAN
A. Pengertian PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) ini dimaksudkan pajak yang
dipungut atas transaksi pembelian yang dananya bersumber dari
APBN/APBD dan transaksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga atau
badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan di bidang usaha lain. Pemungutan
PPh Pasal 22 ini dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan peran serta
masyarakat dalam mengumpulkan dana melalui system pembayaran pajak
dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan dan pengenaan pajak yang
tepat waktu. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemungutan PPh Pasal
22 ini dapat bersifat final. Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36
tahun 2008, Pajak Penghasilan (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan
atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdangangan barang.
PPh Pasal 22 Merupakan pembanyaran Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan yang dipungut oleh :
1. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintahan Pusat,
Pemerintahan Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan
lembaga-lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah
pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta,
berkenan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain
otomotif dan semen.
3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak
oleh Wajib pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap
pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang
yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya

2
maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah,
apartemen dan kondominum sangat mewah serta, kendaraan sangat
mewah.

Untuk dapat memperbesar jumlah kredit pajak penghasilan dan


memperingan pembayaran pajak sekaligus pada saat perolehan atau
penerimaan penghasilan, Pasal 22 UU PPh 1984 memberikan kewenangan
kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk badan-badan tertentu, selain
bendaharawan pemerintah, untuk memungut pajak dari wajib pajak yang
melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. PPh
Pasal 22 dipungut dari potensi penghasilan, besarnya jumlah pungutan
(istilah pungutan dipakai untuk membedakan dari potongan pajak yang
berarti pengurangan jumlah penghasilan bruto yang diterimakan) didasarkan
atas prakiraan penghasilan yang akan diperolah dari adanya aktivitas
tersebut.

B. Pemungut Pajak PPh Pasal 22 adalah :


1. Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Direktorat Jendral Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di
tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran
atas pembelian barang
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang
melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja
Negara (APBN)
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahann Pengelola Aset (PPA), Perum
Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia
(Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia,
PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari
APBN maupun non-APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industry semen,
industry kertas, industry baja, dan industry otomotif, yang ditunjuk oleh

3
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri.
6. Produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industry dan eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur
Jendral Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry
atau ekpor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.

C. Objek Pemungutan PPh Pasal 22

Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas :


1. Atas impor
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) yaitu 2,5%
x nilai impor.
b. Non-API yaitu 7,5% x nilai impor
c. Yang tidak dikuasai yaitu 7,5% x harga jual lelang
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara
pemerintah, BUMN/BUMD
Sebesar 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak
final).
3. Atas penjualan hasil produksi
a. 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
untuk penjualan kepada SPBU Pertamina. 0,3% dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai kepada SPBU bukan
Pertamina dan Non-SPBU.
b. 0,3% untuk bahan bakar gas dari penjualan tidak termasuk PPN.
c. 0,3% untuk pelumas dari penjualan tidak termasuk PPN.
4. Atas penjualan hasil produksi
a. Penjual kertas di dalam negeri sebesar 0,1% dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

4
b. Penjual semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari
dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor di dalam negeri
sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
d. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari
tarif PPh Pasal 22.
6. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dimaksud
barang yang tergolong snagat mewah adalah :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp.
20.000.000.000
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000 dan luas bangunan
lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi)
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000 dan luas
bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi)
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang
dari 10 orang barupa sedan, jeep, sport utility vehicle ( SUV),
multipurpose vehicle (MPV) minibus dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari rp 5.000.000.000 dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.

D. Objek Pemungutan yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22


adalah :
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas

5
(SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jendral Pajak.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk :
a) Barang perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
b) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
social, atau kebudayaan.
c) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum.
d) Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan
terdaftar pada apaemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
e) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
f) Barang untuk keperluan khusus netra dan penyandang cacat
laiinya.
g) Barang pindahan
h) Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabeab dan jumlah
tertentu.
i) Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN)
j) Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto
udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk dieskpor kembali.
4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakan minyak, listrik, gas air
minum/ PDAM dan benda-benda pos.

6
6. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan
barang-barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian
ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Diretktrur Jendral Pajak.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
8. Impor kembali (re-impor), yang melipuri barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pemeblian gabah dan/atau beras oleh BULOG.

E. Perencanaan Pajak atas PPh Pasal 22


1. Aspek Formal/ Administratif :
a) Pahami Jenis Transaksi yang menjadi Objek PPh 22.
b) Posisi sebagai pemungut atau dipungut pihak lain.
c) Dipahami dan dipertegas kontrak kerja atau perjanjian dengan
lawan transaksi.
d) Indentitas Lawan Transaksi, khususnya NPWP Lawan, riff
menjadi lebih besar 100%
e) Manfaatkan fasilitas SKB (Surat keterangan Bebas) PPh 22 jika
diperlukan.
f) Buat Kertas Kerja PPh 22, dokumentasi SSP/SSPC dengan baik
sebagai dasar equalisasi dengan PPh Badan.
g) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan baik.
h) Pahami Saat terungnya PPh 22 dan merupakan bagian dari SPT
Masa.
i) Lakukan Pembayaran PPh 22 yang terutang sebelum jatuh
tempo. (Menghidari sanksi bunga berdasarkan pasal 9 ayat 2a)
j) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa tepat Waktu.
k) Lakukan Equalisasi PPh 22 dengan PPh Badan serta PPN masa.

7
2. Aspek Material
Dipungut Pihak lain/Penerima Penghasilan objek PPh 22. :
a) Pahami Transaksi yang menjadi Objek PPh 22 beserta tarifnya.
b) Teliti denga baik besaran tariff atau Dasar Pengenaan Pajak
yang dipungut pihak lain.
c) Teliti dengan baik nilai SSP/SSPC PPh 22 dan Kode
MAPnya,karena sering terjadi kesalahan Kode MAP atau SSP
fiktif.
d) PPh 22 yang dipungut pihak lain merupakan kredit pajak.
e) Apabila perusahaan dalam kondisi rugi fiscal dan memenuhi
syarat sebagaimana yang dimaksudkan pada pasal 1 ayat 1 dan
pasal 3 PER 1/PJ/2011, manfaatkan fasilitas SKB tersebut
dengan baik, sehingga tidak menimbulkan lebih bayar.
1. Sebagai Pemungut PPh 22 :
a) Pahami transakti yang akan dibebankan sebagai objek PPh 22
beserta tarifnya.
b) Lakukan pemungutan dengan tariff yang tepat apabila lawn
transaksi tidak memiliki NPWP, gunakan tariff 100% lebih
besar.
c) Tentukan dasar pengenaan pajak (DPP) PPh 22 dengan tepat,
d) Dokumentasi SKB asli yang diberikan oleh lawan transaksi,
untuk membebaskan pemungutan PPh 22 menjadi nihil

2) PERHITUNGAN PPH PASAL 22


A. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor Barang
Besarnya PPh pasal 22 atas impor :
1. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), dengan tarif
pemungutan sebesar 2,5 % dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor

8
2. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), dengan tarif
pemungutan sebesar 7,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor

B. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang yang Dibiayai


dengan APBN/APBD
Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja
daerah dikenakan pemungutan PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga
pembelian.

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian


Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah :
1. Pembayran atas penyerhana barang (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp. 1.000.000
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/ PDAM, dan benda-benda pos
3. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.

C. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi


Industri Otomatif di Dalam Negeri
Besarnya PPh pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor
beroda dua atau lebih di dalam negeri adalah sebesar 0,45% dari dasar
pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor

Penjualan kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pemungutan PPh


Pasal 22 atas indsutri otomatif ini adalah penjualan kendaran bermotor
kepada :
1. Instansi pemerintah
2. Korp diplomatic

9
3. Bukan Subjek Pajak

D. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi


Indsutri Rokok di Dalam Negeri
Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry rokok pada
penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita
cukai) bersifat final.

PPh Pasal 22 (final) = 0,15% x Harga Bandrol


E. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil produksi
Indsutri Kertas di Dalam Negeri
Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh indsutri kertas pada saat
penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN


F. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi
Industri Semen di Dalam Negeri
Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry semen pada saat
penjualan semen di dalam neeri adalah 0,25% dari dasar Pengenaan Pajak
(DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,25% x DPP PPN

G. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Bahan-bahan untuk


Keperluan Industri atau Ekspor oleh Indsutri yang Bergerak Dalam
Sektor Perhutanan, Pertanian, dan Perikanan dari Pedagang
Pengumpul.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh indsutri atau eksportir
yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak adalah sebesar 0,25%
(nol karena dua puluh lima persen) dari harga pemeblian tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,25% x Harga Pembelian


10
H. Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh Pertamina dan
Badan Usaha Selain Pertamina
Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan
usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jensi
premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sebagai
berikut :
1. Atas penebusan premium solar, premix/super TT oleh SPBU
swastanisasi adalah 0,35 dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU


Pertamina adalah 0,25% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan


3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari
penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

Catatan :
Pemungutan PPh pasal 22 ini bersifat final atas penyerahan.penjualan
hasil produksi kepada penyalur/agennya. Sedangkan penjualan kepada
pembeli lainnya (misalnya pabrikan) pemungutannya tidak bersifat
final, sehingga PPh psal 22-nya dapat diperhitungkan sebagai kredit
pajak.

I. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang yang


Tergolong Sangat Mewah
Besarnya PPh psal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
adalah sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBm)

PPh Pasal 22 = 5% x harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM

11
Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut terhadap Wajib Pajak yang
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada
tariff yang diterpkan Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dibuktikan
oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan menunjukkan kartu Nomor Pokok
Wajib Pajak.

3) STUDY KASUS DAN PENCATATANNYA DALAM AKUNTANSI PPh


PASAL 22

Pemungutan Phh Pasal 22 sebagaimana telah diuraikan di atas terlihat


bahwa dipungut dari penghasilan yang terdapat pada transaksi impor atau
kegiatan lainnya. Oleh karena itulah besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut
didasarkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh dari aktivitas.
Secara akuntansi tidak terdapat perbedaan dalam melakukan pencatatan
transaksi tersebut. Sebagai contoh, PT Wahana adalah distributor tunggal
semen Tiga Roda menjual semen seharga Rp 4000.000.000,00 kepada Pt
sarana jaya secara tunai. Tarif PPh Pasal 22 sebesa r0,25% dari Pasar
Pengenaan Pajak (DPP) PPN.

Ayat jurnal yang disusun oleh PT Wahana (Pihak Pemungut) adalah

1. Saat terjadi transaksi


Kas dan Bank Rp 401.000.000
PPh Pasal 22 terutang Rp 1.000.000
Penjualan Rp 400.000.000

2. Saat penyetoran PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 terutang Rp 1.000.000
Kas dan Bank Rp 1.000.000

12
Ayat jurnal yang disusun oleh PT. Sarana (pihak yang dipungut)
1. Saat membeli barang
Pembelian Rp 400.000.000
PPh Pasal 22 terutang Rp 1.000.000
Kas dan Bank Rp401.000.000

2. Saat pengkreditan pajak


PPh Pasal 22 Rp 1.000.000
PPh Pasal 22 terutang Rp 1.000.000
Apabila dalam transaksi lainnya ternyata PPh Pasal 22 bersifat final, maka
pencatatan dala akun PPh Pasal 22 tampak dari pihak pemungut. Contoh diatas
terlihat bahwa pengenaan PPh Pasal 22 bersifat tidak final. Ayat jurnal yang
dibuat pihak pemungut seperti membeli barang dari luar negeri, misalkan PT
Sejahtera mengimpor bahan baku dari Malaysia seharga US1.100. nilai kurs
Bank pada saat transaksi US1,00=Rp9.200,00. Nilai kurs pajak saat itu adalah
US1,00=Rp9,000,00, maka perhitungan pajaknya adalah:

PPN impor = 100/110 x Rp 9.900.000 = Rp 900.000


PPh Pasal 22 = 2,5 % x Rp 9.900.000 =Rp 247.500
Sedangkan ayat jurnal yang dicatat Pt. Sejahtera adalah :

Pembelian Rp 9.000.000
PPn impor Rp 900.000
Utang PPh Pasal 22 Rp 247.500
Utang usaha Rp 9.652.500

13
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2011.Perpajakan : Edisi Revisi. Yogyakarta: CV Andi Offset

Gunadi. 2005. Akuntansi Pajak.. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana

Suprianto Edy. 2011. Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Yasa, I Nyoman Putra. 2015. Buku Ajar Perpajakan: Pengantar & Konsep.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha

Waluyo. 2008. Akutansi Pajak : Edisi 4. Jakarta Selatan: Salemba Empat

14
SOAL PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG

 
PT KIA Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA adalah importir
mobilyang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50
mobil, dengan hargafaktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut
yang berkaitan dengan impor mobiltersebut masing-masing adalah $3.000 dan
$7.000. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motorssebesar 5% dari CIF dan
bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat ituditetapkan oleh
Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang
harusdibayar?

Harga faktur : 50 unit x $10.000 $500.000


Biaya asuransi $ 3.000
Biaya angkut $ 7.000
-------------- +
CIF $510.000
Bea masuk: 5% x $510.000 $ 25.500
Bea masuk tambahan:20% x $510.000 $102.000
------------- +
Nilai Impor $ 637.500 

Nilai Impor dalam rupiah:


$637.500 x Rp 9.000 = Rp 5.737.500.000

PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)


2,5% x Rp 5.737.500.000 = Rp 143.437.500

15

Anda mungkin juga menyukai