DISUSUN OLEH :
2022
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lain yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-
badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau
pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. Selanjutnya. pemotong/pemungut akan menyetor dan
melaporkan pajak yang telah dipotong/dipungut.
PEMUNGUT PAJAK
Pasal 22 ayat (1) UU PPh menyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan hal-
hal berikut ini:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang dan ekspor
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan
oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian
kerja sama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya.
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara lainnya atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yangdiberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas pembelian barang
kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
5. Badan usaha tertentu, meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki negara melalui penyertaan langsung dari kekayaan negara yang
dipisahkan
b. Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil restrukturisasi oleh Pemerintah
dan dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya;
c. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT
Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT
Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT
Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT
Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus,
PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah;
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi atas penjualan hasil produksi kepada
distributor di dalam negeri.
7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (ATM), dan
importir umum kendaraan bermotor atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri.
8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
9. Badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa
hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
10. Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan atas pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.
11. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri. 12. Wajib
Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
12. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Di bawah ini daftar barang yang tergolong sangat mewah berdasarkan Peraturan Dirjen
Pajak Nomor 19/PJ/2015.
Objek (penghasilan yang dikenakan pajak) PPh Pasal 22 adalah suatu kegiatan. Kegiatan yang
dimaksud meliputi impor barang, ekspor barang tertentu, penjualan barang tertentu, atau
penjualan kepada pembeli tertentu. Berikut kegiatan-kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22
(Objek PPh Pasal 22):
1. Impor barang. Impor barang dibedakan menjadi beberapa kelompok jenis barang dan
kepemilikan Angka Pengenal Impor (API) bagi importirnya. Pengelompokan tersebut
berpengaruh pada besarnya tarif (Lampiran PMK No. 110/PMK.10/2018).
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang
dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam
perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya.
3. Pembelian barang oleh:
a. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah. dan lembaga Negara lainnya;
b. Bendahara pengeluaran berkenan dengan pembayaran dengan mekanisme uang
persediaan (UP);
c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Membayar yang
diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berkaitan dengan pembelian
barang kepada pihak ketiga melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).
4. Pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk kegiatan usaha oleh badan usaha
tertentu, meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara:
b. Badan-badan tertentu, yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia
Gre PT Pupuk Kujang. PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda,
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT
Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT
Raj Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia
Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT
Tambang Timah, Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus,
PT Bank Syariah Mandin PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
5. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, industri farmasi.
6. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang
(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor
tidak termasuk alat berat.
7. Penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
8. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur yang dilakukan oleh
badan usaha industri atau eksportir.
9. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau usaha.
10. Penjualan emas batangan oleh pengusaha yang melakukan penjualan.
11. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan yang
melakukan penjualan barang tergolong sangat mewah.
Pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 dilakukan oleh dan dengan cara tertentu berdasarkan
transaksi atau kegiatan sebagai berikut:
No PEMUNGUTAN PENYETORAN
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas PPh disetor oleh importir yang bersangkutan atau Ditjen
impor barang Bea dan cukai melakui Pos Persepsi, Bank Divisa atau
Bank Persepsi menggunakan SPP, SSPCP yang berfungsi
sebagai bukti pemungutan pajak
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas PPh disetor oleh elsportir yang bersangkutan melalui Pos
ekspor komoditas tambang Persepsi bersangkutan melalui Pos Persepsi, Bank Divisi
batubara, mineral logam, dan Persepsi atau Bank Persepsi menggunakan SPP, SSPCP
mineral bukan logam. yang berfungsi sebagai bukti pemungutan pajak.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Wali disetor oleh pemungut ke kas Negara melalui Pos
Pemungut Pajak (Bendahara Persepsi, bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Pemerintah, KPA, Bendahara MenKeu menggunakan surat setoran pajak.
Pengeluaran, Pejabat Penerbit Pemungut pajak wajib menerbitkan bukti pemungutan
Surat Perintah Membayar atas pajak rangkap tiga (lembar pertama untuk WP, lembar
delegasi KPA) kedua untuk KPP sebagai lampiran SPT, lembar ketiga
sebagai arsip pemungut yang bersangkutan)
4. PPh Pasal 22 oleh : PPh wajib disetor oleh pemungut melalui Pos Persepsi,
a. Badan usaha tertentu Bank Divisa Persepsi atau Bank Persepsi menggunakan
meliputi BUMN dan SPP. Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti
badan usaha tertentu Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga.
yang dimiliki secara
langsung.
b. Badan usaha industry
tertentu.
c. ATPM, APM, dan
importir kendaraan
bermotor
d. Produsen dan importir
bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas
e. Badan usaha industry
atau eksportir yang
membeli bahan berupa
hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian,
peternakan, perikanan.
f. Badan usaha yang
melakukan pembelian
tambang batubara, dan
lain-lain.
g. Badan usaha yang
menjual emas Batangan
di dalam negeri.
SIFAT PEMUNGUTAN
Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan pajak bersifat final
artinya pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun
berjalan tersebut tidak dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir suatu tahun saat
pengisian SPT tahunan PPh. Sebaliknya, pemungutan pajak bersifat tidak final berarti pajak yang sudah
dipungut oleh pemungut atau dibayarkan dapat dikreditkan/diperhitungkan sebagai pembayaran pajak
penghasilan dalam tahun berjalan oleh WP yang dipungut.
Setiap kegiatan yang dipungut PPh Pasal 22 bersifat tidak final. Khusus untuk PPh Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas oleh produsen atau importir, pemungutan PPh
Pasal 22 bersifat final untuk penyerahan kepada penyalur atau agen, sedangkan bersifat tidak final untuk
penjualan kepada selain penyalur/agen.
Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 22 meliputi nilai impor, ekspor, dan harga beli atas
pembelian barang oleh instansi tertentu atau harga jual atas penjualan hasil produksi oleh usaha bidang
tertentu;
PPh Pasal 22 = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak
1. Badan pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk olep KPP sebagai
pemotong PPh Pasal 23, yaitu;
- Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT, kecuali camat, pengacara, konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas.
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
Berikut ini termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 (selanjutnya disebut wajib
pajak PPh Pasal 23).
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 (selanjutnya disebut Objek PPh Pasal 23) sesuai dengan
Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
1. dividen
2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jamina pengembalian
utang
3. royalty;
4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Pengha adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri orang pribad yang berasal
dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan Perbedaan
penghasilan berupa hadiah dan penghargaan yang dipotong PPh Pasal 21 dengan yang dipotong
PPh Pasal 23 adalah untuk PPh Pasal 23, Wajib Pajaknya bia Wajib Pajak dalam negeri orang
pribadi maupun Wajib Pajak dalam negeri badan, tetap untuk PPh Pasal 21 Wajib Pajaknya
adalah Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
huruf e UU PPh;
5. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh;
6. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 UU PPh.
Jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 (sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor
141/PMK.03/2015), meliputi:
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan Objek PPh
Pasal 23) sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu;
PPh Pasal 23 dihitung dengan mengalikan tarif dan jumlah bruto penghasilan, yang
diformulasikan sebagai berikut.
Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto penghasilan Jan bruto penghasilan
adalah jumlah dividen, bunga, royalti, hadiah penghargaan, b sewa, dan imbalan jasa lain. Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 PMK.03/2015, jumlah bruto imbalan jasa lain tidak termasuk
Pajak Pertambahan N Selain itu, jumlah bruto untuk imbalan lain ditentukan sebagai berikut;
1. Untuk jasa katering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah penghala dengan nama
dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya
2. Untuk jasa selain jasa katering, jumlah brut penghasilan adalah seluruh jumlah penghasilan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau
lah jatuh tempo pembayarannya, tidak termasuk poin-poin berikut;
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan
pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja
yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa. Hal ini berlaku
sepanjang disertai kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, dan pembayaran lain
berkaitan dengan pekerjaan.
b. Pembayaran kepada penyedia jasa stas pengadaan/pembelian barang atau material yang
terkait dengan jasa yang diberikan .
c. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkai jasa yang
diberikan oleh penyedia jasa.
d. Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimbursement atas biaya
yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa
bersangkutan
Pembayaran atas imbalan jasa harus disertai dengan bukti bukti meliputi kontrak kerja, daftar
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain, faktur pembayaran atas
pengadaan/pembelian barang atau material, faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian
secara tertulis, faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa
kepada pihak ketiga. Apabila tidak terdapat bukti tersebut, jumlah bruto penghasilan sebagai dasar PPh
Pasal 23 menjadi sebesar nilai kontrak/pembayaran tidak dikurangi dengan pembayaran kepada tenaga
kerja, pembelian material/bahan, dan pembayaran kepada pihak ketiga.
a. Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri persen) dikenakan tarif 20%
b. Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto obligasi yang diperdagangan di burss ein Indonesia
dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final.
c. Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari pengenaan P (bukan objek
pajak).
d. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan tarif 20% (dua pul persen)
bersifat final.
e. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan jumla tidak
melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikecualika dari pengenaan
PPh (bukan objek pajak).
f. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan jumla melebihi
Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikenakan tarif 10% (sepuluh persen)
bersifat final.
g. Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a sampai dengan f dikenakan tarif 15% (lima
belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).
a. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap
dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final.
b. Hadiah undian dikenakan tarif 25% bersifat final.
c. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dikenakan tarif Pasal 17 UU PPh
sesuai ketentuan PPh Pasal 21.
d. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan dikenakan tarif 15% (lima belas persen)
PPh Pasal 23.
1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran at pada akhir
bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan Hal yang dimaksud dengan saat terutangnya
penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak
sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat lambatnya tanggal
10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank persepsi
atau Kantor Pos Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-
lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau
badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi, artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan
yang merupakan Objek PPh Pasal 23. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan
terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal
23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang. PPh Pasal 23
dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
Pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri akan dapat dikreditkan, tetapi s syarat Wajib Pajak
menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jendera dengan dilampiri;
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menghitung total PPh terutang dalam tahun pajak
adalah menentukan jumlah penghasilan (baik penghasilan dari dalam maupun penghasilan dari luar
negeri) yang digunakan sebagai dasar untuk meng PPh tersebut. Untuk penghasilan yang berasal dari
luar negeri, berikut ini ke ketentuan atas penggabungan penghasilan tersebut;
Saat perolehan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan tersebut sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan, yaitu:
1. pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk menyampaikan S
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) badan usaha di luar negeri
untuk tahun pajak yang bersangkutan, atau;
2. jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, atau tidak ada kewajiban
penyampaian SPT PPh, saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun
pajak berakhir.
Dalam menentukan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang di luar
negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghalan sebagai berikut.
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya, maka sumber penghasilan adalah negara tempat
badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut berkedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak,
maka sumber penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar (atau dibebani bunga,
royalti, atau penggunaan harta) tersebut berada atau berkedudukan.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak, maka sumber
penghasilan adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, maka sumber
penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar (atau dibebani imbalan) tersebut
berada atau berkedudukan.
5. Penghasilan berupa bentuk usaha tetap, maka sumber penghasilan adalah negara tempat bentuk
usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri Berikut ini ketentuan tentang jumlah kredit pajak luar negeri
diperbolehkan.
1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap total PPh terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri tersebut. Pajak atas penghasilan yang
terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan usaha atau pekerjaan di
luar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak atas penghasilan yang dibayar di luar
negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri, seperti
bunga, dividen, royalti, sewa, dan sebagainya.
2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak
yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung
menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan Penghasilan Kena Pajak (PKP),
atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas PKP jika PKP lebih kecil dari
penghasilan luar negeri (menganut Metode Pengkreditan Pajak Terbatas atau Ordinary Credit
Method).
Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah
nilai terendah di antara tiga penghitungan berikut ini:
a. Total PPh terutang
b. Penghasilan neto luar negeri ÷ Penghasilan kena pajak x Total PPh terutang
c. PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri.
Terdapat kemungkinan terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan penghasilan
bertambah atau berkurang dan berakibat pada pajak atas penghasilan di luar negeri juga bertambah atau
berkurang. Apabila terjadi hal tersebut, dilakukan pembetulan SPT Tahunan PPh.
1. Apabila terjadi koreksii fiskal luar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan
luar negeri yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar
daripada yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar,
maka terdapat kemungkinan PPh terutang di Indonesia juga kurang dibayar.
2. 2. Apabila terjadi koreksi fiskal luar negeri yang menyebabkan adanya penurunan penghasilan
luar negeri yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil
daripada yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar,
maka terdapat kemungkinan PPh terutang di Indonesia juga kurang dibayar.