Anda di halaman 1dari 42

Akuntansi Pajak

Penghasilan
PPh Pasal 22
Muhammad Irvan Maulana, S.E., BKP., CTA.
A. Dasar Hukum
 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 7 tahun 1983
Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpu No 2 Tahun
2022
 Peraturan Menteri Keaungan No 41/PMK.010/2022 Tentang
Perubahan Atas PMK 34/PMK.010.2017 tetang pemungutan
Pajak Pengahasilan pasal 22 Sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahaan barang dan kegiatan dibidang
impor atau kegiatan usaha dibidang lain
 Peraturan Menteri Keaungan No 59/PMK.03/2022 tentang
perubahan atas PMK no. 231/PMK.03/2019 tentand tata cara
pendaftaran dan penghapusan nomor pokok wajib pajak,
pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena
pajak serta pemotongan dan/atau pemungutan, penyetoran
dan pelaporan pajak bagi instansi pemerintah
B. Pengertian Akuntansi Pajak
Penghasilan Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan
yung pemungutannya dilakukan oleh
bendaharawan atau badan usaha tertentu,
baik milih pemerintah maupun swasta yang
melakukan kegiatan ekspor dan impor serta
re-impor maupun kegiatan usaha lain.

Akuntansi PPh Pasal 22 adalah bagaimana


proses pencatatan transaksi kaitannya
dengan PPh Pasal 22.
Pasal 22 UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang “Perpu No 2 Tahun 2022”,
(1) Menteri Keuangan dapat menetapkan:
a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. iv)
(3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. iv)
Pihak yang berhak yang menjadi pemungut atas PPh Pasal 22 dapat dijabarkan lebih luas yaitu sebagai berikut:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:

1) PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero)
Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel
(Persero);

2) Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam,
dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk
industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
5. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 92/PMK.03/2019, pemerintah menambahkan pemungut
PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
C. Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai;
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam
kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian,
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
1) pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang jumlahnya paling banyak
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2) pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan Bank BUMN) yang
jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;
3) pembayaran untuk:
 pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
 pemakaian air dan listrik.
6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk
tujuan ekspor;
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).

Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud
pada point 2 di atas, tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar
0% (nol persen).

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 6 dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di atas dilakukan tanpa Surat Keterangan
Bebas (SKB).
Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor barang yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, atas impor sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal
Pajak.
D. Beberapa Barang yang Tergolong Mewah yang
Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2019 Peraturan Kementerian Keuangan
(PMK) tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib
Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong
Sangat Mewah di tetapkan dan diundangkan Tanggal 19 Juni 2019 :

Pasal 1
(1) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Barang Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi
b. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30.000.000.000,00
(tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m 2 (empat ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m 2 (seratus lima puluh
meter persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport
utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus, dan seJemsnya, dengan harga jual lebih
dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc; dan/ atau
f. kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.

(3) Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan batasan harga jual sehubungan dengan pembelian
barang yang tergolong sangat mewah, yaitu jumlah yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual.
Pasal 2
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) adalah se besar:
a. 1 % (satu persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN dan PPnBM) atas barang se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf
c dan huruf d;dan
b. 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN dan PPnBM) atas barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf
a, huruf b, huruf e dan huruf f.
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang
melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah .
E. Tarif PPh Pasal 22

Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:


1. Atas impor:
1) yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
2) non-API = 7,5% x nilai impor;
3) yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x
harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
1) Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
2) Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
3) Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4) Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1) Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final

 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar
umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha Pertamin
 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar
umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan
Pertamina
 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari Pertamina
maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina
 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas
 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai
impor.
7. Atas penjualan
1) Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
2) Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
3) Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
4) Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
5) Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih
dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and
Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
F. Saat Terutang PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari
pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean atas impor.

PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran dan
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usaha oleh BUMN tertentu dan Bank BUMN, terutang dan dipungut pada saat pembayaran.

PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi dan atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh ATPM, APM dan importir umum kendaraan bermotor terutang
dan dipungut pada saat penjualan.
PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas terutang dan dipungut
pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
G. Cara Penyetoran PPh Pasal 22

Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang
bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.

Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA, bendahara
pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
H. Kewajiban Pelaporan PPh Pasal 22
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.

Semua Pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh
dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut, kecuali atas penjualan bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pelumas oleh Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
kepada penyalur/agen.
I. Akuntansi PPh Pasal 22
1. Impor

Pada Tanggal 10 Januari 2022 PT. ABC mengimpor barang elektronik dari Taiwan Barang sampai di
pelabuhan belawan Tgl 2 Februari 2022, sebanyak 100 unit dengan harga US$ 100, Freight 10%,
Insurance 1% dari Nilai Cost dan Freight (CFR) dan bea masuk 10%. Pada saat itu kurs Kementrian
Keuangan yang berlaku Rp 15.000,-/$ Tgl 2 Februari 2022 dan kurs tengah BI tanggal 10 Januari 2022
Rp. 14,000,-/$, .
Berapakah bersarnya Pajak penghasilan yang harus dipungut oleh Dirjen Bea Cukai ? Karena Dirjen Bea
Cukai adalah salah satu badan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22. Jika PT. ABC
diasumsikan mempunyai API maka atas transaksi penjualan di atas harus dipungut PPh Pasal 22 sebesar 2,5 % dari
harga Jual sebelum dikenakan PPN 11%.
1. Perhitungan Harga Perolehan

No Keterangan
1 Cost = 100 Unit x 100 x Rp. 14,000 140,000,000

2 Freight = 10% x Rp. 140.000.000 14.000.000

3 Insurance = 1 % x ( Cost + Freight)


Insurance = 1 % x (Rp. 140.000.000 + RP. 14.000.000) 1.540.000

4 Total
155.540.000
2. Perhitungan Impor:

No Keterangan
1 Cost = 100 Unit x 100 x Rp. 15,000 150,000,000

2 Freight = 10% x Rp. 150.000.000 15.000.000

3 Insurance = 1 % x ( Cost + Freight)


Insurance = 1 % x (Rp. 150.000.000 + RP. 15.000.000) 1.650.000

4 Nilai Pabean = CIF (Cost + Insurance + Foreight)


Nilai Pabean = Rp. 150.000.000 + Rp. 1.650.000 + Rp. 166.650.000
15.000.000
No Keterangan
5 Bea Masuk = 10% x Nilai Pabean
Bea Masuk = 10% x Rp. 166.650.000 16.665.000

6 Nilai Impor = Nilai Pabean + Bea Masuk


Nilai Impor = Rp. 166.650.000 + Rp. 16.665.000 183.315.000

7 PPh Pasal 22 = 2,5% x RP. 183.315.000 4.582.875

8 PPN = 11% x Rp. 183.315.000 20.164.650

Jadi Total Pungutan yang harus dibayar adalah


(5+7+8) 41.412.525
Jurnal Transaksi
No Tgl
1 10/01/2022 Pembelian Impor 140.000.000
Asuransi Pembelian Impor 1.540.000
Biaya Pengangkutan Impor 14.000.000
Hutang Dagang 155.540.000

2 02/02/2022 Bea Masuk 16.665.000


PPh Pasal 22 (Diabayar Dimuka) 4.582.875
PPN Masukan 20.164.650
Kas /Bank 41.412.525
2. Penjualan ke Bendahara/Departemen Keuangan

Pada Tanggal 15 Februari 2022 PT. ABC menjual kepada Departemen Keuangan dengan Rincian :
10 Unit TV @ Rp. 5.000.000
5 Unit Infocus @ Rp. 2.000.000
5 Unit Speaker @ Rp. 1.0000.000
Biaya Jasa Pemasangan RP. 2.000.000,-
Departemen Keaungan Melunasi pembelian tersebut pada tanggal 20 Februari 2022
Berapakah Besarnya Pajak penghasilanyang harus dipungut Oleh Departemen Keuangan ?
Perhitungan :

No Keterangan Total harga


1 TV 10 x Rp. 5.000.000 50.000.000
Infocus 5 x Rp. 2.000.000 10.000.000
Speaker 5 x Rp. 1.000.000 5.000.000

Jumlah Harga Barang 65.000.000


Jasa Pemasangan 2.000.000
Total Harga Barang dan Jasa 67.000.000

2 PPh Pasal 22
1,5% x Rp. 65.000.000 975.000

3 PPh Pasal 23 Atas Jasa


2% x Rp. 2.000.000 40.000

Yang dibayarkan Departemen Keuangan


(1 – 2 – 3 ) 65.985.000
Jurnal Transaksi

No Tgl
1 15/02/2022 Piutang Dagang 67.000.000
Penjualan Barang 65.000.000
Pendapatan Jasa 2.000.000

2 02/02/2022 Kas/Bank 65.985.000


PPh Pasal 22 (Dibayar dimuka) 975.000
PPh Pasal 23 (Dibayar dimuka) 40.000
Piutang Dagang 67.000.000
3. Penjualan Hasil Produksi

Pada Tanggal 20 Maret 2022 PT. Indo Pulp menjual hasil produksi Kertas ke PT. Pulp Distributor secara
Tunai Rp. 350.000.000,-, Hitunglah berapa PPh Pasal 22 ..!
1. Perhitungan dan Jurnal PT. Indo Pulp
No Tgl Keterangan Debet Kredit
1 20/03/2022 0,1% x Rp. 350.000.000 = Rp. 350.000

2 20/03/2022 Kas/Bank 349.650.000


PPh Pasal 22 (Dibayar dimuka) 350.000
Penjualan 350.000.000

2. Perhitungan dan Jurnal PT. Pulp Distributor


No Tgl
1 20/03/2022 0,1% x Rp. 350.000.000 = Rp. 350.000

2 20/03/2022 Pembelian 350.000.000


Hutang PPh Pasal 22 350.000
Kas/Bank 349.650.000

3 10/04/2022 Hutang PPh Pasal 22 350.000


Kas/Bank 350.000
4. Penjualan Hasil Produksi BBM Pertamina

Pada Tanggal 04 Maret 2022 PT. Indo Minyak Sentosa (SPBU Sentosa) membeli BBM jenis Pertamax
Turbo ke Pertamina 8.000 Liter seharga Rp. 91.000.000,- dan Pertalite 16.000 Liter 120.320.000,- Harga
Belum termasuk PPN. Berapakah PPh 22 yang harus di kenakan ?
1. Perhitungan dan Jurnal PT. Indo Minyak Sentosa (SPBU Sentosa)
No Tgl Keterangan Debet Kredit
1 04/03/2022 0,25% x Rp. 91.000.000 = Rp. 227.500
0,25% x Rp. 120.320.000 = Rp. 300.800

2 04/03/2022 Pembelian Pertamax Turbo 91.000.000


Pembelian Pertalite 120.320.000
Beban Pajak Penghasilan Final 528.300
Kas/Bank 211.848.300
5. Pembelian TBS dari Pengumpul

Pada Tanggal 10 April 2022 PT. Industri Sawit membeli TBS bapak Adimora seorang pengumpul di
Desa Karya 20 Ton @ Rp. 3.500,-/Kg. Berapakah PPh 22 yang harus di kenakan ?
1. Perhitungan dan Jurnal PT. Industri Sawit
No Tgl Keterangan Debet Kredit
1 04/03/2022 20 Ton x (Rp. 3.500 x 1.000 Kg) = 70.000.000
0,25% x Rp. 70.000.000 = Rp. 175.000

2 04/03/2022 Pembelian TBS 70.000.000


Hutang PPh Pasal 22 175.000
Kas/Bank 69.825.000
6. Pembelian Impor Kedelai

Pada Tanggal 5 April 2022 PT. Industri Megah Sari membeli


kedelai dari Perusahan Malaysia sebanyak 100 Ton @ US$
14,25/Bushel ( 1 Bushel = 27,2 Kg), biaya Freight 5% dan
Asuransi 1% dari Nilai Cost dan Freight (CFR) , dengan tarif bea
masuk 5% dan PPN 11 %. Kedelai sampai di pelabuhan belawan
tanggal 28/04/2022 dengan Kurs Kementrian Keuangan Rp.
15.000,- , dan kurs tengah BI yang berlaku tanggal 5 April 2022
Rp. 14.500,- . Berapakah PPh 22 yang harus di kenakan ?
PT. Industri Megah Sari diasumsikan mempunyai API maka atas
transaksi penjualan di atas harus dipungut PPh Pasal 22 sebesar 2,5 %
dari harga Jual sebelum dikenakan PPN.
1. Perhitungan Harga Perolehan PT. Industri Megah Sari

No Keterangan
1 Harga / Kg = $ 14,25 / 27,2 = 0,524
Cost = 100.000 Kg x 0,524 x Rp. 14,500 759.800.000

2 Freight = 5% x Rp. 759.800.000 37.990.000

3 Insurance = 1 % x ( Cost + Freight)


Insurance = 1 % x (Rp. 759.800.000 + RP. 37.990.000) 7.977.900

4 Total
805.767.900
2. Perhitungan Impor:

No Keterangan
1 Harga / Kg = $ 14,25 / 27,2 = 0,524 786,000,000
Cost = 100.000 Kg x 0,524 x Rp. 15,000

2 Freight = 10% x Rp. 786.000.000 78.600.000

3 Insurance = 1 % x ( Cost + Freight)


Insurance = 1 % x (Rp. 786.000.000 + RP. 78.600.000) 8.646.000

4 Nilai Pabean = CIF (Cost + Insurance + Foreight)


Nilai Pabean = Rp. 786.000.000 + Rp. 8.646.000 + Rp. 873.246.000
78.600.000
No Keterangan
5 Bea Masuk = 5% x Nilai Pabean
Bea Masuk = 5% x Rp. 873.246.000 43.662.300

6 Nilai Impor = Nilai Pabean + Bea Masuk


Nilai Impor = Rp. 873.246.000 + Rp. 43.662.300 917.088.300

7 PPh Pasal 22 = 0,5% x RP. 917.088.300 4.585.442

8 PPN = 11% x Rp. 917.088.300 100.879.713

Jadi Total Pungutan yang harus dibayar adalah


(5+7+8) 149.127.455
Jurnal Transaksi PT. Industri Megah Sari

No Tgl
1 10/01/2022 Pembelian Impor 759.800.000
Asuransi Pembelian Impor 7.977.900
Biaya Pengangkutan Impor 37.990.000
Hutang Dagang 805.767.900

2 02/02/2022 Bea Masuk 43.662.300


PPh Pasal 22 (Diabayar Dimuka) 4.585.442
PPN Masukan 100.879.713
Kas /Bank 149.127.455
6. Penjualan Barang Mewah

Pada Tanggal 15 Mei 2022 PT.


Mega Rubicon Auto menjual 1
unit Jeep Jeep Wrangler JL
Edisi Gladiator Rubicon 4 Door
3,600 cc. Seharga
2.180.000.000,- Belum termasuk
PPN. Berapakah PPh 22 yang
harus di kenakan ?
1. Perhitungan dan Jurnal PT. Mega Rubicon Auto
No Tgl Keterangan Debet Kredit
1 15/05/2022 5% x Rp. 2.180.000.000 = Rp. 109.000.000

2 15/05/2022 Kas/bank 2.289.000000


Hutang PPh Pasal 22 109.000.000
Penjualan 2.180.000.000

3 10/06/2022 Hutang PPh Pasal 22 2.289.000000


Kas/Bank 109.000.000
2.180.000.000
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai