Anda di halaman 1dari 5

Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) :

 Badan pemungut PPh pasal 22.


Pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pusat maupun daerah sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan badan badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak
yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Dasar hukum PPh pasal 22 adalah Undang undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak
penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undnag undang
nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).
menurut Bird, untuk meningkatkan penerimaan pajak, instrument yang cukup
membantu adalah penerapan pemotongan pajak secara luas. Objek pemotongan
pajaknya tidak hanya gaji, upah, bunga dan dividen, tetapi diperluas juga ke imbalan
professional dan sewa. Di beberapa negara lainnya, kadangkala pemerintah setempat
mengenalkan apa yang disebut sebagai “reverse withholding”, yaitu pembeli (instansi
pemerintah atau perusahaan besar) “memotong” pajak dari penjual (pengusaha kecil).
Di Indonesia, juga diterapkan “reverse withholding”. Contohnya ada pada pasal 22 UU
PPh yang diantaranya menyatakan bahwa Menteri keuangan dapat menetapkan :
a Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran
atas penyerahan barang
b Badan badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain
c Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.

Di dialam pelaksanaan ketentuan pasal 22 UU PPh diatas, Menteri keuangan


mempertimbangkan, antara lain :
 Penunjukan pemungutan pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan
pajak secara efektif dan efisien.
 Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang
 Prosedur pemungutan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan pasal 22 UU PPh dimaksudkan untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem
pembayaran pajak. Tujuan lainnya adalah untuk kesederhanaan, kemudahan dan
pengenaan pajak yang tepat waktu.
Berdasarkan pasal 22 UU PPh, wajib pajak harus memahami bahwa wakil rakyat telah
memberikan kewenangan kepada Menteri keuangan untuk membuat peraturan dalam
rangka pelaksanaan kebijakan fiskal pemerintah. Kebijakan tersebut diantaranya adalah
penunjukan badan pemungut PPh Pasal 22. Perluasan objek PPh pasal 22, dan
penetapan tarif PPh pasal 22.

 Objek dan tarif PPh pasal 22.


Sesuai dengan pasal 22 UU PPh, Menteri keuangan diberi kewenangan oleh undang
undang untuk menentukan objek pajak dan tarifnya. Sebagian besar PPh pasal 22 yang
dipungut dibukukan sebagai uang muka pajak karena sifat pemungutannya tidak final.
Pajak yang tidak memiliki NPWP sepanjang pemungutan pasal 22 bersifat tidak final.
Berdasarkan objek PPh pasal 22, ada beberapa hal yang perlu dicermati, yaitu :
 Pembelian listrik oleh PT PLN
 Pembelian batu bara oleh badan pemungut PPh tertentu

Berdasarkan pasal 1 PMK 34/2017, pemungut PPh pasal 22 adalah :


I. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
II. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
III. Bendahara pengeluaran
IV. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
V. Badan usaha tertentu
VI. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif dan industri farmasi
VII. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM) dan
importir uum kendaraan bermotor
VIII. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
IX. Industri atau eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan dan perikanan
X. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam dan mineral bukan logam
XI. Badan usaha yang memproduksi emas Batangan

Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 yaitu :


I. Impor barang atau penyerahan barang
II. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk atau pajak pertambahan
nilai
III. Impor sementara
IV. Impor Kembali (re-impor)
V. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak
VI. Impor emas Batangan
VII. Pembayaran untuk pembelian barang
VIII. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri
IX. Penjualan emas Batangan oleh badan usaha
X. Pembelian gabah atau beras oleh bendahara pemerintah
XI. Pembelian gabah atau beras oleh perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(Perum BULOG)
XII. Pembelian bahan pangan pokok

Tarif pemungutan diatur sebagai pemungutan pajak penghasilan pasal 22 dilakukan


pada saat pembelian barang atau pelaksanaan pembayaran oleh bendaharawan
pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari APBN / APBD
dengan tarif 1,5% x harga / nilai pembelian barang. Apabila wajib pajak penerima
penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif
sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x 200%).
Tarif lainnya yang dikenai PPh Pasal 22 menurut PMK Nomor 146/PMK.011/2013 :
1. Atas Impor
a yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor
b non-API = 7,5% x nilai impor
c yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang
2. Atas pembelian barang yang dibiayai dengan dana APBN/ APBD, tarif
pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
a Kertas = 0,1% x DPP PPN (Tidak Final)
b Semen = 0,25% x DPP PPN (Tidak Final)
c Baja = 0,3% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Pungutan PPh
Pasal 22 kepada penyalur/ agen, bersifat final. Selain penyalur/ agen bersifat tidak
final
5. Atas pembelian bahan – bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, tarif pemungutannya sebesar 0,25% dari harga pembelian
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
= 0,5% x nilai impor
7. Atas penjualan
a Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp. 20.000.000.000,-
b Kapal Pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp. 10.000.000.000,-
c Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp. 10.000.000.000,- dan/ atau luas bangunan lebih dari 500 m²
d Apartemen, kondominium, dan sejenisnya degan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp. 10.000.000.000,- dan/ atau luas bangunan lebih dari 400 m².
e Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), mini
bus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar
rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga
jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

 Proses saat pemungutan PPh pasal 22.


Penentuan saat terutang pajak ini terkait dengan kapan PPh pasal 22 harus dipungut
oleh pihak pihak tertentu. Pemahaman yang baik tentang saat pemungutan PPh pasal
22 dapat meminimalkan risiko keterlambatan penyetoran pajak yang berakibat
pengenaan sanksi administrasi.
Khusus untuk pemungut pajak, yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah, kewajibannya yaitu :
a Wajib memberikan tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang
dipungut setiap melakukan pemungutan
b Wajib menyetorkan PPh yang dipungut ke kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir dengan menggunakan surat setoran pajak
c Wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan surat pemberitahuan
masa ke kantor pelayanan pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.

Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 mengatur


mengenari tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22, yaitu sebagai berikut :
1. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan
cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan.
2. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara,
mineral logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh
eksportir yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau
Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut
pajak (bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara
pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
4. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j dan
huruf k PMK 16/2016 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor
Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.

Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j dan huruf k PMK 34/2017
wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu :
I. Lembar kesatu untuk wajib pajak (pembeli / pedagang pengumpul)
II. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22)
III. Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.

Anda mungkin juga menyukai