Anda di halaman 1dari 11

PERPAJAKAN I

“PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


DAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23”

NAMA : MADE GENTA DHARMA FUJANA


NPM : 1833121078
KELAS : D7
JURUSAN : AKUNTANSI

Fakultas Ekonomi
Universitas Warmadewa
Tahun Ajaran 2019/2020
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. PENGERTIAN
Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
 Bendahara pemerintah, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain
yang menjalankan fungsi yang sama.
 Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan
usaha produksi barang tertentu.
 Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan
dari perdagangan tersebut.
Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
B. KEGIATAN IMPOR DAN EKSPOR
Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Atas impor:
1. Barang tertentu, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 10% dari nilai impor.
2. Barang tertentu lainnya, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari nilai impor.
3. Kedelai, gandum dan tepung terigu dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari nilai
impor dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
4. Barang selain barang tertentu, barang tertentu lainnya, kedelai, gandum, dan
tepung terigu yang menggunakan API, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 2,5% dari
nilai impor.
5. Barang selain barang tertentu, barang tertentu lainnya, kedelai, gandum, dan
tepung terigu yang tidak menggunakan API, PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari nilai
impor.
6. Barang yang tidak dikuasai, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari harga jual
lelang.
Atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam,
dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam
Pemberitahuan Ekspor Barang.
C. Pemungut PPh Pasal 22
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 Saat Terutang dan Saat Pelunasan
PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk.
PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan
saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran
oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas
negara.
Pemungutan PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang, dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh eksportir yang bersangkutan ke kas negara.
Pemungutan PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh eksportir yang bersangkutan ke kas.
Penyetoran PPh Pasal 22 dilakukan dengan menggunakan formulir surat setoran Pajak
yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
D. PEMBELIAN BARANG OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH
 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh:
1. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak.
2. bendahara pengeluaran dengan mekanisme uang persediaan (UP).
3. KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
KPA, berkenaan pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS).
Dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
 Pemungut PPh Pasal 22
Bendaharawan, KPA, dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah terutang dan
dipungut pada saat pembayaran.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut pajak ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, menggunakan Surat
Setoran Pajak.

E. PEMBELIAN BARANG OLEH BUMN DAN BADAN USAHA TERTENTU


 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
1. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau Sebagian
modalnya dimiliki oleh negara.
2. Badan Usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari
rektrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah.
3. Badan Usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara.
Dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
 Pemungut PPh Pasal 22
BUMN dan badan usaha tertentu yang dimiliki langsung oleh BUMN.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh BUMN dan badan usaha tertentu yang
dimiliki langsung oleh BUMN, terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.

F. PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI TERTENTU


 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
1. Penjualan semua jenis semen sebesar 0,25%
2. Penjualan kertas sebesar 0,1%
3. Penjualan baja sebesar 0,3%
4. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor, tidak termasuk alat berat, sebesar
0,45%
5. Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3%
Dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
 Pemungut PPh Pasal 22
Badan usaha yang bergerak pada bidang usaha industri.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi bidang usaha industri, terutang dan
dipungut saat penjualan.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.

G. PENJUALAN BAHAN BAKAR MINYAK, BAHAN BAKAR GAS, DAN


PELUMAS
 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
1. Bahan bakar minyak sebesar:
a. 0,25% (dibeli dari pertamina)
b. 0,3% (dibeli selain dari pertamina)
c. 0,3% (untuk penjualan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b)
2. Bahan bakar gas sebesar 0,3%
3. Pelumas sebesar 0,3%
Dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
 Pemungut PPh Pasal 22
Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran
barang.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
H. PENJUALAN KENDARAAN BERMOTOR
 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar
0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
 Pemungut PPh Pasal 22
Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor.

 Saat Terutang dan Saat Pemungutan


PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat penjualan.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.

I. PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI ATAU


EKSPOR
 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Atas pembelian bahan-bahan yang belum melalui proses mnaufaktur, dikenakan PPh
Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian.
 Pemungut PPh Pasal 22
badan usaha industri atau eksportir
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor,
terutang dan dipungut pada saat pembelian.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.

J. PEMBELIAN KOMODITAS TAMBANG


 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Atas pembelian komoditas tambang dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga
pembelian.
 Pemungut PPh Pasal 22
Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat pembelian.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
K. PENJUALAN EMAS
 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Atas penjualan emas batangan, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual.
 Pemungut PPh Pasal 22
Badan usaha yang menjual emas batangan di dalam negeri.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut saat penjualan.
 Cara Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Lembaga-lembaga yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.

L. PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH


 Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar
5% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
 Pemungut PPh Pasal 22
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang tergolong mewah.
 Saat Terutang dan Saat Pemungutan
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut saat dilakukan penjualan.
 Cara Pemungutan
Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Lembaga
yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak, dan melaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20
hari setelah masa pajak berakhir.

M. PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22


1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan-ketentuan per-
aturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk.
3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
4. Impor kembali (re-impor).
5. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana BOS.
6. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri, yang telah dikenai pemungutan Pajak
Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 atas barang tergolong mewah.
7. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan emas
untuk tujuan ekspor.
8. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan
kepada Bank Indonesia.
9. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.
11. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG).

SIFAT PEMUNGUTAN
Pada dasarnya pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan
sebagai pembayaran Pajak Penghasila dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang
dipungut. Khusus untuk pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak
dan gas, bersifat final.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
A. Pengertian.
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan
atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara pihak yang menerima
penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan
(pembeli atau penerima jasa) akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut
kepada kantor pajak.
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
B. Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong yang kemudian menyetorkannya melalui
Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online, dll) yang telah disetujui oleh
Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan
terutang pajak penghasilan 23.
C. Bukti Potong PPh Pasal 23
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan
bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak
tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2) pada saat melakukan pembayaran pajak PPh.23.
D. Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23,
lalu bisa melaporkannya kekantor pajak atau melalui fitur online pembayaran pajak. Jatuh
tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara terpisah-pisah.
Namun, saat ini sudah banyak aplikasi yang bisa menjadikan pembayaran menjadi satu
tagihan.
E. Tarif PPh 23 dan Objeknya
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh
Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
 Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
 Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi
dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada
tanggal 24 Agustus 2015.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 23.
6. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk:
 Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;
 Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
 Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
 Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang
bersifat final; 
 Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan
imbalan atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada
tenaga kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan pengguna jasa dan
daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium.
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau
material terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian
atas pengadaan barang atau material;
 Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh
faktur tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement. Ini
berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga.
Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti pembayaran.
F. Pihak Pemotong PPh Pasal 23 dan Pihak yang Dikenakan PPh Pasal 23
Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut
hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
 Pihak pemotong PPh Pasal 23:
 Badan pemerintah;
 Subjek pajak badan dalam negeri;
 Penyelenggara kegiatan;
 Bentuk Usaha Tetap (BUT);
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur
Jenderal Pajak.  
 Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: 
 Wajib pajak dalam negeri;
 Bentuk Usaha Tetap (BUT)
G. Pengecualian PPh 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas: 
1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan
hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
 Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor;
 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
 SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
 Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

H. Cara Menghitung PPh Pasal 23


 Cara menghitung PPh Pasal 23 Atas Dividen.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
 Cara Menghitung PPh Pasal 23 Atas Bunga, Termasuk Premium, Diskonto, dan
Imbalan Karena Jaminan Pengembalian Utang.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
 Cara Menghitung PPh Pasal 23 Atas Royalti.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Apabila pemilik royalty belum memiliki NPWP maka PPh pasal 23 yang dipotong
sebesar :
PPh Pasal 23 = 30% x Bruto
 Cara Menghitung PPh Pasal 23 Atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan
Penggunaan Harta.
PPh Pasal 23 = 2% x Bruto
Apabila pemilik tempat sewa belum memiliki NPWP maka PPh Pasal 23 yang
dipotong sebesar :
PPh Pasal 23 = 4% x Bruto
 Cara menghitung PPh Pasal 23 Atas Imbalan Sehubungan Dengan Jasa Teknik, Jasa
Manajemen, Jasa Kontruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain.
PPh Pasal 23 = 2% x Bruto

Anda mungkin juga menyukai