01 02 03 04
05 06 07
a) Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak
akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal.
c) Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan
yang akan terutang.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Dalam hal impor, tarif PPh Pasal 22 ini bervariasi, tergantung apakah
perusahan punya angka pengenal impor (API) atau tidak, dan kalau
tidak dikuasai artinya barang tak bertuan.
• Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan atau jasa yang
atas imbalannya semata-mata dikenakan PPh final, tidak dikenai
PPh Pasal 22 impor.
c) Bahan bakar minyak dan gas dengan tarif 0,3% dari penjualan
excl.PPN
PPH PASAL 22
ATAS KEGIATAN USAHA LAIN
d) Penjualan barang yang tergolong sangat mewah dengan tarif 5%
dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Tentu saja kelalaian atau keterlambatan dalam penyelesaian kurang bayar atau setor
PPh Pasal 23 tersebut hanya akan menambah beban tambahan bagi wajib pajak dari
pengenaan bunga pajak @ 2% setiap bulannya maksimum 24 bulan (Pasal 13 ayat 2 UU
KUP).
ANALISIS EKUALISASI OBJEK PPH PASAL 23 PADA SPT
TAHUNAN PPH BADAN DENGAN SPT MASA PPH PASAL 23
Pajak Penghasilan, sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 dapat
ditanggung oleh pemberi penghasilan atau pemberi kerja, dengan perlakuan
perpajakan sebagai berikut:
• Dalam hal PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi penghasilan, sesuai dengan
ketentuan perpajakan, pajak tersebut diperlakukan sama seperti kenikmatan, yaitu
sebagai bukan biaya pemberi kerja dan bukan penghasilan pegawai yang
menerimanya.
• Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan sebagaimana di- maksud dalam
Pasal 26 ayat (1) kecuali dividen yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang pajak tersebut ditambahkan (gross-up) pada
penghasilan yang dipakai sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26
tersebut.
ANALISIS EKUALISASI OBJEK PPH PASAL 26 PADA SPT
TAHUNAN PPH BADAN DENGAN SPT MASA PPH PASAL 26
Ekualisasi tersebut mengindikasikan adanya potensi kekurangan bayar atau setor PPh
Pasal 26 sebesar Rp 300.000.000 yang harus dilakukan pengecekan lebih lanjut oleh
wajib pajak terhadap bukti-bukti pendukung dan transaksi-transaksi apa saja yang
dimuat dalam kontrak perjan jian yang sudah disetujui.
Tentu saja kelalaian atau keterlambatan dalam penyelesaian kurang bayar atau setor
PPh Pasal 26 tersebut hanya akan menambah beban tambahan bagi wajib pajak dari
pengenaan bunga pajak @ 2% setiap bulannya maksimum 24 bulan (Pasal 13 ayat 2 UU
KUP).
ANALISIS EKUALISASI OBJEK PPH PASAL 26 PADA SPT
TAHUNAN PPH BADAN DENGAN SPT MASA PPH PASAL 26
PT ABC membayar bunga pinjaman kepada bank di luar negeri sebesar Rp 100.000.000
yang sesuai dengan perjanjian, Pajak Penghasilannya ditanggung oleh badan tersebut.
Tarif pemotongan PPh Pasal 26 yang berlaku adalah 20%.
Contoh 2:
Tetap dapat dikenai Pajak Penghasilan dengan metode gross up. Pengenaannya dengan melakukan
gross up terhadap pembayaran bunga tersebut. Dalam bunga yang dibayarkan sudah termasuk
Pajak Penghasilan Pasal 26, tergantung tarif yang berlaku, apakah sesuai dengan Pasal 26 UU PPh
atau dengan P3B, apabila ada P3B antara Indonesia dengan negara pembeli. Contoh penghitungan
Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut:
PPH PASAL 4
AYAT (2) FINAL
Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika
penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan
dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak lain
yang ditentukan. Ketika dilakukan penghitungan pajak
terutang di akhir tahun, penghasilan yang dikenai
pajak bersifat final tidak diperlakukan sebagai
penambah penghasilan. Kewajiban perpajakannya
dianggap telah selesai saat pemotongan.
OBJEK PPH FINAL PASAL 4 AYAT (2)
a. Diskonto atau bunga obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan
perdagangannya di bursa efek (PP No. 6 Th 2002)
• Tarif pemotongan PPh 20% bagi WPDN dan BUT dan 20% atau sesuai tarif
dalam P3B, bagi wajib pajak penduduk atau yang berkedudukan di luar
negeri.
b. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek (PP 41/1994 jo. PP
14/1997)
• Besarnya Pajak Penghasilan:
a) 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan
b) Saham pendiri dikenai tambahan PPh sebesar 0,5% dari nilai saham
perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1995.
c) Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1
Januari 1997, nilai saham sebagai dasar pengenaan tarif 0,5% ditetapkan
sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
OBJEK PPH FINAL PASAL 4 AYAT (2)
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI (PP 131/2000)
• Tarif yang dikenakan adalah sebesar 20% dari jumlah bruto
• Dikecualikan dari pemotongan ini:
- Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak
melebihi Rp 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
- Bunga dan diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
- Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU No. 11. Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun.
- Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun
untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun
sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
OBJEK PPH FINAL PASAL 4 AYAT (2)
d. Penghasilan berupa hadiah atas undian (PP 132/2000)
• Besarnya PPh yang wajib dipotong atau dipungut adalah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah
undian.
e. e) Penghasilan atas sewa tanah dan atau bangunan (PP
29/1996 jo PP 5/2002)
• Sewa tanah dan bangunan yang dimaksud adalah:
Tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
kantor, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, industri.
Tarif pemotongan PPh bagi orang pribadi dan badan
adalah 10% dari jumlah bruto.
OBJEK PPH FINAL PASAL 4 AYAT (2)
f. Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri dimuat dalam PP No. 19 Tahun
2009 tentang PPh atas Dividen yang Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri serta Peraturan Menkeu No.111/ PMK.03/2010 tentang Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan.
Hasil ekualisasi mengindikasikan adanya potensi kekurangan bayar atau setor PPh
Pasal 4 ayat 2 (Final) sebesar Rp 400.000.000 yang harus dilakukan pengecekan lebih
lanjut oleh wajib pajak terhadap bukti-bukti pendukung dan transaksi-transaksi apa
saja yang dimuat dalam kontrak perjanjian yang sudah disetujui.
Tentu saja kelalaian atau keterlambatan penyelesaian kurang bayar atau setor PPh
Pasal 4 ayat 2 (Final) tersebut hanya akan menambah beban tambahan bagi wajib
pajak dari pengenaan bunga pajak @ 2% setiap bulannya maksimum 24 bulan (Pasal 13
ayat 2 UU KUP).
PPH PASAL 15
Merupakan PPh yang dikenakan berdasarkan Norma
Penghitungan Khusus (NPK) atau deem profit, yang meliputi:
1. PPh atas sewa pesawat udara dalam negeri, tarif pajaknya 1,8%
dari peredaran bruto dan bersifat tidak final
2. PPh Final Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, tarif pajaknya
1,2% dari peredaran bruto bersifat final
3. PPh Final Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar negeri,
tarif pajaknya 2,64% dari peredaran bruto bersifat final.
4. PPh Final atas Wajib Pajak Luar negeri yang Mempunyai
Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia, tarif pajaknya 0,44%
dari nilai ekspor bruto bersifat final.
5. Penghasilan neto Wajib Pajak BUT dari kegiatan usaha
pengeboran minyak dan gas bumi, tarifnya 15% dari
peredaran bruto, bersifat tidak final.
TAX PLANNING
PPH PASAL 22/23/26 DAN PPH FINAL