Anda di halaman 1dari 6

NAMA : MOUDYA OKTAVIANA DEWI KUIS 3

NIM : 211011200252
KELAS : 04SAKM001

TUGAS MATKUL PERPAJAKAN 2


DOSEN PENGAMPU : RANANDA SEPTANTA S.E, M.Ak

11. Jelaskan tarif PPH Pasal 22?


Tarif PPh Pasal 22, dibagi menjadi dua, yakni tarif umum dan tarif khusus. Untuk tarif umum,
besarannya adalah 1,5% x Harga Beli (tidak termasuk PPN). Bagi pelaku usaha yang tidak memiliki
NPWP dikenakan tarif 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 yang tercantum.

Sedangkan, untuk Tarif Khusus PPh Pasal 22 sebagai berikut:


1. Atas impor:
 yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
 non-API = 7,5% x nilai impor;
 yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD =
1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
 Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat
tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5%
x nilai impor.
7. Atas penjualan sebagai berikut:
 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
 Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

12. Jelaskan pelaporan dan penyetoran PPH Pasal 22?


1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh
importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh
Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank
persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari
setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan
dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal
20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor
oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
 lembar pertama untuk pembeli;
 lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
 lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP
paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor
oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos
paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke
KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor
oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP
dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5,
dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir
8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh
Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
 lembar pertama untuk pembeli;
 lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
 lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau
batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

13. Jelaskan objek PPN?


1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh pengusaha
2. Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
3. Ekspor BKP dan/atau JKP
4. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan
5. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan

14. Jelaskan maksud PPH Pasal 23?


Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotongan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran
berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa kepada Wajib Pajak, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

15. Jelaskan subjek PPH Pasal 23?


Subjek pajak PPh 23, yaitu: wajib pajak dalam negeri, atau BUT (Bentuk Usaha Tetap). Wajib
pajak dalam negeri bisa merupakan wajib pajak badan dalam negeri atau orang pribadi dalam
negeri. Sedangkan BUT (Bentuk Usaha Tetap), berstatus sebagai WP Luar Negeri, namun
pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan WP Badan Dalam Negeri.

16. Jelaskan objek PPH Pasal 23?


1. Penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain/rekanan berupa sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta (selain tanah/bangunan), seperti sewa kendaraan atau
sewa sound system.
2. Penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain/rekanan berupa imbalan sehubungan dengan
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain (seperti: jasa perbaikan, jasa
kebersihan, jasa katering, dan sebagainya)
3. Dividen
4. Bunga
5. Royalti
6. Hadiah penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi

17. Jelaskan tarif PPH Pasal 23?


Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
 Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
 Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015.
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
 Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
 Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
 Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian
tertulis);
 Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan
dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:


 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat
final;
 Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan imbalan
atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja. Hal ini
harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan pengguna jasa dan daftar pembayaran gaji,
tunjangan, upah, atau honorarium;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau material
terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian atas pengadaan
barang atau material;
 Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur
tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement. Ini berlaku
untuk biaya yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus
dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti pembayaran.

18. Jelaskan yang dikecualikan PPH Pasal 23?


1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam
negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
4. penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya kepada rekanan pemerintah yang dapat menyerahkan fc SKB pot/put PPh
berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan
dari pot/put PPh
5. penghasilan yang dibayarkan kepada rekanan pemerintah dengan mekanisme Uang Persediaan
yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan, yang telah dipungut PPh
Pasal 22 oleh Pihak Lain atas:
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
b. penggunaan jasa
6. pembayaran kepada WP yang memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan
19. Jelaskan pelaporan dan penyetoran PPH Pasal 23?
PPh Pasal 23 mengatur mengenai jadwal penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23. Beberapa
ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar,
atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan penanggalan
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.

Apabila jatuh tempo batas akhir pelaporan atau penyetoran pajak penghasilan Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.

20. Jelaskan yang dimaksud SSP?


SSP (Surat Setoran Pajak) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir atau dengan cara lain ke kas negara; melalui
tempat pembayaran seperti kantor pos, Bank Badan Usaha Milik Negara, Bank Badan Usaha Milik
Daerah, dan lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Berikut ini adalah jenis-jenis Surat Setoran Pajak (SSP):


 SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak yang berfungsi untuk melakukan
pembayaran/penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran serta sebagai bukti
pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang sudah ditetapkan.
 SSP Khusus adalah bukti pembayaran/penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin
transaksi.
 Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) adalah jenis SSP yang
digunakan oleh importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor.
 Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri
adalah jenis SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN
hasil tembakau buatan dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai