Oleh:
DEPARTEMEN AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
1. Pengamanan Kontrak-Kontrak Bisnis Yang Berpotensi Withholding Tax
a. Jika mau withholding tax dibiayakan dalam Laporan Keuangan Fiskal, maka
nilai transaksi dalam kontrak yang akan dibayar tersebut di gross-up, sehingga
jumlah transaksi dalam kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut.
Atas jumlah pajak yang dibayarkan boleh dibebankan sebagai biaya (kecuali
untuk PPh final dan dividen), dan selain itu perusahaan masih bisa menghemat
pajak.
b. Bila perusahaan membayarkan withholding tax. Dalam hal ini withholding tax
yang dibayarkan tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan karena
tidak di gross up.
2. Optimalisasi Pengkreditan PPh Yang Telah Dibayar
Kredit pajak merupakan jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh Wajib
Pajak sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak
lain (yang sifatnya tidak final) dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terutang pada
akhir tahun pajak yang bersangkutan termasuk apabila ada jumlah pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri.
Contoh
Kredit pajak :
● PPh Pasal 21 dari pekerjaan (sebagai kredit pajak di SPT PPh WPOP)
● PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian BBM dari Pertamina
untuk selain penyalur, dan lain-lain.
● PPh Pasal 23 atas bunga dari non-bank, royalty, jasa profesional, jasa teknik,
jasa manajemen dan jasa lainnya
● PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri
● PPh fiskal luar negeri karyawan (setoran atas nama karyawan perusahaan
berikut NPWP perusahaan)
● PPh atas pengalihan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di
bidang real estate
a. Penyelenggaraan administrasi harus tertata dengan baik dan tertib, baik dalam
hal pencatatannya maupun kelengkapan dokumentasinya.
b. Untuk memenuhi kelengkapan formal, terutama pada saat pemeriksaan
berlangsung, setiap kali dilakukan pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak
lain langsung diminta Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh-nya.
Penundaan permintaaan cukup beresiko seperti kelupaan/kehilangan dokumen
yang akan menyita waktu dan tenaga, sehingga tidak perlu menunggu sampai
akhir tahun pajak untuk memintanya.
Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan Pasal 23 adalah dokumen yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berfungsi untuk membebaskan Wajib Pajak
dari pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23.
Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang
Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
A. Persyaratan
Wajib Pajak yang ingin mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan
Pasal 23 harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh DJP
- Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain:
- Telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
- Telah melaporkan SPT Tahunan PPh.
- Tidak memiliki tunggakan pajak.
- Persyaratan khusus untuk Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 antara
lain:
- Telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22.
- Telah membayar PPh Pasal 22 yang terutang.
- Persyaratan khusus untuk Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 23 antara
lain:
- Telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23.
- Telah membayar PPh Pasal 23 yang terutang
B. Tata Cara
Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan
Pasal 23 secara online melalui aplikasi DJP Online atau secara manual ke
kantor DJP setempat.
- Mengisi formulir permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22
dan Pasal 23.
- Melampirkan dokumen pendukung, seperti SPT Masa PPh Pasal 22
atau PPh Pasal 23, bukti pembayaran pajak, dan dokumen lain yang
diminta oleh DJP.
- Menyerahkan formulir dan dokumen pendukung ke kantor DJP
setempat atau mengunggahnya melalui aplikasi DJP Online.
- Setelah permohonan diajukan, DJP akan melakukan verifikasi dan
memproses permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan
Pasal 23. Jika permohonan disetujui, DJP akan mengeluarkan Surat
Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan Pasal 23.
C. Konsekuensi
Jika Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan
Pasal 23, maka Wajib Pajak tidak perlu lagi dipotong atau dipungut PPh Pasal
22 atau PPh Pasal 23
Jika Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan atau tidak mengajukan Surat
Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan Pasal 23, maka Wajib Pajak akan
dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan
ketidakbenaran perbuatan atau ketidakbenaran pengisian SPT
b. Administrasi
Terkait administrasi, aspek yang perlu diperhatikan UMKM yaitu waktu
pembayaran dan penyetoran pajak penghasilan, serta prosedur pengajuan
penggunaan tarif. Pembayaran dan penyetoran pajak penghasilan dilakukan
setiap bulan, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya. Hal ini perlu diketahui
agar Wajib Pajak UMKM tidak terkena sanksi administrasi keterlambatan
penyetoran pajak sebesar 2% per bulan. Dengan terhindar dari denda, maka
akan semakin kecil biaya yang dikeluarkan UMKM untuk dapat memenuhi
kewajiban perpajakan. Bagi UMKM yang akan menggunakan tarif 0,5%
sesuai PP 23 tahun 2018 maka harus memberikan pemberitahuan secara
tertulis ke Direktorat Jenderal Pajak melalui kantor pelayanan pajak, disertai
dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun
pajak terakhir.
c. Pembukuan
UMKM perlu melakukan pembukuan, yang sekurang-kurangnya laporan
posisi keuangan, serta laporan laba rugi. Laporan posisi keuangan yang
dimaksud berisi informasi mengenai harta, kewajiban, serta modal. Sedangkan
laporan laba rugi berisi informasi terkait penghasilan, biaya, penjualan, dan
pembelian. Selain pembukuan merupakan kewajiban bagi wajib pajak yang
memilih dikenai tarif pajak sesuai dengan ketentuan umum pajak penghasilan,
pembukuan juga memberikan banyak manfaat bagi Wajib Pajak UMKM,
terutama untuk pengembangan usaha.
Drs. Chairil Anwar Pohan, M. (2014). Manajemen Perpajakan : Strategi Perencanaan Pajak &
Bisnis (Edisi Revisi). Gramedia Pustaka Utama.