Anda di halaman 1dari 45

UAS

PERPAJAKAN

“ RINGKASAN MATERI “

OLEH :

AKMAL FIRMANSYAH
(22010190)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2023
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

A. Kewajiban Wajib Pajak

1. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau
kedudukan wajib pajak untuk diberikan pokok wajib pajak (NPWP). Di samping melalui KPP atau
KP4/KP2KP pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalu e-register, yaitu suatu cara
pendaftaran NPWP melalui elektronik online (internet).

Adapun fungsi NPWP, antara lain sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, sebagai
identitas wajib pajak, menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi
perpajakan, serta dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

a. NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana yang
merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap wajib pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.
b. Syarat-Syarat Pendaftaran Wajib Pajak
1) Bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
(misalnya karyawan), dokumen yang diperlukan hanya berupa fotokopi KTP yang
masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari
yang bersangkuran khusus bagi orang asing. Untuk wajib pajak orang pribadi yang
mempunyai kegiatan usaha, persyaratannya selain fotokopi KTP juga ditambah
dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari
wajib pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
2) Bagi wajib pajak badan, dokumen yang diperlukan antara lain:
 fotokopi akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari
kantor pusat bagi bentuk usaha tetap.
 fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat
tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah
seorang pengurus aktif fotokopi KTP pengurus.
 surat pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif
(bentuk surat pernyataan telab ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak).
3) Bagi wajib pajak bendahara, yang diperlukan antara lain:
 fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara.
 fotokopi KTP bendahara.

Kepada wajib pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan kartu NPWP paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui
masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas tidak dipungut biaya pun

c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)


Setelah memperoleh NPWP, wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan PPN
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
pada KPP KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara online melalu registration.
Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut. maka akan dilakukan penelitian
setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan
dikukuhkannya pengusaha sebagai PKP, maka atas penyerahan barang kena pajak atau
jasa kena pajak, wajib diterbitkan faktur pajak.
2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan
a. Pembayaran Pajak
Pembayaran pajak dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Membayar sendiri pajak yang terutang:
 Pembayaran angsuren setiap bulan (PPh pasal 25)
Pembayaran PPh pasal 25 yaitu pembayaran pajak penghasilan secara
angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak dalam
melunasi pajak yang terurang dalam satu tahun pajak. Wajib pojek diwajibkan
untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar
sendiri angsuran pajak setiap bulan.
 Pembayaran PPh pasal 29 setelah akhir tahun
Pembayaran PPh pasal 29 yaitu pelunasan pajak penghasilan yang dilakukan
sendiri oleh wajib pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak cerucang unt suatu
tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak
yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak
2) Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh pasal 4 ayat 2, PPh pasal
15; PPh pasal 21, 22, dan 23; serta PPh pasal 26). Pihak lain di sini berupa
 pemberi penghasilan
 pemberi kerja ; atau
 pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. Dan Penjelasan lebih
lanjut mengenai pemotongan mungutan pajak.
3) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
4) Pembayaran pajak-pajak lainnya:
 Pembayaran PBB, yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT). Untuk daerah pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan
menggunakan ATM di bank-bank tertentu.
 Pembayaran BPHTB, yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
 Pembayaran bea meterai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat
dilakukan dengan cara meng- gunakan benda metera, berupa meterai tempel atau
kertas bermeterai atau dene in cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:

 Surat teguran diterbitkan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo
pembayaran wajib pajak tidak membayar utang pajaknya.

 Surat paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah surat
teguran apabila wajib pajak tetap belum melinasi utang pajaknya.

 Penyitaan dilakukan dalam jangka wakru 2×24 jam sejak surat paksa
disampaikan.

 Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman


lelang, sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat
belas) hari setelah penyitaan.

b. Pemotongan atau Pemungutan Pajak


Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan
dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis
pemotongan atau pemungutan adalah PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 26. PPh
pasal 4 ayat2, PPh pasal 15, serta PPN dan PPnBM.

Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut:

1) PPh pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga
sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
(misalnya gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan di mana ia
bekerja).

2) PPh pasal 22 adalah penungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang, dan
kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (misalnya penyerahan barang oleh
rekanan kepada bendaharawan pemerintah).

3) PPh pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh wajib
pajak tertentu yang menggunakan normor penghitungan khusus, antara lain
perusahaan pelayaran atau penerbangan international perusahaan asuransi luar
negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang
asing, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guns
serah.

Seperti halnya PPh pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk
dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan
dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan
tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.

b. Pelaporan

Sebagaimana ditentukan dalam undang-undang perpajakan. Surat Pemberitahuan (SPT)


mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT
berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib pajak
sendiri maupun melalui mekanisme remotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak
ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, serta
pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah
dilakukan. Sehingga, SPT mempunyai makna yang cukup penting, baik bagi wajib pajak maupun
aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KV2KP di mana wajib pajak
terdaftar

1. Kewajiban Memberi Data

Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan
PK diterima.

e. Kelebihan Pembayaran

Di bidang PPN, untuk barang kena pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas
pembebasan PPN arau PPN tidak dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN,
antara lain kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, dan perlengkapan TNI/POLI.
Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikut, mendapat
fasilitas PPN tidak dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit
pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih
besar dari yang seharusnya terutang, maka wajib pajak mempunyai hak untuk mendapatkan
kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam
waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Untuk wajib pajak masuk kriteria wajib pajak patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan
diterima. Perlu diketahui, pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.

Wajib pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua
cara, yaitu:

1) melalui Surat Pemberitahuan (SPT), dan

2) mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada kepala KPP

B. Hak Wajib Pajak

1. Kerahasiaan Wajib Pajak


Wajib pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala informasi yang
telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Di samping itu, pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang
mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak, termasuk tenaga ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, serta
pengacara yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak untuk membantu pelaksanaan undang-
undang perpajakan.

Adapun kerahasiaan wajib pajak, antara lain:


a. surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh
wajib pajak,

b. data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia, dan

c. dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentran perpajakan yang berlaku.

Namun demikian, delam rangka penyidikan, penuntutan, atau keris sama dengan instansi
pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak dapat diberikan
atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

2. Penundaan Pembayaran

3. Pengangsuran Pembayaran

4. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan

5. Pengurangan PPh Pasal 25

6. Pengurangan PBB

Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya
dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, serta dalam hal objek pajak yang
terkena bencana alam dan bagi wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.

7. Pembebasan Pajak

Dengan alasan-alasan tertentu, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas
pemotongan/pemungutan pajak penghasilan.

8. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

Wajib pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai wajib pajak patuh dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan
untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.

9. Pajak Ditanggung Pemerintah

Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar
negeri, PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan, dan supplier
utama ditanggung oleh pemerintah.

10.Insentif Perpajakan
Dalam bidang PPN, untuk barang kena pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas
pembebasan PPN atau PPN tidak dipungut. BKF tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN,
antara lain kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, dan perlengkapan TNI/POLRI.
Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, mendapatkan
fasilitas PPN tidak dipungut, antara lain aras impor dan perolehan bahan baku.

11.Penetapan, Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali.


Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan
diterbitkan menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika wajib pajak tidak sependapat, ia
dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutnya, apabila belum puas dengan
keputusan keberatan tersebut, wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat
dilakukan oleh wajib pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

a. Penetapan

Penetapan pajak dapat dilakukan oleh direktur jenderal pajak. Jenis-jenis ketetapan yang
dikeluarkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan
Pajak Nihil (SKPN). Di samping itu, dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal
dikenakannya sanksi administrasi, dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.

BAB 6

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK BARANG MEWAH

A. Subjek Pajak

Yang dimaksud subjek pajak dalam UU PPN Tahun 1983 jo UU No. 42 Tahun 2009 adalah
pengusaha kens pajak. Oleh karena itu, wajib pajak dalam UU PPN tersebut dinamakan PKP.

1. Pengusaha Kena Pajak

Yang termasuk pengusaha kena pajak (PKP) adalah sebagai berikut:

a. Otomatis, meliputi:

1) pabrikan, yaitu pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP) (bidang
industri, termasuk real estate dan industrial estate);

2) importir BKP;

3) agen utama/penyalur utama (agen/penyalur/distributor yang mempunyai hubungan


langsung dengan pabrikan kontrak untuk memasarkan di pasaran);
4) indentor, yaitu pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atas pekerjaannya
menyuruh importir mengimpor barang kena pajak untuk dan atas kepentingannya;
pengusaha yang bersangkutan akan dikukuhkan sebagai PKP,

5) PPN yang seharusnya terutang ditagih, ditambah dengan sanksi-sanksi yang berlaku;
dan

6) pajak masukan yang ada atau yang telah dibayar sampai dengan saat pembatalan
keputusan sebagai pengusaha kecil tidak dapat dikreditkan.

Pengusaha kena pajak yang ditetapkan sebagai pengusaha kecil:

1) dilarang membuat/menerbitkan faktur pajak:


2) tidak diwajibkan memasukkan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai
1984;

3) tetap diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan; dan

4) diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak,


jika dalam jangka waktu kurang dari 12 (dua helas; bulan sejak pengusaha kena pajak
ditetapkan sebagai pengusaha kecil memperoleh peredaran bruto yang jumlahnya telah
melampaui batas Rp 60.000.000,00.

Pengusaha kecil yang tidak melaporkan usahanya guna memperoleh surat keputusan untuk
ditetapkan sebagai pe ngusaha kecil, dengan sendirinya teiah memilih sebagai PKP, dan karenanya
wajib memiliki semua ketentuan undang-undang dan peraturan PPN 1984.

B. Objek Pajak

1. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Yang menjadi objek pajak pertambahan nilai, antara lain:

a. Penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak kepada pihak mana pun.

b. Penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha yang memilih menjadi pengusaha kena
pajak kepada pengusaha kena pajak.

c. Penyerahan jasa pembuatan, pemugaran, serta perbaikan bangunan/konstruksi dan barang


tidak bergerak lainnya yang dilakukan oleh pemborong/kontraktor/subkontraktor kepada
pihak mana pun dala wilayah Republik Indonesia.

d. Impor barang kena paiak yang dilakukan oleh siapa pun.

Atas penyerahan barang mewah pada tingkat pabrikan atau pada waktu impor, selain dikenakan
PPN juga dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPBM).

2. Penyerahan Barang Kena Pajak

Penyeraha kees pa dapat terjadi karena:

a. jual beli, baik jual beli secara tunai, angsuran, maupun kredit;
b. sewa beli,

c. tukar-menukar;

d. perjanjian leasing

e. perjanjian pemesanan dan pembuatan barang kena pajak;

f. pengalihan hasil produksi dalam keadaan bergerak

g. penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang:

h. pemberian dengan cuma-cuma (hadiah);

i. pemberian contoh hasil produksi

j. pemakaian sendiri hasil produksi, dan


k. persediaan barang yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.

3. Kategori Penyerahan Barang Kena Pajak

Yang dikategorikan sebagai penyerahan barang kena pajak, antara lain:

a. barang atau jasa yang diserahkan adalah barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak
(JKP);

b. yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut adalah pengusaha kena pajak;

c. penyerahan dilakukan di atau ke dalam daerah pabean Indonesia; dan

d. penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, kecuali dalam hal
impor, atas pemasukan BKP ke dalam wilayah pabean Indonesia oleh siapa pun tetap
terkena PPN.

Penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan PPN hanyalah jasa bangunan/konstruksi dan barang
tak bergerak lainnya yang dilakukan oleh pemborong/kontraktor/subkontraktor. Dalam pengertian
penyerahan jasa oleh pemborong/kontraktor/subkontraktor tersebut, termasuk penyerahan jasa
untuk kepentingan sendiri.

4. Pemberlakuan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Dengan peraturan pemerintah, pemungutan pajak pertambahan nilai dapat diberlakukan terhadap:

a. semua penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di daerah pabean (wilayah Republik
Indonesia yang di dalamnya berlaku peraturan perundang-undangan pabean) oleh
pedagang besar atau eceran dalam lingkungan perusahaan atas pekerjaannya; dan

b. jenis-jenis jasa lainnya.

5. Penyerahan yang Bukan Termasuk objek Pajak

Penyerahan berikut ini bukan merupakan objek pajak:

a. penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha yang memilih menjadi pengusaha kena
pajak kepada bukan pengusaha kena pajak;

b. impor bukan barang kena pajak oleh siapa pun;

c. barang bawaan, penumpang (impor) yang nilainya tidak melebihi atau nilai barang yang
dibebaskan bea masuk berdasarkan perundang-undangan pabean;
d. barang pindahan bekas pakai dari luar negeri untuk keperluan keluarga, yang dibebaskan
dari pungutan bea masuk.

6. Jenis Barang yang Tidak Dikenai Pajak Menurut UU No. 42 Tahun 2009

Menurut UU No. 42 Tahun 2009 pasal 4A, jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai
adalah barang tertentu dalam kelompok barang berikut ini:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.

b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;


c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
catering, serta

d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

7. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN

Jenis jasa yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa
berikut ini:

a. jasa pelayanan kesehatan medis;

b. jasa pelayanan sosial;

c. jasa pengiriman surat dengan prangko;

d. jasa keuangan;

e. jasa asuransi;

f. jasa keagamaan;

g. jasa pendidikan;

h. jasa kesenian dan hiburan;

i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. jasa angkutan umum di darat dan air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri,

k. jasa tenaga kerja,

l. jasa perhotelan.

m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum,

n. jasa penyediaan tempat parkir;

o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam,

p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos, dan


q. jasa boga atau catering.

C. Cara Kerja Sistem PPN

Jenis pajak ini disebut pajak pertambahan nilai karena dikenakan atas pertambahan nilai (value
added) dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh pengusaha kena pajak, apakah ia pabrikan,
importir, agen utama, distributor utama, ataupun pemborong bangunan.

Berkaitan dengan cara kerja sistem PPN, ada beberapa hal yang mesti dipahami, di antaranya
sebagai berikut:

1. Sistem pemungutan PPN. Dalam sistem pajak pertamb:han nilai, pajak dipungut secara
bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pemungutan pajak
berganda.
2. Mekanisme kredit pajak. Hal ini dimungkinkan dengan adanya mekanisme kredit pajak
dari tarif pajak yang sama, yaitu 10% (sepuluh persen). Seorang pengusaha kena pajak
akan dipungut PPN dari barang dan jasa yang dibeli atau diperoleh untuk keperluan
usahanya.

3. Pajak masukan. Barang jasa yang dibeli atau diperoleh pengusaha tersebut merupakan
"masukan" (input) untuk keperluan usahanya, dan pajak yang telah dibayar pada saat
pembelian atau perolehan barang/jasa tersebut dinamakan pajak masukan. Apabila
pengusaha kena pajak tersebut menjual barang atau menyerahkan jasa untuk
langganannya, maka ia akan memungut pajak pertambahan nilai.

4. Pajak keluaran. Barang atau jasa yang diserahkan oleh pengusaha kena pajak tersebut
merupakan "keluaran" (output) dan PPN yang dipungutnya merupakan pajak ke-
luaran.

Pengusaha kena pajak setiap bulan diwajibkan untuk menghitung jumlah pajak yang terutang dan
melaporkannya ke Kantor Inspeksi Pajak. Untuk keperluan penghitungan jumlah pajak yang
terutang atau yang mungkin lebih dibayar, maka pengusaha kena pajak tersebut harus menghitung
selisihtara pajak keluaran dengan pajak masukan. Apabila jumlah pajak keluaran lebih besar
daripada pajak masukan, maka selisihnya merupakan jumiah pajak yang harus disetir dan
dilaporkan oleh pengusaha kena pajak tersebut. Sedangkan apabila pajak masukan lebih besar
daripada pajak keluaran, maka selisihnya merupakan hak Pengusaha Kena Pajak tersebut untuk
diminta kembali atau dimakan dengan jumlah pajak yang terutang dalam masa pajak berikutnya.

D. Beberapa Istilah dan Pengertian yang Perlu Di- ketahui

Dalam UU PPN 1984, banyak istilah atau pengertian yang perlu diketahui terlebih dahulu untuk
memahami maksud ketentuan undang-undang dan peraturan-peraturannya, antara lain:

1. Barang kena pajak (BKP), yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak sebagai hasil proses
pengolahan (pabrikasi).

2. Jasa kena pajak (JKP), yaitu semua kegiatan usaha dan pemberian pelayanan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang,
fa- silitas, atau hak tersedia untuk dipakai. Untuk sementara, jasa yang dikenakan pajak
adalah jasa bangunan/konstruksi yang dilakukan oleh
pemborong/kontraktor/subkontraktor,

3. Pengusaha kena pajak (PKP), yaitu orang arau badan dalam bentuk apa pun yang
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan atau melakukan usaha jasa.

4. Menghasilkan, yaitu kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat
suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru,
termasuk membuat, memasak, merakit, mencampur. mengemas, membotolkan, dan
menambang, atau menyuruh orang atau badan la melakukan kegiatan itu. Yang tidak
tengertian menghasilkan adalah:

a. menanam modal atau memetik hasil pertanian atau memelihara hewan,

b. menangkap atau memelihara ikan,

c. mengeringkan atau menggarami makanan,

d. membungkus atau mengepak yang lazimnya terjadi dalam usaha


perdagangan besar atau eceran,

e. menyediakan makanan dan minuman di restoran, rumah, penginapan, atau yang


dilaksanakan oleh usaha catering.

5. Harga jual, yaitu nilai berupa wang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya oleh penjual karena penyerahan barang, tidak termasuk pajak yang
dipungut menurut UU PPN 1984, potongan harga yang dicantumkan dalam faktur
pajak, dan harga barang yang dikembalikan.

6. Nilai impor, yaitu cost insurance freight (CIF) sebagai dasar perhitungan bea masuk
ditambah semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan pabean. Yang dapat dipotongkan dari harga jual adalah sebagai berikut:

a. Potongan harga, seperti potongan tunai atau rabat dalam batas adat pedagang yang baik,
asalkan tercantum dalam faktur pajak. Tidak termasuk dalam pengertian potongan harga
adalah bonus, komisi, premi, dan sebagainya yang diberikan sebagai hadiah atau
incentives dalam rangka menjualkan barang.

b. Barang yang dikembalikan karena rusak, perbedaan muru, jenis, atau tipe, dan barang yang
hilang dalam perjalanan.

7. Penggantian, yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya ng iminta atau seharusnya
dimana oleh pabean jasa karena penyerahan jasa, tidak termasuk pajak yang dipungut
berdasarkan UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
8. Faktur pajak, yaitu bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak
atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat penyerahan barang kena pajak atau
jasa kena pajak pada saat impor barang kena pajak.

9. Masa pajak, yaitu jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin, kecuali
ditetapkan lain oleh menteri keuangan:

E. Kewajiban Pengusaha kena Pajak


Berikut adalah kewajiban-kewajiban PKP yang penting untuk diketahui.

1. Pengukuhan

a. Dasar hukum

1) Pasal 3 UU PPN Tahun 1984

2) Pasal 2 sampai dengan 7 PP No 22 Tahun 1985

b. Kewajiban melaporkan usaha

Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf a dan d UU PPN 1984 yang
dikenal dengan nama pengusaha kena pajak (PKP), wajib melaporkan usahanya untuk diukuhkan
sebagai PKP kecuali tergolong sebagai pengusaha kecil.

c. Keputusan pengukuhan

Atas dasar laporan usaha tersebut pada butir (2), kepala pelayanan pajak (anrara lain direktur
jenderal paiak, dalun waktu 7 hari setelah laporan usaha diterima, menerbitkan keputusan
pengukuhan sebagai PKP.

2. Kewajiban Membuat Faktur Pajak (FP)

a. Dasar hukum

1) Pasal 13 UU PPN 1984

2) Pasal 22 sampai dengar: 24 PP No. 22 Tahun 1985

3) Keputusan Menters Keuangan Nomor 412/KMK.04/1984 Tanggal 11 Mei 1984

4) Kepatusan Menteri Keuangan Nomor 218 KMK.04/1986 Tanggal 4 April 1986.

b. Apakah faktur pajak itu? Faktur pajak merupakan:

1) bukti pemungutan yang sah (sebagai pajak keluaran bagi


PKP penjual/pengusaha jasa kena pajak).

2) bukti untuk menekreditkanpajak (sebagai pajak masukan bagi


PKP pembeli/penerima jasa kena pujak?

c. Kapan faktur pajak harus dibuat?


Saat pembuatan faktur pajak penting diketahui, karena berguna untuk menentukan masa pajak
mana yang merupakan pajak terutang dan masa pajak mana yang merupakan pajak masukan yang
dapat dikreditkan.

1) Penyerahan kepada pemerintah

Faktur pajak dibuat selambat-iambarnya pada saat penerimaan pembayaran, baik dari KPN maupun
bendaharawan.

2) Penyerahan kepada bukan pemerintah

Faktur pajak yang akan diserahkan kepada bukan pemerintah dibuat:

a) saat penerimaan uang muka, dalam hal uang muka diterima sebelum penyerahan,

b) saat penerimaan termyn untuk tahap penyelesaian jasa kena pajak, atau

c) 30 hari setelah penyerahan BKP atau keseluruhan jasa kena pajak.


3. Kewajiban Pencatatan/Pembukuan

a. Dasar hukum

1) Pasal 6 UU PPN Tahun 1984

2) Pasal 18 PP 22 Tahun 1985

3) Pasal 28 UU KUP

b. Sifat/cara pencatatan

Yang diwajibkan dalam UU PPN 1984 adalah kewajihan pencatatan.

4. Kewajiban Penyetoran

Selambat-lambatnya 15 hari setelah masa pajak.

5. Kewajiban Pelaporan

Selambat-lambataya 20 hari setelah masa pajak

Kewajiban-kewajiban tersebut merupakan angkan pekerjaan yang tidak dapat dipisahkan


khususnya dalam rangka melaksanakan sistem self assessmen: yaitu menghitung menyetorkan,
serta melaporkan pajak yang terurang dan harus dibayar. Ketertiban dan kebenaran melakukan
kewajiban tenebut tidak saja berguna bagi perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga berguna bagi
Direktorat Jenderal Pajak dalam hal melakukan pemerikanan. Ketertiban dan kebenaran melakukan
kewajiban tersebut akan mempengaruhi lamanya dilakukan pemeriksaan dan ruang lingkup
pemeriksaan itu sendiri. Di samping itu, dokumen tersebut (faktur pajak, buku, dan catatan) penting
bagi pengusaha kena pajak dalam rangka mengajukan hak-haknya, misalnya restitusi keberatan dan
sebagainya.

F. Saat dan Tempat Terutangnya Pajak

Untuk keperluan pemungutan pajak maka perlu diketahui saat dan tempat terutangnya pajak. Pajak
yang terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyerahan barang kena pajak atau pada saat
impor barang kena pajak. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena
pajak/jasa kena pajak, maka pajak yang terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran.
Untuk penyerahan barang kentak (BKP) PPN terutang pada saat penyerahan (accrual basis), maka
ini berarti bahwa PPN telah terutang dan harus dipungut dari seluruh harga barang yang diserahkan
dengan tidak melihat apakah barang telah dibayar, telah dibayar sebagian, atau belum dibayar sama
sekali.

Untuk jasa kena pajak, terutang pada saat penyerahan jasa kena pajak yang dapat dilihat dari:

1. ditandatanganinya perjanjian/kontrak pemborongan,

2. penagihan atas penggancian dilakukan atau

3. pembayaran atas penggantian diterima, sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan


jasa.
Dalam jasa pemborongan bangunan, pembayaran penggantian jasa biasanya dilakukan sesuai
dengan tahap-rahap penyelesaian pekerjaan. Oleh karena itu, PPN terutang pada saat pembayaran
termin atau pada saat penyelesaian tahap-tahap pemborongan.

Pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak, terutang pajak di
tempat tinggal atau kedudukan mereka atau di tempat usaha dilakukan. Pengusaha yang
mempunyai lebih dari satu tempat usaha dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Direktorat
Jenderal Pajak untuk memperoleh penerapan satu tempat usaha sebagai rempat terutangnya pajak.

G. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak

1. Rumus Umum Pengenaan Pajak

Untuk keperluan dasar pengenaan pajak (tax based), undang- undang dan peraturan
pelaksanaannya telah menentukan rumus umum sebagai berikut:

a. Dalam hal penyerahan penjualan barang kena pajak, yaitu terhadap penyerahan barang
hasil pabrikan, misalnya hasil industri dan hasil real state/industrial state, yang menjadi
dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah harga jual.

b. Dalam hal penyerahan jasa kena pajak dalam pengertian im penyerahan bangunan, yang
menjadi dasar pengenaan paisk adalah pinggantian (harga borongan atau termin
pembayaran dan harga borongan).

c. Dalam hal impor, yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah nilai impor.

2. Tarif Pajak

Tarif pajak menurut UU PPN 1984, yakni untuk tarif umum sebesar 10%, sedangkan atas ekspor
sebesar 0%. Apabila yang diserahkan adalah barang kena pajak yang tergolong mewah, selain
dikenakan PPN, juga dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPBM) yang terdiri dari dua
macam tarif, yaitu 10% dan 20%. Perbedaan tarif 10% dan 20% tersebut dilakukan berdasarkan
kenyataan adanya perbedaan tingkat kemewahan dari barang-barang yang bersangkutan.

a. Barang Mewah yang Dikenakan Pajak dengan Tarif 10%

Barang-barang mewah yang dikenakan pajak dengan tarif 10%, antara lain:

1) minuman ringan yang tidak mengandung alkohol yang diproduksi dengan


menggunakan cara pengalahan serba otomatis, seperti Cola Cola, Pepsi Coal, Sprite,
Seven Up, Fanta, Mirinda, Canada Dry, Teh Botol, F& N dan lain-lain minuman seje
bull dalam kemasan botol, kaleng, karton, maupun jenis kemasan lainnya.

2) kendaraan bermotor beroda dua dari segala merek dan

3) untuk keperluan rumah tangga dan hiburan, seperti refree mesin cuci, penguap debu,
kompor listrik gas, celem berwarna, pesawat penerima radio stereo mplifier, part nahe
attender, equaliter, lungan nuam, dun mango tramand,
4) alat-alat fotografi dan perlengkapannya, seperti kamera, proyek lensa kamera, dan
segala jenis film,

5) alat-alat olahraga mewah dan perlengkapannya, seperti alat olahraga golf, olahraga
berkuda, bowling, hiliat beserta pedengkapannya, dan sebagainya,

6) segala jenis permadani, dan

7) perlengkapan rumah tangga dan satutar mewati.

b. Bang Mewah yang Dikenekan Pajak dengan Tarif 20%

Sementara, barang mewah yang dikenakan pajak dengan tarif 20%, meliputi:

1) Minuman yang mengandung alkohol sepetu bir, anggur, Green Sands, dan minuman
sejenis lainnya.

2) Semua jenis kendaraan bermotor balap beroda dua dan empat


yang konstruksinya khanus dibuat untuk balap dari segala jenis dan merek.

3) Kendaraan bermotor jenis sedan, station tragon, jeep, serta van dari segala jenis dan
merek

4) Kapal pesiar, seperti speedboat, yacht, dan sejenisna

5) Pesawar terbang dan helikopter, kecuali yang digunakan untuk pengangkutan umum
atau keperluan negara

6) Video cassete recorder dan segala jenis merek, termasuk video cassette.

7) Alat judi, permainan ketangkasan dan hiburan elektronik, seperti pin ball, pachinko,
roulette, dan sejenisnya.

8) Senapan angin, pistol angin, pistol gas, senjata untuk berburu, dan senjata api untuk
pemakaian sendiri, kecuali yang digunakan oleh Angkaran Bersenjata Republik
Indonesia.

9) Radio citizens band (CB), walkie talkie, bandy talkie, dan transceiver dan segala jenis
dan merek, kecuali yang digunakan untuk kepentingan negara.

10)Piano, organ dan sejenisnya.

11)Segala jenis barang dan Kristal dan orinya, seperti lampu. tempat bunga, dan
sejenisnya.
c. Tarif Pajak Berdasarkan Peraturan Terbaru

Dengan adanya PP No. 29 Tahun 1988 Tanggal 27 Desember 1988, tentang perubahan atas pasal
16 PP No. 22 Tahun 1985, tentang pelaksanaan UU PPN Tahun 1984 yang berlaku mulai 15
Januari 1989, maka tarif pak tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tarif PPn-BM yang semula hanya terdiri dari dua yaitu 10% dan 20%, telah diubah
menjadi tiga tariff yaitu 10%, 20% dan 50%. Oleh karena itu, kelompok BKP yang
dikenakan PPn-BM juga berubah menjadi tiga kelompok.

2) Kelompok BKP yang dikenakan PPn-BM tarif 10%, meliputi:

a) minuman yang tak mengandung alkohol yang dibotolkan/dikemaskan


b) kendaraan bermotor beroda dua, baik menggunakan kereta patungan sisi maupun
tidak, dengan tenaga mesin yang ini tilindernya melebihi 200cc, kecuali untuk
keperluan negara;

c) kendaraan bermotor jenis kombi dan minibus;

d) pesawat penerima siaran radio, pesawat rekam, dan reproduksi suara beserta
perlengkapannya;

e) alat mewah dengan tenaga listrik, baterai, dan gas untuk imah tangga

f) wangi-wangian, produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki dan


rambut, serta preparat rias lainnya.

3) Kelompok BKP yang dikenakan PPn-BM tarif 20%, meliputi:

a) minuman yang tidak mengandung alkohol, kecuali yang dikenakan tarif 10%;

b) kendaraan bermotor jenis jeep yang tidak double gardan,

c) alat fotografi, pesawat rekam dan reproduksi suara beserta perlengkapannya,


kecuali yang dikenakan tariff 10%;

d) alat-alat mewah dengan tenaga listrik baterai, gas untuk rumah tangga, kecuali
yang dikenakan tarif 10%;

e) alat keperluan untuk olahraga tertentu dan permainan

f) barang saniter dan perlengkapan; serta

g) permadani yang terbuat dari jenis bahan tertentu.

4) Kelompok BKP yang dikenakan PPn-BM dengan tarif 30%, meliputi:

a) minuman yang mengandung alkohol;

b) kendaraan bermotor jenis sedan, jeep dengan dobel gardan, mobil balap,

station wagon, dan van, kecuali van untuk angkutan barang;

c) kapal, bahtera, dan kendaraan air tertentu, kecuali untuk keperluan negara dan
angkutan umum;

d) pesawat udara, kecuali yang dipergunakan untuk keperluan negara dan angkutan
umum;
e) senjata api, senjata angin, dan gas beserta peralatannya, kecuali untuk keperluan
negara;

f) perlengkapan untuk permainan dalam ruangan, di atas meja, dan dalam taman
hiburan untuk orang dewasa dan kanak-kanak

g) barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari kristal, granit, dan batu
pualam, dan/atau onnya; serta

h) pesawat pengirim dan pesawat penerima, kecuali digunakan untuk keperluan


negara.

H. Kredit Pajak

Syarat utama pengkreditan pajak adalah adanya faktur pajak. Pajak masukan yang telah dibayar
pada saat perolehan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran
yang dipungut pada waktu penyerahan, pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran
tersebut dilakukan dalam masa pajak yang sama, yaitu selisih jumlah pajak keluaran dengan jumlah
pajak masukan yang dapat dikreditkan selama sebulan takwin.

Apabila dalam suatu masa, pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan dengan pajak yang terutang da- lam masa
pajak berikutnya atau dapat dikembalikan.

1. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

Tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan Pajak masukan tidak dapat dikreditkan bagi
pengeluaran untuk:

a. Pembelian/impor barang atau penerimaan jasa sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi


pengusaha kena pajak

b. Pembelian barang dan pengeluaran biaya lain yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan proses menghasilkan barang kena pajak atau jasa kena pajak; serta

c. Pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor, sedan, jeep, station wagon, van, dan
kombi.

2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah Dipungut Satu Kali

Berbeda dengan pajak pertambahan nilai yang dipungut secara bertingkat (multi stages) pada
beberapa mata rantai lajur kegiatan produksi, pemberian jasa, dan distribusi, maka pajak penjualan
atas barang mewah hanya dikenakan satu kali pada tingkat pabrikan atau pada waktu impor.

3. Pajak Penjualan Barang Mewah Tidak Dapat Dikreditkan

Pajak penjualan atas barang mewah tidak dapat dikreditkan dengan pajak pertambahan nilai pada
penyerahan berikutnya.

I. Cara Menyetor dan Faktur Pajak

1. Cara Menyetor Pajak

Untuk menyetor pajak, yang pertama-tama harus dilaksanakan ialah mengisi formulir Surat Setoran
Pajak (SSP) yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak secara cuma-cuma bersamaan dengan
penyampaian surat pengukuhan sebagai pengusaha pajak dan terdiri dari kolom-kolom yang harus
diisi dengan benar oleh pengusaha kena pajak.
Satu perangkat formulir SSP terdiri dari empat rangkap, yaitu:

a. Lembar pertama berwarna kuning

b. Lembar kedua berwarna merah muda

c. Lembar ketiga berwarna putih

d. Lembar keempat berwarna hijau muda

2. Faktur Pajak
Adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak pada saat penyerahan
barang atau jasa kena pajak, atau yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat
impor barang kena pajak. Pembuatan faktur pajak bersifat wajib, karena faktur pajak adalah bukti
pungutan yang sah yang menjadi sarana pelaksanaan mekanisme pengkreditan PPN.

Orang atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dilarang membuat faktur
pajak karena untuk melindungi pembeli dari pungutan pajak yang tidak semestinya.

Pada dasarnya, untuk setiap penyerahan barang/jasa kena pajak harus dibuat faktur pajak, akan
tetapi pengusaha dapat mengajukan izin tertulis untuk membuat faktur pajak gabungan yang
meliputi seluruh penyerahan barang/jasa kena pajak dari pembeli/penerima jasa yang sama (satu
pembeli), yang dilakukan dalam satu masa pajak (satu bulan).

Pengusaha yang memilih menjadi pengusaha kena pajak hanya boleh membuat faktur pajak
semata-mata untuk penyerahan barang kepada pengusaha kena pajak. Untuk pemungutan pajak
penjualan atas barang mewah tidak perlu dibuatkan faktur pajak karena pemunutan PPn tidak dapat
dikreditkan.

Untuk setiap penyerahan barang/jasa kena pajak harus dibuat sekurang- kurangnya satu perangkat
faktur pajak yang terdiri dari dua lembar, lembar pertama untuk pembeli atau penerima jasasebagai
bukti pajak masukan dan lembar kedua untuk pengusaha kena pajak sebagai bukti pajak keluaran.
Faktur pajak harus dibuat selambat-lambatnya 10 harisetelah saat penyerahan barang/jasa kena
pajak atau pada saat pembayaran.

Bentuk dan ukuran faktur pajak dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan adaministrasi pengusaha
kena pajak, tetapi sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

a. Nama, alamat, dan NPWP pengusaha kena pajak

b. Nomor urut faktur pajak

c. Nama, alamat, NPWP pembeli/penerima jasa, dan keterangan apakah pembeli/penerima


jasa sebagai pengusaha kena pajak atau bukan

d. Perincian tentang penyerahan yang meliputi nama barang/jasa kena pajak, kuantum, harga
satuan, dan harga jual/pergantian.

e. Potongan harga

f. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


g. Tempat dan tanggal pembuatan faktur pajak

h. Tanda tangan dan nama lengakap

3. Jenis –Jenis Faktur Pajak

a. Faktur pajak biasa


b. Faktur pajak gabungan

Adalah faktur pajak yang dipakai oleh pengusaha kena pajak yang mempunyai pembeli tetap, dan
penyerahan barang kena pajak kepada mereka terjadi berulang-ulang dalam suatu masa pajak dan
hanya dapat dipakai jika disetujui oleh direktirat jenderal pajak.

Wewenang direktorat jenderal pajak ini telah dilimpahkan kepada para kepala pelayanan pajak
dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No: KEP.90/PJ.3/1985 Tanggal 5 Juni 1985.
Dalam hal pengusaha kena pajak menggunakan faktur pajak gabungan, maka ada beberapa syarat
yang perlu dipenuhi yaitu:

1) Faktur pajak gabungan dibuat dengan lengkap yang berisi informasi tentang nama,
alamat, dan NPWP Pembeli/Langganan tetap.

2) Faktur pajak gabungan harus dibuat pada akhir masa pajak (bulan takwin) atas
penyerahan barang kena pajak.

3) Satu faktur pajak gabungan untuk satu pembeli/distributor.

4) Faktur pajak gabungan supaya dilampirkan banyak transaksi dan jumlah peredaran
yang terjadi selama sebulan/masa pajak yang menjadi dasar pembuatan faktur pajak
gabungan.

5) Untuk membedakan faktur pajak gabungan dengan yang lainnya, maka perkataan “
Faktur Pajak Gabungan” agar dicetak secara jelas pada formulir yang digunakan
sebagai faktur pajak gabungan.

c. Faktur pajak sederhana

Pengusaha kena pajak yang menjual barang kena pajak langsung kepada konsumen dalam jumlah
kecil-kecil seperti roti, dapat mengajukan permohonan kepada kepala pelayanan pajak setempat
untuk dapat menggunakan faktur pajak sederhana dan tidak boleh dipakai sebagai pajak masukan.

Bagi pengusaha kena pajak yang mempunyai mesin kas register, dapat diprogram sesuai dengan
contoh faktur pajak sederhana, maka segi hitung tersebut dapat dianggap sebagai faktur pajak
sederhana. Jumlah dari masing-masing rol kas register bersama-sama dengan nomor yang
bersangkutan dicatat dalam buku penjualan harian pengusaha kena pajak yang bersangkutan dan
rol kas register harus disimpan.

d. Faktur pajak impor


e. Faktur pajak khusus

1) Faktur pajak untuk Pertamina


Faktur pajak yang digunakan untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh Pertamina adalah
FNBP (Faktur Nota Bon Penyerahan).

2) Faktur pajak untuk penyerahan gula

Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG, sebagai faktur
pajak.

4. Sanksi Tidak Membuat Faktur Pajak

Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat faktur pajak, tetapi tidak melaksanakannya atau tidak
selengkapnya mengisi faktur pajak dikenakan sanksi berupa denda administrsi sebesar 20% dari
dasar pengenaan pajak. Bila pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
telah membuat faktur pajak, maka pengusaha tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak dan diwajibkan pula menyetor jumlah pajak yang telah
dibuatkan faktur pajaknya itu ke kas negara. Pajak masukan tidak dapat dikreditkan.

J. Impor Barang Kena Pajak

Atas impor barang kena pajak terutang PPN sebesar 10%, sama dengan tarif yang berlaku atas
barang sejenis yang diproduksi dan dijual di Indonesia. Bila penyerahan suata barang di dalam
negeri dikenakan PPN, maka atas barang yang sama diimpor juga terkena PPN.

Begitu pula suatu barang yang diserahkan di Indonesia bebas PPN, misalnya barang hasil agraris
yang belum diolah, maka atas impor barang yang sama juga bebas PPN. Apabila yang diimpor
termasuk golongan barang mewah, maka selain dikenakan PPN juga dikenakan PPh atas barang
mewah.

Pemasukan barang-barang ke dalam wilayah pabean Indonesia dibebaskan dari pengenaan PPN ,
apabila:

1. Pemasukkan kedalam daerah pelabuhan bebas dan/atau kawasan berikat dibebaskan


dari bea masuk sesuai dengan peraturan perundangan-undangan pabean.

2. Dimasukkan sebagai barang pindahan bebas pakai untuk keperluan keluarga sendiri,
yang menurut Peraturan Perundangan-undangan Pabean dibebaskan bea masuk.

3. Dimasukkan sebagai barang bawaan penumpang bukan barang dagangan yang nilainya
tidak melebihi batas nilai barang bawaan yang dibebaskan dari bea masuk, sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan pabean.
4. Dimasukkan sebagai barang kiriman bukan barang dagangan yang nilainya tidak
melebihi batas nilai barang bawaan yang dibebaskan dari bea masuk, sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan pabean.
5. Dimasukkan sebagai sumbangan yang diberikan kepada pemerintah dan badan- badan
nonpemerintah dengan persetujuan menteri keuangan.

6. Pemasukannya dipergunakan untuk keperluan pameran, pertunjukkan, dan yang


sejenis, dengan ketentuan bahwa barang kena pajak tersebut diekspor kembali.

7. Pemasukannya dibebaskan dari bea masuk sesuai dengan perjanjian atau hukum
internasional (misalnya barang diplomatik).

Dasar pengenaan pajak atas impor barang kena pajak adalah nilai impor, yaitu cost insurance
freight (CIF), sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah semua biaya dan pungutan lain
menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan pabean, tidak termasuk PPN dan PPn-BM
yang dipungut. Adapun pemungutan pajak dilaksanakan pada saat impor barang kena pajak ke
dalam daerah pabean, bersamaan dengan saat penyelesaian perhitungan bea yang terutang
berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan pabean.

K. PPN Ditanggung Pemerintah

Berdasarkan Kappres No. 18 Tanggal 9 Mei 1986, PPN yang ditanggung pemerintah adalah
sebagai berikut:

1. Impor BKP tertentu yang PPN-nya ditanggung oleh pemerintah adalah:

a. Bahan baku untuk pembuatan uang kertas, uang logam, benda materai, pita cukai, dan pita
(stiker) PPN, yang dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha yang ditunjuk oleh
pemerintah.

b. Uang kertas, uang logam, dan traveller’s cheque.

c. Makanan ternak serta unggas, dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak dan
unggas.

d. Alat kontrasepsi untuk keperluan Keluarga Berencana (KB).

e. Barang kena pajak yang bersifat strategis untuk keperluan pembangunan nasional yang
ditetapkan mentri keuangan.

2. Penyerahan BKP tertentu yang PPN-nya ditanggung oleh pemerintah ialah:

a. Uang kertas, uang logam, benda materai, pita cukai, dan pita (stiker) PPN, yang dicetak
oleh Perum PERURI.
b. Air bersih yang disalurkan melalui pipa.

c. Senjata, amunisi, alat angkutan di air/bawah air/udara, kendaraan berlapis baja, serta
kendaraan angkutan khusus lain untuk keperluan TNI.

d. Emas batangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk oleh menteri keuangan.

e. Rumah murah, rumah sederhana, pondok borom asrama mahasiswa dan pelajar, serta
perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh
menteri keuangan setelah mendengar pendapat menteri utusan
perumahan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai