Anda di halaman 1dari 13

Pemotongan dan

Pemungutan PPh
Pertemuan 1
Dasar Hukum Pemungutan Pajak

1. Undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
3. Peraturan Dirjen Pajak nomor PER - 32/PJ/2015 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi

Definisi Pemungutan Pajak

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji,
penghasilan dari laba usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib Pajak dikenai pajak
atas penghasilan yang diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak.

PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang
Pajak Penghasilan telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara
membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain.
Pengertian Pemotongan Pajak

Pengertian pemotongan pajak adalah kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan
pembayaran yang dilakukan. Pemotongan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran atau gaji
terhadap penerima gaji atau pegawainya.

Pengertian Pemungutan Pajak

Pengertian pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi.
Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Namun demikian ada
juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan.
Misalnya pemungutan oleh bendaharawan pemerintah atas pengadaan barang. Secara mekanisme
pemungutannya, lebih menyerupai pemotongan pajak, karena dilakukan oleh pihak pembayar.

Dengan demikian pemungutan pajak dilakukan dengan dua cara yaitu:


(1) Pemotongan atas pembayaran yang dilakukan oleh pembeli barang
(2) Pemungutan oleh pihak yang menjual barang atau yang memiliki otoritas mengeluarkan barang
Ada beberapa perbedaan sudut pandang dari PPh potput yaitu:

• Dari sisi jenis pajak


- Pemotongan digunakan untuk PPh Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26 dan PPh Final Pasal 4 Ayat 2.
- Pemungutan digunakan untuk PPh pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
• Dari sisi subjeck pajak
- Pemotongan dilakukan oleh subjek yang tidak spesifik dan biasanya hanya disebut dengan pemberi kerja
atau penyelenggara kegiatan, dalam hal ini bisa diartikan sebagai pihak perusahaan atau organisasi yang
melakukan pembayaran.
- Pemungutan dilakukan oleh pihak yang diberikan kewenangan secara jelas, misalnya dengan peraturan
menteri keuangan yang menugaskan bendaharawan daerah atau Badan-Badan lain yang dikenai peraturan
tersebut.
• Dari sisi objek pajak
- Pemotongan umumnya dikenakan atas penghasilan atau pendapatan yang memang akan menjadi hak dari
wajib pajak (gaji, dividen, bunga)
- Pemungutan dikenakan atas penghasilan yang belum tentu akan jadi penghasilan bagi semua penerima
uang. Hal ini dikarenakan karena objeknya bisa penjualan maupun pembelian (sepeti misalnya impor atau
pengenaan pungutan atas pembelian bahan bakar minyak).
• Dari sisi pengisian SSP
- Pemotong, dalam pengisian SSP, pada kolom NPWP diisi dengan NPWP milik pemotong.
- Pemungut, dalam pengisian SSP kolom NPWP diisi dengan NPWP yang dipungut pajaknya.
Jenis-jenis sistem pemungutan pajak :

Official Assessment System


Adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak.
Sistem ini pada umumnya diterapkan pada pengenaan pajak langsung . Dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif
karena utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Dan dalam hal ini wajib
pajak bersifat pasif.
Sistem diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat
ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terutang setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung
sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan olek
KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.
Self Assessment System
Adalah sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan. Dalam sistem ini wajib pajak sifat aktif untuk
menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri, sedangkan fiskus hanya memberi penerangan, atau
sebagai verifikasi.
Sistem ini diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak
Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN.
Self assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP :
• Setiap WP wajib membayar pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP.
• Jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah pajak terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
• Apabila Dirjen Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Pada prinsip self assessment, beban
pembuktian ada di pihak fiskus (Dirjen Pajak).
Withholding system
Yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (
yang bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak / fiskus ). Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya
berupa bukti potong atau bukti pungut. Contoh : PPh 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal
26,dan PPh pasal 4 Ayat (2).

Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15. Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut
dinamakan withholding tax system.

Selain jenis-jenis pajak tersebut, sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak termasuk dalam skenario withholding tax system, namun
pemungutan PPN dan PPnBM harus diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak
ketiga.
Pemotongan PPh 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan
ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya
maupun yang bukan karyawannya.
WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP
orang pribadi terdaftar.

Pemungutan PPh 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah),
impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan atas:


• Pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
• Kegiatan impor barang;
• Produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
• Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang
perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
• Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal
22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
Pemotongan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga,
royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.

WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh
Pasal 23.

Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi
penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan
dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.

Pemotongan PPh 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen,
bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk
untuk memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.
Pemotongan PPh 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada
Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus.

Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar
negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Wajib Pajak badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk
memotong PPh Pasal 15. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas
penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong.

Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan
adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
Pemotongan PPh final pasal 4 ayat 2 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran
untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dan lainnya.

Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri
oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam
penghitungan PPh pada SPT Tahunan. ;WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan WP orang
pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2).

Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan
pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang
diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut.

Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi
penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4
ayat (2) tersebut, misalnya dalam transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.
Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang ditunjuk (misalnya
Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak.

PKP yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet)
melebih Rp600.000.000,00 setahun atau pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.

Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib
memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari pembeli atau pemakai
jasanya.
Mini Tugas
Jelaskanlah isi dari :
• Undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
• Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
• Peraturan Dirjen Pajak nomor PER - 32/PJ/2015 tentang pedoman teknis
tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal
21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan orang pribadi
Tugas diketik di Ms Word dan dikumpulkan di edlink dan google classroom.
Berikut link google classroom:
https://classroom.google.com/u/0/c/MzA3NDYxMjI2Nzk1

Anda mungkin juga menyukai