Anda di halaman 1dari 18

LECTURE NOTES

Tax Management and Strategy

Week 7

Withholding tax provisions

Tax Management & Strategy


LEARNING OUTCOMES

LO 3: Apply corporate withholding tax management based on tax regulation in Indonesia.

OUTLINE MATERI (Sub-Topic):


1. Provisions for withholding and Collection Income tax
2. Withholding Income Tax in Contract
3. Manage Withholding tax

Tax Management & Strategy


ISI MATERI

Provisions for withholding and Collection Income tax


Pemotongan Pajak
Pemotongan dan pemungutan adalah dua istilah yang berbeda. Pemotongan dapat berarti
memotong atau mengurangi pembayaran yang berkaitan dengan jumlah yang diterima atau
dapat juga dikatakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pemotongan pajak biasanya
dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan atau pihak yang membayarkan. Dan jenis pajak
yang dipotong adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21/26, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15.

Pemungutan Pajak
Sedangkan istilah pemungutan berarti memungut atau menambah yang berkaitan dengan
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Pemungutan pajak dilakukan oleh penerima penghasilan atau pihak yang menerima
pembayaran. Namun, dalam kondisi tertentu dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan,
sebagai contoh: pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dilakukan oleh Bendaharawan
Pemerintah. Untuk jenis pajak yang dipungut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Pemotongan dan pemungutan pajak juga memiliki persamaan, yaitu terletak pada pihak yang
melakukannya. Baik pihak yang melakukan pemotongan ataupun pemungutan pajak sama-
sama merupakan kepanjangan tangan dari otoritas pajak (fiskus) untuk dapat mengambil dan
menyetorkan pajak kepada kas negara.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


Pemotongan untuk Pajak Penghasilan (PPh) ini dilakukan oleh pihak yang memberikan
penghasilan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan suatu
pekerjaan ataupun kegiatan yang dilakukan. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pembayaran

Tax Management & Strategy


terkait dengan upah atau gaji yang diterima oleh pegawai/karyawan akan dipotong oleh
perusahaan yang menjadi pihak pemberi kerja.

Wajib Pajak yang berbentuk badan telah ditunjuk oleh Undang-Undang (UU) perpajakan
sebagai pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan atau
diterima oleh karyawan maupun yang bukan merupakan karyawannya. Namun, Wajib Pajak
orang pribadi juga dapat ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ini
apabila mendapatkan penunjukkan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak
orang pribadi terdaftar.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23


Untuk pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 ini dilakukan oleh pihak yang
memberikan penghasilan sehubungan dengan adanya pembayaran berupa dividen, bunga,
sewa, royalti, dan juga jasa kepada Wajib Pajak berbentuk badan dalam negeri dan juga
Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Wajib Pajak berbentuk badan memang ditunjuk untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 23, namun Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23. Maka, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang
termasuk ke dalam objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan pihak pemberi
penghasilan atau pemberi kerja juga merupakan pihak pemotong Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 23, maka penghasilan yang diterimakan tersebut nantinya akan dipotong atas Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23 oleh pihak pemotong yang bersangkutan.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26


Pemotongan ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan atau pihak pemberi kerja
sehubungan dengan adanya pembayaran berupa dividen, bunga, hadiah, royalti, dan
penghasilan lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri. Untuk kegiatan pemotongan ini, Wajib
Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk dapat memotong
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang tax
treaty.

Tax Management & Strategy


Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2)
Pemotongan ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan sehubungan dengan
pembayaran yang berkaitan dengan pembayaran atas objek tertentu, sepeti hal nya sewa tanah
atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah atau bangunan, dan lain
sebagainya. Kata ‘final’ pada pemotongan pajak ini berarti pajak yang telah dipotong,
dipungut oleh pihak yang memberikan penghasilan atau dibayarkan sendiri oleh pihak
penerima penghasilan, dan untuk perhitungan pajaknya telah selesai dan tidak dapat
dikreditkan kembali dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) pada Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan.

Dalam hal ini, Wajib Pajak berbentuk badan saja yang ditunjuk untuk memotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi tidak
mendapatkan penunjukkan untuk memotong. Sama halnya dengan Pemotongan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang termasuk ke
dalam objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi
penghasilan atau pemberi kerja juga merupakan pihak pemotong Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 4 ayat (2), maka penghasilan yang diterimakan tersebut nantinya akan dipotong atas
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) oleh pihak pemotong yang bersangkutan. Namun,
apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi yang bukan
merupakan pemotong, maka Wajib Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk menyetorkan
sendiri Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) tersebut. Hal ini misalnya menyangkut
dalam proses transaksi sewa atau penjualan properti tanah atau bangunan.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15


Pemotongan ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak
tertentu dengan menggunakan norma perhitungan khusus. Wajib Pajak tertentu yang
dimaksudkan adalah seperti perusahaan pelayaran, penerbangan internasional, perusahaan
asuransi luar negeri, perusahaan yang melakukan pengeboran miyak, gas, dan panas bumi,
perusahaan dagang asing, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan
guna serah.

Tax Management & Strategy


Dalam hal ini, Wajib Pajak berbentuk badan saja yang ditunjuk untuk melakukan
pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak orang pribadi tidak
ditunjuk. Dan sama seperti sebelumnya, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang
termasuk ke dalam objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 dan pihak pemberi
penghasilan atau pemberi kerja juga merupakan pihak pemotong Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 15, maka penghasilan yang diterimakan tersebut nantinya akan dipotong atas Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 15 oleh pihak pemotong yang bersangkutan. Namun, apabila Wajib
Pajak menerimakan penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15
dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi yang bukan merupakan pemotong, maka
Wajib Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk menyetorkan sendiri Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 15 tersebut.

Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22


Pemungutan ini dilakukan oleh pihak tertentu sesuai dengan penunjukkan yang dilakukan
oleh Menteri Keuangan (Menkeu). Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ini
meliputi:

1. Pembelian barang yang dilakukan oleh instansi pemerintah


2. Kegiatan impor barang
3. Kegiatan produksi barang tertentu, misalnya baja, kertas, rokok, dan otomotif
4. Pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor yang dilakukan oleh badan
usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, pertanian, perkebunan, serta
perikanan yang berasal dari pedagang pengumpul
5. Pemungutan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut ataupun sekaligus sebagai pihak
yang dipungut atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Pemungutan PPN dan PPnBM


Pemungutan ini dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang memang
ditunjuk atas penyerahan barang/jasa kena pajak (seperti Bendaharawan Pemerintah). PKP
yang ditunjuk untuk memungut adalah pengusaha yang memiliki perdaran bruto atau

Tax Management & Strategy


omzetnya melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun dan telah dikukuhkan sebagai PKP. Wajib
Pajak orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maka diwajibkan
untuk memungut PPN dan PPnBM kepada pihak penerima barang, apabila barang yang
diserahkan tergolong mewah.

DAFTAR KEWAJIBAN PEMOTONGAN & PEMUNGUTAN


PAJAK PENGHASILAN (PPh) OLEH BENDAHARAWAN

No. Jenis Kewajiban Dasar Hukum/Aturan Pelaksanaan


1. Pemotongan PPh Pasal 21/26 atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-
pembayaran gaji, upah, honorarium, 545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000
tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa
dan kegiatan
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas Keputusan Menkeu Nomor
pembelian barang 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menkeu Nomor 392/KMK.03/2001 tanggal 4
Juli 2001 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-417/PJ/2001 tanggal 27 Juni 2001
3. Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
pembayaran bunga, royalti, hadiah Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
dan penghargaan selain yang telah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17
dipotong PPh Pasal 21, sewa dan Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak
penghasilan lain sehubungan dengan Nomor KEP-170/PJ/2002 tanggal 28 Maret
penggunaan harta serta jasa teknik, 2002
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lain selain jasa
yang telah dipotong PPh Pasal 21
4. Pemotongan Pajak Penghasilan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996
pembayaran dari persewaan tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
dan atau bangunan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 dan
Keputusan Menkeu Nomor
394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Menkeu Nomor
120/KMK.03/2002 tanggal 1 April 2002
5. Pemotongan Pajak Penghasilan atas Keputusan Menkeu Nomor
pembayaran berdasarkan perjanjian 416/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 dan
charter dari pengangkutan orang SE Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996
dan/atau barang oleh perusahaan tanggal 13 Agustus 1996
pelayaran dalam negeri
6. Pemotongan Pajak Penghasilan atas Keputusan Menkeu Nomor
pembayaran berdasarkan perjanjian 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 dan

Tax Management & Strategy


charter dari pengangkutan orang SE Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996
dan/atau barang oleh perusahaan tanggal 29 Agustus 1996
pelayaran dan/atau penerbangan luar
negeri
7. Pemotongan Pajak Penghasilan atas Keputusan Menkeu Nomor
pembayaran berdasarkan perjanjian 475/KMK.04/1996 tanggal 23 Juli 1996 dan
charter dari pengangkutan orang SE Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996
dan/atau barang oleh perusahaan tanggal 1 Oktober 1996
penerbangan dalam negeri

OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN


No. Obyek Tarif Dasar Perhitungan Sifat
I PPh Pasal 4 ayat (2)
1. Hadiah Undian Jumlah
25% Bruto atau Nilai Final
Pasar
2. Persewaan Tanah dan atau
10% Jumlah Bruto Final
Bangunan
3. Usaha Jasa
Konstruksi (Kontraktor Usaha
Kecil dan Nilai Pengadaan
tidak lebih dari Rp. 1 Milyar)
a. Jasa Pelaksanaan
2% Penghasilan bruto Final
Konstruksi
b. Jasa Perencanaan dan
4% Penghasilan bruto Final
Pengawasan Konstruksi

II PPh Pasal 15
1. Pelayaran Dalam Negeri 1,2% Peredaran Bruto Final
2. Penerbangan Dalam Negeri 1,8% Peredaran Bruto
3. Pelayaran dan atau
2,64% Peredaran Bruto Final
Penerbangan Luar Negeri
4. WP LN yang mempunyai
Kantor Perwakilan Dagang di 0,44% Nilai Ekspor Bruto Final
Indonesia
5. Pihak-pihak yang melakukan Jumlah Bruto dari
kerjasama dalam bentuk Nilai Tertinggi
Perjanjian Bangunan Guna antara Nilai Pasar
5%
Serah (Built Operate and dengan NJOP
Transfer) Bagian Bangunan
yang Diserahkan

III PPh Pasal 21


1. Penghasilan Teratur yang Pasal 17 UU PPh PKP = PB - (BJ +

Tax Management & Strategy


diterima oleh Pegawai Tetap IP) - PTKP
2. Upah yang Diterima oleh
Tenaga Harian Lepas
a. di atas Rp. 24.000/hari
tetapi tidak lebih dari Rp. 5% (PB - Rp. 24.000)
240.000/bulan
b. tidak lebih dari Rp.
(PB - PTKP
24.000/hari namun lebih 5%
sebenarnya)
dari Rp. 240.000/bulan
3. Rabat/ Komisi Penjualan yang
diterima oleh Distributor PKP = (PB - PTKP)
Pasal 17 UU PPh
MLM/ Direct Selling dan perbulan
kegiatan sejenis
4. Uang Tebusan Pensiun, Uang
THT atau JHT, Uang
Pesangon yang diterima
Pegawai atau Mantan
Pegawai, kecuali tidak lebih
dari Rp. 25 juta
a. Rp. 25 juta s.d. Rp. 50 juta 5% PB Final
b. > Rp. 50 juta s.d. Rp. 100
10% PB Final
juta
c. > Rp. 100 juta s.d. Rp. 200
15% PB Final
juta
d. > Rp. 200 juta 25% PB Final
5. Jasa Produksi, Tantiem
Gratifikasi, Bonus yang Pasal 17 UU PPh PB
diterima Mantan Pegawai
6. Honorarium yang diterima
Dewan Komisaris/ Pengawas
Pasal 17 UU PPh PB
yang bukan pegawai tetap
pada perusahaan yang sama
7. Uang Pensiun Bulanan yang PKP (PB - BP) -
Pasal 17 UU PPh
diterima pensiun PTKP
8. Penarikan dana pada Dana
Pasal 17 UU PPh PB
Pensiun oleh Pensiun
9. Honorarium dan Pembayaran
Lain yang diterima oleh
Tenaga Ahli (Pengacara,
Akuntan, Arsitek, Dokter,
15% x 50% atau 7,5% PB
Konsultan, Notaris, Penilai,
dan Aktuaris) sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan
10. Honorarium yang dananya dari
keuangan negara/ daerah yang
15% PB Final
diterima oleh Pejabat Negara,
PNS, Anggota TNI/ POLRI

Tax Management & Strategy


kecuali PNS Gol. II/d kebawah
atau Anggota POLRI dengan
Pangkat Pembantu Letnan Satu
atau Ajun Inspektur Tingkat
Satu ke bawah
11. Honorarium yang diterima
oleh Pegawai Tidak Tetap, Pasal 17 UU PPh PKP (PB - PTKP)
Pemagang, Calon Pegawai
12. Honorarium dan pembayaran
lain yang diterima oleh Tenaga
Lepas (Seniman,
Olahragawan, Penceramah, Pasal 17 UU PPh PB
Pemberi Jasa, Pengelola
Proyek, Peserta Perlombaan,
PDL Asuransi, dll)
13. Penghasilan dari pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang
PKP (PB - (BJ + IP)
diterima oleh Tenaga Asing Pasal 17 UU PPh
- PTKP
(Expatriate) yang telah
berstatus sebagai WPDN
14. Penghasilan dari pekerjaan
yang diterima oleh Tenaga
Asing (Expatriate) yang
bekerja pada Perusahaan
Pengeboran Migas :
a. General Manager US$ 11.275 per
Pasal 17 UU PPh
bulan
b. Manager Pasal 17 UU PPh US$ 9.350 per bulan
c. Supervisor/ Tool Pusher Pasal 17 UU PPh US$ 5.830 per bulan
d. Assisten Supervisor/ Tool
Pasal 17 UU PPh US$ 4.510 per bulan
Pusher
e. Crew Lainnya Pasal 17 UU PPh US$ 3.245 per bulan
Catatan :
: Penghasilan Kena Pajak
PKP
PB : Penghasilan Bruto
BJ : Biaya Jabatan
IP : Iuran Pensiun
BP : Biaya Pensiun

IV PPh Pasal 22
1. Pembelian Barang oleh
Bendaharawan dan 1,5% Harga Pembelian
BUMN/BUMD
2. Impor Barang :
a. Importir mempunyai API 2,5% Nilai Impor
b. Importir tidak mempunyai
7,5% Nilai Impor
API

Tax Management & Strategy


c. Yang tidak Dikuasai 7,5% Harga Jual Lelang
3. Industri Semen 0,25% DPP PPN
4. Industri Rokok 0,15% Harga Bandrol Final
5. Industri Kertas 0,1% DPP PPN
6. Industri Baja 0,3% DPP PPN
7. Industri Otomotif 0,45% DPP PPN
8. Bahan Bakar Minyak dan Gas SPBU
SwastanisasiPertamina
a. Premium 0,3% 0,25% Penjualan Final
b. Solar 0,3% 0,25% Penjualan Final
c. Premix/Super TT 0,3% 0,25% Penjualan Final
d. Minyak Tanah 0,3% Penjualan Final
e. Gas/LPG 0,3% Penjualan Final
f. Pelumas 0,3% Penjualan Final
9. Pembelian bahan-bahan
berupa hasil perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan
1,5% Harga Pembelian
perikanan untuk keperluan
industri dan ekspor dari
pedagang pengumpul

V PPh Pasal 23
1. Dividen Tidak dikenakan Tidak dikenakan
2. Bunga 15% Jumlah Bruto
3. Royalti 15% Jumlah Bruto
4. Hadiah dan Penghargaan
selain yang telah dipotong PPh 15% Jumlah Bruto
Pasal 21
5. Bunga Simpanan yang
15% Jumlah Bruto Final
dibayarkan Koperasi
6. Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan
15% x 20% atau 3% Jumlah Bruto*
penggunaan harta, khusus
kendaraan angkutan darat
7. Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali
Persewaan Tanah dan
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Bangunan dan Penghasilan
Lain sehubungan dengan
penggunaan harta, khusus
Kendaraan Angkutan Darat
8. Jasa Profesi, Jasa
Konsultan Kecuali Konsultan
Konstruksi, Jasa Akuntansi 15% x 50% atau 7,5% Jumlah Bruto*
dan Pembukuan, Jasa Penilai,
Jasa Aktuaris
9. Jasa Teknik dan Jasa 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*

Tax Management & Strategy


Manajemen
10. Jasa Perancang Interior dan
Jasa Perancang Pertamanan,
Jasa Perancang Mesin dan Jasa
Perancang Peralatan, Jasa
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Perancang Alat-alat
Transportasi/ Kendaraan, Jasa
Perancang Iklan/ Logo, Jasa
Perancang Alat Kemasan
11. Jasa Instalasi/Pemasangan
Mesin, Listrik/ Telepon/ Air/
Gas/ TV Kabel kecuali
dilakukan WP yang ruang
lingkup pekerjaannya di 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
bidang konstruksi dan
mempunyai izin/ sertifikasi
sebagai pengusaha
konstruksi, Peralatan
12. Jasa Perawatan/ Pemeliharaan/
Perbaikan Mesin, Listrik/ Air/
Gas/ TV Kabel, Peralatan,
Alat-alat Transportasi/
Kendaraan, Bangunan kecuali
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
dilakukan WP yang ruang
lingkup pekerjaannya di
bidang konstruksi dan
mempunyai izin /sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
13. Jasa Pengeboran (Jasa Driling)
di bidang Penambangan
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Migas, kecuali yang dilakukan
BUT
14. Jasa Penunjang di bidang
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Penambangan Migas
15. Jasa Penambangan dan Jasa
Penunjang di bidang 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Penambangan selain Migas
16. Jasa Penunjang di bidang
Penerbangan dan Bandar 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Udara
17. Jasa Penebangan
Hutan, termasuk Land 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Clearing
18. Jasa Pengolahan/ Pembuangan
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Limbah
19. Jasa Maklon 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
20. Jasa Rekruitment/ Penyediaan
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Tenaga Kerja

Tax Management & Strategy


21. Jasa Perantara 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
22. Jasa di bidang Perdagangan
Surat-surat Berharga kecuali
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
yang dilakukan oleh BEJ, BES,
KSEI, dan KPEI
23. Jasa Kustodian/ Penyimpanan/
Penitipan, kecuali yang
dilakukan KSEI dan tidak
termasuk sewa gudang yang 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
telah dikenakan PPh Final
berdasarkan PP Nomor 29
Tahun 1996
24. Jasa Telekomunikasi yang
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
bukan untuk umum
25. Jasa pengisian Sulih Suara
(Dubbing) dan atau Mixing- 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Film
26. Jasa Pemanfaatan informasi di
bidang Teknologi, termasuk 15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
Jasa Internet
27. Jasa sehubungan dengan
Software Komputer, termasuk
15% x 40% atau 6% Jumlah Bruto*
perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan
28. Jasa Pelaksanaan
Konstruksi termasuk jasa
perawatan/ pemeliharaan/
perbaikan bangunan, jasa
instalasi/ pemasangan mesin,
Listrik/ Telepon/ Air/ Gas/ AC/ 15% x 13 1/3 % atau
Jumlah Bruto*
TV Kabel, sepanjang jasa 2%
tersebut dilakukan WP yang
ruang lingkup pekerjaannya
dibidang konstruksi dan
mempunyai izin/ sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
29. Jasa Perencanaan Konstruksi 15% x 26 2/3 % atau
Jumlah Bruto*
4%
30. Jasa Pengawasan Konstruksi 15% x 26 2/3 % atau
Jumlah Bruto*
4%
31. Jasa Pembasmian Hama dan
15% x 10% atau 1,5% Jumlah Bruto*
Jasa Pembersihan
32. Jasa Catering 15% x 10% atau 1,5% Jumlah Bruto*
33. Jasa Selain jasa-jasa tersebut
di atas yang pembayarannya
15% x 10% atau 1,5% Jumlah Bruto*
dibebankan pada APBN dan
APBD
Catatan :

Tax Management & Strategy


* Tidak termasuk PPN

VI PPh Pasal 26
1. Bunga termasuk Premium,
Diskonto, Premi SWAP, dan
20% atau Tarif P3B Jumlah Bruto* Final
imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
2. Royalti, Sewa, dan
Penghasilan lain sehubungan 20% atau Tarif P3B Jumlah Bruto* Final
dengan penggunaan harta
3. Imbalan sehubungan dengan
20% atau Tarif P3B Jumlah Bruto* Final
jasa, pekerjaan, dan kegiatan
4. Hadiah dan Penghargaan 20% atau Tarif P3B Jumlah Bruto* Final
5. Pensiunan dan Pembayaran
20% atau Tarif P3B Jumlah Bruto* Final
berkala lainnya
6. Penjualan Harta di
Indonesia, kecuali yang diatur
20% x Perkiraan Phs
dalam Pasal 4 ayat (2) UU Harga Jual Final
Neto atau Tarif P3B
PPh yang diterima WP LN
selain BUT di Indonesia
Ketentuan PPh Pemotongan dan Pemungutan

1. Perlakuan Pajak jika WPLN merupakan resident negara treaty partner


Untuk Passive Income yang diterima WPLN treaty partner, pihak pembayar di Indonesia
wajib memotong PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty yang bersangkutan
(reduced rate treaty) dengan persyaratan dilampirkannya Certificate of Resident
(COR)/Certificate of Domicile (COD) yang sekarang dikenal dengan sebutan Form DGT
pada SPT Masa PPh Pasal 26. Dalam hal ini Indonesia sebagai negara sumber tetap memiliki
hak pemajakan atas passive income tersebut, tanpa melihat apakah WPLN tersebut memiliki
BUT di Indonesia atau tidak. Dalam hal WPLN tersebut memiliki BUT di Indonesia, maka
pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 23 (bukan PPh Pasal 26)
Sebaliknya untuk Active Income yang diterima WPLN treaty partner, pihak pembayar di
Indonesia tidak wajib memotong PPh Pasal 26 manakala WPLN tersebut tidak memiliki BUT
di Indonesia (hak pemajakan ada pada Negara Domisili sesuai dengan article tentang
“Business Profit” Tax Treaty) dengan persyaratan dilampirkannya COR/COD. Apabila
WPLN tersebut memiliki BUT di Indonesia maka pihak pembayar di Indonesia wajib
memotong PPh Pasal 23 (bukan PPh Pasal 26).

Tax Management & Strategy


Pada beberapa Tax Treaty (Indonesia – Luxemburg, Indonesia – Pakistan, Indonesia –
Jerman, Indonesia – Switzerland), atas pembayaran imbalan jasa Teknik (active income)
kepada WPLN yang merupakan resident negara tersebut, pihak pembayar di Indonesia wajib
memotong PPh Pasal 26 dengan reduced rate tax treaty dari imbalan bruto meskipun WPLN
tersebut tidak memiliki BUT di Indonesia, sepanjang jasa Teknik tersebut dilakukan di
Indonesia. Dalam hal ini ketentuan pemajakan atas imbalan jasa teknik tersebut tidak
mengacu pada article “Permanent Establishment” (Bentuk Usaha Tetap) Tax Treaty,
melainkan mengacu pada article “Royalties and Fees for Tehnical Service.”

2. Perlakuan Pajak jika WPLN bukan merupakan resident negara Treaty Partner (Non Treaty
Partner)
Untuk passive income yang diterima WPLN non treaty partner, pihak pembayar di Indonesia
wajib memotong PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif UU PPh yaitu 20% dari jumlah
bruto jika WPLN tersebut tidak memiliki BUT di Indonesia. Dalam hal WPLN tersebut
memiliki BUT di Indonesia, maka pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh Pasal
23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
Sebaliknya untuk active income yang diterima WPLN non treaty partner, pihak pembayar di
Indonesia wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto jika WPLN tersebut
tidak memiliki BUT di Indonesia. Dalam hal WPLN memiliki BUT di Indonesia maka pihak
pembayar di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.

Mengelola Perbedaan perbedaan interpretasi dalam PPH pemotongan dan


pemungutan
Salah satu bias manajemen pajak pajak pada PPH potput adalah mengeliminasi bias dalam
interprestasi suatu transaksi apakah merupakan objek PPH potput atau bukan. Contoh
perusahaan Migas melakukan pembayaran konstruksi pipanisasi di bawah laut pada
perusahaan hendaknya. Seseorang dapat menyimpulkan bahwa pembayaran tersebut adalah
PPH potput berupa jasa konstruksi karena hasil akhir pekerjaan konstruksi tersebut berupa
dan lainnya yaitu konstruksi teknik yang ditanam atau dilepaskan secara tetap pada tanah dan
atau perairan. Sehingga dikenakan pemotongan pajak 2%. Tipe orang lain mungkin
melihatnya itu merupakan objek PPH potput berupa jasa penunjang di bidang penambangan

Tax Management & Strategy


minyak dan gas bumi karena saat itu pemilik proyek adalah perusahaannya titik sehingga dari
pemotongannya 4%. Orang lain dapat menghasilkan bahwa data tersebut merupakan objek
pemotongan PPh pasal 23 karena kategori jasa teknik mempertimbangkan definisinya yang
begitu luas dan menerapkan pemotongan pajak dengan tarif 6%.

Dalam praktek, pihak pembayar mengambil posisi untuk mengenakan PPh Pemotongan
Pemungutan dengan tarif tertinggi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk apabila saat
pemeriksaan pajak, tim pemeriksa pajak beranggapan bahwa atas pembayaran jasa tersebut
dikenakan tarif yang tertinggi. Dalam hal ini, pihak penerima pembayaran dapat tidak setuju
dengan perlakuan pemotongan pemungutan yang dilakukan pihak pembayar, paling tidak atas
opportunity cash yang hilang karena pemotongan pajak lebih besar. Kalaupun pihak
pembayar setuju dengan tarif pemotongan pemungutan PPh yang disarankan pihak penerima
pembayaran, umumnya pihak pembayar akan meminta garansi (warranty) bahwa penerima
pembayaran akan bertanggung jawab atas selisih kekurangan atas pemotongan pemungutan
PPh tersebut. Untuk itu, antara keduanya dapat memasukkan klausul indemnity atau warranty
atas resiko perpajakan tadi dalam kontrak yang ditandatanganinya.
Dari sisi penerima pembayaran, klausul indemnity atau warranty sebenarnya dapat
diantisipasi dengan beberapa cara, antara lain:
1. Penerima pembayaran dapat melakukan riset perpajakan atas perlakuan pajak yang
pernah ada sebelumnya yang analog dengan jasa yang dikerjakan oleh penerima
pembayaran berdasarkan regulasi yang pernah dikeluarkan oleh pihak otoritas
perpajakan.
2. Penerima pembayaran dan pihak pembayar dapat menunjuk pihak independen, misal:
Konsultan Pajak, untuk memberikan opini atas perlakuan perpajakan yang sesuai
secara teknis maupun praktis atas kasus yang masih belum mendapatkan titik temu
diantara keduanya.
3. Dengan pengajuan private rulling oleh salah satu pihak kepada otoritas pajak selaku
tax regulator. Jawaban berupa konfirmasi, penegasan atau klarifikasi yang diberikan
oleh pihak otoritas pajak akan dijadikan sebagai acuan utama untuk memberlakukan
pemotongan pemungutan pajak atas transaksi yang diperlukan.

Tax Management & Strategy


KESIMPULAN

Pemotongan dan pemungutan adalah dua istilah yang berbeda. Pemotongan dapat
berarti memotong atau mengurangi pembayaran yang berkaitan dengan jumlah yang
diterima atau dapat juga dikatakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Pemotongan pajak biasanya dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan atau pihak
yang membayarkan. Sedangkan istilah pemungutan berarti memungut atau menambah
yang berkaitan dengan jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima atau
Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Tax Management & Strategy


DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si., MBA. Manajemen Perpajakan: Strategi


Perencanaan Pajak dan Bisnis. Edisi Revisi 2019. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta. ISBN 9786020311012.

2. Iman Santoso, Ning Rahayu. (2019). Corporate Tax Management: Mengulas


Upaya Pengelolan Pajak Perusahaan Secara Konseptual-Praktikal. Edisi Revisi
2019. Penerbit : Ortax Jakarta. ISBN 9786029518270.

3. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) (UU RI No.7 Tahun


2021). Penerbit: Sinar Grafika Jakarta. ISBN 9786233910125.

Tax Management & Strategy

Anda mungkin juga menyukai