Anda di halaman 1dari 8

Nama : Farikhatun Liya Asani

Nomor : 13
Kelas : XI AKL 3
Mapel : Administrasi Pajak

Surat Setoran Pajak (SSP)

1. Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)


Surat setoran pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalaui kantor penerima
pembayaran.

2. Fungsi dari Surat Setoran Pajak


Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) adalah sebagai bukti pembayaran paajak apabila
telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila
telah mendapatakan validasi dari pihak lain yang berwenang.

3. Jenis Surat Setoran pajak


Surat Setoran Pajak sebagai sarana administrasi untuk melakukan pembayaran,
yang terdiri dari:
a. Surat Setoran Pajak Standar
SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak berfungsi untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran
dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi
sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Per
01/PJ./2006).
SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak yang
dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung secara online
tapi masih berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk penyetoran/pemungutan
PPh Pasal 22 Bendaharawan dan atau PPN Bendaharawan.

SSP Standar dibuat dalam 5 rangkap, yang peruntukannya sebagai berikut :


1) Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
2) Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN);
3) Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
4) Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
5) Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
b. SSP Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh KPP dengan menggunakan mesin
transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-01/Pj./2006. SSP Khusus dicetak
oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring
Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP Khusus
dicetak :
 Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua)
lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP
Standar;
 Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2
SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif
Penerimaan (DNP).

c. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor)
SSPCP adalah SSP yang digunakan importir atau wajib bayar dalam rangka
impor. SSPCP dibuat dalam rangkap delapan yang diperuntukannya sebagai
berikut:
1) Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor
2) Lembar ke 1b. Untuk penyetor
3) Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN
4) Lembar ke 2b dan ke 2c. Untuk KPP melalui ke KPPN
5) Lembar ke 3a dan ke 3b. Untuk KPP melalui penyetor
6) Lembar ke 4 untuk Bank Devisa persepsi, Bank Perserpsi atau PT POS
Indonesia

d. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau
buatan dalam negeri)
SSCP adalah SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena
cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP di buat dalam 6 rangkap:
1) Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor
2) Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN
3) Lembar ke 1b. Untuk penyetor
4) Lembar ke 2b. Untuk KPP melalui KPPN
5) Lembar ke 3 untuk KPP melalui Penyetor
6) Lembar ke 4 untuk bank persepsi

4. Bentuk Formulir SSP


Formulir di atas adalah bentuk dari formulir SSP yang digunakan untuk melakukan
pelaporan pajak. Lazimnya dibuat sebanyak empat lembar dengan tiap-tiap lembar
berisi:

 Lembar 1: Lembar pertama digunakan untuk isian arsip wajib pajak.

 Lembar 2: Lembar kedua digunakan untuk Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara.

 Lembar 3: Lembar ketiga digunakan untuk dilaporkan wajib pajak ke KPP.

 Lembar 4: Lembar terakhir digunakan untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran atau bank.

Biasanya formulir SSP memang hanya dibuat dalam empat lembar saja. Namun, ada
beberapa kasus di mana formulir tersebut berisi lima lembar untuk arsip Wajib Pungut
5. Mekanisme Pembayaran Pajak
a. Membayar sendiri pajak yang terutang:
1. Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara
angsuran. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang
pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari
usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2
yaitu:
 Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu (OPPT).
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir
maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih
tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan
tempat tinggal.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran
usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
 Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain
Pengusaha Tertentu (OPSPT).
Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha
misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan.
2. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain
(PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:
 Pemberi penghasilan;
 Pemberi kerja; atau
 Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
 Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak
yang ditunjuk pemerintah.
 Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
 Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan SPPT.
 Pembayaran Bea Meterai
Yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan
cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas
bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah
(kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah
Rp3.000,-. Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,-
dan surat-surat perjanjian terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.
b. Pemotongan / Pemungutan Pajak
Pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan atau
pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi
penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk
memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan
Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah:
1. PPH Pasal 21
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan.
2. PPh Pasal 22
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
3. PPh Pasal 23
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan
jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23,
sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh
Pasal 23.
4. PPh Pasal 26
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah, dan
penghasilan lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri. Wajib Pajak baik yang
berbentuk perseoranan maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas
penghasilan tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk
badan.
5. PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah
dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dan lainnya.
6. PPh Pasal 15
Pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma
penghitungan khusus.Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan
pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,
perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
7. PPN dan PPnBM
Pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau
Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas
pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.

Berikut alur pembayaran pajak :


Daftar Pustaka :
https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/ketahui-pengertian-fungsi-jenis-dan-cara-pengisian-surat-
setoran-pajak-ssp/

https://www.finansialku.com/ssp-pajak-surat-setoran-pajak-ssp-itu-apa-bagaimana-cara-
mengisinya/

https://bcsampit.com/pengumuman-tentang-penggunaan-format-sspcp-terbaru/

https://www.pratama.co/mekanisme-pembayaran-pajak-bagi-wajib-pajak

Anda mungkin juga menyukai