Anda di halaman 1dari 33

BAHAN AJAR

PPH PASAL 21
SMK/MAK KELAS XI
K

K
U

U
R

L
I

1
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga Bahan ajar disusun untuk siswa/i kelas XI SMK ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bahan ajar PPh Pasal 21 ini disusun dengan
tujuan agar siswa/i dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan yaitu
Menganalisis Data Pembuatan SPT Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan
Melakukan Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Bahan ajar ini
memaparkan secara singkat dan jelas materi pembelajaran serta dilengkapi pula
dengan evaluasi yang akan mendukung ketercapaian kompetensi dasar sesuai
dengan yang diharapkan.
Penyusun meyakini bahwa dalam pembuatan Bahan ajar PPh Pasal 21 ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang relevan dan membangun guna penyempurnaan Bahan ajar ini di masa
yang akan datang. Semoga Bahan ajar ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi siswa/i kelas XI SMK/MAK . Akhir kata penyusun mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Medan, 2018

Penyusun

i
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................................i
Daftar Pustaka ...........................................................................................................ii
A. Kompetensi Inti
B. Kompetensi Dasar dan Indikator..................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran...................................................................................1
D. Petunjuk Penggunaan...................................................................................2
E. Peta Konsep..................................................................................................3
F. Materi...........................................................................................................4
G. Daftar Pustaka..............................................................................................28

ii
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

A. KOMPETENSI INTI
3. Memahami,menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR


Kompetensi dasar dan indikator terdiri dari:
1.
2.
3.
4.
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16

1
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

4.17
4.18
4.19
3.5 Menganalisis data pembuatan SPT pajak penghasilan (PPh) pasl 21
3.5.1 Menjelaskan pengertian PPh pasal 21 dan dasar hukumnya
3.5.2 Menjelaskan prinsip pemotongan PPh pasal 21
3.5.3 Menguraikan Hak dan kewajiban pemotong PPh pasal 21
3.5.4 Mengklasifikasikan objek dan bukan objek PPh pasal 21 (Objek Pajak)
3.5.5 Menguraikan Subjek PPh Pasal 21
3.5.6 Menguraikan Tarif pajak PPh Pasal 21
3.5.7 Menganalisis tata cara perhitungan PPh Pasal 21

4.5 Melakukan perhitungan pajak penghasilan PPh pasal 21


4.5.1 Menghitung pajak penghasilan (PPh) pasal 21
C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik,


model kooperatif, peserta didik mampu:
1. Menjelaskan pengertian PPh pasal 21 dan dasar hukumnya dengan benar
2. Menjelaskan prinsip pemotongan PPh pasal 21 dengan benar
3. Menjelaskan hak dan kewajiban pemotong PPh pasal 21 dengan benar
4. Mengklasifikasikan penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 (Objek Pajak) dan bukan
objek pajak dengan benar
5. Menguraikan Subjek PPh Pasal 21 dengan benar
6. Menguraikan Tarif pajak PPh Pasal 21 dengan benar
7. Menganalisis tata cara perhitungan PPh Pasal 21 dengan benar
8. Menghitung pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dengan benar
D. PETUNJUK PENGGUNAAN

Petunjuk bagi peserta didik :


1. Setiap peserta didik wajib mempelajari Bahan ajar ini sesuai dengan kegiatan belajar yang
bersangkutan atau sesuai dengan petunjuk guru.
2. Apabila dalam mempelajari Bahan ajar ini peserta didik mengalami kesulitan, hendaknya
menanyakan kepada para guru ataupun mencari lewat buku-buku penunjang lainnya.

2
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

3. Peserta didik dianjurkan untuk melengkapi referensi seperti internet, koran, buku dari
sumber lain yang relevan/sesuai dengan pembahasan bila memang diperlukan.
4. Setelah selesai kegiatan belajar yang bersangkutan, setiap peserta didik menjawab soal-soal
latihan dan menyelesaikan tugas sesuai petunjuk.
5. Bila tes hasil belajar belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) maka siswa yang
bersangkutan harus mengikuti program remedial sampai mencapai KKM. Siswa yang tuntas
boleh dilakukan pengayaan dengan melanjutkan pelajaran berikutnya.

E.PETA KONSEP
PENGERTIAN PPH PASAL 21

PRINSIP PEMOTONGAN
PPH PASAL 21

HAK DAN KEWAJIBAN


PEMOTONGAN PPH PASAL 21
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

F. MATERI
1. PENGERTIAN Dan Dasar Hukum PPH PASAL 21
a. Defenisi

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak penghasilan yang dipungut sehubungan
dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib orang pribadi dalam negeri.
Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak
tertentu. Jumlah pajak yang telah dipotong dan disetorkan dengan benar oleh wajib pajak untuk
dijadikan kredit pajak atas PPh yang terutang pada akhir tahun.
b. DASAR HUKUM
a. Pasal 21 UU PPh
b. PMK No. 252/PMK.03/2008 Tgl 31 Desember 2008
c. PMK No. 254/PMK.03/2008 Tgl 31 Desember 2008
d. KMK No. 112/KMK03/2001
e. PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009
f. PER-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober 2009
g. Per 32/pj/2015
h. 98Per-16/pj/2016

2. PRINSIP PEMOTONGAN PPH 21


a. Setiap pegawai yang memperoleh Penghasilan (gaji dsb) wajib dipotong PPh 21 oleh
pemberi kerja
b. Bagi pegawai, pemotongan pajak tersebut merupakan angsuran pembayaran pajak dalam
tahun berjalan keculai yang bersifat final
c. Dilakukan setiap bulan / setiap pembayaran
d. Ada perbedaan penghitungan untuk pegawai tetap dan tidak tetap untuk dasar
pengenaanya
e. Pajak yang dipotong ditambah 20% apabila pegawai tersebut tidak mempunyai NPWP

3. HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PPH PASAL 21


4
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

A. Hak Pemotong PPh Pasal 21


Hak pemotong PPh pasal 21, antara lain:
1. Mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan
pasal 21.
2. Memperhitungkan kelebihan setoran PPh pasal 21 dalam satu bulan takwin dengan
PPh pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwin yang
bersangkutan.
3. Memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh pasal 21 yang
terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan, dan jika masih ada
sisa, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
4. Membetulkan sendiri SPT atau kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan
tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal atas suatu Surat Ketepatan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketepatan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketepatan Pajak
Lebih Bayar, Surat Ketepatan Pajak Nihil.
6. Mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai
keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

B. Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21


Kewajiban pemotong pajak PPh Pasal 21, antara lain:
1. Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
2. Mengambil sendiri formulir-formulirnya yang diperlukan dalam rangka pemenuhan
kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
3. Menghitung, memotong, dan menyetor PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan
takwim.

5
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

4. Melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan Surat


Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat. Selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwin berikutnya.
5. Memberikan Bukti Pemotongan PPh pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat
dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan kepada pegawai tetap,
penerima uang tebusan, penerima Jaminan Hari Tua, penerima pesangon, dan penerima
dana pension.
6. Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk
penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir.
7. Membuat catatan atas kertas kerja perhitungan PPh pasal 21 untuk masing-masing
penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan dalam SPT Masa dan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja tersebut selama sepuluh tahun sejak berakhirnya
tahun pajak yang bersangkutan.
8. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak wajib
menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang bersangkutan oleh pegawai tetap dan
menerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17
Undang- Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
9. Mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau Kantor penyuluhan Pajak
setempat SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya
tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.
4. Melampirkan SPT tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan
dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang
bersangkutan.

5. Objek dan Bukan Objek PPh Pasal 21


a. OBJEK PAJAK PPH PASAL 21
Objek pajak berarti sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. Objek PPh Pasal 21 meliputi:

6
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

1. Penghasilan yang diterima/diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun
tidak teratur
2. Penghasilan yang diterima/diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya
3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan

4. Imbalan kepada bukan pegawai


5. Imbalan kepada peserta kegiatan
6. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka
waktu dua tahun sejak pegawai berhenti bekerja
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak tertaur
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan
10. Semua jenis penghasilan no 1-9 yang diterima dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final
b. Wajib Pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit)

b. YANG BUKAN OBJEK PPH PASAL 21

Pembayaran kepada orang pribadi Wajib Pajak Dalam Negeri yang tidak dipotong PPh PPh
Pasal 21 adalah:
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan
oleh wajib pajak atau pemerintah (termasuk PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja,
7
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

maupun yang ditanggung oleh pemerintah), kecuali penghasilan yang diterima atau
diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua yang
dibayar pemberi kerja
4. Zakat yang diterima orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
5. Beasiswa yang diperoleh atau diterima oleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa
6. PENGURANGAN PENGHASILAN NETO
 Biaya Jabatan (5% atau maks. 6.000.000 setahun. 500.000 per bulan)
 Iuran pensiun, THT, JHT yang dibayar pegawai
 Biaya pension maksimal 5% atau 2.400.000 setahun.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016, Peraturan Menteri
Keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan No. 102/PMK.010/2016, terhitung mulai 1 Januari
2016, PTKP (penghasilan tidak kena pajak) yang berlaku adalah sebagai berikut:
 Untuk diri WP Rp 54.000.000
 Tambahan WP Kawin Rp 4.500.000
 Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 54.000.000
 Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp
4.500.000

7. SUBJEK PAJAK
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status
subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, termasuk penerima pensiun. Wajib Pajak PPh Pasal
21 adalah:
1. Pegawai

8
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Pegawai merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis atau tidak tertulis untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan
memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain yan ditetapkan pemberi kerja. Pegawai tetap adalah
pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara
teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas serta pegawai
yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima
atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Pegawai tidak
tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yang bersangkutan bekerja berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh
pemberi kerja.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap
tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun sebagai imbalan yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi
penghasilan. Termasuk bukan pegawai adalah:
a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara,
akuntan, arsit ek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c) Olahragawan
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator e.
e) Pengarang, peneliti, penerjemah
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
g) Agen iklan

9
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

h) Pengawas atau pengelola proyek


i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara
j) Petugas penjaja barang dagangan
k) Petugas dinas luar asuransi
l) Distributor perusahaan multilevel marketin atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama
5. Mantan pegawai
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antar alin meliputi:
a) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya
b) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja
c) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu
d) Peserta pendidikan dan pelatihan
e) Peserta kegatan lainnya
9. TARIF PPH PASAL 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21.
1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dengan ketentuan
sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
s.d Rp50.000.000 5%
Diatas Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 15%
Diatas Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 25%
Diatas Rp500.000.000 30%

2. Tarif khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh Pejabat PNS, anggota TNI/POLRI, dan pensiunannya.

10
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

1) Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan I dan
II, Anggota TNI/POLRI Golongan Pangkat Perwira Tamtama dan Bintara, dan
pensiunannya.
2) Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III,
Anggota TNI/POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya.
3) Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan IV,
Anggota TNI/POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan
pensiunannya.
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang
diterima sekaligus.
1) Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.
2) Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp100.000.000.
3) Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp100.000.000 sampai dengan Rp500.000.000.
4) Tarif 25% dari penghasilan bruto di atas Rp500.000.000.
c. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua.
1) Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.
2) Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000.
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang
diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunya total upah sebulan kurang dari
Rp10.200.000 (dibayarkan tidak secara bulanan).

11
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

10. TATA CARA PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21


1) PEGAWAI TETAP
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap yang bersifat teratur
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap
secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Penghasilan bruto:
1. Gaji sebulan Rpxxx
2. Tunjangan PPh Rpxxx
3. Tunjangan dan honorarium lainnya Rpxxx
4. Premi JKK, JK, JHT, JPK dibayar pemberi kerja Rpxxx
5. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja Rpxxx
6. Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan pemotongan Rpxxx
PPh Pasal 21*)
7. Jumlah penghasilan broto (jumlah 1 s.d. 6) Rpxxx
Pengurangan:
8. Biaya jabatan (5% x penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 Rpxxx
sebulan)
9. Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang dibayar Rpxxx
oleh penerima penghasilan)
10. Jumlah pengurangan (jumlah 8 dan 9) (Rpxxx)
Penghitungan PPh Pasal 21:
11. Penghasilan neto sebulan (7 – 10) Rpxxx
12. Penghasilan neto setahun/disetahunkan (11 x 12 Rpxxx
13. bulan) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rpxxx
14. Penghasilan Kena Pajak setahun (12 – 13) Rpxxx
15. PPh Pasal 21 yang terutang (14 x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Rpxxx
PPh pasal 21 yang dipotong sebulan (15 ÷ 12 bulan) Rpxxx

*) Natura dan/atau kenikmatan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan
oleh bukan Wajib Pajak; Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau Wajib
Pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
12
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

a. Pegawai tetap dengan gaji bulanan


Contoh:
Irwansyah bekerja pada PT. Anugrah dengan gaji sebulan Rp5.000.000 dan membayar
iuran pensiun sebesar Rp100.000. Irwinsyah berstatus menikah dengan 1 orang anak.
Perhitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan Rp XXX
Pengurang:
1. Biaya jabatan Rp XXX
2. Iuran pensiun Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan neto sebulan Rp XXX

Penghasilan neto setahun: 12 x Rp XXX Rp XXX


PTKP (K/1):
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX
 Tambahan tanggungan 1 Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp XXX Rp XXX


PPh Pasal 21 sebulan : Rp XXX ÷ 12 Rp XXX

b. Pegawai tetap dengan gaji bulanan (wanita, suami


berpenghasilan) Contoh:
Ayu karyawati dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak bekerja pada PT
Jaya. Suami Ayu bekerja sebagai PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Ayu
menerima gaji Rp3.000.000 sebulan. PT. Jaya mengikuti program pensiun. Perusahaan
membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sebesar Rp40.000 sebulan. Ayu juga membayar iuran pensiun sebesar

13
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Rp30.000 sebulan. Di samping itu, perusahaan membayar iuran Jaminan Hari Tua
karyawannya set iap

14
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

bulannya sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Ayu membayar iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar 2% dari gaji. PT. Jaya mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing sebesar 1% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2017,
disamping menerima pembayaran gaji, Ayu juga menerima uang lembur (overtime)
sebesar Rp2.000.000. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2017 adalah:
Gaji sebulan Rp XXX
Lembur (overtime) Rp XXX
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 1% x Rp 3.000.000 Rp XXX
Premi Jaminan Kematian: 0,3% x Rp 3.000.000 Rp XXX +
Penghasilan bruto sebulan Rp XXX
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp XXX Rp XXX
2. Iuran pensiun Rp XXX
3. Iuran Jaminan Hari Tua: 2% x Rp3.000.000 Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan neto sebulan Rp XXX
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp XXX Rp XXX
PTKP (TK/0)
 Untuk diri Wajib Pajak RpXXX -
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp XXX

PPh Pasal 21 setahun: 5% x Rp XXX Rp XXX


PPh Pasal 21 sebulan: Rp XXX ÷ 12 Rp XXX

Penghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur

Penghasilan tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan hari raya,
bonus, premi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan pada umumnya
diberikan sekali dalam setahun.
a) Hitungan 1. Menghitung PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan teratur (sebelum
ditambah bonus/jasa produksi/tunjangan hari raya).
15
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

b) Hitungan 2. Menghitung PPh pasal 21 setahun atas penghasilan teratur ditambah


penghasilan tidak teratur.
c) Menghitung PPh atas penghasilan tidak teratur (bonus/jasa produksi/tunjangan hari raya,
dan lain sebagainya), sama dengan hitungan 2 dikurangi hitungan 1.
Contoh:
Faisal (status lajang) bekerja pada PT. Sejahtera dengan gaji Rp5.000.000 sebulan. Pada
bulan Juli 2017 menerima bonus sebesar Rp8.000.000. Setiap bulannya, Faisal membayar
iuran pensiun ke Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sebesar Rp50.000.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas


Bonus:
1. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun (12 x Rp XXX) Rp XXX
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x RP XXX Rp XXX
2. Iuran pensiun: 12 x Rp XXX Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan neto setahun Rp XXX
PTKP (TK/0)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
PPh Pasal 21 atas gaji: 5% x Rp XXX Rp XXX

2. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)


Gaji setahun (12 x Rp5.000.000) Rp XXX
Bonus Rp XXX +
Penghasilan bruto setahun Rp XXX

Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp XXX Rp XXX

16
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

2. Iuran pensiun: 12 x Rp XXX Rp XXX +

Rp XXX –

17
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Penghasilan neto setahun Rp XXX


PTKP (TK/0)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus: 5% x Rp XXX Rp XXX

3. PPh Pasal 21 atas Bonus


PPh Pasal 21 atas bonus adalah: Rp XXX – Rp XXX Rp XXX

2) Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian

a. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian tidak melebihi Rp450.000
dan jumlah kumulatif yang diterima/diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan
tidak melebihi Rp4.500.000 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang terutang.
Contoh:
Mulyawan berstatus lajang, pada bulan Agustus 2017 bekerja sebagai buruh pada PT.
Sentosa. Dia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp340.000.

Mulyawan menerima upah sehari tidak lebih dari Rp450.000, dan upah dalam Agustus 2017
sebesar 10 x Rp340.000 = Rp3.400.000 (tidak melebihi Rp4.500.000). Jadi, Mulyawa n
tidak dikenakan PPh Pasal 21.

b. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp450.000
damn jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang
bersangkutan tidak melebihi Rp4.500.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:

PPh Pasal 21 sehari = Tarif 5% x Upah kena pajak sehari


Upah kena pajak sehari = Upah sehari – Rp450.000

Contoh:

18
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Fahmi berstatus menikah tetapi belum memiliki anak, tercatat sebagaikaryawan yang
bekerja sebagai perakit televisi di sebuah perusahaan elektronik, PT. Elektro Jaya. Upah
yang dibayar untuknya dihitung berdasarkan jumlah unit/satuan yang diselesaikannya
sebesar Rp180.000 per unit. Upah tersebut dibayarkan setiap minggu. Dalam waktu satu
minggu (6 hari kerja), Fahmi mampu merakit 20 unit komputer sehingga total upah yang
diterimanya sebesar Rp3.600.000.

Penghitungan PPh Pasal 21


Upah sehari (Rp XXX ÷ 6) Rp XXX
Upah kena pajak sehari: Rp600.000 – Rp450.000 Rp XXX

PPh Pasal 21 sehari: 5% x RP XXX Rp XXX


PPh Pasal 21 atas seluruh upah (seminggu atau 6 hari) Rp XXX
Jika Fahmi tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 yang dipotong baginya menjadi
120% x Rp XXX

c. Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan telah
melebihi Rp4.500.000 tetapi tidak melebihi Rp10.200.000 maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong dihitung sebagai berikut:

PPh Pasal 21 sehari = Tarif 5% x Upah kena pajak sehari


Upah kena pajak sehari = Upah sehari –PTKP yang sebenarnya sehari
PTKP yang sebenarnya sehari = PTKP setahun ÷ 12

Contoh:
Priyono berstatus menikah dengan 1 anak, pada bulan Spetember 2016 mengerjakan pembuatan
taman sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp8.400.000. Upah borongan tersebut
tidak termasuk material dan tanaman. Pekerjaan borongan tersebut diselesaikan dalam
waktu 20 hari.

Perhitungan PPh Pasal 21:


Upah borongan sehari: Rp XXX ÷ 20 Rp XXX
PTKP sehari: Rp XXX ÷ 360 Rp XXX –

19
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Upah kena pajak sehari Rp XXX

PPh Pasal 21 sehari: 5% x Rp XXX Rp XXX


PPh Pasal 21 atas upah borongan: 20 x Rp XXX Rp XXX

d. Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan telah
melebihi Rp10.200.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagai berikut.
PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17* x PKP setahun) ÷ 12
PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan x 12) – PTKP setahun
*) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf

Contoh:
Rohmad berstatus menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di perusahaan elektronik
dengan upah satuan. Pada September 2016, Rohmad bekerja selama 25 hari dan
mengerjakan 70 unit dengan upah per unit Rp180.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:


Upah bulan September 2016: 70 x Rp XXX Rp XXX
Upah/penghasilan neto disetahunkan:12 x Rp XXX Rp XXX
PTKP (K/0)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp XXX Rp XXX
15% x Rp XXX Rp XXX + Rp
XXX
PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016: Rp XXX ÷ 12 Rp XXX
3) Bukan pegawai
Bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan

20
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

a. Bukan pegawai yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari
sehubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan
lainnya.
PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17 x PKP
PKP = (50% x jumlah penghasilan bruto) - PTKP

Contoh:
Kharisma adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Manulife (bukan sebagai pegawai
perusahaan asuransi). Pada bulan Agustus 2016 penghasilan yang diterima Kharisma adalah
sebesar Rp58.000.000. Suami Kharisma telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan mempunyai
NPWP dan yang bersangkutan bekerja pada PT. Kresna. Kharisma telah menyampaikan
fotokopi NPWP suami, fotokopi surat nikah, dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong
pajak. Kharisma hanya menerima penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar
asuransi dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut kepada
PT. Manulife. Pada 2016, penghasilan yang diterima oleh Kharisma sebagai petugas dinas
luar asuransi dari PT. Manulife sebagai berikut:
Bulan Komisi Agen (Rupiah)
Januari 45.000.000
Februari 48.000.000
Maret 50.000.000
April 52.000.000
Mei 56.000.000
Juni 42.000.000
Juli 38.000.000
Agustus 42.000.000
September 50.000.000
Oktober 54.000.000
Nopember 46.000.000
Desember 58.000.000
Total 581.000.000
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari s.d Desember 2016 (dalam rupiah) sebagai
berikut:

21
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Bulan Penghasilan 50% x PTKP PKP PKP PPh Pasal 21 Terutang


Bruto Penghasilan Kumulatif Tarif PKP PPh
Bruto Pasal
17
Januari 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 18.000.000 5% x 18.000.000 = 900.000
Februari 48.000.000 24.000.000 4.500.000 19.500.000 37.500.000 5% x 19.500.000 = 975.000
Maret 50.000.000 25.000.000 4.500.000 20.500.000 58.000.000 5% x 12.500.000 = 625.000
15% x 8.000.000 = 1.200.000
April 52.000.000 26.000.000 4.500.000 21.500.000 79.500.000 15% x 21.500.000 = 3.225.000
Mei 56.000.000 28.000.000 4.500.000 23.500.000 103.000.000 15% x 23.500.000 = 3.525.000
Juni 42.000.000 21.000.000 4.500.000 16.500.000 119.500.000 15% x 16.500.000 = 2.475.000
Juli 38.000.000 19.000.000 4.500.000 14.500.000 134.000.000 15% x 14.500.000 = 2.175.000
Agustus 42.000.000 21.000.000 4.500.000 16.500.000 150.500.000 15% x 16.500.000 = 2.475.000
September 50.000.000 25.000.000 4.500.000 20.500.000 171.000.000 15% x 20.500.000 = 3.075.000
Oktober 54.000.000 27.000.000 4.500.000 22.500.000 193.500.000 15% x 22.500.000 = 3.375.000
Nopember 46.000.000 23.000.000 4.500.000 18.500.000 212.000.000 15% x 18.500.000 = 2.775.000
Desember 58.000.000 29.000.000 4.500.000 24.500.000 236.500.000 15% x 24.500.000 = 3.675.000
581.000.000 30.475.000

Bukan pegawai yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan


PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17 x PKP
PKP = 50% x Penghasilan bruto

Contoh:
Dendy (status menikah tanpa tanggungan) melakukan jasa perbaikan komputer kepada
PT. Cahaya Abadi dengan fee Rp6.000.000.
Besarnya PPh Pasal 21 adalah:
5% x 50% x Rp XXX Rp XXX

Jika Dendy tidak mempunyai NPWP, besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar:
120% x 5% x 50% x Rp XXX Rp XXX

22
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

4) Penerima pensiun

Pegawai pensiun atas uang pensiun yang dibayarkan secara berkala (bulanan)
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima pada tahun
pertama pensiun, yaitu:
1) Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurani penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan dengan
banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai
dengan bulan Desember (biaya pensiun sama dengan 5% dari uang pesniun dengan
jumlah maksimal Rp200.000 sebulan.
2) Penghasilan neto pensiun pada poin 1 ditambah dengan penghasilan neto dalam
tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum
pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti
pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.
3) Untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah penghasilan pada poin 2
tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas
penghasilan kena pajak tersebut.
4) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan
cara mengurangi PPh Pasal 21 poin 3 dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari
pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.

5) PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanannya sebesar PPh Pasal 21 seperti dalam poin
4 dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud pada poin 1.
Contoh:
Suryaman berstatus menikah dengan 2 anak yang masih menjadi tanggungan. Ia bekerja
sebagai pegawai tetap pada PT. Mulya Jaya dengan gaji sebulan Rp12.000.000. Suryaman
setiap bulan membaya iuran pensiun sebesar Rp150.000 ke Dana Pensiun Askrindo yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang
berlaku
di PT. Mulya Jaya terhitung sejak 1 Juli 2016, Suryaman akan memasuki masa
pensiun.

23
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan:


Gaji sebulan Rp XXX
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp XXX
Maksimum dapat dikurangkan Rp XXX
2. Iuran pensiun Rp XXX+
Rp XXX –
Penghasilan neto sebulan Rp XXX
Penghasilan neto 6 bulan (masa kerja Jan-Juni 2016) Rp XXX
PTKP (K/2)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX
 Tambahan tanggungan 2 Rp XXX+
Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp XXX Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang sebulan: Rp XXX ÷ 6 Rp XXX

Saat Suryaman berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 (Form 1721-A1) dengan data sebagai
berikut: Gaji selama 6 bulan: 6 x Rp XXX Rp XXX
Peengurang:

24
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

1. Biaya jabatan: 5% x Rp XXX Rp XXX


2. Iuran pensiun: 6 x Rp XXX Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan neto selama 6 bulan Rp XXX
PTKP (K/2):
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX
 Tambahan tanggungan 2 Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak NIHIL
PPh pasal 21 terutang: NIHIL
PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp XXX) Rp XXX
PPh Pasal 21 (lebih) dipotong Rp XXX

Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan uang pensiun
bulanan
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai pensiun jika yang bersangkutan tidak
mempunyai penghasilan selain dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun
menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai
menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggung penghasilan nero dari
pemberi kerjasampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima
dalam tahun kalender yang bersangkutan. Agar dana pensiundapat melakukan
pemotongan seperti itu maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 (formulir
1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja
sebelumnya. Contoh:
Melanjutkan soal contoh 3.a. Pada bulan Juli 2016, Suryaman memperoleh uang
pensiun dari Askrindo sebesar Rp4.000.000.
Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun adalah:
Pensiun sebulan Rp XXX
Pengurang:
25
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Biaya pensiun: 5% x Rp XXX Rp XXX –

26
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

Penghasilan neto sebulan Rp XXX


Penghasilan neto Juli-Desember 2016: 6 x Rp XXX Rp XXX
Penghasilan neto dari PT. Mulya Jaya sesuai dengan
Bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp XXX +
Jumlah penghasilan neto tahunm 2016 Rp XXX
PTKP (K/2)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX
 Tambahan tanggungan 2 anak Rp XXX +
Rp xxx –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp XXX Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang di PT. Mulya Jaya sesuai
Dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A-1) Rp XXX –
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Askrindo
selama 6 bulan Rp XXX
PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong setiap bulan:
Rp XXX ÷ 6 Rp XXX

Perhitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Askrindo untuk dicantumkan dalam


Form 1721 A-1:
Pensiun selama 6 bulan: 6 x Rp XXX Rp XXX
Pengurang:
Biaya pensiun: 5% x Rp XXX Rp XXX –
Penghasilan neto 6 bulan Rp XXX
Penghasilan neto dari PT. Mulya Jaya sesuai dengan
Bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp XXX +
Jumlah penghasilan neto tahun 2016 Rp XXX
PTKP (K/2)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX

27
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

 Tambahan tanggungan 2 anak Rp XXX +

Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp XXX Rp XXX
PPh Pasal 21 terutang di PT Mulya Jaya sesuai dengan
Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A-1) Rp XXX –
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Askrindo
Selama 6 bulan Rp XXX
PPh Pasal 21 telah dipotong: 6 x Rp XXX Rp XXX –
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Perhitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada
tahun kedua dan seterusnya, sebagai berikut:
1) Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun.
2) Selanjutnya, PPh Pasal 21 dihitung dengan cara penghitungan untuk pegawai tetap
atas penghasilan teratur yang dipotong bulanan.
Contoh: sama dengan contoh sebelumnya
Pensiun sebulan Rp XXX
Pengurang:
Biaya pensiun: 5% x Rp XXX Rp XXX –
Penghasilan neto sebulan Rp XXX
Penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp XXX Rp XXX
PTKP (K/2)
 Untuk diri Wajib Pajak Rp XXX
 Tambahan WP menikah Rp XXX
 Tambahan tanggungan 2 anak Rp XXX +
Rp XXX –
Penghasilan Kena Pajak NIHIL
Keterangan: Tidak dikenakan PPh Pasal 21

28
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

5) Penerima pesangon
Penerima uang pensiun, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua sekaligus yang bersifat final
Jenis Penghasilan Jumlah Penghasilan PPh pasal 21
Uang pesangon diterima Uang pesangon kurang dari 0% x Penghasilan bruto
Sekaligus Rp50.000.000
Uang pesangon di atas 5% x Penghasilan bruto
Rp50.000.000 s.d. Rp100.000.000
Uang pesangon di atas 15% x Penghasilan bruto
Rp100.000.000 s.d. Rp500.000.000
Uang pesangon di atas 25% x Penghasilan bruto
Rp500.000.000
Uang manfaat Uang manfaat pensiun, tunjangan 0% x Penghasilan bruto
pensiun, hari tua atau jaminan hari tua s.d.
tunjangan hari tua atau Rp50.000.000
jaminan hari tua diterima Uang manfaat pensiun, tunjangan 5% x Penghasilan bruto
sekaligus hari tua atau jaminan hari tua di atas
Rp50.000.000

Contoh:
Pada Mei 2016, PT. Artha Sejahtera membayar uang pesangon kepada pegawai
yang telah purna tugas Bapak Aziz (menikah dengan 2 tanggungan) sebesar
Rp176.000.000
PPh Pasal 21 atas uang pesangon Bapak Aziz:
0% x Rp50.000.000 Rp 0
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15%x Rp76.000.000 Rp11.400.000 +
Rp13.900.000
6) Peserta Kegiatan

PPh pasal 21 = Tarif Pasal 17 x Penghasilan bruto

Contoh:
Kevin adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia yang bertempat tinggal di
Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesi Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah
sebesar Rp200.000.000. PPh Pasal 21 atas hadiah tersebut adalah:
5% x Rp XXX Rp XXX
28
Bahan Ajar Akuntansi Kelas XI 2018

15%x Rp XXX Rp XXX + Rp XXX

Daftar Pustaka
Harti, Dwi. 2017. Administrasi Pajak. Jakarta: Erlangga.
https://sites.google.com/site/referensipajak/Contoh-Cara-Menghitung-Pajak-Penghasilan-
PPh-Pasal-21-Pegawai-Tetap-Penerima-Uang-Pensiun-Manfaat-Pensiun-Tunjangan-Jaminan-
Hari-Tua-Pesangon-Diterima-Bertahap-Sekaligus

28

Anda mungkin juga menyukai