Anda di halaman 1dari 14

]PERPAJAKAN II

RESUME MINGGU KE-7

Disusun oleh:
KELOMPOK 10

1. Verena Ayu Carinnira Pradjarto (042111333147)


2. Atthariq Firdauzan Bihaqqi (042111333169)
3. Rangga Kurniawan (042111333177)
4. Bintang Toto Laksono Sugiatmoko (042111333178)
5. Rafli Aliefdiputra (042111333182)

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
1. Prinsip Pemungutan PPh pasal 24
Pemungutan PPh pasal 24 berprinsip untuk mengeliminasi nilai pajak yang dapat
menimbulkan pajak berganda. Guna menghindari terjadinya pajak berganda, maka
besarnya pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar
diluar negeri dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan
wajib pajak dalam negeri
2. Pengertian dan mekanisme pengkreditan PPh pasal 24
➔ Pengertian : PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang
mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar
negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.
➔ Mekanisme Pengkreditan PPh Pasal 24
- PPh Pasal 24 dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang di Indonesia
- PPh Pasal 24 dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
- Jumlah kredit pajak yang boleh dikreditkan paling tinggi sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak
boleh melebihi jumlah tertentu
- Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud diatas dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap PKP
dikalikan dengan pajak yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih
kecil dari penghasilan luar negeri
- Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara,
maka perhitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing
negara
- Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak
dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan
sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.

3. Perhitungan kredit pajak luar negeri WP OP dan badan


Berikut ini adalah perhitungan PPh 24 bagi kredit pajak luar negeri untuk Wajib Pajak
Orang Pribadi (WP OP) dan Badan di Indonesia:
● Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)

Perhitungan PPh 24 kredit pajak luar negeri untuk WP OP di Indonesia


dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Tentukan jumlah penghasilan kena pajak yang diterima oleh WP OP


dari luar negeri.
b. Hitung pajak yang sudah dipotong oleh pemerintah negara asal atas
penghasilan tersebut. Misalnya, pajak yang dipotong oleh pemerintah
negara asal sebesar 20%.
c. Hitung jumlah PPh 24 yang harus dibayar oleh WP OP di Indonesia
dengan menggunakan rumus:
d. PPh 24 = Jumlah penghasilan kena pajak x Tarif pajak penghasilan di
Indonesia - Pajak yang sudah dipotong di negara asal

Misalnya, jika jumlah penghasilan kena pajak dari luar negeri sebesar
Rp 50.000.000,- dan tarif pajak penghasilan di Indonesia sebesar 30%,
maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

PPh 24 = Rp 50.000.000,- x 30% - (Rp 50.000.000,- x 20%) = Rp


5.000.000,-

● Badan

Perhitungan PPh 24 kredit pajak luar negeri untuk Badan di Indonesia


dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Tentukan jumlah penghasilan kena pajak yang diterima oleh Badan


dari luar negeri.
b. Hitung pajak yang sudah dipotong oleh pemerintah negara asal atas
penghasilan tersebut. Misalnya, pajak yang dipotong oleh pemerintah
negara asal sebesar 20%.
c. Hitung jumlah PPh 24 yang harus dibayar oleh Badan di Indonesia
dengan menggunakan rumus:

PPh 24 = Jumlah penghasilan kena pajak x Tarif pajak penghasilan


Badan di Indonesia - Pajak yang sudah dipotong di negara asal
Misalnya, jika jumlah penghasilan kena pajak dari luar negeri sebesar
Rp 100.000.000,- dan tarif pajak penghasilan Badan di Indonesia
sebesar 25%, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

PPh 24 = Rp 100.000.000,- x 25% - (Rp 100.000.000,- x 20%) = Rp


5.000.000,-

4. Penentuan PPh WP OPPT


Terdapat tiga unsur dalam definisi tersebut yang harus ada apabila perlu membayar wajib
pajak OPPT ialah wajib pajak orang pribadi, pedagang pengecer, dan satu atau beberapa
tempat usaha. Wajib pajak orang pribadi ialah wajib pajak yang terkena pada orang yang
memiliki dua syarat. Pertama, syarat subjektif yaitu lahir dan hidup. Kedua, syarat
objektif yaitu memiliki penghasilan di atas PTKP.

Selanjutnya, pedagang pengecer ialah orang pribadi yang menjalankan penjualan secara
grosir ataupun eceran dan orang pribadi yang melakukan penyerahan jasa melalui suatu
tempat usaha. Tempat usaha sendiri ialah sesuatu yang sifatnya menetap, baik itu di ruko,
mall, rumah, ataupun bisnis secara online. Hal ini dikarenakan yang dilihat bukanlah cara
pemasarannya.

5. Tata cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25


1) PPh Pasal 25 harus dibayar/disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15
bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2) Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya
20 setelah Masa Pajak Berakhir
3) Bagi Wajib Pajak pengusaha tertentu, berlaku juga ketentuan sebagai berikut.
● Jika WP memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak, harus mendaftarkan masing-masing tempat
usahanya di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
● Wajib Pajak yang memiliki beberapa tempat usaha lebih dari 1 wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak, harus mendaftarkan setiap usahanya di
Kantor Pelayanan Pajak masing-masing tempat usaha Wajib Pajak
berkedudukan.
● SPT Tahunan PPh harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak
tempat domisili WP terdaftar dengan batas waktu seperti ketentuan
butir 2
6. Penentuan Besarnya Angsuran Pph Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum:

Penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Bagi wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto terlebih dahulu dikurangkan dengan
penghasilan tidak kena pajak sebelum dikalikan dengan tarif pajak. Bagi wajib pajak
orang pribadi tertentu (OPPT) sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan
dari masing-masing tempat usaha.

Yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi tertentu (OPPT) adalah wajib pajak
yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1
(satu) atau lebih tempat usaha. Bagi wajib pajak yang memiliki peredaran tertentu
sesuai PP 23 th 2018 adalah sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari
masing-masing tempat usaha.

7. Insentif Di Bidang Pph (Pasal 31 A Dan 31 E)


Pengaturan Tax Holiday Sesuai Pasal 31A UU PPh
Fasilitas yang diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan. Fasilitas ini sering disebut sebagai Tax Holiday. Tax holiday adalah salah
satu bentuk fasilitas pajak yang paling sering diberikan dalam upaya menarik investasi
asing.

Bentuk Tax Holiday Sesuai Pasal 31A UU PPh


Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal dan mendapat prioritas tinggi
dalam skala nasional:
● Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari
jumlah penanaman yang dilakukan.
● Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.
● Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh)
tahun.
Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan
yang berlaku menetapkan lebih rendah.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di
Daerah-daerah Tertentu terdapat kriteria dan persyaratan tertentu untuk dapat
diberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh):
Kriteria tersebut yaitu:
○ memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor;
○ memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar;
○ atau memiliki kandungan lokal yang tinggi.

Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas ini tidak memenuhi syarat di
atas maka fasilitas yang diberikan akan dicabut, Wajib Pajak yang bersangkutan
dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, dan tidak dapat lagi diberikan fasilitas untuk Penanaman Modal di
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.

Disebutkan juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020


(PMK-130/2020) tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
bahwa Wajib Pajak badan yang melakukan penanaman modal baru pada Industri
Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan.

Nilai penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus


miliar rupiah) dengan Pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diberikan sebesar:
● 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang
untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima
ratus miliar rupiah). Jangka waktu pengurangan PPh Badan yang diberikan yaitu 5-20
Tahun yang rinciannya tertuang pada Pasal 2 ayat (4) PMK-130/2020.
● 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang
untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp 100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima
ratus miliar rupiah). Jangka waktu pengurangan PPh Badan yang diberikan yaitu 5
Tahun.

Fasilitas PPh dan Ketentuan Fasilitas


● Fasilitas PPh Pasal 31E
Fasilitas PPh pasal 31E diatur pada pasal 31E ayat 1 UU nomor 7 tahun 1983 tentang
PPh sebagaimana terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada pasal tersebut disebutkan bahwa
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan sebesar 50% dari tarif
umum PPh pasal 17 yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian
peredaran bruto sampai Rp4.800.000.000.
Diaturnya fasilitas PPh pasal 31E dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Diantaranya
adalah sebagai perubahan tarif progresif menjadi tarif tunggal untuk Wajib Pajak
badan. Kemudian karena vitalnya peran UMKM di negeri ini, pemerintah merasa
perlu memberikan fasilitas untuk mendukung program pemberdayaan UMKM dan
mengurangi beban pajak Wajib Pajak badan UMKM. Wajib Pajak badan UMKM yang
sebelumnya menggunakan PPh final 0,5% dan telah scale-up usaha , atau sudah tak
lagi memenuhi ketentuan PP no. 23 tahun 2018, atau memang dari awal tidak
menggunakan PPh final 0,5%, penggunaan fasilitas 31E ini dapat membantu
meringankan beban pajak Wajib Pajak Badan.

● Ketentuan Fasilitas PPh Pasal 31E

Pengaturan lebih lanjut fasilitas PPh pasal 31E terdapat pada Surat Edaran Dirjen
Pajak nomor: SE-66/PJ/2010. Disebutkan dalam pasal 2 SE tersebut, Wajib Pajak
tidak perlu menyampaikan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas ini. WP dapat
langsung memanfaatkan fasilitas ini dengan cara self assesment berupa penyampaian
SPT Tahunan PPh Badan. Fasilitas ini pun bukan merupakan pilihan, alias otomatis
terpakai apabila omzet melebihi Rp4.800.000.000 namun tidak melebihi
Rp50.000.000.000.

Pengertian dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada pasal 31E ayat (1) UU
PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha Wajib Pajak
badan sebelum dikurangi dengan biaya 3M usaha, yakni untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan baik dari Indonesia maupun luar Indonesia.
Penghasilan ini meliputi:

● Penghasilan yang dikenai PPh final


● Penghasilan yang dikenai PPh non-final
● Penghasilan yang dikecualikan dari obyek pajak.

Dengan demikian, apabila WP memiliki peredaran bruto tidak melebihi


Rp50.000.000.000, maka untuk menghitung PPh badan akan terbagi menjadi 2
bagian, yakni:

8. Untuk penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto hingga


Rp4.800.000.000 dikenakan tarif sebesar 50% x tarif PPh badan yang berlaku
9. Untuk penghasilan kena pajak sisanya dikenakan tarif PPh badan yang
berlaku.

Kasus PPh Pasal 24, PPh pasal 25, PPh WP OPPT, PPh Pasal 31A dan 31 E.
PPh Pasal 24
a. Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24)
Kasus dan Pertanyaan:
PT Sinar Gemilang di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun
2014 sebagai berikut:
- Penghasilan dalam negeri Rp. 400.000.000
- Penghasilan dari Vietnam (tarif pajak 20%) Rp. 200.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang
tahun 2014?
Jawaban:
Penghitungan PPh Pasal 24 adalah sebagai berikut:

(1) Total penghasilan kena pajak


= Penghasilan dalam negeri + penghasilan dari Vietnam
= Rp. 400.000.000 + Rp. 200.000.000
= Rp. 600.000.000

(2) Total PPh terutang


= Tarif x jumlah penghasilan neto
= 25% x Rp. 600.000.000
= Rp. 150.000.000

(3) PPh maksimum yang dapat dikreditkan


= (Penghasilan dari Vietnam : Jumlah penghasilan neto) x total PPh
terutang
= (Rp. 200.000.000 - Rp. 600.000.000) x Rp. 150.000.000
= Rp. 49.999.999
= Rp. 50.000.000

(4) PPh terutang (dipotong di luar negeri)


= Tarif x penghasilan dari Vietnam
= 20% x Rp. 200.000.000
= Rp. 40.000.000
Dari perhitungan di atas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
sebesar Rp. 40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di Luar
Negeri. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh
maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di
Luar Negeri, kemudian pilih jumlah yang terendah.

b. Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Dalam


Negeri
Kasus dan Pertanyaan:
PT Selera Rakyat berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto
dalam tahun 2015 sebagai berikut:
- Di Belanda memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp.
600.000.000 (tarif pajak yang berlaku 30%).
- Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang
tahun 2014?

Jawaban
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

(1) Total penghasilan kena pajak


= Penghasilan dari Belanda - penghasilan dalam negeri
= Rp. 600.000.000 - Rp. 200.000.000
= Rp. 400.000.000

(2) Total PPh terutang


= Tarif x jumlah penghasilan neto
= 25% x Rp. 400.000.000
= Rp. 100.000.000

(3) PPh maksimum yang dapat dikreditkan


= (Penghasilan luar negeri: total penghasilan) x total PPh terutang
= (Rp. 600.000.000 : Rp. 400.000.000) x Rp. 100.000.000
= Rp. 150.000.000

(4) PPh terutang (dipotong di luar negeri)


= Tarif x penghasilan dari Belanda
= 30% x Rp. 600.000.000
= Rp. 180.000.000
Kredit pajak yang diperoleh (PPh pasal 24) adalah Rp. 150.000.000. Jumlah
ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang
boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri,
kemudian pilih jumlah yang terendah.

c. Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Luar Negeri


Kasus dan Pertanyaan:
PT Selaras Abadi pada tahun 2013 memperoleh penghasilan neto sebagai
berikut:
- Di Thailand memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp.
300.000.000 (tarif pajak yang berlaku 40%).
- Di Jerman menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang
berlaku 25%). Di dalam negeri memperoleh laba usah sebesar
Rp500.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang
tahun 2014?

Jawaban
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

(1) Total penghasilan kena pajak


= Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri
= Rp. 300.000.000 + Rp. 500.000.000
= Rp. 800.000.000

(2) Total PPh terutang


= Tarif x jumlah penghasilan neto
= 25% x Rp. 800.000.000
= Rp. 200.000.000

(3) PPh maksimum yang dapat dikreditkan


= (Penghasilan luar negeri: total penghasilan) x total PPh terutang
= (Rp. 300.000.000 : Rp. 800.000.000) x Rp. 200.000.000
= Rp. 75.000.000

(4) PPh terutang (dipotong di luar negeri)


= Tarif x penghasilan dari Belanda
= 40% x Rp. 300.000.000
= Rp. 120.000.000
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat
dikreditkan adalah Rp75.000.000.

PPh Pasal 25
a. Soal 1
Berdasarkan SPT Pajak Penghasilan Tahun 2018, Bintang memiliki jumlah
pajak penghasilan terutang sebesar Rp55.000.000 . Adapun jumlah kredit
pajak tuan Bintang selama tahun 2018 adalah 31.000.000 dengan rincian
sebagai berikut :
● PPh Pasal 21 Rp 15.000.000
● PPh Pasal 22 Rp 10.000.000
● PPh Pasal 23 Rp 3.000.000
● PPh Pasal 24 Rp 3.000.000
Hitunglah berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Tuan Bintang di
tahun 2019?
Jawab:

PPh terutang 2018 = Rp 55.000.000


Kredit Pajak :
PPh Pasal 21 = Rp 15.000.000
PPh Pasal 22 = Rp 10.000.000
PPh Pasal 23 = Rp 3.000.000
PPh Pasal 24 = Rp 3.000.000

Jumlah kredit Pajak = (Rp 31.000.000)


Selisih = Rp 24.000.000

Adapun selisih antara PPh terutang dengan kredit pajak menjadi dasar
perhitungan besarnya PPh pasal 25 per bulan. Dengan demikian, perhitungan
PPh Pasal 25 tiap bulannya :

Besarnya PPh Pasal 25 per bulan = Rp 24.000.000 : 12 bulan


= Rp 2.000.000

Dengan demikian Bintang harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25


setiap bulan di tahun 2019 mulai masa maret sebesar Rp 2.000.000

b. Soal 2
PT Jatim Asri dalam laporan tahun 2018 menunjukkan penghasilan neto
sebesar Rp 2.400.000.000 Adapun kredit pajak yang berasal dari PPh Pasal 22,
23, 24 selama tahun 2018 adalah senilai Rp. 120.000.000 Hitunglah Angsuran
PPh Pasal 25 pada tahun 2019!
Jawab :

Penghasilan neto 2018 =Rp2.400.000.000


PPh terutang tahun 2018 = 25% x Rp2.400.000.000 =Rp600.000.000
Kredit Pajak :
PPh Pasal 22, 23, 24 =(Rp120.000.000)
Selisih =Rp480.000.000

Adapun selisih antara PPh terutang dengan kredit pajak menjadi dasar
perhitungan besarnya PPh Pasal 25 per bulan. Dengan demikian, perhitungan
PPh Pasal 25 tiap bulannya :

Besarnya PPh Pasal 25 Per bulan = Rp 480.000.000 : 12 Bulan


= Rp 40.000.000

PPh WP OPPT
Tn. Jonathan mempunyai tempat tinggal sekaligus tempat usaha sebagai pedagang
eceran di KPP Taman Sari. Omzet usaha milik Tn. Jonathan pada Juni 2020 sebesar
Rp 25.000.000. Oleh karena omzet Tn Jonathan berada di bawah 4.8 miliar, maka Tn
Jonathan memilih skema umum atau non final sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2018. Adapun yang harus diperhatikan oleh Tn. Jonathan adalah
sebagai berikut:
● Jonathan wajib mendaftarkan NPWP di Taman Sari sebagai NPWP domisili
dan tidak perlu diterbitkan NPWP cabang.
● Besaran pajak yang harus dibayar oleh Tn. Jonathan adalah sebagai berikut:
75% x Rp 25.000.000 = Rp 187.500
● Nilai Rp 187.500 dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat perhitungan pajak
Tn. Jonathan pada akhir tahun 2020.

PPh Pasal 31 E
a. Soal 1
PT A memiliki peredaran bruto pada tahun pajak 2022 sebesar Rp4,2 miliar
dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp1 miliar

Karena jumlah peredaran bruto PT A tidak lebih dari Rp4,8 miliar, maka
seluruh penghasilan kena pajak yang didapat dari peredaran bruto mendapat
pengurangan tarif 50% dari tarif PPh Badan yang berlaku.
Jawab :
= 50% x 22% x Rp 1 M
= Rp 110 Juta

Anda mungkin juga menyukai