Anda di halaman 1dari 81

PPH PASAL 22, 23, DAN 24

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Perpajakan
Yang diampu oleh Ibu Makaryanawati ,S.E.,M.Si.Ak.

Disusun oleh:

Achmad Nur Bahrudin 190422627754


Alfian Bagus Sadewa 190422627778
Anbar Nabila Afandi 190422627758
Andika Candra Kusuma 190422627745
Anisa Pratiwi 190422627755

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
PRODI S1 AKUNTANSI
2020

1
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. PEMUNGUT PAJAK
Pasal 22 ayat (1) UU PPh menyatakan bahwa menteri keuangan dapat
menetapkan hal-hal berikut ini:
1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.
2. Badan-badan tertentu yang memungut pajak dari Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajakbadan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas
pembelian barang yang tergolong sangat mewah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 34/PMK.010/2017,
berikut ini daftar pemungut PPh Pasal 22:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang
dan ekspor komoditas tambang batubara mineral logam dan mineral
bukan logam yang dilakukan oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh
wajib pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama perusahaan
pertambangan dan kontrak karya.
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya atas
pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit surat perintah
membayar yang diberi delegasi Oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS).
5. Badan usaha tertentu, meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki negara melalui penyertaan langsung dari
kekayaan negara yang dipisahkan;

2
b. Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil restrukturisasi
oleh pemerintah dan dilakukan melalui pengalihan saham milik
negara kepada BUMN lainnya;
c. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan
Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT
Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur,
PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia
Power, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen
Tonasa, PT Elnusa tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali
Nusindo, PT Wijaya Karya Beton tbk, PT Kimia Farma Apotek
Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas
Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Patik Emas
Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri,
PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah;
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen industri
kertas industri baja industri otomotif dan industri farmasi atas penjualan
hasil produksi kepada distributor di dalam negeri.
7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(ATM), dan importir umum kendaraan bermotor atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri.
8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas.
9. Badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-
bahan berupa hasil kehutanan perkebunan pertanian peternakan dan
perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya atau
ekspornya.
10. Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara
mineral logam dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan atas pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
11. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri.

3
12. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
Di bawah ini daftar barang yang tergolong sangat mewah berdasarkan
peraturan dirjen pajak nomor 19/PJ/2015.
a. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
b. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihan nya
lebih dari Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan
lebih dari 400 m² (empat ratus meter persegi).
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihan nya lebih dari Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) atau
luas bangunan lebih dari 150 m² (seratus lima puluh meter persegi).
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose
vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari
Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder
lebih dari 3000 cc.
f. Kendaraan bermotor roda dua dan roda 3 dengan harga jual lebih dari
Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder
lebih dari 250 cc.
B. OBJEK PPh PASAL 22
Objek (penghasilan yang dikenakan pajak) PPh Pasal 22 adalah suatu
kegiatan. Kegiatan yang dimaksud meliputi impor barang, ekspor barang
tertentu, penjualan barang tertentu, atau penjualan kepada pembeli
tertentu. Berikut kegiatan-kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22 (Objek
PPh Pasal 22):
1. Impor barang. Impor barang dibedakan menjadi beberapa kelompok
jenis barang dan kepemilikan Angka Pengenal Impor (API) bagi
importirnya. Pengelompokan tersebut berpengaruh pada besarnya tarif
(Lampiran PMK No. 110/PMK.10/2018).
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam dan mineral
bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan

4
oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan dan Kontrak Karya.
3. Pembelian barang oleh:
a. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran(KPK)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga Negara
lainnya;
b. Bendahara pengeluaran berkenan dengan pembayaran dengan
mekanisme uang persediaan (UP);
c. Kuasa Pengguna Anggaran KPA atau pejabat penerbit surat
membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
KPA berkaitan dengan pembelian barang kepada pihak ketiga
melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).
4. Pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk kegiatan usaha oleh
badan usaha tertentu, meliputi:
a. Badan usaha milik negara;
b. Badan-badan tertentu, yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT
Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan
Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT
Indonesia Power, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT Semen Padang,
PT Semen Tonasa, PT Elnusa tbk, PT Krakatau Wajatama, PT
Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton tbk, PT Kimia Farma
Apotek Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural
Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Patik Emas
Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri,
PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah;
5. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, industri farmasi.
6. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor tidak termasuk alat berat.

5
7. Penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan
pelumas.
8. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses
industri manufaktur yang dilakukan oleh badan usaha industri atau
eksportir.
9. Penjualan emas batangan oleh pengusaha yang melakukan penjualan.
10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak
badan yang melakukan penjualan barang tergolong sangat mewah.
C. KEGIATAN YANG TIDAK DIKENAKAN PPh PASAL 22
Berikut kegiatan-kegiatan yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22:
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak tergantung pajak penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau
Pajak Pertambahan Nilai, meliputi:
a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang
untuk keperluan barang internasional beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia;
c. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan
bencana;
d. barang untuk kepentingan museum, kebun binatang, konservasi
alam, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan;

6
f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang
cacat lainnya;
g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. barang pindahan;
i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
j. barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
yang ditujukan untuk kepentingan umum;
k. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku
cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
l. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang
bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
n. buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab
suci, dan buku-buku pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan
lainnya;
o. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu kapal tunda, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya;
p. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta

7
peralatanuntuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang
diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa
perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional;
q. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
Kereta Api Indonesia (Persero) dan komponen atau bahan yang
diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia
(Persero), yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta
prasarana yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia
(Persero);
r. peralatan berikut suku cadangnyayang digunakan oleh
Kementerian Pertahanan atau TNI untuk penyelidikan data batas
dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
untuk mendukung pertahanan nasional, yang diimpor oleh
Kementerian Pertahanan, TNI atau pihak lain yang ditunjuk oleh
Kementerian Pertahanan atau TNI; dan atau
s. barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasi
nya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
t. barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
4. Impor kembali (re-import), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dengan kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan, dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut Pajak berkenaan dengan
hal-hal berikut ini:

8
a. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yang jumlahnya
paling banyak Rp. 2.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah. Pemungut pajak ini meliputi bendahara pemerintah
dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, bendahara pengeluaran, Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran.
b. Pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut Pajak yang jumlahnya
paling banyak Rp. 1.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah. Pemungut pajak ini meliputi badan usaha tertentu
yang terdiri atas BUMN dan badan-badan tertentu yang dimiliki
oleh BUMN.
c. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar
gas, pelumas, dan benda-benda pos; pemakaian air dan listrik.
d. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau
produk sampingan, dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan
gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari.
1) Kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama.
2) Kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan
eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama.
3) Trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan
eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama.
e. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil
pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha
di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerjasama
pengusahaan sumber daya panas bumi.
f. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan berupa hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum
melalui proses industri manufaktur untuk keperluan industri atau
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang jumlahnya

9
paling banyak Rp. 20.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
g. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang
telah dipungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan atau bahan-
bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu
(BUMN dan perusahaan yang dimiliki langsung oleh BUMN).
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
8. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh
industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor,
yang telah dikenai PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan
emas batangan kepada Bank Indonesia.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan
Urusan Logistik (Perum BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain
yang mendapatkan penugasan sesuai peraturan perundang-undangan.
D. SAAT TERUTANGNYA PPh PASAL 22
Saat terutangnya PPh Pasal 22, dibedakan sebagai berikut.
No. Jenis Kegiatan Jenis Kegiatan
1. Impor barang. Terutang dan dilunasi bersamaan
dengan saat pembayaran Bea
Masuk.
Apabila pembayaran Bea Masuk
ditunda atau dibebaskan dan tidak
termasuk pengecualian
pemungutan PPh Pasal 22, PPh
Pasal 22 terutang dan dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen

10
pemberitahuan pabean atas impor.
2. Ekspor komoditas tambang Terutang dan dilunasi bersamaan
batubara, mineral, logam, dan dengan saat penyelesaian dokumen
mineral bukan logam. pemberitahuan pabean atas ekspor.
3. Pembelian barang oleh Terutang dan dipungut pada saat
pemungut pajak (bendahara pembayaran kepada rekanan.
pemerintah dan KPA,
bendahara pengeluaran, KPA
atau pejabat penerbit SPM).
4. Badan-badan tertentu yaitu Terutang dan dipungut pada saat
BUMN dan badan usaha pembayaran kepada rekanan.
tertentu yang dimiliki secara
langsung oleh BUMN (PT
pupuk Sriwidjaya Palembang,
PT Petrokimia Gresik, PT
pupuk kujang, PT pupuk
Kalimantan timur, dan lain-
lain).
5. Penjualan hasil produksi usaha Terutang dan dipungut pada saat
industri semen, industri kertas, penjualan.
industri baja, industri otomotif,
industri farmasi.
6. Penjualan kendaraan bermotor Terutang dan dipungut pada saat
oleh ATPM, APM, dan importir penjualan.
kendaraan bermotor.
7. Penjualan bahan bakar minyak, Terutang dan dipungut pada saat
bahan bakar gas, dan pelumas. penerbitan surat perintah
pengeluaran barang (delivery
order).
8. Pembelian bahan-bahan hasil Terutang dan dipungut pada saat
kehutanan, perkebunan, penjualan.
pertanian, peternakan oleh
badan industri.
9. Pembelian batubara, mineral, Terutang dan dipungut pada saat
logam, dari badan atau orang penjualan.

11
pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.
10. Penjualan emas batangan oleh Terutang dan dipungut pada saat
badan usaha yang melakukan penjualan.
penjualan emas batangan di
dalam negeri.

E. TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PPh PASAL 22


Pemungutan dan penyetoran PPh pasal 22 dilakukan oleh dan dengan
cara tertentu berdasarkan transaksi atau kegiatan sebagai berikut.

No. Pemungutan Penyetoran


1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas PPh disetor oleh importir yang
impor barang. bersangkutan atas Ditjen Bea dan
cukai melalui Pos Persepsi, Bank
Devisa Persepsi atau Bank Persepsi
menggunakan SSP, Surat Setoran
Pabean Cukai dan Pajak (SSPCP)
yang berfungsi sebagai bukti
pemungutan pajak.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas PPH disetor oleh eksportir yang
ekspor komoditas tambang bersangkutan melalui Pos Persepsi,
batubara, mineral logam, dan Bank Devisa Persepsi atau Bank
mineral bukan logam. Persepsi menggunakan SSP, Surat
Setoran Pabean, Cukai dan Pajak
(SSPCP) yang berfungsi sebagai
tanda pemungutan pajak.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Wajib disetor oleh pemungut ke Kas
Pemungut Pajak (Bendahara Negara melalui Pos Persepsi, Bank
Pemerintah, Kuasa Pengguna Devisa atau bank yang ditunjuk oleh
Anggaran (KPA), Bendahara Menteri Keuangan menggunakan
Pengeluaran, Pejabat Penerbit surat setoran pajak.
Surat Perintah Membayar atas Pemungut pajak wajib menerbitkan
delegasi KPA. bukti pemungutan pajak rangkap

12
tiga (lembar pertama untuk Wajib
Pajak, lembar kedua untuk KPP
sebagai lampiran SPT, lembar ketiga
sebagai arsip pemungut yang
bersangkutan).
4. PPh pasal 22 oleh: PPH wajib disetor oleh pemungut
a. Badan usaha tertentu meliputi melalui Pos Persepsi, Bank Devisa
BUMN dan badan usaha Persepsi atau Bank Persepsi
tertentu yang dimiliki secara menggunakan SSP.
langsung (PT Pupuk Pemungut pajak wajib menerbitkan
Sriwidjaja Palembang, PT Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
Petrokimia Gresik, PT Pupuk dalam rangkap tiga.
Kujang, PT Pupuk Kalimantan
Timur, dan yang lain).
b. Badan usaha industri tertentu
(industri semen, industri
kertas, industri baja, industri
otomotif, industri farmasi),
c. ATPM, APM dan importir
kendaraan bermotor.
d. Produsen dan importir bahan
bakar minyak, bahan bakar
gas, dan pelumas.
e. Badan usaha industri atau
eksportir yang membeli bahan
berupa hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian,
peternakan, perikanan.
f. Badan usaha yang melakukan
pembelian tambang batubara,
dan lain-lain.
g. Badan usaha yang menjual
emas batangan di dalam

13
negeri.

PPh Pasal 22 untuk setiap kegiatan dilaporkan dengan menggunakan surat


pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak oleh pihak-pihak
yang melakukan pemungutan. Pelaporan PPh Pasal 22 atas impor barang
dan ekspor komoditas tambang batubara mineral logam dan mineral bukan
logam dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pelaporan PPh
Pasal 22 atas kegiatan selain impor barang dan ekspor komoditas tambang
batubara mineral logam dan mineral bukan logam lainnya dilakukan oleh
Pemungut Pajak.
F. SIFAT PEMUNGUTAN
Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan
pajak bersifat final rtinya pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak
melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalantersebut tidak
dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir suatu tahun saat
pengisian SPT tahunan PPh. Sebaliknya, pemungutan pajak bersifat tidak
final berarti pajak yang sudah dipungut oleh pemungut atau dibayarkan
dapat dikreditkan/diperhitungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan
dlaam tahun berjalan oleh wajib pajak yang dipungut.
Setiap kegiatan yang dipungut PPh Pasal 22 bersifat tidak final. Khusus
untuk PPh Pasal 22 atau penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar
gas oleh produsen atau importer, pemungut PPh Pasal 22 bersifat final
untuk menyerahkan kepada penyalur atau agen, sedangkan bersifat tidak
final untuk penjualan kepada selain penyalur/agen.
G. MENGHITUNG PPH PASAL 22
PPh pasal 22 dihitung dengan mengalikan tarif dan dasar pengenaan pajak.
dasar pengenaan pajak dalam PPh pasal 22 meliputi nilai impor, nilai
ekspor, dan harga beli atas pembelian barang oleh instansi tertentu atau
harga jual atas penjualan hasil produksi oleh usaha bidang tertentu
PPh pasal 22 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif dan dasar pengenaan pajak untuk setiap kegiatan yang
dikenakan PPh pasal 22 dijelaskan dalam tabel berikut:
No. Objek Pajak (Kegiatan) Tarif Dasar PPh pasal

14
Pengenaan 22
1 Impor Barang
a) Barang tertentu 10% Nilai impor 10% x nilai
(lampiran PMK impor
No.110/PMK.010/2018
huruf A); dengan atau
tanpa menggunakan
APL
b) Barang tertentu 7,5% Nilai impor
lainnya (lampiran 7,5% x Nilai
PMK.010/2018 Huruf impor
B); dengan atau tanpa
menggunakan API
c) Barang berupa kedelai, 0,5% Nilai impor
gandum, tepug
terigu(lampiran PMK 0,5% x Nilai
no. 110/PMK010/2018 impor
huruf C); dengan
menggunakan API
d) d.barang selain padda 2,5% Nilai Impor
huruf a,huruf b, dan
huruf c, menggunakan
API 2,5% x nilai
e) Barang pada huruf c 7,5% Nilai impor impor
dan d; tidak
menggunakan API
f) Barang yang tidak 7,5% Harga jual
dikuasai lelang 7,5% x nilai
impor

7,5% x harga
jual lelang

15
2 Ekspor Ekspor komoditas 1,5% Nilai ekspor 1,5% x nilai
tambang batu bar, mineral ekspor
logam, dan mineral bukan
logam yang dilakukan oleh
eksportir, kecuali yang
dilakukan oleh wajib pajak
yang terkait dalam perjanjian
kerja sama pengusaha
pertambangan dan kontrak
karya (Lampiran PMK No.
110/PMK.010/2018 huruf D)
3 Pembelian barang oleh 1,5% Harga 1,5% X
Pemungut pajak(bendahara pembelian harga
pemerintah, kuasa pengguna tidak pembelian
anggaran (KPA), bendahara termasuk
pengeluaran, pejabat penerbit PPN
surat perintah membayar atas
delegasi KPA)
4 Pembelian barang dan/atau 1,5% Harga 1,5% X
bahan bahan untuk keperluan pembelian Harga
kegiatan oleh badan usaha tidak pembelian
tertentu meliputi BUMN dan termasuk (tidak
badan usaha tertentu yang PPN termasuk
dimiliki langsung(PT Pupuk PPN)
Sriwidjaja Palembang, dan
yang lain).
5 Penjualan hasil
produksi/impor bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir:

16
a) Penjualan bahan bakar 0,25% Nilai 0,25% x
minyak kepada SPBU penjualan Nilai
(yang dibeli dari tidak penjualan
pertamina atau anak termasuk (tidak
perusahaan Pertamina) PPN termasuk
b) Penjualan bahan bakar PPN)
minyak kepada SPBU 0,3%
(yang dibeli selain dari
pertamina atau anak
perusahaan Pertamina) Nilai 0,3% x nilai
c) Penjualan bahan bakar penjualan penjualan
minyak kepada selain tidak (Tidak
a) dan b) 0,3% termasuk termasuk
d) penjualan bahan bakar PPN PPN)
gas
e) penjualan pelumas 0,3%

0,3%
Nilai 0,3% x nilai
penjualan penjualan
tidak (Tidak
termasuk termasuk
PPN PPN)

Nilai 0,3% x nilai


penjualan penjualan
tidak (Tidak
termasuk termasuk
PPN PPN)
Nilai 0,3% x nilai
penjualan penjualan
tidak (Tidak

17
termasuk termasuk
PPN PPN)
6 Penjualan hasil produksi
kepada distributor didalam
negeri oleh badan usaha yang
bergerak didalam bidang:
a) industri semen 0,25% Dasar 0,25% x
(penjualan semua jenis pengenaan Dasar
semen) PPN pengenaan
b) industri kertas 0,1% PPN
Dasar
c) industri baja(penjualan 0.3% pengenaan 0,1% x Dasar
baja) PPN pengenaan
d) industri otomotif 0,45% Dasar PPN
(penjualan semua jenis pengenaan 0,3% x Dasar
kendaraan bermotor, PPN pengenaan
beroda dua atau lebih, Dasar PPN
tidak termasuk alat pengenaan 0,45% x
berat) PPN Dasar
e) industri 0,3% pengenaan
farmasi(penjualan PPN
semua jenis obat)

Dasar
pengenaan
PPN 0,3% x Dasar
pengenaan
PPN

7 Penjualan kendaraan bermotor 0,45% Dasar 0,45% x


didalam negeri oleh ATPM, pengenaan Dasar
APM, dan importir umum PPN pengenaan
kendaraan bermotor, tidak PPN

18
termasuk alat berat
8 Pembelian bahan bahan hasil 0,25% Harga 0,25% x
kehutanan, perkebunan, pembelian Harga
pertanian, peternakan, dan tidak pembelian
perikanan yang belum melalui termasuk tidak
proses industri manufaktur PPN termasuk
oleh badan udaha industri PPN
9 Pembelian batu bara, mineral 1,5% Harga 1,5% x
logam, dan badan atau orang pembelian Harga
pribadi pemegang izin usaha tidak pembelian
pertambangan termasuk tidak
PPN termasuk
PPN
10 Penjualan emas batangan oleh 0,45% Harga jual 0,45% x
badan usaha yang melakukan emas Harga jual
penjualan emas batangan batangan
didalam negeri
11 Penjualan barang tergolong 5% Harga 5% x Harga
sangat mewah oleh wajib Barang barang
pajak yang melakukan
penjualan

Keterangan:
a) Nilai impor: nilai berupa uang yag menjadi dasar penghitungan bea
masuk, yaitu cost insurance and freight(CIF) ditambah dengan bea
masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang undangan kepabeanan dibidang impor.
Cost merupakan harga faktur;insurance merupakan biaya asuransi
antar daerah pabean freight merupakan biaya angkut(pengapalan) antar
daerah pabean.
b) Nilai ekspor adalah nilai Free on board (FoB)
c) Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (DPP PPN): dapat berupa
harga pembeian atau harga penjualan, merupakan nilai atau harga
tertentu yang menjadi hak pengusaha kena pajak atau penjual.

19
Besarnya DPP PPN ditentukan sebaga berikut.
1. Jika harga pembelian/penjualan tidak termasuk pajak pertambahan
nilai dan/atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM),
besarnya DPP PPN sama dengan harga pembelian/penjualan.
2. Jika harga pembelian/penjualan termasuk pajak pertambahan nilai,
besarnya DPP PPN sama dengan harga pembelian/penjualan dibagi
110.

DPP PPN = (100+110) Harga Pembelian/Penjualan

3. Jika harga pembelian/penjualan termasuk Pajak Pertambahan Nilai


dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, besarnya DPP PPN sama
dengan harga pembelian/penjualan dibagi 110 ditambah tarif
PPnMB.

DPP PPN = {100 (110 + tarif PPnBM)} Harga

pembelian/penjualan
Jika tarif PPnBM sebesar 20%,

DPP PPN = {100 (110 + 20)} Harga pembelian/penjualan

DPP PPN = {100 130} Harga pembelian/penjualan

d) Besarnya tarif pemungutan dinaikkan 100% apaila Wajib Pajak tidak


memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. hal ini berlaku untuk
pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.
H. CONTOH PERHITUNGAN
Contoh 1.a
PT Anda adalah importir telah memiliki API. Pada Desember 2018,
melakukan impor barang (pakaian selam) dari Jepang dengan harga faktur
USD100.000. Biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari
Jepang ke dalam daerah pabean (Indonesia) masing-masing sebesar 0,5%
dan 10% dari harga faktur. Biaya tersebut dibayar oleh PT Anda. Tarif bea
masuk 10% dari CIF. Pungutan lain yang sah di daerah Pabean adalah
Rp10.000.000. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat itu

20
adalah USD1 = Rp14.500, sedangkan kurs BI adalah USD1 = Rp14.540.
Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar PT Anda.
PPh Pasal 22 dihitung sebagai berikut.
1. Menghitung nilai impor
- Harga faktur (cost) USD100.000

- Biaya asuransi (insurance): 0,5% USD100.500

USD100.000

- Biaya angkut (freight): 10% USD110.000 (+)

USD100.000

CIF(cost, insurance, freight) USD110.500

Bea masuk: 10% USD110.500 USD 11.050 (+)

Nilai impor USD121.550


Nilai impor(dalam rupiah); USD121.550 Rp1.762.475.000

Rp14.500

Pungutan lain yang sah didaerah pabean Rp. 10.000.000

Nilai impor(NI) Rp.1.772.475.000


2. Menghitung PPh pasal 22-Impor
Besarnya PPh pasal 22 adalah:

10% Rp1.772.475.000

Rp 177.247.500
*)Pakaian selama termasuk kelompo barang impor tertentu
dikenakan PPh pasal 22 dengan tarif 10%(Lampiran PMK No.
110/PMK.010/2018, huruf A), dengan atau tanpa menggunakan API
Contoh 1.b.
PT Bunda tidak menggunakan API. Pada Desember 2018, melakukan
impor barang (tas olahraga) dari negara X dengan harga faktur
USD100.000. Biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari

21
negara X kedalam daerah pabean(indonesia) masing masing sebesar 2%
dan 6% dari harga faktur. biaya tersebut dibayar oleh PT Bunda. Tarif Bea
masuk dan bea masuk tambahan masing masing 10% dam 20% dari CIF.
Pungutan lain yang sah didaerah pabean adalah Rp 10.000.000 kurs yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat itu adalah USD1=Rp14.500,
sedangkan kurs BI adalah USD1=Rp14.540. Hitung PPh Pasal 22 yang
harus dibayar oleh PT Bunda.
1. Menghitung nilai impor
- Harga Faktur (cost) USD 100.000
- Biaya Asuransi (insurance) USD 2.000
- Biaya Angkut (Freight) USD 6.000 (+)
CIF (cost, insurance, freight) USD 108.000

Bea Masuk: 10% USD108.000 USD 10.800

Bea Masuk tambahan:20% USD108.000 USD 21.600 (+)

Nilai Impor USD 140.400


Nilai impor(dalam rupiah):

USD140.000 Rp14.500 Rp 2.035.800.000

Pungutan lain yang sah di pabean Rp 10.000.000 (+)


Nilai impor (NI) Rp2.045.800.000
2. Menghitung PPh Pasal 22 atas impor
7,5% x Rp.2.045.800.000 Rp.153.435.000
Tas olahraga termasuk kelompok barang impor tertentu dikenakan PPh
Pasal 22 dengan tarif 7,5% (Lampiran PMK No. 110/PMK.010/2018
huruf B), dengan atau tanpa menggunakan API.
Contoh 1.c
PT Ceriamenggunakan API dalam melakukan impor barang. Pada Januari
2019 melakukan impor barang (kedelai) dari negara X dengan harga faktur
USD30.000. Biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari
negara X ke dalam daerah pabean (Indonesia) masing-masing sebesar
0,5% dan 15% dari harga faktur. Biaya tersebut dibayar oleh PT Ceria..

22
Tarif bea masuk 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan pada saat itu adalah USD1 = Rp.13.570, sedangkan kurs BI
adalah USD1 = Rp.14.553. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar oleh
PT Ceria .
1. Menghitung Nilai Impor
- Harga faktur (cost) USD 30.000
- Biaya asuransi (insurance):0,5% x USD30.000 USD 150
- Biaya angkut (freight): 15% x USD30.000 USD 5.500 +
CIF (cost, insurance, freight) USD 34.650
Bea masuk: 10% x USD34.650 USD 3.465 +
Nilai impor (NI) USD 38.115
Nilai impor (dalam rupiah):
USD38.115 x Rp.13.570 Rp. 517.220.550
2. Menghitung PPh Pasal 22 atas impor
0,5% x Rp.517.220.550 Rp. 2.586.103
Kedelai termasuk kelompok barang impor tertentu dikenakan PPh
Pasal 22 dengan tarif 0,5% apabila Importir menggunakan API
(Lampiran PMK No.110/PMK 010/2018 huruf C). Apabila importir
tidak menggunakan API, tarif PPh adalah 7,5% dari Nilai Impor.
Contoh 1.d
Pada Januari 2019. PT Dinda melakukan impor barang elektronik. Barang
yang diimpor sebanyak 100 unit dengan harga faktur USD900 per unit.
Biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari negara X ke
dalam daerah pabean (Indonesia) masing-masing sebesar 5% dan 10% dari
harga faktur. Biaya tersebut dibayar oleh PT Dinda. Tarif bea masuk 10%
dari CIF. Kurs yang di tetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat itu
adalah USD1 = Rp.13.570, sedangkan kurs BI adalah USD1 = Rp.14.553.
Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT Dinda.
1. Menghitung nilai impor
- Harga faktur (cost): 100 unit x USD900 USD 90.000
- Biaya asuransi (insurance): 5% x USD90.000 USD 4.500

23
- Biaya pengapalan (freight): 10% x USD90.000 USD 9.000
+
CIF (cost, insurance, freight) USD103.500
Bea masuk: 10% x USD103.500 USD 10.350 +
Nilai impor (NI) USD113.850
Nilai impor (dalam rupiah):
USD113.850 x Rp.13.570 Rp.1.544.944.500
2. Menghitung PPh Pasal 22 atas impor
2,5% x Rp.1.544.944.500 Rp.38.623.613
Barang elektronik tidak termasuk barang impor tertentu dalam
lampiran PMK No.110/PMK 010/2018. Atas impor barang jenis ini,
apabila importir menggunakan API dikenakan tarif PPh Pasal 22
sebesar 2,5%, sedangkan apabila importir tidak menggunakan API
dikenakan tarif PPh Pasal 22 sebesar 7,5%.
Contoh 2
PT Endra merupakan eksportir komoditas tambang batubara. Pada Januari
2019 melakukan ekspor bubuk mika ke negara Y dengan nilai ekspor
sebesar USD200.000. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
sebesar USD1 = Rp.13.570, sedangkan kurs BI adalah USD1 = Rp.14.553.
Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT Endra.
Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Ekspor USD200.000
Nilai impor (dalam rupiah):
USD200.000 x Rp.13.570 Rp.2.714.000.000
Besarnya PPh Pasal 22 adalah:
1,5% x Rp.2.714.00.000 Rp.40.710.000
Contoh 3.a
Pada 1 April 2019, DinasPerhubungan membeli mebel dan peralatan
kantor lainnya dari Perdana Furniture senilai Rp.220.000.000 (termasuk
PPN 10%). Pembayaran dilakukan dengan uang persediaan.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar Pengenaan Pajak:

24
(100/110) x Rp.220.000.000 Rp.200.000.000
PPh Pasal 22: 1,5% x Rp.200.000.000 Rp.3.000.000
Contoh 3.b
Pada 20 April 2019, Dinas Pekerjaan Umum membeli peralatan senilai
Rp.962.500.000 (termasuk PPN 10%) dari PT Nagata. Sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di wilayah tersebut, untuk pembelian dengan nilai
diatas Rp.200.000.000 dilakukan dengan cara mekanisme langsung, yaitu
pembayaran dilakukan oleh bendahara umum daerah dalam hal ini Badan
Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah langsung keada PT
Nagata.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar Pengenaan Pajak:
(100/110) x Rp.962.500.000 Rp.875.000.000
PPh Pasal 22: 1,5% x Rp.875.000.000 Rp.13.125.000
Contoh 3.c
Pada tanggal 20 April 2019. Dinas Pendidikan dan Olahraga melakukan
pembelian barang mewah sebanyak 10 unit dengan harga per unit
Rp3900.000.000 (termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%). PPh Pasal 22
yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat pembayaran
dihitung sebagai berikut.
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 130) x Rp3.900.000.00 Rp3.000 000.000
PPh Pasal 22: 1,5% x Rp3.000.000.000 Rp45.000.000
Pada 25 April 2019, Dinas Koperasi dan UMKM melakukan pembelian
alat tulis kantor dari Toko Putih senilai Rp2.200.000 (termasuk PPN 10%).
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar Pengenaan Pajak: (100 + 110) x Rp2.200.000 Rp2.000.000
Dasar pengenaan pajak tidak melebihi Rp2.000.000, maka atas transaksi
ini tidak dikenakan PPh Pasal 22.
Contoh 3.e

25
Pada 26 April 2019, Bagian Umum Setda Kab. X melakukan pembelian
snack dari Toko Jajan Pasar sebanyak 150 kotak dengan harga Rp20.000
per kotak (tidak termasuk PPN). Toko Jajan Pasar tidak memiliki NPWP.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan Bagian Umum Setda
tersebut pada saat pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar Pengenaan Pajak: 200 x Rp20.000 Rp4.000.000
Besarnya PPh Pasal 22 adalah: 1,5% x Rp4.000.000 Rp 60.000
Tambahan karena rekanan (Toko Jajan Pasar) tidak
Memiliki NPWP: 100% x 1.5% x Rp4.000.000 Rp 60.000 (+)
Rp120.000
Contoh 4.a
PT Bank BNI merupakan salah satu BUMN, Pada Januari 2019.
melakukan pembayaran kepada PT Bahtera Motor atas pembelian
kendaraan sebanyak 14 unit dengan harga Rp220.000.000 per unit. Harga
ini termasuk PPN 10%. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Bank BNI
pada saat pembayaran dihitung sebagai berikut,
Nilai transaksi pembelian: 14 x R220.000.000 Rp3.080.000.000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 110) x Rp3.080.000.000 Rp2.800.000.000
PPh Pasal 22: 1,5% x Rp2.800.000.00
Rp42.000.000
Contoh 4.b
PT Indonesia Power merupakan salah satu badan usaha yang dimiliki
langsang oleh BUMN yang ditunjuk sebagai Pemungut Pajak. Pada Maret
2019. Melakukan pembayaran Kepada PT Edoluxary atas pembelian
barang tergolong mewah dengan tarif 10% harga barang senilai
Rp24.000.000.C00. Harga ini termasuk PPN 10% dan PPnBM 10%. PPh
Pasal 22 yang dipungut oleh PT Indonesia Power pada saat pembayaran
dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi pembelian Rp24.000.000.000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 120) x Rp24.000.000.000 Rp20.000.000.000

26
PPh Pasal 22: 1,5% x Rp20.000.000 Rp300.000.000
Contoh 4.c
PT Pupuk Kujang merupakan salah satu badan usaha yang dimiliki
langsung oleh BUMN yang ditunjuk sebagai Pemungut Pajak. Pada Maret
2019, melakukan pembayaran kepada FT X atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri senilai Rp10.800.000. Harga barang termasuk
PPN 10%. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Pupuk Kujang pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi pembelian Rp10.800.000
Dasar Pengenaan Pajak :
(100 + 110) x Rp10.800.000 Rp9.545.455
Dasar pengenaan pajak tidak melebihi Rp10.000.000, maka atas transaksi
ini tidak dikenakan PPh Pasal 22.
Contoh 5
PT Ollendo merupakan importir bahan bakar minyak. Pada bulan Juni
2019 FT Oliendo melakukan impor bahan bakar minyak senilai
Rp2.000.000.000. Pada balan Juli 2019 PT Oliendo menjual sebagian
bahan bakar minyak (yang diimpor bulan Juni 2019senilai
Rp1.700.000.000 kepada PT Dua Motor. PPh Pasal 22 atas penjualan
tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan dari bahan bakar minyak
yang diimpor Rp1.700.000.000
Dasar Pengenaan Pajak Rp1.700.000.000
PPh Pasal 22: 0,3% x Rp1.700.000.000 Rp5.100.000
PT Dus Motor bukan perusahaan penyalur/agen maka PPh yang dipungut
bersifat final.
Contoh 6.a
PT Semen Padang pada Mei 2019 menjual hasil produksi berupa semen
hasil Produksi kepada CV Bangunan (salah satu distributor) dengan total
harga sebesar Rp340.000.000, Harga tersebut tidak termasuk PPN. pph
Pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp340.000.000

27
Dasar Pengenaan Pajak nilai transaksi penjualan Rp340.000.000
PPh Pasal 22 (0.25% × Rp340.000.000) Rp850.000
Contoh 6.b
PT Cahaya Dunia Paper pada Mei 2019 menjual kertas hasil produksi
kertas kepada CV Merah Jaya (salah satu distributor) dengan total harga
sebesar Rp880.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
PPh Pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp880.000.000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 110) x Rp880.000.000 Rp800.000.000
PPh Pasal 22 (0,1% x Rp800.000.000) Rp800.000
Contoh 6.c
PT Beton Jaya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pencetakan
plat baja untuk keperluan industri. Pada Juni 2019 melakukan penjualan
kredit sebesar Rp715.000.000 (termasuk PPN 10%). Penjualan ditujukan
kepada beberapa distributor dalam negeri. PPh Pasal 22 atas penjualan
tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp715.000.000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 110) x Rp715.000.000 Rp650.000.000
PPh Pasal 22: (0,3% x Rp650.000.000) Rp1.950.000
Contoh 6.d
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan salah satu industri
otomotif. Pada Juni 2019 melakukan penjualan sebanyak 2.500 unit
kendaraan roda dua dengan total nilai sebesar Rp57.200.000.000
(termasuk PPN 10%). Penjualan ditujukan kepada beberapa distributor
dalam negeri. PPh Pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai
berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp57.200.000.000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 110) x Rp57.200.000.000 Rp52.000.000.000
PPh Pasal 22: 0,45% x Rp52.000.000.000 Rp234.000.000

28
Contoh 6.e
PT Bio Farma merupakan salah satu perusahaan farmasi. Pada Juli 2019
melakukan penjualan hasil produksi kepada salah satu distributor dalam
negeri senilaiRp825.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh Pasal 22 atas
penjualan tersebat dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp825.000.000
Dasar Pengenaan Pajak
(100 - 110) x Rp825.000.000 Rp750.000.00
PPh Pasal 22: 0,3% x Rp750.000.000 Rp2.250.000
Contoh 7
PT Astra Henda Motor merupakah salah satu ATPM. Pada Mel 2019
melakukan penjualan kendaraan bermotor senilai Rp1.100.000.000
(termasuk PPN). PPh Pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai
berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp1.100.000 000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 110) x Rp1.100.000.000 Rp1.000.000.000
PPh Pasal 22: 0,45% x Rp1.000.000.000 Rp4.500.000
Contoh 8
PT Salaka merupakan produsen dan eksportir makanan olahan dari salak.
pada Juni 2019 melakukan pembelian 5 ton salak dengan harga Rp5.000
per kg dari Tuan Reza. Tuan Reza merupakan pedagang pengumpul dan
tidak memiliki NPWP. PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut dihitung
sebagai berikut.
Nilai transaksi pembelian: 5 x1.000 x Rp5 000 Rp 25.000.000
Dasar Pengenaan Pajak = nilai transaksi pembelian Rp 25.000.000
Besarnya PPh Pasal 22 adalah: 0.25% x Rp25.000.000 Rp 62.500
Reza tidak memiliki NPWP sehingga PPh Pasal 22
dinaikkan 100% : 100% × Rp 62.500 Rp 62.500 (+)
Rp125.000
Contoh 9

29
Pada Juni 2019, PT ABC melakukan pembelian batu bara dari Tuan Ipung
senilai Rp90.000.000.000.Tuan Ipung adalah salah satu pemegang ijin
usaha pertambangan di Balikpapan. PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut
dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp90.000000.000
Dasar Pengenaan Pajak = nilai transaksi pembelian Rp90.000000.000
PPh Pasal 22: 1.5% x Rp90.000.000.000 Rp1.350.000.000
Contoh 10
PT Antar merupakan badan usaha yang melakukan penjualan emas
batangan di dalam negeri. Pada Maret 2019 melakukan penjualan emas
batangan di dalam negeri senilai Rp1.200.000.000 PPh Pasal 22 utas
pembelian tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rpl.200.000.000
Dasar Pengenaan Pajak nilai transaksi penjualan Rp1.200.000.000
PPh Pasal 22: 0.45% Rp1.200.000,000 Rp5.400.000
Contoh 11
PT Kuantum Property merupakan perusahaan properti yang melalukan
penjualan hunian tergolong sangat mewah. Pada Februari 2019 melakukan
penjualan apartemen tergolong sangat mewah sebanyak 10 kaveling
dengan harga Rp6.050.000.000 per kaveling. Harga tersebat termasuk PPN
10%. PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan: 10 x Rp6.050.000.000 Rp60.500.000.000
Dasar Pengenaan Pajak:
(100 + 110) x Rp60.500.000.000
Rp55.000.000.000
PPh Pasal 22: 5% x Rp55.000.000.000 Rp2.750.000.000
I. SURAT PEMBERITAHUAN MASA DAN BUKTI PEMUNGUTAN
Bagian ini akan membahas contoh pengisian SPT dan bukti pemotongan
PPh Pasal 22 UU PPh. Contoh kasus berikut dibedakan menjadi dan, yaitu
Pemotong/Pemungut PPh Pasal 22 menyampaikan SPT Masa yang
dilengkapi dengan Bukti Pemotongan PPh Pasal 22 dan

30
Pemotong/Pemungut PPh Pasal 22 menyampaikan SPT Masa yang
dilengkapi dengan SSP.
Kasus 1
PT Kertas Indo adalah perusahaan yang kegiatan usahanya memproduksi
kertas. Perusahaan ini didirikan tahun 2005 dan beralamat di l. Diponegoro
No. 28, Semarang. Nomor NPWP-nya 01.999.888.7.508.000. Berikut
adalah transaksi penjualan hasil industri oleh PT Kertas Indo kepada
beberapa distributornya selama November 2016.
02 November: PT Kertas Indo menjual hasil industri kepada CV Indah
senilai Rp110.000.000 (termasuk PPN 10%). CV Indah beralamat di jl.
Alamanda No. 12 Semarang. NPWP-nya 01.333.111.4.508.000.
14 November : PT Kertas Indo menjual hasil industri kepada Noval
Pratama senilai Rp 165.000.000 (termasuk PPN 10%6). Noval Pratama
beralamat di Jl. Elang No 10 Magelang NPWP-nya 68. 111222.3.524.000.
20 November : PT Kertas Indo menjual hasil industri kepada UD Jaya
Terus senilai Rp825.000.000 (termasuk PPN 10%). UD Jaya Terus
beralamat di JL. Kota lama No. 14 Yogyakarta. NPWP-nya
01.555.333.6.541.000.
Diminta :
- Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut pada saat penjualan hasil
industri kertas.
- buatkan bukti pemungutan PPh pasal 22
- Setorkan hasil pemungutan PPh tersebut dengan menggunakan SSP
- Laporkan hasil pemungutan PPh tersebut menggunakan SPT
Masa PPh pasal 22
Nama Dasar Pengenaan Pajak PPh yang dipungut
pembeli
CV Indah(100 110)x Rp110.000.000 = 0,1% x Rp100.000.000 =
Rp 100.000
Rp100.000.000
Noval (100 110) x Rp165.000.000 = 0,1% x Rp150.000.000 =
Pratama Rp 150.000
Rp150.000.000
UD Jaya (100 110) x Rp825.000.000 = 0,1% x Rp750.000.000 =

31
Terus Rp750.000.000 Rp 750.000
Total Rp1.000.000
Kasus 2
Dinas pendidikan Kota XX beralamat di Jalan Kapas No.100
Yogyakarta. NPWP Dinas Pendidikan Kota XX, yaitu
00.213.234.5.541.000. Pada Maret 2016, Dinas Pendidikan kota XX
membeli barang barang berikut ini
Tanggal Transaksi
05 Maret Dinas pendidikan kota XX membayar pembelian
250 unit barang dari toko elektronik yang
beralamatkan di jl. cikditiro no.75 NPWP PT
Aiphone 04.873.111.2.541.000. harga barangnya
Rp 910.000 per unit. harga ini termasuk PPN 10%
dan PPnBM 20%
15 Maret Dinas pendidikan kota XX membayar pembelian
100 set barang dari CV Asrom yang beralamatkan
dijalan Ring Road Utara No.98 NPWP CV Asrom
adalah 02.345.678.9.542.000. harga perset barang
sebesar Rp 3.520.000 (termasuk PPN).
29 Maret Dinas pendidikan kota XX membayar pembelian
40 unit barang dengan harga @Rp6.105.000 dari
kana komputer yang beralamatkna di jalan
Gejayan no,101.NPWP Kana Komputer adalah
01.331.224.1.541.000 harga tesebut termasuk PPN
10%
Diminta:
- Hitunglah Pajak Penghasil Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara
dinas pedidikan kota XX
- Buatlah SSP untuk setiap pembayaran sebagai bukti potong
- Buatlah SPT Masa PPH Pasal 22 untuk bulan maret 2016
Penyelesaian:
Nama Nilai Dasar Pengenaan PPh yang
Rekana Pembelian Pajak dipungut
n

32
Toko 250 (100 130) Rp227.500. 1,5% Rp175.000.
elektroni
Rp91.000 000 000
k
=Rp227.500.0 =Rp175.000.000 =Rp2.625.000
00
Cv 100 R3.520.0 (100 110) Rp352.000. 1,5% Rp320.000.
Asrom
00 000 000
=Rp352.000.0 =Rp320.000.000 =Rp4.800.000
00
Kana 40 Rp6.105.0 (100 110) Rp244.200. 1,5% Rp222.000.
Komput
00 000 000
er
=Rp244.200.0 =Rp222.000.000 =Rp3.330.000
00
Total Rp823.700.00 Rp717.000.000 Rp10.755.000
0

33
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pajak penghasilan pasal 23,selanjutnya disingkat menjadi PPh pasal 23, adalah pajak
yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam
negeri (orang pribadi dan badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerah jasa, penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.PPh
pasal 23 ini dibayar atau terutang oleh bada pemerintah atau subjek pajak negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan dari perusahaan luar
negeri.
A. PEMOTONG PPH PASAL 23
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha
5. Perwakilan perusahaan luar negeri
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang di tunjuk oleh
kepala kantor pelayanan pajak sebagai pemotong PPh pasal 23 yaitu:
 Akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akta tanak (PPAT),
kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan
bebas;
 Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran uang sewa.
B. PENERIMA PENGHASILAN YANG DIKENAI (SUBJEK) PPH PASAL 23
Berikut ini termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal (selanjutnya
disebut wajib pajak PPh pasal 23)
1. Wajib pajak dalam negeri(orang pribadi dan badan)
2. Bentuk usaha tetap (BTU)
C. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN (OBJEK) PPH PASAL 23
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 ( selanjutnya disebut objek PPh pasal
23) sesuai dengan pasal 23 UU No. 36 tahun 2008, yaitu:
1. Dividen;
2. Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;

34
3. Royalti;
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah di potong pajak
penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan
sehubungan dengan pelaksana suatu kegiatan perbedaan penghasilan berupa
hadiah dan penghargaan yang di potong PPh pasal 21 dengan dipotong PPh
pasal 23 adalah untuk pasal 23, wajib pajaknya bisa wajib pajak dalam negeri
orang pribadi maupun wajib pajak dalam negeri badan, tetapi untuk PPh pasal
21 wajib pajaknya adalah wajib pajak dalam negeri orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh;
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah
dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 UU
PPh;
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 UU PPh.
Jenis jasa lain yang dikenakan PPh pasal 23 (sesuai peraturan menteri keuangan
nomor 141/PMK,03/2015), meliputi;
1. Jasa penilai (appraisal);
2. Jasa aktuaris;
3. Jasa kauntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Jasa hukum;
5. Jasa perancang kota dan arsitektur lanskap (landscape);
6. Jasa arsitektur;
7. Jasa perancang;
8. Jasa pengeboran ( drilling) di bidang penambangan migas, kecuali yang
dilakukan oleh BUT;
9. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambang migas;
10. Jasa penambang dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambang migas;
11. Jasa penunjang dibidang penerbangan;
12. Jasa penebangan hutan;
35
13. Jasa pengolahan limbang;
14. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing service);
15. Jasa perantara dan keagenan;
16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
bursa efek, KSEL, dan KPEI;
17. Jasa kustodian atau penyimpanan atau penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEL;
18. Jasa pengisian suara (dubbing) dan sulih suara;
19. Jasa miring film;
20. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto slide, klise, banner,
dan pamphlet;
21. Jasa sehubungan dengan software dan hardware atau sistem komputer,
termasuk perawatan, dan pemeliharaan;
22. Jasa pembuatan website;
23. Jasa internet termasuk sambungannya;
24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan penyaluran data informasi;
25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan memiliki izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
26. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, gas,
air, AC, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan memiliki izin atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
27. Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut, dan udara;
28. Jasa maklom;
29. Jasa penyelidikan dan keamanan;
30. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Jasa penyedia tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang,
atau media lain untuk penyampaian informasi;
32. Jasa pembasmi hama;
33. Jasa kebersihan atau cleaning service;
34. Jasa sedot septic tank;
35. Jasa pemeliharaan kolam;
36
36. Jasa katering atau tata boga;
37. Jasa freight forwarding;
38. Jasa logistic;
39. Jasa pengurus dokumen;
40. Jasa pengepakan;
41. Jasa loading dan unloading;
42. Jasa laboratorium dan/atau dipakukan oleh lembaga atau rangka penelitian
akademis;
43. Jasa pengelolaan parker;
44. Jasa penyondiran tanah;
45. Jasa penyiapan dan/atau pengelolaan lahan;
46. Jasa pembibitan dan penanaman bibit;
47. Jasa pemeliharaan tanaman;
48. Jasa pemanenan;
49. Jasa pengelolaan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan
perhutanan;
50. Jasa dekorasi;
51. Jasa pencetakan;
52. Jasa penerjemahan;
53. Jasa pengangkutan/ekspedisi, kecuali yang telah diatut dalam pasal 15 undang-
undang pajak penghasilan;
54. Jasa pelayanan kepelabuhanan;
55. Jasa pengangkutan melalui pipa;
56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
57. Jasa pelatihan dan kursus;
58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ATM;
59. Jasa sertifikasi;
60. Jasa survei;
61. Jasa tester;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya di bebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja negara
D. PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPh
PASAL 23
37
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 23
(bukan objek PPh pasal 23) sesuai dengan pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun
2008, yaitu:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. sewa yang di bayarkan atau terutang sehubungan sewa guna usaha dengan hak
opsi
3. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan
 bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua ouluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor
4. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif
5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dana tau pembiayaan. badan usaha
yang dimaksud adalah perusahaan pembiayaan yang telah mendapat izin
menteri keuangan. BUMN/BUMD yang khusus memberikan pembiayaan
kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (UMKM) termasuk
perseroan terbatas (PT) permodalan nasional madani. penghasilan yang
dimaksud adalah imbalan yang diberikan atas penyaluran
pinjaman/pembiayaan syariah
E. MENGHITUNG PPh PASAL 23
PPh pasal 23 dihitung dengan mengalikan tariff dan jumlah bruto penghasilan,
yang diformulasikan sebagai berikut.

PPh Pasal 23 = Tarif x Dasar pengenaan pajak

Dasar pengenaan pajak = jumlah bruto penghasilan


38
Tarif

Tarif PPh Pasal 23 sebagai berikut

1. Tarif 15% (lima belas persen) dikenakna atas penghasilan berupa:


a. dividen
b. bunga
c. royalty
d. hadiah, bonus, dan penghasilan lain yang tidak dipotong PPH Pasal 21
2. Tarif 2% (dua persen) dikenakan atas penghasilan berupa:
a. Sewa
b. imbalan jasa yang tidak dipotong PPH Pasal 21

Dasar pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak dalam PPh pasal 23 adalah jumlah bruto penghasilan.
jumlah bruto penghasilan adalah jumlah dividen, bunga, royalty, hadiah
penghargaan, bonus, sewa, dan imbalan jasa lain. berdasarkan peraturan menteri
keuangan Nomor 141/PMK.03/2015. jumlah bruto imbalan jasa lain tidak
termasuk pajak pertambahan nilai. selain itu. jumlah bruto untuk imbalan lain
ditentukan sebagai berikut.

1. untuk jasa catering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah


penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
contoh:
CV sofan merupakan usaha jasa catering, dalam rangka penerimaan
mahasiswa baru di Universitas Palagan, CV sofan dan universitas palagan
mengadakan kontrak penyediaan makan berupa snack dan makan siang
sebanyak 500 paket selama 3 hari dengan harga Rp25.000 per paket. jumlah
bruto penghasilan sebagai dasar pengenaan pajak adalah 3 x 500 x Rp25.000
= Rp37.500.000 PPh Pasal 23 yang dipotong oleh universitas palagan adalah
2% x Rp37.500.000 = Rp750.000
2. untuk jasa catering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk appaun yang dibayarkan,

39
disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya, tidak
termasuk poin-poin berikut:
a. pembayaran gaji, upah, hononarium, tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh
wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan berdasarkan konrak dengan pengguna jasa. hal ini berlaku
sepanjang disertai kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, ipah, dan
pembayaran lain berkaitan dengan pekerjaan.
contoh:
1) CV sarana merupakan usaha bidang pengadaan tenaga kerja. CV
sarana melakukan kontrak dengan bank artha dalam penyediaan 15
orang tenaga teller dengan gaji masing-masing RP3.000.000 per
bulan. imbalan jasa penyediaan tenaga teller adalah Rp10.000.000.
tenaga teller selanjutnya menjadi pegawai bank artha. jumlah
penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan PPH adalah Rp10.000.000
2) CV sarana melakukan kontrak dengan hotel nyaman berkaitan dengan
penyediaan tenaga cleaning services (CS). nilai kontrak sebesar
Rp90.000.000 terdiri atas gaji 40 orang tenaga CS masing-masing
Rp2.000.000 dan imbalan jasa peneydiaan tenaga CS sebesar
Rp10.000.000
a) jika Cv sarana tidak memberikan rincian pembayaran gaji tenaga
CS kepada hotel nyaman, jumlah penghasilan bruto sebagai dasar
pengenaan pajak adalah Rp90.000.000
b) jika CV sarana memberikan rincian pembayaran gaji tenaga CS
kepada hotel nyaman, jumlah penghasilan bruto sebagai dasar
pengenaan pajak adalah Rp10.000.000. Cv sarana memotong PPH
Pasal 21 atas pembayaran gaji kepada tenaga CS.
b. pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau
material yang terkait dengan jasa yang diberikan
c. pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan mellaui penyediaan
jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa
d. pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian
(reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada
pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan
40
contoh:
PT.Yogya melakukan kontrak kerja dengan PT Advertising. Pt advertising
merupakan usaha agen periklanan. pembuatan dan pemasangan iklan
dipesankan dari perusahaan khusus menangani pembuatan dan
pemasangan iklan, yaitu PT.Dinda. kontrak antara PT.Yogya dan PT
Advertising senilai Rp158.000.000 dengan rincian sebagai berikut.
1) jasa pembuatan materi iklan (dibuat sendiri oleh PT Advertising)
sebesar Rp50.000.000
2) fee agen (diterima oleh PT advertising) sebesar Rp8.000.000
3) biaya pembuatan dan pemasangan iklan (yang membuat adalah PT
dinda sehingga Pt advertising membayar kepada PT Dinda) sebesar
Rp10.000.000
 apabila PT advertising tidak menunjukkan/melampirkan bukti
pembayaran senilai Rp10.000.000 kepada PT yogya, jumlah
bruto sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 23 adalah
Rp158.000.000. bukti pembayaran senilai Rp100.000.000
merupakan bukti pembayaran oleh PT Advertising kepada PT
Dinda atas pembuatan dan pemasangan iklan. PT Dinda
merupakan subkontraktor Pt Advertising
 apabila PT Advertising menunjukkan/melampirkan bukti
pembayaran senilai Rp100.000.000 kepada PT Yoga, jumlah
bruto sebagai dasar pengenaan PPh pasal 23 adalah
Rp50.000.000 + Rp58.000.000. PT Advertising memootng PPh
Pasal 23 atas pembayaran kepada PT Dinda dengan dasar
pengenaan pajak senilai jumlah bruto kontrak yaitu
Rp100.000.000

Pembayaran atas imbalan jasa tersebut harus disertai dengan bukti-bukti meliputi
kontrak kerja, daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain. faktur pembayaran atas pengadaan/pemeliharaan barang atau
material, faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian secara
tertulis, faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh
penyedia jasa kepada pihak ketiga. apabila terdapat bukti-bukti tersebut, jumlah
bruto penghasilan sebagai dasar pengenaan PPH Pasal 23 menjadi sebesar nilai

41
kontrak/pembayaran tidak dikurangi dengan pembayaran kepada tenaga kerja,
pembelian material/bahan, dan pembayaran kepada pihak ketiga.

Menghitung PPH pasal 23

Perhitungan PPH pasal 23 sesuai dengan jenis penghasilan dijelaskan pada


tabel berikut ini.

NO JENIS TARIF DASAR PPH


PENGHASILAN PENGENAAN PASAL 23
PAJAK
1 Dividen 15% Jumlah bruto 15% x
jumlah
bruto
2 Bunga
3 Royalty
4 Hadiah, bonus,
dan penghargaan
lain yang tidak
dipotong PPH
pasal 21
5 Sewa 2% Jumlah bruto 2% x
jumlah
bruto
6 Imbalan
jasa(teknik
menajemen,
kontruksi,
konsultan dan
jasa lain) yang
tidak dipotong
PPH pasal 21

Contoh perhitungan:

1. PT Bumerang merupakan salah satu pemegang saham PT angkasa. Pada


bulan maret 2019 PT Angkasa membagi dividen tunai Rp. 1.000 per lembar.

42
PT Bumerang memiliki saham pada PT angkasa sebanyak 20.000 lembar
(20% dari total modal disetor PT angkasa).
PPh pasal 23 dihitung sebagai berikut:
Dasar pengenaan Pajak = jumlah bruto dividen
Rp. 1.000 x 20.000 = Rp. 20.000.000
PPh pasal 23 = 15% x Rp. 20.000.000 = Rp. 3.000.000
2. PT Ceria meminjam uang dari PT Langit Biru sebesar Rp. 150.000.000.
dalam pinjaman meminjam tersebut disepakati jangka waktunya dua tahun,
bunga 17% per tahun dibayar setiap 6 bulan, yaitu bulan Juli dan Desember.
PPh pasal 23 dihitung sebagai berikut:
Dasar pengenaan pajak = Jumlah Bruto Barang
7% x Rp. 150.000.000 x 6/112 = Rp. 5.250.000

PPh pasal 23 = 15% x Rp. 5.250.000 = Rp. 787.500

1. PT Davina pada bulan Maret 2019 membayarkan royalty sebagai berikut :

PENERIMA JUMLAH ROYALTI KETERANGAN

Tuan A Rp35.000.000 Memiliki NPWP, menikah

PT B Rp124.000.000 Memiliki NPWP

Nona C Rp15.000.000 Tidak memiliki NPWP,


tidak menikah tanpa
tanggungan

Fa. D Rp70.000.000 Memiliki NPWP


PPh pasal 23 dihitung dengan cara berikut :

WAJIB DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23


PAJAK PAJAK

Tuan A Rp35.000.000 15% x Rp35.000.000 =


Rp5.250.000

PT B Rp124.000.000 15% x Rp124.000.000


=Rp18.600.000

Nona C Rp15.000.000 15% x Rp15.000.000 =


Rp4.500.000

43
Fa. D Rp70.000.000 15% x Rp70.000.000 =
Rp10.500.000

Tidak memiliki NPWP, maka tarif pajak dinaikan 100%.


2. Dalam rangka dies Natalis ke 20, PT.Swaragama menyelenggarakan kegiatan
perlombaan dengan memberikan hadiah/penghargaan kepada para pesertanya
sebesar Rp100.000.000. Stay Cool Group Band merupakan salah satu
penerima hadiah tersebut dengan nilai Rp.10.000.000 sebelum dipotong
pajak. Stay Cool Group Band memiliki NPWP.
PPh pasal 23 dihitung sebagai berikut:
Dasar pengenaan pajak = Jumlah Bruto Hadiah Penghargaan
= Rp10.000.000
PPh Pasal 23 = 15% x 2 x Rp10.000.000 = Rp3.000.000
3. PT Elok Makmur merupakan perusahaan persewaan kendaraan dan alat-alat
berat. CV Karya Property menyewa beberapa kendaraan dan alat berat senilai
Rp110.000.000 (termasuk PPN)
PPh Pasal 23 dihitung dengan cara berikut:
Dasar pengenaan pajak = Jumlah Bruto Sewa Tidak Termasuk PPN
(100:110) x Rp110.000.000 = Rp100.000.000
PPh pasal 23 = 2% x Rp100.000.000 = Rp15.000.000
4. KJA Hakim dan rekan memberikan jasa penyusunan internal audit pada UD
Wahana. Nilai kontrak yang disepakati adalah Rp170.000.000.
PPh pasal 23 dihitung dengan cara berikut:
Dasar pengenaan pajak = Jumlah Bruto Jasa Rp170.000.000
PPh pasal 23 = 2% x Rp170.000.000 = Rp3.400.000
5. Jaya Boga Catering melakukan transaksi penyediaan catering kepada BLK X
dalam bentuk penyediaan paket berupa snack dan makan siang. Kontak
penyediaan selama 5 hari untuk 200 peserta dengan harga Rp60.000 per
paket.
PPh pasal 23 dihitung dengan cara berikut:
Dasar pengenaan pajak = Jumlah Bruto (termasuk bahan baku, tenaga kerja,
dan biaya lain)
5 x 200 x Rp60.000 = Rp60.000.000
PPh Pasal 2 = 2% x Rp60.000.000 = Rp1.200.000

44
6. Nuvo Training mendapatkan kontak pekerjaan dengan bank Jamal dalam
rangka inhouse training para pegawai. Nilai kontak sebesar Rp 200.000.000
(termasuk honorarium trainer).
PPh pasal 23 dihitung dengan cara berikut:
Dasar pengenaan pajak = Rp200.000.000
PPh pasal 23 = 2% x Rp200.000.000 = Rp1.200.000
7. Mozha Modiste merupakan usaha modiste dan butik online. Pada bulan Juni
2019 menerima kontrak pembuatan seragam dengan PT Karlina. Atas kontrak
ini disepakati bahwa PT Karlina menyediakan bahan utama berupa kain dan
model tertentu, sedangkan Mozha Modise menyediakan bahan tambahan
berupa bahan kain kombinasi, kancing dan aksesoris lainnya. Nilai kontrak
yang disepakati antara Mozha Modise dengan PT Karlina Rp150.000 per stel.
Untuk seragam sebanyak 60 stel, tidak termasuk bahan tambahan. Mozha
Modise membeli bahan tambahan tersebut dari toko Erlanda senilai
Rp15.000.000
PPh pasal 23 dihitung dengan cara berikut:
a. Atas pembayaran PT Karlina kepada Mozha Modise , dipotong PPh pasal
23 oleh PT Karlina sebesar :
Dasar pengenaan pajak = nilai kontrak antara PT Karlina dan Mozha
Modise
600 x Rp150.000 = Rp90.000.000
PPh Pasal 23 = 2% x Rp90.000.000 = Rp1.800.000
b. Apabila Mozha Modise tidak mendapatkan faktur pembelian tambahan
bahan yang dibeli dari toko Erlanda.
PPh pasal 23 dihitung dengan cara berikut:
Dasar pengenaan pajak = nilai kontrak antara PT Karlina dan Mozha
Modise ditambah pembelian tambahan bahan
(600xRp150.000) + Rp15.000.000 = Rp105.000.000
PPh pasal 23 = 2% x Rp105.000.000 = Rp2.100.000

PPH ATAS DEVIDEN, BUNGA, SEWA, DAN HADIAH

Penghasilan berupa deviden, bunga, sewa, dan hadiah secara umum merupakan
objek PPh Pasal 23. Akan tetapi, terdapat beberapa perlakuan atas pengenaan PPh
deviden, bunga, sewa, dan hadiah.

45
PPh atas Dividen

Pengenaan PPh atas deviden dibedakan sebagai berikut.

a. Dividen yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% (dua
puluh persen) bersifat final;
b. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 –
PPh Pasal 17 ayat (2c))
c. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Koperasi yang dividen
tersebut berasal dari cadangan laba tidak dibagi dikecualikan dari pengenaan
PPh (bukan objek pajak)
d. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan syarat:
1) Dividen tersebut berasal dari cadangan laba tidak dibagi, dan
2) PT dan BUMN/BUMD tersebut mempunyai kepemilikan saham pada
pemberi dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal saham disetor, dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek
pajak)
e. Dividen selain memenuhi ketentuan huruf a sampai d dikenakan tarif 15%
(lima belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).

PPh atas Bunga

Pengenaan PPh atas bunga dibedakan sebagai berikut:

a. Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% (dua
puluh persen) bersifat final;
b. Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto obligasi yang diperdagangkan di
bursa efek Indonesia dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final
(dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2)).
c. Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari
pengenaan PPh (bukan objek pajak).
d. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan 20% (dua puluh
persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2).

46
e. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan
jumlah tidak melebihi Rp240.000 sebulan dikecualikan dari pengenaan PPh
(bukan objek pajak)
f. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan
jumlah melebihi Rp240.000 sebulan dikenakan tarif 10% bersifat final
(dibahas dalam Bab 4 – PPh pasal 4 ayat (2).
g. Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a sampai dengan f
dikenakan tarif 15% (lima belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).

PPh atas Sewa

Pengenaan PPh atas sewa dibedakan sebagai berikut.

a. Sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat
final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2).
b. Sewa selain tanah dan/atau bangunan, misalnya sewa kendaraan, alat-alat
berat, mesin-mesin, dan lain-lain dikenakan tarif 15% (lima belas persen)
(PPh Pasal 23 bersifat tidak final).

PPh atas Hadiah

Pengenaan PPh atas hadiah dibedakan sebagai berikut:

a. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain
Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final;
b. Hadiah undian dikenakan tarif 25% bersifat final (dibahas dalam Bab 4 – PPh
Pasal 4 ayat (2);
c. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dikenakan tarif
Pasal 17 UU PPh sesuai ketentuan PPh Pasal 21 (dibahas dalam Bab 5);
d. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan dikenakan tarif 15%
PPh Pasal 23.

Perbedaan pengenaan PPh atas dividen, bunga, sewa, dan hadiah


dirangkum pada tabel berikut:

Jenis Penerimaan Penghasilan Jenis PPh PPh Terutang


Penghasilan
Dividen 1. Wajib Pajak Luar PPh Pasal 26 20% x Jumlah

47
Negeri (final) Bruto
2. Wajib Pajak Orang
Pribadi PPh Pasal 17 10% x Jumlah
3. Koperasi dengan ayat (2) huruf c Bruto
syarat tertentu Bukan Objek
4. PT, BUMN/BUMD Pajak -
dengan syarat
tertentu Bukan Objek -
5. Selain penerima Pajak
no.1 s.d 4 15% x Jumlah
PPh Pasal 23 Bruto
(tidak final)
Bunga 1. Wajib Pajak Luar PPh Pasal 26 20% x Jumlah
Negeri (final) Bruto
2. Wajib Pajak Dalam
Negeri atas Bunga PPh Pasal 4 15% x Jumlah
Obligasi dan/atau ayat (2) (final) Bruto
Diskonto Obligasi
3. Bank Penerima
Bunga dari Bukan Objek
Nasabah Pajak -
4. Wajib Pajak dalam
Negeri atas Bunga
Deposito, PPh Pasal 4 20% x Jumlah
Tabungan, dan ayat (2) (final) Bruto
Simpanan lain di
Bank.
5. Anggota Koperasi
Penerima Bukan Objek
Simpanan (tidak Pajak -
lebih dari
Rp.240.000
sebulan)
6. Anggota Koperasi PPh Pasal 4 10% x Jumlah

48
Penerima Bunga ayat (2) Bruto
Simpanan (lebih
dari Rp.240.000
sebulan)
Sewa 1. Wajib Pajak Luar PPh Pasal 26 20% x Jumlah
Negeri (final) Bruto
2. Wajib Pajak dalam
Negeri (atas sewa PPh Pasal 4 10% x Jumlah
tanah atau ayat (2) Bruto
bangunan)
3. Wajib Pajak dalam
Negeri (atas sewa PPh Pasal 23 2% x Jumlah
lain tanah dan ayat (tidak Bruto
bangunan) final)
Hadiah 1. Wajib Pajak Luar PPh Pasal 26 20% x Jumlah
Negeri selain BUT (final) Bruto
2. Wajib Pajak dalam
Negeri Penerima PPh Pasal 4 25% x Jumlah
Hadiah Undian ayat (2) Bruto
3. Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam
Negeri Penerima PPh Pasal 21 Tarif Pajak 17 x
Hadiah (tidak final) Penghasilan
Penghargaan Kena Pajak
4. Wajib Pajak Badan
dalam Negeri PPh Pasal 23 15% x Jumlah
Penerima Hadiah (tidak final) Bruto
Penghargaan

Contoh 1

PT Sukses Makmur membagikan dividen tunai sebesar Rp 5.000 per lembar


kepada para pemegang saham berikut ini:

49
No Nama Pemegang Saham Jumlah Saham
1. PT Ananda 1.000 lembar
2. BUMN 2.600 lembar
3. PT Setya Jaya 3.000 lembar
4. CV Putra 1.900 lembar
5. Tuan Hakim 1.500 lembar
Total 10.000 lembar
PPh yang dipotong oleh PT Sukses Makmur atas pembayaran dividen, dihitung sebagai
berikut.

No Nama % Jumlah Dividen Jenis dan Keterangan


. Pemegang Kepemi Jumlah PPh
Saham likan Terutang
1. PT Ananda 1.000÷ 1.000×Rp5.000 PPh Pasal 23: Penerima
10.000 =Rp5000.000 15%×Rp5.00 adalah PT,
= 10% 0.000 tetapi jumlah
=Rp750.000 penyertaanny
a kurang dari
25% dari
total modal
disetor.
2. BUMN 2.600÷ 2.600×Rp5.000 Bukan Objek Penerima
10.000 =Rp13.000.000 Pajak adalah
= 26% BUMN,
jumlah
penyertaanny
a lebih dari
25% total
modal
disetor.
3. PT Setya 3.000÷ 3.000×Rp5.000 Bukan Objek Penerima
Jaya 10.000 =Rp15.000.000 Pajak adalah PT,
= 30% jumlah
penyertaanny
a lebih dari
25% total
modal

50
disetor.
4. CV Putra 1.900÷ 1.900×Rp5000 PPh Pasal 23: Penerima
Rp10.0 =Rp9.500.000 15%×Rp9.50 adalah CV,
00 0.000 tidak
= 19% =Rp1.425.00 mempertimba
0 ngkan jumlah
penyertaan.
5. Tuan 1.500÷ 1.500×Rp5.000 PPh Pasal 17 Penerima
Hakim 10.000 =Rp7.500.000 ayat (2c) adalah Wajib
=15% final: Pajak orang
10%×Rp7.50 pribadi dalam
0.000 negeri.
Contoh 2

Wajib Pajak A pada bulan Mei 2019 menerima dan membayarkan bunga sebagai
berikut;

1) Menerima bunga atas kepemilikan obligasi yang diperdagangkan di Bursa


Efek Indonesia. Jumlah obligasi 100.000 lembar, nominal Rp20.000 per
lembar, bunga 6% setahun dibayar setiap tanggal 10 Mei.
2) Menerima bunga deposito dari Bank Untung untuk bulan Mei. Nominal
deposito Rp120.000.000, bunga 8% setahun.
3) Membayarkan bunga atas pinjaman di Bank Artha. Nilai pinjaman
Rp60.000.000, bunga 5% setahun.
4) Menerima bunga atas simpanan di Koperasi Mandiri. Nilai tabungan
Rp12.000.000, bunga 10% per tahun , dibayarkan setiap bulan. Wajib Pajak A
terdaftar sebagai anggota Koperasi Mandiri sejak awal tahun 2017.
5) Menerima bunga atas simpanan di Koperasi Sejahtera. Nilai tabungan
Rp50.000.000, bunga 12% dibayarkan setiap bulan. Wajib Pajak A terdaftar
sebagai anggota Koperasi Sejahtera sejak akhir tahun 2017.
6) Menerima bunga atas peminjaman uang oleh CV Permata. Nilai peminjaman
Rp50.000.000, bunga 1% jangka waktu pinjaman 1 bulan.

PPh atas bunga tersebut dihitung sebagai berikut.

No. Jenis Dasar Pengenaan Pajak Jenis dan Jumlah PPh


Penghasilan

51
Bunga Terutang

1. Bunga 6%×100.000×Rp20.000×1/12 PPh Pasal 4 ayat (2) final


Obligasi = Rp10.000.000 15%×Rp10.000.000
= Rp1.500.000

2. Bunga 8%×Rp120.000.000×1/12 PPh Pasal 4 ayat (2) final


Deposito = Rp800.000 20%×Rp800.000
= Rp160.000

3. Bunga ke 5%×Rp60.000.000×1/12 Bukan Objek Pajak


Bank = Rp250.000

4. Bunga 10%×Rp12.000.000×1/12 Bukan Objek Pajak


Simpanan = Rp100.000
Koperasi

5. Bunga 12%×Rp50.000.000×1/12 PPh Pasal 4 ayat (2) final


Simpanan = Rp500.000 10%×Rp500.000
Koperasi = Rp50.000

6. Bunga 1%×Rp50.000.000 PPh Pasal 23


Pinjaman = Rp500.000 15%×Rp500.000
= Rp75.000

Contoh 3

Partha Hotel di samping melayani jasa sewa kamar inap juga sewa ruangan untuk
kegiatan seminar/workshop/training, rapat, pernikahan, dan lain-lain. Untuk
keperluan seminar, Partha Hotel juga melayani persewaan perlengkapan seminar,
misalnya meja, kursi, LCD projector, laptop, AC portable. PT Sukses melakukan
kegiatan workshop di Partha Hotel selama dua hari dengan menyewa ruangan
beserta perlengkapannya. Sewa ruangan sebesar Rp20.000.000 per hari,
sedangkan sewa per hari untuk LCD projector, laptop, dan kursi masing-masing
senilai Rp3.000.000, Rp2.000.000, dan 150 kursi @Rp10.000.

PPh atas sewa tersebut dihitung sebagai berikut.

No Jenis Sewa Jenis PPh Dasar Pengenaan PPh Terutang


. Pajak

1. Ruangan PPh Pasal 4 2×Rp20.000.000 10%×Rp40.000.000

52
ayat (2) final = Rp40.000.000
= Rp4.000.000

2. LCD PPh Pasal 23 2×Rp3.000.000 2%×Rp13.000.000


projector =Rp6.000.000 =Rp260.000
Laptop 2×Rp2.000.000
Kursi =Rp4.000.000
Total 2×150×Rp10.000=
Rp3.000.000

Rp13.000.000

53
Contoh 4

Pada bulan Juni 2019 Bank Harta mempunyai kebijakan baru untuk memberikan
hadiah berupa payung kepada setiap nasabah yang membuka rekening baru
seharga Rp105.000 untuk sebanyak 100 nasabah. Pada bulan yang sama Bank
Harta melakukan penarikan hadiah berupa undian berupa 1 unit mobil senilai
Rp250.000.000, memberikan hadiah penghargaan kepada pegawai dengan kinerja
terbaik sebesar Rp65.000.000, dan memberikan hadiah kepada para pemenang
lomba kreasi membuat logo Bank Harta kepada Ariyani (mahasiswa) salah satu
Institut Seni) dan CV Bina Kreasi (salah satu sanggar seni) masing-masing senilai
Rp10.000.000.

PPh atas hadiah tersebut dihitung sebagai berikut.

54
No. Jenis Hadiah Dasar Pengenaan Jenis dan Jumlah PPh
Pajak Terutang

1. Hadiah 100×Rp105.000 Tidak dipotong PPh tetapi


payung = Rp10.500.000 dilaporkan sebagai
untuk penghasilan pada SPT
seluruh Tahunan penerima.
nasabah baru

2. Hadiah Rp250.000.000 PPh Pasal 4 ayat (2) final


undian 25%×Rp250.000.000
=Rp62.500.000

3. Hadiah Rp65.000.000 PPh Pasal 21 (tidak final)


penghargaan, 5%×Rp50.000.000=Rp2.250.
penerima 000
Wajib Pajak 15%×Rp15.000.000=Rp2.250
orang pribadi .000
Rp4.750.0
00

4. Hadiah Rp10.000.000 PPh Pasal 21 (tidak final)


perlombaan, 5%×Rp10.000.000=Rp500.00
penerima 0
Wajib Pajak
orang pribadi

5. Hadiah Rp10.000.000 PPh Pasal 23 (tidak final)


perlombaan, 15%×Rp10.000.000=Rp1.500
penerima .000
Wajib Pajak
badan

Contoh 5

PT Roda Putar membayarkan imbalan jasa kepada beberapa pihak, yaitu


membayar jasa pelaksanaan konstruksi kepada penyedia jasa tidak memiliki
kualifikasi usaha kecil sebesar Rp60.000.000, jasa konsultasi teknik kepada PT

55
Arsita sebesar Rp110.000.000, dan jasa manajemen dan akuntansi kepada
konsultan Tuan Profita sebesar Rp110.000.000.

PPh atas jasa tersebut dihitung sebagai berikut.

No Jenis Hadiah Dasar Jenis dan Jumlah PPh Terutang


. Pengenaan
Pajak
1. Pelaksanaan Rp60.000.000 PPh Pasal 4 ayat (2) final
konstruksi 4%×Rp60.000.000=Rp2.400.000
2. Jasa teknik, Rp110.000.000 PPh Pasal 23 (tidak final)
penerima Wajib 2%×Rp110.000.000=Rp2.200.000
Pajak badan
3. Jasa manajemen, 50%×Rp110.00 PPh Pasal 21(tidak final)
Wajib Pajak 0.000 5%×Rp50.000.000=Rp2.500.000
orang pribadi =Rp55.000.000 15%×Rp5.000.000=Rp 750.000
Rp3.250.000
F. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 23
1. Pajak `penghasilan pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan.
2. Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya
pajak ke bank persepsi atau kantor pos Indonesia;
3. Pemotong PPh pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat pemberitahuan masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir;
4. Pemotong PPh pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani pajak penghasilan yang dipotong;
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 23 dilakukan
secara desentralisasi, artinya dilakukan ditempat terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang merupakan objek PPh pasal 23.
G. SURAT PEMBERITAHUAN MASA DAN BUKTI PEMOTONGAN
KASUS
PT Perdana didirikan pada tahun 2000 dan beralamat di JL. Tentara Pelajar No.7
Yogyakarta NPWP PT Perdana, yaitu 01.555.444.1.541.000. Pembayaran

56
honorarium dan imbalan lain PT Perdana sehubungan dengan PPh pasal 23 selama
bulan Oktober 2016 sebagai berikut;
1) Pada tanggal 10 Oktober 2016, PT Perdana membayar bunga pinjaman kepada
bank Mandiri, Yogyakarta sebesar Rp. 1.000.000 Bank Mandiri beralamat JL.
Diponegoro No. 133, Yogyakarta. NPWP Bank Mandiri, yaitu
01.222.333.2.541.000.
2) Pada tanggal 15 Oktober 2016, PT Perdana membayar royalty kepada :

Jumlah
Nama Alamat NPWP
Royalti
Monalisa JL.Podang No. 6 04.111.333.1.541.000 Rp.20.000.000
Yogyakarta
Yogananta JL.Merdeka N0.100 - Rp. 5.000.000
Yogyakarta
Riskayanti JL.Kalimantan N0.10 04.222.555.1.541.000 Rp.10.000.000
Yogyakarta
3) Pada tanggal 20 Oktober 2016, PT Perdana membayar jasa perbaikan mesin
produksi yang telah rusak sebesar Rp. 15.000.000 kepada PT Maju Jaya yang
beralamatkan di JL. Godean No.26, Yogyakarta. NPWP PT Maju Jaya, yaitu
01.446.577.2.542.000.
4) Pada tanggal 22 Oktober 2016, PT Perdana membayar fee sebesar Rp.
22.000.000 kepada NPWP KAP Dwiananda, yaitu 04.322.233.2.541.000
5) Pada tanggal 29 Oktober 2016, PT Perdana membayar sewa kendaraan untuk
mendistribusikan hasil produksi ke beberapa kota sebesar Rp.6.000.000. sewa
dibayar kepada Andika Rental yang beralamat di JL.Adisucipto No. 38,
Yogyakarta. NPWP Andika Rental, Yaitu 01.111.333.1.541.000
Diminta:
 Hitunglah PPh pasal 23 yang dipotong PT Perdana
 Buatlah bukti pemotongan PPh pasal 23 untuk setiap wajib pajak
 Setorkan PPh pasal 23 yang telah dipotong
 Buatlah SPT masa PPh pasal 23, Oktober 2016 untuk PT Perdana

Penyelesaian :

Perhitungan PPh pasal 23 dan bukti pemotongan yang dibuat oleh PT Perdana
dijelaskan sebagai berikut:

57
1) Pembayara bunga sebesar Rp 1.000.000 kepada bank Mandiri tidak
dipotong pajak karena penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada
bank merupakan pengecualian dari pengenaan PPh pasal 23.
2) Berikut ini perhitungan pembayaran royalti dipotong PPh pasal 23

58
59
Bukti pemotongan yang dilampirkan dalam kasus ini merupakan salah satu
lampiran SPT Masa yang diserahkan oleh pemotong pajak, yaitu PT Perdana.
Bukti pemotongan seharusnya dibuat rangkap ke-3, yaitu lembar ke-1 untuk
wajib pajak, lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak, dan lembar ke-3 untuk
pemotongan pajak.

60
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri.

A. PERMOHONAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI


Pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri akan dapat dikreditkan, tetapi dengan
syarat Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jendral Pajak
dengan dilampiri:
1. Laporan keuangan tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan dengan
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Direktur Jendral Pajak bisa
memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran – lampiran permohonan
tersebut karena alasan – alasan di luar kekuasaan Wajib Pajak.

B. PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Yang harus dilakukan pertama kali dalam penggabungan penghasilan adalah
menentukan jumlah penghasilan (baik penghasilan dari dalam negeri maupaun
penghasilan dari luar neger) yang digunakan sebagi dasar untuk menghitung PPh
Pasal 24.
Ketentuan penggabungan penghasilan dari luar negeri:
1. Atas penghasilan yang berasal daari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan
dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis);
2. Atas pengahsilan lainnya seperti sewa, bunga, royalti, dan lain-lain,
penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis);
3. Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari
penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara
bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya
50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak dimana dividen
tersebut diperoleh.

61
Saat penggabungan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan tersebut
ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, sebagai berikut:

1. Pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk menyampaikan
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) badan usaha di luar
negeri untuk tahun pajak yang bersangkutan, atau;
2. Jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, atau tidak ada
kewajiban penyampaian SPT PPh, saat diperolehnya dividen adalah pada bulan
ketujuh setelah tahun pajak berakhir.

Penentuan besarnya dividen yang digabungkan dengan penghasilan lainnya


dihitung berdasarkan besarnya proporsi pemilikan saham pada badan usaha di luar
negeri atas laba setelah pajak. Laba setelah pajak adalah laba usaha sesuai dengan
laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim
berlaku di negara yang bersangkutan dan telah diaudit oleh akuntan publik, setelah
dikurangi PPh terutang di negara tersebut.

Apabila kemudian terjadi pembagian dividen dalam jumlah yang melebihi dividen
berdasarkan perhitungan Wajib Pajak di dalam negeri tersebut atau terjadi pembagian
dividen, kelebihan jumlah tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada
tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. namun, apabila sebelum jangka waktu
tersebut di atas badan usaha di luar negeri dimaksud sudah membagikan dividen yang
menjadi hak Wajib Pajak, maka dividen yang digabungkan adalah sebesar dividen
yang diabgiakan tersebut.

Dividen yang menjadi hak Wajib Pajak adalah dividen yang sekurang-kurangnya
sama besarnya dengan dividen yang dihitung sebanding dengan penyertaan Wajib
Pajak pada badan usaha di luar negeri.

Apabila kemudian terjadi pembagian dividen selain dividen yang telah dibagiakan
di atas, maka dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun
pajak dibagikannya dividen tersebut. badan usaha sebagaimana dimaksud di atas
adalah badan usaha yang berkedudukan di negara atau tempat sebai berikut:

a. Argentina
b. Bahama
c. Bahrain

62
d. Belize
e. Bermuda
f. British Isle
g. Kepulauan Virgin Inggris
h. Cayman Island
i. Channel Island Greensey
j. Cahnnel Island Jersey
k. Cook Island
l. El Salvador
m. Estonia
n. Hong Kong
o. Liechtenstein
p. Lituania
q. Makau
r. Mauritius
s. Meksiko
t. Antilla Belanda
u. Nikaragua
v. Panama
w. Paraguay
x. Peru
y. Qatar
z. St. Lusia
aa. Arab Saudi
bb. Venezuela
cc. Vanuatu
dd. Yunani
ee. Zambia
C. PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Dalam menentukan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau
terutang diluar negri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber
penghasilan sebagai berikut:

63
1. Penghasilan dari sahm dan securitas lainya, maka sumber penghasilan adalah
negara tempat badan yang menerbitkan saham atau securitas tersebut
berkedudukan;
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta bergerak, maka sumber penghasilan adalah negara tempat pihak yang
membayar (atau dibebani bunga, royalti, atau penggunaan harta) tersebut berada
atau berkedudukan;
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak,
maka sumber penghasilan adalah negara tempat harta tersebut terletak;
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan,
maka sumber penghasilan adalah negara tempat pihak membayar (atau dibebani
imbalan) tersebut berada atau berkedudukan;
5. Penghasilan berupa bentuk usaha tetap, maka sumber penghasilan adalah negara
tempat bentuk usaha tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

Undang-undang pajak penghasilan Indonesia menganut pengertian penghasilan yang


luas. Oleh karena itu, jika terdapat sumber penghasilan selain yang disebutkan diatas,
penentuan sumber penghasilan tersebut merupakan penghasilan yang bersumber dari
Singapura karena rumah tersebut terletak di Singapura.

Misalnya, Akbar sebagai Wajib Pajak dalam negri memiliki sebuah rumah di
Singapura. Dalam tahun Pajak 2016, rumah tersebut dijial. Keuntungan yang
diperoleh atas penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber dari
Singapura karena rumah tersebut terletak di Singapura.

D. BESARNYA KREDIT PAJAK YANG DIPERBOLEHKAN


Ketentuan Kredit Pajak Luar Negri
Berikut ini ketentuan jumlah kredit pajak luar negri diperbolehkan.
1. Pajak penghasilan yang terutang diluar negri yang dapat dikreditkan terhadap total
PPh terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dari luar negri tersebut. Pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negri adalah pajak atas penghasilan berkenaan
dengan usaha atau pekerjaan di luar negri. Sedangkan yang dimaksud dengan
pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negri adalah paak atas penghasilan

64
daro modal dan penghasilan lainnya di luar negri, seperti bunga, dividen, royalti,
sewa, dan sebagainya.
Contoh 2
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. Di negara X.
Dalam tahun 2016, Z Inc. Memperoleh keuntungan sebesar US$ 100.000. Pajak
penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48% dan pajak dividennya sebesar
38%.
Berikut ini hasil perhitungan pajak atas dividen tersebut :

Keuntungan Z.Inc US$ 100.000

Pajak penghasilan Corporate income tax) atas Z Inc. 48%) US$ 48.000 (+)

US$ 52.000

Pajak atas dividen (38%) US$


19.760 (-)

Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32.240

Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan


yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh diluar negri, dalam contoh tersebut, yaitu jumlah
sebesar US$ 19.760.

Pajak penghasilan (corporate income tax) atas Z Inc. Sebesar US$ 48.000
tidak dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan atas PT A karena pajak
sebesar US$ 48.000 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT A dari luar negri, tetapi pajak yang dikenakan atas
keuntungan Z Inc. Di Negara X.

2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan


jumlah pajak yang dibayarkan atau terutang diluar negri, tetapi tidak boleh
melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan atantara penghasilan dari
luar negri dan penghasilan kena pajak (PKP), atau setinggi-tingginya sama dengan
pajak yang terutang atas PKP jika PKP lebih kecil dari penghasilan luar negri
(menganut metode pengkreditan pajak terbatas atau ordinary credit method.

65
Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negri dipebolehkan (PPh Pasal 24)
adalah nilai terendah diantara tiga perhitungan berikut ini:
a. Total PPh terutang
b. Penghasilan neto luar negri + penghasilan kena pajak X Total PPh terutang
c. PPh yang terutang atau dibayar di luar negri

Catatan:

 Total PKP = penghasilan dari dalam negri dan luar negri


 Total PPh terutang = Tarif Pasal 17 x Total PKP
 Penghasilan yang terutang dan/atau dibayar diluar negri = Tarif Pajak luar
negri x Penghasilan luar negri
 Besarnya PKP sebagai dasar perhitungan total PPh terutang tidak
memasukkan penghasilan-penghasilan yang PPh nya bersifat final

Jika jumlah PPh yang dibayar atau erutang diluar negri melebihi jumlah kredit
pajak yang diperbolehkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan bersama
dengan PPh yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya
atau pengurangan penghasilan, dan tidak dapat dimintakan resituasi.

Contoh 3.1

PT Putra Jaya yang beralamat di Yogyakarta memperoleh penghasilan neto pada


tahun 2016 sebagai berikut:

 Penghasilan dari dalam negri RP 500.000


 Penghasilan dari luar negri Rp 500.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 20%)

Berikut ini perhitungan kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24)

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari dalam negri Rp 500.000.000
Penghasilan dari luar negri Rp 500.000.000 (+)
Jumlah penghasilan Neto Rp 1.000.000.000
Peredaran bruto dari kegiatan usaha melebihi Rp 50.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi
kerugian atau pengurangan yang lain.

66
2. Menghitung total PPh terutang
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b X Penghasilan kena pajak
25% X Rp 1000.000.000 = Rp 250.000.000
3. Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan

x Total PPh ter utang

x Rp. 250.000.000 = Rp 125.000.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau dibayar di luar negri


Tarif pajak diluar negri x Penghasilan luar negri
20% x Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000

Kredit luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah Rp 100.000.000 atau
sebesar PPh yang terutang atau dibayar di luar negri. Jimlah ini diperoleh dengan
mengan mbandingkan perhitungan total PPh terutang. PPh maksimum
dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar
diluar negri. Kemudian, dipilih nilai terendah.

Contoh 3.2

PT Perdana memperoleh penghasilan neto tahun 2016 sebagai berikut.

 Penghasilan dari dalam negri Rp 500.000.000


 Penghasilan dari luar negri Rp 500.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 40%)
Total peredaran usaha melebihi Rp 50.000.000.000
Berikut ini perhitungan kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24)
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari dalam negri Rp 500.000.000
Penghasilan diluar negri Rp 500.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto (PKP) Rp 1000.000.000
2. Menghitung total PPh yang terutang
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b X Penghasilan kena pajak
25% X Rp 1000.000.000 = Rp 250.000.000
3. Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan

67
x Total PPh ter utang

x Rp. 250.000.000 = Rp 125.000.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau dibayar di luar negri


Tarif pajak diluar negri x Penghasilan luar negri
40% x Rp 500.000.000 = Rp 200.000.000

Kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 125.000.000
atau sebesar PPh maksimum sesuai perbandingan penghasilan. Jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan penghasilan total PPh terutang, PPh
maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau
dibayar diluar negri, kemudian dipilih nilai terendah di antara ketigganya.

Jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negri (Rp 200.000.000)
melebihi jumlah kredit pajak yang diperbolehkan (Rp 125.000.000), tetapi
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurangan penghasilan,
dan tidak dapat dimintakan restitusi.

Penghitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi kerugian Usaha Dalam Negeri

Jika terjadi kerugian usaha di dalam negri maka sejumlah kegiatan yang diderita
tersebut dapat digabungkan atau dikompensasi dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di Indonesia (dalam negri)

Contoh 4

PT Ananda Raya, yang berkantor di Indonesia, memperoleh penghasilan neto tahun


2016 sebagai berikut.

 Di negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp


500.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 30%)
 Di dalam negri, menderita kerugian sebesar Rp 100.000.000

68
Peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam dan luar negri sebesar Rp.500.000.000.
Berikut ini perhitungan kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24)

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari Negara A berupa Laba Usaha Rp 500.000.000
Kerugian Usaha di dalam Negri Rp 100.000.000 (-)
Jumlah penghasilan neto Rp 400.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi
kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang
PKP yang mendapat fasilitas pengurangan tarif :

x Rp. 400.000.000 = Rp 384.000.000

PKP yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif:


Rp 400.000.000 – Rp 384.000.000 = Rp 16.000.000
PPh terutang:
50% x 25% x Rp 384.000.000 = Rp. 48.000.000
25% x Rp 16.000.000 = Rp 4.000.000 (+)
Tarif PPh terutang = Rp 52.000.000
3. Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan

x Total PPh Terutang

x Rp. 52.000.000 = Rp 65.000.000

4. Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di Luar Negeri


Tarif pajak diluar negri x Penghasilan luar negri
30% x Rp 500.000.000 = Rp 150.000.000

Kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 52.000.000 atau
sebesar PPh maksimum sesuai perbandingan penghasilan. Jumlah ini diperoleh
dengan membandingkan penghasilan total PPh terutang, PPh maksimum
dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar
diluar negeri, kemudian dipilih nilai terendah di antara ketigganya.

69
Perhitungan PPh Pasal 24 jika Terjadi kerugian Usaha Luar Negeri

Jika terjadi kerugian yang diderita di luar negri maka kerugian tersebut tidak boleh
diogabungkan/ dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia.

Contoh 5

Amalia (TK/0), berdomisili di Surabaya, memperoleh dan menerima penghasilan neto


tahun 2016 sebagai berikut.

 Di negara A, menerima penghasilan berupa sewa sebesar Rp 200.000.000


(tarif pajak yang berlaku adalah 40%).
 Di negara B, mengalami kerugian usaha sebesar Rp 200.000.000 (tarif pajak
yang berlaku adalah 25%).
 Di dalam negeri, memperoleh laba usaha sebesar Rp200.000.000.

Berikut ini perhitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24)

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari Negara A berupa Laba Usaha Rp 200.000.000
Kerugian Usaha di dalam Negri Rp 200.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp 400.000.000
PTKP (TK/0) Rp 54.000.000 (-)
PKP Rp 346.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi
kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung total PPh yang terutang
PPh Terutang:
5% x Rp50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 96.000.000 = Rp 24.000.000 (+)
Rp 56.500.000
3. Menghitung PPh maksimum Dikreditkanb di Negara a sesuai Perbandingan
Penghasilan

x Total PPh Terutang

70
x Rp. 56.000.000 = Rp 32.658.960

4. Menghitung PPh yang dipotong atau Dipotong atau Dibayar di Negara A


40% x Rp 200.000.000 = Rp 80.000.000

Kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 32.658.960
atau sebesar PPh maksimum sesuai perbandingan penghasilan. Jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan penghasilan total PPh terutang, PPh
maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang
atau dibayar diluar negeri, kemudian dipilih nilai terendah di antara
ketigganya.

Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa
Negara

Jika diperoleh penghasilan luar negeri yang berasal dari beberapa negara maka
besamye batas maksimumn kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing
negara (per conm limitation).

Contoh 6

PT Yogananta, yang berkantor di Jakarta, memperoleh dan menerima penghasilan


neto pada tahun 2016 sebagai berikut:

 Di Negara P, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar


Rp300.000.000 (tarif pajak yang berlaku adalah 20%).
 Di Negara Q, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp400.000.000 (tarif pajak yang berlaku adalah 25%).
 Di Negara R, menerima penghasilan berupa bunga sebesar Rp100.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 35%).
 Di dalam negeri, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp200.000.000.

Peredaran bruto dari kegiatan usaha di dalam dan luar negeri tersebut sebesar
Rp50.000.000.000.

Berikut ini penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24).

71
1. Menghitung Total PKP
Penghasilan dari Negara P berupa laba usaha Rp 300.000.000
Penghasilan dari Negara Q berupa laba usaha Rp 400.000.000
Penghasilan dari Negara R berupa bunga Rp 100.000.000
Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp 200.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp1.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak karena tidak
terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang
PPh Terutang:
25% x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000
3. Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan
masing-masing negara
a. PPh Maksimum untuk Negara P

= Rp75.000.000

b. PPh Maksimum untuk Negara Q

= Rp100.000.000

c. PPh Maksimum untuk Negara R

= Rp25.000.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negeri untuk Masing-
Masing Negara

72
a. PPh Terutang atau Dibayar di Negara P
Tarif Pajak Negara P x Penghasilan Negara P
20% x Rp300.000.000 = Rp60.000.000
b. PPh Terutang atau Dibayar di Negara Q
Tarif Pajak Negara Q x Penghasilan Negara Q
25% x Rp400.000.000 = Rp100.000.000
c. PPh Terutang atau Dibayar di Negara R
Tarif Pajak Negara R x Penghasilan Negara R
35% x Rp100.000.000 = Rp 35.000.000

Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) bagi PT Yoganata tahun 2016 dihitung
sebagai berikut

PPh maksimum
PPh Pasal 24
dikreditkan PPh terutang/
Total PPh Terendah
Negara sesuai dibayar di luar
Terutang kolom (1),
perbandingan negeri
(2), (3)
penghasilan
(1) (2) (3) (4)
Rp 250.000.000 Rp 75.000.000 Rp 60.000.000 Rp
P
60.000.000
Rp 250.000.000 Rp 100.000.000 Rp 100.000.000 Rp
Q
100.000.000
Rp 250.000.000 Rp 25.000.000 Rp 35.0000.000 Rp
R
25.000.000
Total Kredit Pajak Negeri Diperbolehkan Rp
185.000.000
Total kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) Rp 185.000.000 karena
jumlah ini masih lebih rendah dibandingg total PPh terutang (Rp 250.000.000).

E. PENGURANGAN/PENGEMBALIAN PPh LUAR NEGERI


Jika terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di
luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi
lebih kecil daripada besarnya penghitungan semula, maka selisihnya ditambahkan
pada PPh yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri pada

73
tahun pengurangan atau pengembalian dilakukan. Sebagai contoh: Dalam Tahun
Pajak 2016, Wajib Pajak mendapatkan pengurangan pajak atas penghasilan luar
negeri Tahun Pajak 2015 sebesar Rp7.000.000; yang semula telah termasuk dalam
jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk Tahun Pajak 2015,
sehingga jumlah sebesar Rp7.000.000 tersebut ditambahkan pada PPh yang terutang
dalarn Tahun Pajak 2016. Jumlah tersebut dimasukkan dalam induk SPT Tahunan
setelah menghitung PPh yang terutang sebelum menentukan jumah PPh yang
terutang.
F. PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN KARENA
PERUBAHAN PENGHASILAN LUAR NEGERI
Terdapat kemungkinan terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan
penghasilan bertambah atau berkurang dan berakibat pada pajak atas penghasilan di
luar negeri juga bertambah atau berkurang. Apabila terjadi hal tersebut, dilakukan
pembetulan SPT Tahunan PPh.
1. Apabila terjadi koreksi fiskal luar negeri yang menyebabkan adanya tambahan
penghasilan luar negeri yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di
luar negeri lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga
pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh terutang di
Indonesia juga kurang dibayar.
Contoh:
a. Penghasilan neto yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun 20xx
sebagai berikut;
1) Penghasilan neto luar negeri (tarif pajak 20%) Rp 1.000.000.000,00
2) Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00
b. PPh Pasal 25 tahun 20xx Rp 360.000.000,00
c. Setelah dilakukan koreksi fiskal atas penghasilan luar negeri, diperoleh data
baru bahwa penghasilan luar negeri adalah Rp 2.000.000.000,00

Atas koreksi tersebut dilakukan pembetulan SPT dengan penghitungan


sebagai berikut:

SPT (sebelum pemberitahuan) SPT Pembetulan


1. Penghasilan luar negeri 1. Penghasilan luar negeri
Rp 1.000.000.000,00 Rp 2.000.000.000,00

2. Penghasilan dalam negeri 2. Penghasilan dalam negeri

74
Rp 2.000.000.000,00 Rp 2.000.000.000,00

3. Total penghasilan kena pajak 3. Total penghasilan kena pajak


Rp 3.000.000.000,00 Rp 4.000.000.000,00

4. PPh terutang = 25% × Rp 3 4. PPh terutang = 25% × Rp 4


milliar milliar
Rp 750.000.000,00 Rp 1.000.000.000,00

5. Kredit pajak luar negeri *) 5. Kredit pajak luar negeri **)


Rp 200.000.000,00 Rp 400.000.000,00

6. PPh harus dibayar Rp 6. PPh harus dibayar Rp


550.000.000,00 600.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp 360.000.000,00 7. PPh pasal 25 Rp
360.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp 190.000.000,00 8. PPh pasal 29 Rp
190.000.000,00
9. Masih harus dibayar Rp
50.000.000,00

Pada SPT Pembetulan, terdapat PPh masih harus dibayar sebesar Rp 50.000.000,00.
Atas kekurangan bayar tersebut tidak ditagih bunga.

*) Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara:

a) Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terendah.


Hitungan I = PPh terutang
= 25% × Rp 3.000.000.000
= Rp 750.000.000,00

Hitungan II = (penghasilan luar negeri ÷ penghasilan kena pajak) × PPh


terutang

= (Rp 1 milliar ÷ Rp 3 milliar) × Rp 750.000.000

= Rp 250.000.000,00

Hitungan III = PPh dibayar/terutang di luar negeri

= tarif pajak di luar negeri × penghasilan di luar negeri

75
= 20% × Rp 1 milliar

= Rp 200.000.000,00

Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp 200.000.000,00

b) Membandingkan tarif pajak di luar negeri dan tarif pajak efektif atas PPh
terutang. Jika tarif pajak di luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh
terutang kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar / terutang di luar
negeri. Sebaliknya, jika tarif pajak di luar negeri lebih tinggi daripada tarif
efektif PPh terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.
Pada kasus di atas, tarif pajak di luar negeri adalah 20% sedangkan tarif efektif
PPh terutang adalah 25% (Rp 750.000.000,00 ÷ Rp 3.000.000.000,00). Tarif
pajak luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh terutang, maka kredit
pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah 20% × Rp 1.000.000.000,00 = Rp
200.000.000,00.
**) Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara:
a) Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terendah.
Hitungan I = PPh terutang
= 25% × Rp 4.000.000.000,00
= Rp 1.000.000.000,00

Hitungan II = (penghasilan luar negeri ÷ penghasilan kena pajak) ×


PPh terutang

= (Rp 2 miliar ÷ Rp 4 milliar) × Rp 1.000.000.000,00

= Rp 500.000.000
Hitungan III = PPh dibayar/terutang di luar negeri
= tarif pajak di luar negeri × penghasilan di luar negeri
= 20% × Rp 2 milliar
= Rp 400.000.000

Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp 400.000.000,00

76
b) Membandingkan tarif pajak di luar negeri dan tarif pajak efektif atas PPh
terutang.
Jika tarif pajak di luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh
terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar/terutang di luar
negeri. Sebaliknya, jika tarif pajak di luar negeri lebih tinggi daripada tarif
efektif PPh terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.

77
Pada kasus di atas, tarif pajak di luar negeri adalah 20% sedangkan tarif
efektif PPh terutang adalah 25% (Rp 1.000.000.000,00 ÷ Rp
4.000.000.000,00). Tarif pajak luar negeri lebih rendah daripada tarif
efektif PPh terutang, maka kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan 20%
x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000
2. Apabila teriadi korekst iskal luat negeri yang menyebabkan adanya penurunan
penghasilan luar negeri yang mengakibatkan pajak atas penghasilan tersdatg I
negert lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, schingsa pa har
negeri lebilh dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh terutang di Indonesia lebih
dibayar.
Contoh
a Penghasilan neto yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun 20xx seg
berikut;
1) Penghasilan huar negeri (tarif pajak 20%) Rp1.000.000.000
2) Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000
b. PPh Pasal 25 tahun 20xx Rp 360.000.000
Setelah dilakukan koreksi fiskal atas penghasilan luar negeri, diperoleh data
baru bahwa penghasilan luar negeri adalah Rp500.000.000.
Atas koreksi tersebut dilakukan pembetulan SPT dengan penghitungan sebagai
berikut

SPT (Sebelum Pembetulan) SPT Pembetulan


Penghasilan luar Penghasilan luar Rp
Rp 1.000.000.000
negeri negeri 500.000.000
Penghasilan dalam Penghasilan Rp
Rp 2.000.000.000
negeri dalam negeri 2.000.000.000
Total
Total penghasilan Rp
Rp 3.000.000.000 penghasilan
kena pajak 2.500.000.000
kena pajak
Rp
PPh terutang Rp 750.000.000 PPh terutang
625.000.000
Kredit pajak luar Kredit pajak luar Rp
Rp 200.000.000
negeri *) negeri *) 100.000.000
PPh harus dibayar Rp 550.000.000 PPh harus Rp

78
dibayar 525.000.000
Rp
PPh Pasal 25 Rp 360.000.000 PPh Pasal 25
360.000.000
Rp
PPh Pasal 29 Rp 190.000.000 PPh Pasal 29
190.000.000
Rp
Lebih Bayar
25.000.000
Pada SPT Pembetulan, terdapat PPh lebih dibayar sebesar Rp25.000.000. Atas
kelebihan bayar tersebut dapat diminta kembali setelah diperhitungkan dengan
utang pajak yang lain.

#)sama dengan *) pada hitungan sebelumnya.

##)Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara:

a. Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terendah


Hitungan I = PPh terutang
= 25% x Rp3.500.000.000 = Rp625.000.000

Hitungan II = (penghasilan luar negeri + penghasilan kena pajak) x PPh


terutang

= (Rp500 juta+ Rp2.500 juta)x Rp625.000.000

= Rp125.000.000

Hitungan III = PPh dibayar/terutang di luar negeri

= tarif pajak di luar negeri x penghasilan di luar negeri

= 20% x Rp500 juta =Rp100.000.000

Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp100.000.000.

b. Membandingkan tarif pajak di luar negeri dan tarif pajak efektif atas PPh
terutang Jika tarif pajak di luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh
terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar/terutang di luar
negeri. Sebaliknya jika tarif pajak di luar negeri lebih tinggi daripada tarif
efektif PPh terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan

79
penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.
Pada kasus di atas, tarif pajak di luar negeri adalah 20%, sedangkan tarif efektif
PPh terutang adalah 25% (Rp1.000.000.000 + Rp4.000.000.000). Tarif pajak
luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh terutang, maka kredit pajak
luar negeri yang diperbolehkan adalah 20% x
Rp500.000.000%=Rp100.000.000.

80
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat


Resmi, Siti. 2019. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai