Oleh:
1. I Kadek Arka Marthayana (2007531011)
2. Komang Puja Astiti (2007531020)
3. Agus Erik Wistika Putra (2007531029)
Dosen Pengempu
Ni Luh Supadmi, S.E., M.Si., Ak. CA
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000,- adalah 5%.
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000,- sampai dengan
Rp250.000.000,- adalah 15%.
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000,- sampai dengan
Rp500.000.000,- adalah 25%.
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000,- adalah 30%.
Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari
mereka yang memiliki NPWP.
Pak Kelik mulai bekerja di PT AAA pada bulan Februari 2021 dengan status masih lajang
dan tidak punya tanggungan dengan gaji Rp8.000.000 sebulan dan memiliki NPWP. PT
AAA memberikan tunjangan NPJS Ketenagakerjaan dengan iuran yang dibayarkan
perusahaan sebesar 3% dari gaji dan iuran pensiun yang dipotong dari Pak Kelik sebesar 2%
dari gaji setiap bulan. Berapa PPh 21 Pak Kelik pada Februari? Maka, berikut perhitungan
PPh 21 Februari yang di dalamnya ada komponen penghitungan PPh 21 setahun atau
penghasilan neto setahun.
Perhitungan:
Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang di pungut oleh:
Berdasarkan penjelasan Pasal 22 UU PPh, yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak
adalah:
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang.
1. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
2. non-API = 7,5% x nilai impor;
3. yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
yaitu:
1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API =
0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
4. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di atas dilakukan tanpa Surat
Keterangan Bebas (SKB). Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan
Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, atas impor
sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh
importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penyetoran
dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA,
bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama
rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak selain , wajib disetor oleh pemungut ke
kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Pemungut wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
PPh Pasal 22.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak. Semua Pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut, kecuali atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh Produsen atau importir
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada penyalur/agen.
PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi Dinas Pendidikan
Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT DTC melakukan penyerahan barang
kena pajak dengan nilai kontrak sebesar Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka,
berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan?
Jawaban:
Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan
sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.
3. PPh Pasal 23
Pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri dan Badan Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pemabayaran oleh badan
pemerintah, subjek badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Contoh 1:
2. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Bunga, Termasuk Premium, Diskonto, dan
Imbalan karena Jaminan Pengembalian Utang
Jika Nona Grace tidak memiliki kartu NPWP, maka tarif pajak dinaikkan
menjadi:
30% x Rp60.000.000= Rp18.000.000
5. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan
dengan Penggunaan Harta
PPh Pasal 23= 2% x Bruto
Contoh 5:
PT Makmur menyewa sebuah mesin jahit kepada Ny. Tari dengan nilai sewa
sebesar Rp15.000.000
2% x Rp15.000.000= Rp300.000
Seandainya Ny. Tari belum mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong
PT Makmur adalah:
4% x Rp15.000.000= Rp600.000
6. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik,
Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain
Contoh 6:
2% x Rp16.000.000= Rp320.000
Apabila PT Dwipa Solution belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang
dipotong PT Sukadana adalah:
4% x 16.000.000= Rp640.000
4. Pajak Penghasilan Pasal 24
Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap
Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun yang digabungkan penghasilan
dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang
ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation.
4.1 Penggabungan Penghasilan
1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis)
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis)
3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
4.2 Batas Maksimum Kredit Pajak
Berikut ini merupakan rincian sumber penghasilan dari luar negeri yang dapat
dikreditkan sesuai dengan yang tercantum dalam UU Pajak Penghasilan nomor 36
tahun 2008, yaitu:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Contoh:
PT Kencana memperoleh penghasilan netto dalam tahun pajak 2016 sebagai berikut:
1. Penghasilan dari luar negeri Rp6.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%.
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp3.500.000.000.
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp1.500.000.000.
4.3 Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)
Apabila penghasilan berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas
maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Contoh:
Contoh:
c. Laba di negara C Rp -
- Negara B:
(Rp1.000.000.000)/Rp7.000.000.000)xRp1.750.000.000 = Rp250.000.000
- Negara C
Di negara C, PT Mahari mengalami kerugian Rp1.500.000.000. Kerugian ini
tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak. Kerugian
ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
6. Jadi, jumlah kredit pajak luar negeri yang dikenakan adalah sebesar
Rp625.000.000 + Rp250.000.000 = Rp775.000.000
Contoh:
Pembetulan SPT
Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp100.000.000, tidak ditagih bunga
karena pembetulan tersebut merupakan Pajak Penghasilan kurang dibayar.
4.6 Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri :
1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
tersebut dilakukan bersamaan dengan SPT Tahunan PPh.
6.6 PPh Final atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif berupa Kontrak Berjangka
yang
Diperdagangkan di Bursa
Pengenaan PPh atas penghasilan ini diatur dalam PP No. 17 Tahun 2009. Atas
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh oleh orang pribadi/badan dari transaksi ini,
dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5% dari margin awal.
PPh Final=2,5 % × Margin Awal
Namun sejak diterbitkannya PP No. 31 Tahun 2011, ketentuan diatas menjadi tidak
berlaku lagi.
6.7 PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu
Hal ini diatur dalam PP No.23 Tahun 2018. Atas penghasilan ini, dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5%.
WP disini merupakan:
1. WP orang pribadi
2. WP berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan
terbatas
Yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan pengedaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak.
Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang bersifat final adalah sebagai berikut:
1. Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, yakni:
(a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris.
(b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, dan penari.
(c) Olahragawan
(d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
(e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
(f) Agen iklan
(g) Pengawas atau pengelola proyek
(h) Perantara
(i) Petugas penjaja barang dagangan
(j) Agen asuransi
(k) Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan
kegiatan sejenisnya
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang
atau telah dibayar di luar negeri.
3. Penghasilan yang telah dikenai pajak penghasilan bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri.
4. Penghasilan dikecualikan sebagai objek pajak.
Contoh A:
Tuan Anton seorang dokter dan memiliki usaha apotek. Pada tahun pajak 2020, ia
memperoleh peredaran bruto dari memberikan jasa dokter atas nama diri sendiri sebesar
Rp2.000.000.000 dan dari usaha apotek sebesar Rp3.000.000.000 dalam satu tahun pajak.
Meskipun jumlah peredaran bruto Tuan Anton sebesar Rp5.000.000.000, penentuan
batasan peredaran bruto hanya berdasarkan peredaran bruto dari usaha apotek.
Karena batasan peredaran bruto Tuan Anton kurang dari Rp4.800.000.000, maka
penghasilan tersebut dikenai pajak penghasilan final berdasarkan ketentuan PP No. 23
Tahun 2018.
Besarnya PPh final yang disetor selama tahun 2020 adalah sebesar:
Rp 3.000.000 .000 ×0.5 %=Rp 15.000.000,00
Sedangkan penghasilan dari jasa dokter dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif pasal
17 Ayat 1 huruf a UU PPh.
Contoh B:
Tuan Manik memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan
peredaran bruto sebesar Rp80.000.000. Dari jumlah tersebut, penjualan dengan peredaran
bruto sebesar Rp60.000.000 dilakukan pada September 2019 kepada Dinas Perhubungan
Provinsi Bali yang merupakan pemotong dan pemungut pajak. Sisanya sebesae
Rp20.000.000 diperoleh dari penjualan kepada pembeli orang pribadi yang langsung
datang ke toko miliknya. Tuan Manik memiliki surat keterangan WP yang dikenai PPh
bersifat final berdasarkan ketentuan PP No. 23 Tahun 2018.
PPh final untuk Bulan September 2019 dihitung sebagai berikut:
Pajak penghasilan final yang dipotong oleh DisHub Provinsi Bali:
¿ 0.5 % × Rp 60.000 .000
¿ Rp300.000
Pajak penghasilan final yang disetor sendiri:
¿ 0.5 % × Rp 20.000 .000
¿ Rp100.000
Penyetoran sendiri PPh terutang wajib dilakukan setiap bulan. Pemotongan atau
pemungutan pajak penghasilan terutang wajib dilakukan oleh pemotong atau pemungut
pajak untuk setiap transaksi dengan WP yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan
PP 23 Tahun 2018.
REFERENSI
Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2018. Yogyakarta: Penerbit Andi. Resmi,
Siti. (2013). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo. (2013). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Mekari. (2021). Peserta Wajib Pajak dan Tarif Pajak PPh 21. Diakses dari:
Online Pajak. (2016). Pajak Penghasilan Pasal 22. Diakses dari: https://www.online-
pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22.