1. Penggunaan dana bantuan pemerintah harus sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang menjadi lampiran Surat Perjanjian
Pemberian Dana (SP2D) yang telah disepakati kedua belah pihak.
2. Dana bantuan pemerintah sebagaimana dimaksud harus sudah mulai dibelanjakan selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
setelah dana diterima.
3. Setiap pengeluaran keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan dan didukung oleh bukti administrasi, fisik dan keuangan sesuai
aturan yang berlaku.
4. Setiap bukti pengeluaran keuangan harus dibuktikan dengan bukti pembayaran yang sah (kuitansi), dan dinyatakan sah apabila
disetujui/diketahui oleh kepala Sekolah. Setiap transaksi pembelian barang pada bukti pembayaran harus dibubuhi materai tempel
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pembukuan dana bantuan pemerintah harus tersendiri dan tidak disatukan dengan pembukuan keuangan secara umum. Pembukuan
dana bantuan berisi semua transaksi keuangan menurut urutan tanggal transaksi disertai bukti-bukti pembayaran (kuitansi) yang
ditandatangani oleh penanggungjawab/penerima bantuan dan bendahara pengeluaran. Setiap akhir bulan pembukuan ditutup dan
dibuatkan berita acara penutupan kas yang ditandatangani penanggungjawab/penerima bantuan dan bendahara pengeluaran atau yang
ditunjuk. Dalam hal pemeriksaan kas bendahara oleh penanggungjawab/penerima bantuan, pemeriksaan kas dapat dilakukan paling
sedikit satu kali dalam 1 bulan. Namun dapat dilakukan pentutupan sewaktu-waktu dalam hal pemeriksaan oleh penanggungjawab/
penerima bantuan atau instansi lainnya yang terkait dan berwenang.
6. Penarikan dana dari rekening bank penerima bantuan yang bersangkutan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan belanja.
7. Jumlah uang tunai dalam kas/brangkas tidak boleh melebihi dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta) juta rupiah pada setiap hari kerja.
8. Menyusun rekapitulasi penggunaan dana bantuan pemerintah yang didukung bukti-bukti transaksi sejak dana diterima sampai
dengan selesai seluruh pekerjaan.
9. Seluruh berkas keuangan baik berupa laporan keuangan dan dokumen bukti-bukti pengeluaran disimpan secara rapi menurut urutan
nomor dan tanggal transaksi, disimpan dalam tempat yang aman sehingga mudah dicari untuk dipergunakan kembali setiap saat
diperlukan guna keperluan pemeriksaan oleh aparat terkait.
1
B. Ketentuan Perpajakan Terkait dengan Bantuan Pemerintah
Kewajiban Bendahara Pemerintah sehubungan dengan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan bea materai adalah pemotongan
dan/atau pemungutan pajak penghasilan PPh Pasal 21, pajak penghasilan PPh Pasal 22, pajak penghasilan PPh Pasal 23, pajak
penghasilan Pasal 4 ayat (2), pajak pertambahan nilai (PPN), dan bea materai. Ketentuan perpajakan terkait dengan pengelolaan dana
bantuan pemerintah akreditasi sekolah sebagai berikut:
3
4. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang
atau perolehan jasa dari pihak ketiga, seperti pembelian ATK, pembelian Komputer, dan lain-lain.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan tarif sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak atau harga pembelian.
Batas nilai pembelian barang tidak dikenakan PPN maksimal Rp. 1.000.000,- dengan tidak dipecah-pecah dalam beberapa faktur.
Ketentua perpajakan diatur dalam:
(1) Undang-Undang No. 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009;
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 taun 2012;
(3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;
(4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 tahun 1995;
(5) PMK Nomor 68/PMK.03.2010;
(6) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 563/KMK.03/2003;
(7) Peraturan Direktur Jederal Pajak Nomor Per-24/PJ/2012 selanjutnya telah diubah terakhir menjadi Peraturan Direktur Jendral
Pajak PER-08/PJ/2013;
(8) Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2013 sebagaimana telah diubah dengan PER-11/PJ/2013;
(9) Peraturan Direktur Jenderal Pandidikan Pajak Nomor PER-147/PJ/2006;
(10) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ/2002.
4
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, PPh 21 dan PPh 22.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.03/2010 perubahan PMK Nomor 154/ PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lain, Pasal 2 ayat (1) “Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 huruf b atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu setengah persen).
Penjelasan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003) tentang. Penunjukan Bendahara
Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPN BM
beseta tata cara pemungutan dan pelaporannya menyebutkan Pasal 1 ayat (1) Bendahara Pemerintah adalah Bendaharawan atau
Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN dan APBD, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah
Pusat dan Daerah baik di Provinsi, Kabupaten atau Kota. (2) Pemungutan PPN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) rekanan pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN
dan PPN BM yang terutang.
Undang-Undang PPN Nomor 42 Pasal 4 jo Pasal 1 angka 13, 14, 15 dinyatakan bahwa PPN dikenakan atas Penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Pasal 13 ayat (1) setiap
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak pada saat menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Pasal 14 ayat (1)
orang atau badan yang tidak dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat faktur pajak. Ayat (2) dalam hal faktur
pajak telah dibuat, maka orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus menyetor jumlah pajak yang tercantum
dalam faktur pajak kepada kas Negara dan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak.
Melihat beberapa peraturan di atas disimpulkan bahwa Bendahara Swasta (Yayasan, LSM, dan lembaga swasta lainnya) bukan
merupakan Bendahara Pemerintah yang tidak mempunyai kewajiban memungut PPN dan PPh Pasal 22. Namun bukan berarti tidak
kena pajak, hanya saja pajak PPN dan PPh Pasal 22 disetorkan langsung oleh penyedia barang atau jasa. Bendahara Swasta hanya
meminta copy bukti pemotongan dan bukti setor (SSP) beserta lampiran bukti setor dari bank persepsi sebagai lampiran
pertanggungjawaban keuangannya.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2015 tentang Bea Materai, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang Perubahan Tarif.
Penerima bantuan harus memiliki Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) guna penyetoran pajak.
5
Bendahara pengeluaran berkewajiban menghimpun, membuat rekapitulasi, dan membukukan semua bukti-bukti pemungutan dan
penyetoran pajak, baik yang dilakukannya sendiri atau pihak penyedia barang dan jasa.
Bukti penerimaan dan penyetoran pajak menjadi bagian dari laporan pengelolaan dana bantuan Pemerintah.
Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut undang-undang bea materai menjadi objek bea
materai. Dokumen yang dikenai bea materai antara lain adalah dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang seperti kuitansi
dan dokumen yang bersifat perdata. Untuk bukti pembayaran (kuitansi) sampai dengan Rp. 250.000,- tidak perlu menggunakan materai,
di atas Rp. 250.000,- s.d. Rp. 1.000.000,- menggunakan materai Rp. 3.000,- dan di atas Rp. 1.000.000,- menggunakan materai Rp.
6.000,-.
Ketentuan bea materai diatur dalam peraturan-peraturan antara lain:
(1) Undang-Undang Nompar 13 tahun 1985;
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000;
(3) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 55/PMK.02/2009;
(4) Keputusan Menteri Keuangan No. 133b/KMK.04/2000, mengenai objek bea materai);
(5) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002;
(6) Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-66/PJ/2010;
(7) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122c/PJ/2000;
(8) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122d/PJ/2000;
(9) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-02/PJ/2003.
Penyetoran Pajak
Mekanisme penyetoran pajak untuk saat ini sudah mengalami perubahan yaitu tidak lagi membawa bukti Surat Setoran Pajak (SSP) ke
kantor bank persepsi atau kantor pos giro namun dengan hanya membawa nomor kode e-biling yang diterbitkan melalui sistem aplikasi
perpajakan. Tanggal kadaluarsa e-biling adalah lima hari kerja. Apabila tidak disetor pada hari jatuh tempo, maka secara otomatis tidak
dapat dilakukan penyetoran, harus diulang kembali dibuatkan kode e-biling. Setelah dibawa ke bank persepsi atau kantor pos pihak
penyetor akan mendapatkan bukti setor yang memuat nomor penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti sah bahwa dana tersebut sudah
6
diterima Negara, atau ada beberapa cara lain dengan cara trasnfer. Untuk lebih meyakinkan bahawa dana tersebut sudah diterima oleh
Negara, penyetor dapat mengkonfirmasi setoran pajak tersebut ke kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atau Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat atau membuka filling pada aplikasi pajak. Contah format SSP, e-Billing pajak, dan bukti setor
terlampir.
7
C. Ketentuan Pembukuan
_____________________________________________________________________________
Dalam rangka menatausahakan penggunaan dana bantuan pemerintah akreditasi sekolah perlu dilakukan pencatatan penerimaan dan
pengeluaran dana bantuan yang dituangkan dalam bentuk pembukuan sesuai dengan standar dan aturan yang belaku. Pembukuan yang
dimaksud adalah dituangkan dalam Buku Kas Umum dan Buku Pembantu. Dalam Pembukuan keuangan Negara mengamanatkan bahwa
keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggjung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Para pengelola keuangan negara termasuk bendahara
pengeluaran wajib menjalankan amanat tersebut. Pembukuan merupakan wujud upaya bendahara pengeluaran untuk mengelola
keuangan Negara secara tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ketentuan Pembukuan secara Umum:
(1) UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, pasal 3 ayat 1; (2) UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
pasal 1 angka 18;
(2) PP Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja instansi pemerintah, pasal 31 ayat 1;
(3) PP Nomor 45 tahun 2013 tentang tatacara pelaksanaan APBN, pasal 23 ayat 2;
(4) PMK Nomor 190 tahun 2012 tentang pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN, pasal 24 ayat 2.
Ketentuan Pembukuan secara Khusus:
(5) PMK Nomor 162 tahun 2013 tentang kedudukan dan tanggungjawab bendahara pada satuan kerja pengelola APBN, pasal 30 ayat 1
“Bendahara menyelenggara pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pada satker”;
(6) Perdirjen Perbendaharaan Nomor 3 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban
Bendahara pada Satker Pengelola APBN, pasal 3; “Bendahara menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan
pengeluaran uang/surat berharga yang dilakukan pada satker, termasuk hibah dan bantuan social”.