Anda di halaman 1dari 10

PAJAK PENGHASILAN 4 AYAT 2, PAJAK PASAL 25 DAN PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Claudia mapaliey - 210611020596
Anggraini wangke - 210611020590
Arief Febiansyah – 210611020592
Christian Lasindrang – 210611020595
Ardiansah Duwila - 210611020591

KEMENTERIAN PENDIDIKAN,KEBUDAYAAN RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2022
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2
Pemotongan dan pemungutan pajakatas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD
adalah bendahara pemerintah. Bendahara pemerintah adalah pemegang kas dan pejabat lain yang
menjalankan fungsi yang sama. Sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan
pajak, bendahara pemerintah harus mengetahui aspek-aspek perpajakan terutama yang berkaitan
dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta
Pajak Pertambahan Nilai.
Kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan Pajak Penghasilan dan Pajak
Pertambahan Nilai antara lain adalah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23, Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2),
Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai.
Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau
pemungutan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak atas penghasilan
sebagai berikut:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

1. Objek PPh Final adalah sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan
termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, bangunan industri.
2. Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10%dari jumlah bruto nilai persewaan, baik
yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.
3. Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa
termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge
(baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).

Pengalihan Atas Tanah dan/atau Bangunan


1. Objek pph final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
meliputi penjualan, tukar- menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
2. Besarnya pph final yang dipungut adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan.
3. Pembebasan pph final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Jasa Konstruksi

1. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan


dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
2. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
3. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan,
pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model
penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
4. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan.

Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima/Diperoleh WP Yang memiliki Peredaran Bruto


Tertentu

1. Wajib Pajak yang dikenai PPh Final adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap; dan
2) Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tertentu tidak
melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam
1 (satu) Tahun Pajak.
2. Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari
usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
1) Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
3) Usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
dan
4) Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
3. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan
dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat
kegiatan usaha.
4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan
dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/ atau pemungutan Pajak
Penghasilan yang bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan oleh pihak lain melalui Surat Keterangan Bebas yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 25
PPh 25 berisikan aturan mengenai bagaimana wajib pajak mengangsur kewajiban pajak
di muka, sehingga wajib pajak tidak memiliki beban utang pajak yang besar dan harus dibayar
saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Cara menghitung besarnya Pph pasal 25

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :

1) Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23,
serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal22
2) Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.

Contoh:

Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2014 Rp
30.000.000. Pada tahun 2014, telah dibayar dan dipotong atau dipungut :

Pajak Penghasilan Rp 30.000.000


PPh Pasal 21 Rp 8.000.000
PPh Pasal 22 Rp 2.000.000
PPh Pasal 23 Rp 2.000.000
Total Kredit Pajak. Rp 12.000.000
Kurang Bayar (Pasal 29) Rp 18.000.000

Besarnya PPh Pasal 25 adalah senagai berikut: Rp 18.000.000/12 = Rp 1.500.000


Jadi PPh Pasal 25 per bulan adalah Rp 1.500.000.

Ketentuan Lain Pajak Penghasilan Pasal 25

1) Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
2) Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak
yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan
Pajak.

Hal-Hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25

1) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian


2) Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
3) SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan. 4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh.
4) Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran
bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
5) Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Contoh:

Penghasilan PT. Dira tahun 2014 adalah sebesar Rp 250.000.000. Sisa kerugian tahun 2012
yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000. Sisa kerugian yang
belum dikompensasikan sebesar Rp 50.000.000. Pada tahun 2014 PPh yang dipotong atau
dipungut pihak lain adalah sebesar Rp 8.000.000 dan tidak ada pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri.

Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah :
Rp 250.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 200.000.000
PPh Terutang :
25 % x Rp 200.000.000 Rp 50.000.000
PPh dipotong/dipungut Rp 8.000.000
Rp 42.000.000

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah : 1/12 x 42.000.000 = Rp 3.500.000

Angsuran PPh Pasal 25 Bagi WP Baru

1) Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2) Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP Baru dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua
belas)
3) Dalam hal WP baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat
dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya.
4) Dalam hal WP Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Netto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan
netto dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Netto atas peredaran atau
penerimaan bruto.
5) Untuk Wajib Pajak Orang pribadi baru, jumlah penghasilan netto fiskal yang
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.
Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas Konsumsi dalam negeri oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau
Perorangan yang membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas
negara, melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak Pertambahan Nilai
bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri
dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP. Bedanya, jika sebagai PKP wajib memungut,
sedangkan Non PKP tidak bisa memungut Pajak Pertambahan Nilai.

Fungsi PPN

1) Fungsi PPN untuk perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak


Fungsi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk mengetahui
seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau justru dapat diajukan
sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.

Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan kelebihan
bayar PPN pada perhitungan masa pajak berikutnya atau mengkreditkan PPN lebih bayar ke
masa pajak berikutnya.

Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP wajib
menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.

2) Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran


Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak yang
disetorkan ke nagara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya digunakan
untuk membiayai negara.

3) Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah


Fungsi PPN berikutnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah
terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan importasi guna meningkatkan
daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.

4) Fungsi PPN sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara


Fungsi PPN selanjutnya sebagai penerimaan negara yang berfungsi menjaga stabilitas
ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.

5) Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara


Fungsi PPN juga sebagai pembiayaan pengeluaran umum dan pembangunan nasional, salah
satunya menciptakan lapangan pekerjaan dan lainnya.

Objek PPN
Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya, juga akan ada objek yang dibebaskan
dari pengenaan pajak.

Berikut adalah objek dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam daftar negative list
PPN:

1. Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
 Impor Barang Kena Pajak.
 Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
 Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
 Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh
dikreditkan.

2. Bebas PPN
Tidak semua barang atau jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, ada sejumlah
BKP/JKP yang masuk dalam daftar negative list atau tidak dikenakan PPN.
Pengecualian Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan terhadap barang/jasa tertentu
yang diatur dalam UU Pajak Pertambahan Nilai.

I. Barang tidak kena pajak

 Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu


bara, gas bumi, dan lain-lain).
 Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan
lainnya).
 Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.
 Uang dan emas batangan.

II. Jasa tidak kena pajak

 Jasa pelayanan medis


 Jasa pelayanan sosial
 Jasa keuangan
 Jasa asuransi
 Jasa keagamaan
 Jasa pendidikan
 Jasa kesenian dan hiburan
 Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
 Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
 Jasa perhotelan
 Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
 Jasa penyediaan tempat parkir
 Jasa boga atau katering

Daftar Pengenaan Tarif Pajak

1) Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.

2) Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

3) Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak

4) Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

Tarif PPN Terbaru

Ketentuan terbaru dalam UU HPP ini, besar tarif PPN adalah 11%

Rumus PPN

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak ( DPP )

Anda mungkin juga menyukai