Anda di halaman 1dari 10

PAJAK PENGHASILAN FINAL

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

PENGERTIAN
Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) adalah pajak yang dipotong dari penghasilan
dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui peraturan pemerintah dan bersifat
final.penghasilan yang dipotong PPH Pasal 4 ayat (2) Antara lain sebagai berikut.

A. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,bunga obligasi dan


surat utang negara,dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi.
B. Penghasilan berupa hadia undian.
C. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya transaksi derivatif yang
diperdagangkan dibursa,dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
D. Persewaan tanah dan/atau bangunan.
E. Pengalihan atas tanah dan/atau bangunan.
F. Penghasilan usaha jasa konstruksi.

Ada beberapa jenis penghasilan yang dikenakan dengan pemotongan pajak final
PPH Pasal 4 ayat 2. Masing-masing penghasilan memiliki tarif yang berbeda dan diatur
dalam peraturan pemerintah. Dibawah ini berbagai objek pajak dengan tarif masing –
masing sesuai dengan peraturan:

A. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA


DEPOSITO DAN TABUNGAN, DAN DISKONTO SERTIFIKAT BANK
INDONESIA

Bunga deposito dan jenis – jenis tabungan, sertifikat bank indonesia (SBI) dan
diskon jasa giro , tarif sebesar 20% dari jumlah Bruto, sebagaimana diatur dalam
peraturan pemerintah nomor 131 tahun 2000 dan turunannya keputusan mentri
keuangan nomor 51/KMK.04/2001, Pph pasal 4 ayat 2 ini bersifat Final.

Pemotongan Pph ini tidak dikenakan terhadap :

1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar luar negeri di Indonesia

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 1


2. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Idonesia, sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi
jumlah yang terpecah-pecah
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

B. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA


ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi
yang dijual di bursa efek di atur dengan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2002,
bersifat Final.

Besarnya Pajak Penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar :


a. 20 % bagi WP dan BUT dalam negeri
b. 20 % atau tarif sesuai ketentuan persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk/berkedudukan di luar negeri
Dari jumlah bruto sesuai dengan masa kepemilikan (holding period)
obligasi.
2. Atas diskonto dengan berupa kupon sebesar
a. 20 % atau tarif sesuai ketentuan persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar
negeri
b. 20 % atau tarif sesuai ketentuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
berlaku, bagi Wajib Pajak pendudk/berkedudukan diluar negeri
Dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas harag perolehan
obligasi.
3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
a. 20 % bagi WP dan BUT dalam negeri
b. 20 % atau tarif sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku
Dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

C. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA


TANAH DAN ATAU BANGUNAN

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 2


Sewa atas tanah dan/atau bangunan,dengan tarif 10% diatur dalam
peraturan pemeritah nomor 29 tahun 1996 dan turunannya peraturan pemerintah
nomor 5 tahun 2002, dikenakan Pph bersifat Final.

D. PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS


TANAH DAN BANGUNAN
Pengalihan hak atas tanah dan/bangunan (termasuk usaha real estate),tarif
sebesar 5% dari Jumlah Bruto Nilai Perolehan (nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan akta jual beli/pengalihan dan NJOP tanah & bangunan sesuai SPPT
PBB) diatur dalam peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2008, dan bersifat
Final.
Bagi wajib pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi
Penghasilann Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan penglihan hak atas
tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00,
penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan objek Pajak
Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5 % dari
jumlah bruto nilai pengalihan.
Sejak tahun 2016 Pengalihan hak atas tanah dan/bangunan berdasarkan PP no.
34 tahun 2016 tarip sebesar 2,5%

E. PAJAK PENGHASILAN ATAS USAHA JASA KONSTRUKSI


Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan Jasa konstruksidiatur dalam
peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2008 dan turunannya peraturan
pemerintah nomor 40 tahun 2009, Berikut ini adalah beberapa pengertian
menurut PP No. 51 :
 Jasa konstruksi dalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan,
layanan jasa pelaksaaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
 Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektual, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
 Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang di nyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa
kontruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen
perencanaan bangunan fisik lain.
 Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa
konstruksi yang mampu menyelengarakan kegiatannya untuk

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 3


mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau
bentuk fisik lain
 Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa
konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaaan pengawasan sejak
awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai dengan selesai.
 Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha
tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik
sebagai perencana konstruksi, pelkasanaan konstruksi dan pengawas
konstruksi maupun sub-subnya.

Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan


yang bersifat Final, Besarnya PPH yang dipotong adalah sebagai berikut :

1. 2 % untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia


Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha Kecil.
2. 3 % untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
selain Penyedian Jasa sebagimana dimaksud dalam angka dan anga 2,
Kualifikasi Menengah dan Besar
3. 4 %untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedian Jasa
yang tidak memiliki Kualifikasi usaha.
4. 4 % untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedian Jasa yang Memiliki kualifikasi usaha.
5. 6 % untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi dan
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memilki Kualifikasi usaha.

F. PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa Hadiah lotere / undian ,


tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 132
tahun 2000, Pph ini bersifat Final

G. PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DEVIRATIF


BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI
BURSA
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa
kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009, Pajak Penghasilan yang bersifat Final
sebesar 2,5 % dari margin awal.

Pemotong PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah :


1. Koperasi.
2. Penyelenggara kegiatan.
3. Otoritas bursa,dan

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 4


4. Bendaharawan.

Pajak Penghasilan Pasal 15


PENGERTIAN

Pasal 15 Undang-Undang PPh mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus


untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung
berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) Undang-Undang PPh ditetapkan
Menteri Keuangan (Direktorat Jenderal Pajak, 2008).

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena


Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis,
atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut,
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus
guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut. Norma
Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain:

1. Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional


2. Perusahaan asuransi Luar Negeri
3. Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi
4. Perusahaan dagang asing
5. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build,
operate, and transfer/BOT)

PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN


PELAYARAN/PENERBANGAN LUAR NEGERI
Dasar Hukum
1. Pasal 15 Undang-Undang PPh
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.41/1996

Subjek Pajak

Subjek pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah perusahaan


pelayaran/penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan
usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Objek Pajak

Penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan Luar Negeri yang melakukan usaha
melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 5


Dengan demikian, tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau
diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari
pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di
Indonesia.

Tarif Pajak

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 15 atas Penghasilan Wajib Pajak Perusahaan


Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri adalah sebesar 2,64 persen dari peredaran
bruto dan bersifat final.

Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang atau yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran
dan/atau Penerbangan Luar Negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN.

1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, maka pihak


yang membayar atau pihak yang mencarter wajib:
a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan/nilai pengganti
b. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang
menerima atau memperoleh penghasilan
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah sebulan pembayaran atau terutangnya imbalan

2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud pada huruf a di atas,
maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
wajib:
a. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (final)
b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 6


PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PENERBANGAN
DALAM NEGERI
Dasar Hukum

1. Pasal 15 Undang-Undang Pajak penghasilan


2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996

Objek Pajak

Penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dari pengangkutan


orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia
dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.

Subjek Pajak

Subjek pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan


penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan
berdasarkan perjanjian carter/sewa. Yang dimaksud dengan perjanjian carter meliputi
semua bentuk carter, termasuk sewa ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau
barang (space charter).

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Tarif Pajak Penghasilan pasal 15 atas Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan
Penerbangan Dalam Negeri adalah 1,8 persen dari peredaran bruto dan tidak bersifat
final. Pembayaran pajak penghasilan yang dimaksud merupakan kredit pajak yang
dapat diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah
semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak bersadarkan perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Pemotongan dan Pelaporan

Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter


sepanjang pencarter tersebut adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 7


negeri, penyelanggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya. Atas pemotongan PPh tersebut pencarter wajib:

1. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau


memperoleh penghasilan
2. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP)
3. Melaporakan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke kantor pelayanan
pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti

PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PELAYARAN


DALAM NEGERI
Dasar Hukum

1. Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan


2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996

Objek Pengenaan PPh

Penghasilan yang dterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau
barang, termasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari:

1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia


2. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia
3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia, dan
4. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Subjek Pajak

Subjek Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat
tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan
usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri
atau dengan kapal pihak lain.

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 15 atas Penghasilan Wajib Pajak Perusahaan


Pelayaran Dalam Negeri adalah 1,2 persen dari peredaran bruto dan bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan dari pengangkutan (orang dan/atau barang),

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 8


termasuk penyewaan kapal, yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di
Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau
sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Tata Cara Pelunasan, Pemotongan, dan Pelaporan

Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut.

1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter


dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil
tersebut wajib:
a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai pengganti
b. Memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Pengahasilan Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor
Pelayaran Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dilampiri dengan Lembar ke-3
SSP dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri (Final)

2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada poin a,


maka Wajb Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib:
a. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
Final;
b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan.

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 9


SOAL LATIHAN

1. PT. Ugaresno sebagai pengusaha jasa kontruksi telah mempunyai sertifikasi


jasa kontruksi mendapatkan kontrak pembangunan gedung kantor PT. Mercu
Buwana Maju (MBM) dengan nilai kontrak sebesar Rp 2.200.000.000.
Pembayaran termin pertama dari kontak tersebut adalah sebesar Rp
330.000.000. Berapakah besarnya PPh 4 ayat 2 yang dipotong?

2. PT. Violet, perusahaan jasa kontruksi yang belum mempunyai sertifikasi jasa
kontruksi, mendapatkan kontrak pembangunan gedung kantor dari CV. Indah
Jaya dengan DPP sebesar Rp 300.000.000. Pembayaran termin kedua sebesar
Rp 66.000.000. Berapakah PPh 4 ayat 2 dipotong, dan bagaimana sifatnya?

3. Irwan mempunyai deposito di BNI senilai Rp 500.000.000 dengan bungan 10%


per tahun. Berapakah PPh final yang terutang atas bunga tersebut?

4. BPR Jaladra membayar bungan tabungan dan deposito terhadap para


nasabahnya sebesar Rp 11 milyar; dibayarkan kepada nasabah kecil sebesar Rp
5 milyar, sedangkan sisanya untuk nasabah besar. Berapakah besarnya PPh
pasal 4(2) yang dipotong?

5. PT. Kendalisodo sebagai broker menjual obligasi dengan kupon lewat transaksi
di bursa efek yang mempunyai harga nominal total sebesar Rp 400.000.000 dan
mempunyai bunga yang sudah jatuh tempo sebesar Rp 40.000.000 kepada PT.
Anugrah Jaya Perkasa dengan harga perolehan total sebesar Rp 450.000.000.
Berapakah PPh pasal 4(2) yang dikenakan?

6. Irwan mempunyai deposito di BNI senilai Rp 500.000.000 dengan bungan 10%


per tahun. Berapakah PPh final yang terutang atas bunga tersebut?

7. PT Rajawali Airline sebagai maskapai penerbangan nasional mempunyai rute


penerbangan di wilayah Indonesia dan juga Internasioanl. Dalam satu bula
peredaran usaha yang didapat dari berbagai jasa yang berkaitan dengan jasa
penerbangan yang dicarter adalah 3 milyar. Hitunglah berapa PPH yang
dipotong !

8. PT Sangrila adalah perusahaan pelayaran Malaysia mempunyai BUT di Tarakan


yang mengangkut penumpang dari dan ke Tawau Malaysia. Peredaran usaha
bruto sebulan adalah Rp.100.000.000,- hitunglah penghasilan neto dari
pelayaran dan PPH final terhutang

PPH FINAL/modul potput/SL’16 Page 10

Anda mungkin juga menyukai