Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammmad Haekal

NIM :142210136

Kelas : EA – E

PPh 4 Ayat (2)

A. Definisi
Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
 penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
 penghasilan berupa hadiah undian;
 penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
 penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
 penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
B. Landasan Hukum
 Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh;
 PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 71 Tahun 2008;
 PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 Tahun 2002;
 PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 Tahun 2009;
 Keputusan Menteri Keuangan 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009;
 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.
C. Pemungut, Penyetor dan Pelapor
 Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1. Koperasi;
2. Penyelenggara kegiatan;
3. Otoritas bursa; dan
4. Bendaharawan;
 Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
2. Penerima hadiah undian;
3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;
 Lain-Lain
1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
2. Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat
dikreditkan;
3. Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan
dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah
dipotong PPh Final;
D. Tarif Pajak
1. Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Final
No. Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 Tarif (%)
1. Bunga deposito / tabungan, diskonto SBI dan jasa 20
giro****
2. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada 10
anggota koperasi orang pribadi ^
3. Bunga obligasi (surat utang & SUN lebih dari 12 bulan)
^^^
3a. Bunga dari obligasi dengan kupon bagi WP dalam 15
negeri & BUT
3b. Bunga dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri 20
non BUT seusai P3B
3c. Diskonto dari obligasi dengan kupon bagi WP luar 15
negeri non BUT seusai BUT*
3d. Diskonto dari obligasi dengan kupon bagi WP luar 20
negeri non BUT seusai P3B*
3e. Diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi WP dalam 15
negeri dan BUT**
3f. Diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi WP luar negeri 20
non BUT sesuai P3B**
3g. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima 0
dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
untuk tahun 2009 – 2010.
3h. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima 5
dan/atau diperoleh WP
3i. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima 15
dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
untuk tahun 2014, dst.
4. Deviden yang diterima/diperoleh WP orang pribadi 10
dalam negeri
5. Hadiah undian 25
6. Transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang 2,5
diperdagangkan di bursa***
7a. Transaksi penjualan saham pendiri 0,5
7b. Transaksi penjualan bukan saham pendiri 0,1
8. Jasa Konstruksi (JK)
8a. Pelaksana Jasa Konstruksi sertifikasi kecil 2
8b. Pelaksana Jasa Konstruksi tanpa sertifikasi 4
8c. Pelaksana Jasa Konstruksi sertifikasi sedang dan besar 3
8d. Perancang atau pengawas Jasa Konstruksi oleh 4
penyedia JK bersertifikasi usaha
8e. Perancang atau pengawas Jasa Konstruksi oleh 6
penyedia JK tanpa bersertifikasi usaha
9. Persewaan atas tanah dan/atau bangunan 10
10a WaP yang melakukan pengalihan hak atas tanah 5
dan/atau bangunan (termasuk usaha real estate)^*
10b Pengalihan Rumah Sederhana & Rumah Susun 1
Sederhana oleh WP yang usaha pokoknya melakukan
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
11 Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan 0,1
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura
2. Tarif Final untuk UMKM
Tarif pajak untuk UMKM, wiraswasta dan bisnis online ini menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 adalah 1 % (satu persen) yang dipotong dari
total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan.
3. Tarif PPh Jasa Kontruksi

E. Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan


Jadwal Penyetoran dan Pelaporan

F. Persandingan dengan UU HPP


PPh Pasal 15
A. Definisi

PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib
pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan international dan perusahaan
asuransi asing. Bisnis lain yang juga terkena PPh pasal 15 adalah perusahaan pengeboran
minyak dan perusahaan yang berinvestasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build-
operate- transfer) yang biasanya terkait dengan proyek-proyek infrastruktur seperti
pembangunan jalan tol, kereta bawah tanah dan lain sebagainya. Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, hadiah, atau penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21.
B. Landasan Hukum
 Pasal 15 UU No. 36 Tahun 2008 PPh

 KMK Nomor 433/KMK.04/1994 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan


Kena Pajak atas Penghasilan dari Pekerjaan yang Diterima Tenaga Asing yang Bekerja
pada WP Badang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Indonesia;
 KMK Nomor 634/KMK.04/1994 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan
Neto bagi WP Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di
Indonesia;
 KMK Nomor 284/KMK.04/1995 tentang Perlakukan PPh Terhadap Pihak-Pihak yang
Melakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate
Transfer) atau BOT;
 PMK Nomor 475/KMK.04/1996 tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto bagi
WP Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri;
 KMK Nomor 543/KMK.030/2001 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan
Neto dan Cara Pembayaran Pjak Penghasilan bagi WP yang Melakukan Kegiatan
Usaha Jasa Maklin (Contract Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi
Mainan Anak-Anak.

C. Pemotong, Penyetor dan Pelapor


Pemotongan dilakukan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah
badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
D. Tarif Pajak

No Uraian Tarif x DPP Penyetoran & Pelaporan


1 Charter 1,8%x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong paling
Penerbangan yang diterima lambat tanggal 10 bulan
Dalam Negeri berdasarkan perjanjian berikutnya.
charter.
TIDAK FINAL Setor dengan menggunakan
SSP, dengan:

KAP: 411129,

KJS: 101

Dilaporkan dalam SPT Masa


PPh Pasal 15, dilaporkan paling
lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
2 Perusahaan 1,2% x Peredaran bruto Disetor oleh
Pelayaran Dalam pemotong: disetor paling
Negeri FINAL lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.

Disetor sendiri:disetor paling


lambat tanggal 15 bulan
berikutnya

Setor dengan menggunakan


SSP, dengan:

KAP: 411128

KJS: 410

Dilaporkan dalam SPT Masa


PPh Pasal 15, dilaporkan paling
lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
3 Perusahaan 2,64% x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong:disetor
pelayaran dan paling lambat tanggal 10 bulan
FINAL berikutnya.
penerbangan Luar Disetor sendiri:disetor paling
Negeri lambat tanggal 15 bulan
berikutnya

Setor dengan menggunakan


SSP, dengan:

KAP: 411128,

KJS: 411

Dilaporkan dalam SPT Masa


PPh Pasal 15, dilaporkan paling
lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
4 WPLN yang Untuk negara yang tidak Disetor sendiri paling
mempunyai kantor ada P3B dengan lambattanggal 15 bulan
perwakilan Indonesia: berikutnya setelah bulan
dagang di diterima penghasilan.
Indonesia 0,44% x nilai ekspor
bruto Disetor dengan menggunakan
SSP dengan:
Penghasilan neto= 1% x
nilai ekspor bruto KAP: 411128

Untuk negara yang KJS: 413


mempunyai P3B dengan
Indonesia: Dilaporkan paling lambat
tanggal 20bulan berikutnya
disesuaikan dengan tarif dengan
P3B, untuk contoh menggunakan Formulir dalam
penghitungan lihat di SE Lampiran I KEP
2/PJ.03/2008. 667/PJ./2001 dan
dilampiri SSP lembar ke-3.
FINAL

5 WP yang 7% x tarif tertinggi Pasal Disetor dengan menggunakan


melakukan 17 ayat (1) huruf b UU SSP PPh Final paling lambat
kegiatan usaha PPh x total biaya tgl 15 bulan berikutnya.
jasa maklon pembuatan atau perakitan
(Contract barang tidak termasuk KAP: 411128
Manufacturing) biaya pemakaian bahan
Internasional di baku (direct materials). KJS: 499 (krn tdk ada
bidang produksi disebutkan secara spesifik ttg
mainan anak-anak. Didalam SE jasa maklon ini)
02/PJ.31/2003
disebutkan: Dilaporkan paling lambat tgl 20
bulan berikutnya. Tetapi tidak
7% x 30% x total biaya ada formulir khusus utk
pembuatan atau perakitan pelaporannya.
barang tidak termasuk
biaya pemakaian bahan
baku (direct materials).

FINAL

berlaku sejak 1 Januari


2003

E. Saat Terutang, Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan


 Saat Terutang dan Pembayaran

Dalam hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan


atau charter dengan pemotong pajak, terutang pada saat diterima atau diperolehnya
penghasilan.

 Penyetoran dan Kewajiban Pelaporan

Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau


charter dengan pemotong pajak : pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut
wajib Melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang, memberikan
bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bulan berikutnya dan melaporkan
SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan


atau charter dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh yang terutang paling lambat tanggal
15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya.

Dalam hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh yang terutang paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling
lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai