Anda di halaman 1dari 12

PPH PASAL 4 AYAT 2

Anggota Kelompok :

• Nika Nurpersi (1900312320026)


• Tiara Aryanti Almaris
(1900312320025)
• Petrus Joe Natan
(19000312310085)
• Muhammad Hafiz Al Hadi
(1900312310036)
Definisi Pasal 4 ayat 2
PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final adalah pajak penghasilan
atas jenis penghasilan-penghasilan tertentu yang bersifat
final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan terutang. Istilah final di sini berarti bahwa
pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa
pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan,
kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan
pertimbangan lainnya.
Objek PPh Pasal 4 Ayat 2

Bunga deposito dan jenis-jenis


Peredaran bruto (omzet penjualan) dari tabungan, bunga dari obligasi dan
Hadiah seperti menang lotre atau
sebuah usaha di bawah Rp4,8 miliar obligasi negara, dan bunga dari
undian
dalam 1 tahun masa pajak tabungan yang dibayarkan oleh
koperasi pada anggotanya

Transaksi saham dan surat berharga


lainnya, transaksi derivatif perdagangan Transaksi atas pengalihan aset dalam
Pendapatan lainnya yang spesifik
bursa, dan transaksi penjualan saham bentuk tanah atau bangunan, usaha jasa
seperti diatur dalam Peraturan
atau pengalihan ibu kota mitra konstruksi, usaha real estate, dan sewa
Pemerintah
perusahaan yang diterima oleh atas tanah atau bangunan
perusahaan modal usaha
Subjek PPh 4 ayat (2)
Subjek yang dikenakan PPh 4 ayat (2)/PPh Final
• Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada wajib
pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis
penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat
final.

Subjek pemotong PPh 4 ayat (2)/PPh Final


• Pemungutan jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk
objek tertentu.
Pihak pemungut ini terdiri dari wajib pajak badan yang ditunjuk untuk
memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan wajib padak orang pribadi yang
merupakan pemungut PPh pasal 4 ayat (2) tanpa ditunjuk, di antaranya:

1. Wajib Pajak Badan

Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk memotong jenis PPh
Pasal 4 ayat (2), di antaranya:
• Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk
• Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli
• Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi
• Penyelenggara undian
• Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividenPengusaha jasa pada
saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak
2. Wajib Pajak Orang Pribadi

Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk


memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:
• Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak
• Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui
tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas tanah/bangunan
• Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2)
adalah:
• Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali PPAT tersebut adalah
camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah
terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri
Alur pemotongan PPh 4 ayat (2)
Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak
penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi
dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.

Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka
atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong
tersebut.

Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek jenis PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak
pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka WP tersebut wajib menyetor
sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut
Tarif PPh Pasal 4 ayat 2
Besar Tarif Keterangan Peraturan
0-20% Tarif ini merupakan bunga dari kewajiban PP No. 16 Tahun 2009.

0,1% transaksi dari penjualan saham atau PP No. 4 Tahun 1995.


pengalihan ibu kota mitra perusahaan
yang telah diterima oleh modal usaha,
0,5% untuk transaksi penjualan saham pendiri PP No. 14 Tahun 1997 serta turunannya
(0,5%) dan saham bukan pendiri (non- Keputusan Menteri Keuangan No.
founder) sebesar 0,1% 282/KMK.04/1997, SE-15/PJ.42/1997
dan SE-06/PJ.4/1997
2-6% untuk jasa konstruksi. PP No. 51 Tahun 2008 serta turunannya
PP No. 40 Tahun 2009.
2,5% transaksi derivatif berjangka panjang PP No. 17 Tahun 2009
yang telah diperdagangkan di bursa
5% pengalihan hak atas tanah atau bangunan PP No. 71 Tahun 2008
(dalam hal ini termasuk usaha real estate)
Besar Tarif Keterangan Peraturan
10% -dikenakan pada bunga simpanan yang Pasal 17 Ayat 7 serta turunannya PP
dibayarkan koperasi kepada para No. 15 Tahun 2009.
anggotanya Pasal 17 Ayat 2C
-dividen yang diterima WP OP di PP No. 29 Tahun 1996 dan juga
dalam negeri turunannya PP No. 5 Tahun 2002.
-untuk sewa atas tanah atau bangunan
20% untuk bunga deposito serta jenis-jenis PP No. 131 Tahun 2000 serta
tabungan, Sertifikat Bank Indonesia turunannya Keputusan Menteri
(SBI), dan diskon jasa giro Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
25% diberlakukan pada hadiah, lotre atau PP No. 132 Tahun 2000.
undian
Mekanisme Pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2
Mekanisme Pemotongan adalah penyewa harus memotong Pajak Penghasilan sebesar 10%
dari uang sewa yang dibayarkannya.Mekanisme dilakukan jika si penyewa adalah pihak-pihak
yang disebut sebagai pemotong pajak yaitu : badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Mekanisme Pembayaran Sendiri adalah mekanisme di mana pajak final sebesar 10% dari uang
sewa dibayarkan sendiri oleh pemilik tanah/bangunan.Pada mekanisme ini, penyewanya
bukan pihak-pihak yang disebutkan di atas, maka pemilik tanah atau bangunan yang harus
menyetorkan sendiri pajak finalnya.
Sanksi Tidak/Telat Lapor SPT Pajak
Sebelumnya, pengenaan sanksi terlambat dan kurang bayar pajak sebesar 2%
per bulan dari jumlah pajak terutang dalam Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6/1983 yang diubah dengan
UU 16/2009.Atau denda Rp 100.000 (seratus ribu rupiah),hal ini diatur
didalam pasal 7 ayat 1 UU KUP. Namun ketentuan diubah dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menjadi disesuaikan
dengan tingkat atau tarif suku bunga acuan per bulan.Hasil penghitungan
sanksi telat lapor SPT dan kurang bayar pajak terbaru pengenaan sanksi
terkait pelaporan SPT jumlahnya bisa lebih rendah dibanding sanksi
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai