Anda di halaman 1dari 70

PPH

PASAL 4 (2)
Disusun oleh:
Tri Ciptaningsih
PPH PASAL 4 (2)

• PPh pasal 4 (2) secara umum mengatur


tentang pengenaan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
• Pajak penghasilan bersifat final merupakan
pajak penghasilan yang pengenaannya sudah
final (berakhir) sehingga tidak dapat
dikreditkan (dikurangkan) dari total Pajak
Penghasilan terutang pada akhir tahun pajak.
LANJUTAN
UU PAJAK PENGHASILAN NOMOR 36 TAHUN 2008
BAB III
OBJEK PAJAK
Pasal 4 (2) Penghasilan Yang Dikenai Pajak Bersifat Final

• Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:


1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
2. penghasilan berupa hadiah undian;
3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan
5. penghasilan tertentu lainnya; yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
LANJUTAN

Penjelasan..........
Sesuai ketentuan pada ayat (1), penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada
ayat ini merupakan objek pajak, namunberdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara
lain:
• perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan
masyarakat;
• kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
• berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal
Pajak;
• pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
• memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter,
atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam
pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan
tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan,
atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka
waktu lebih dari 1 (satu) tahun.
Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat
Perbendaharaan Negara.
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif
Bunga Deposito PP 131 Th 2000 20%
Penjualan saham bursa PP 41 Th 1994 stdtd 0,1% dari nilai transaksi
PP 14 Th 1997 0,5% dari nilai saham saat
penawaran perdana

Bunga dan Diskonto PP 6 Th 2002 15% bagi WPDN


Obligasi 20% bagi WPLN

Diskonto SPN PP 27 Tahun 2008 20% dari diskonto


Transaksi Derivatif PP 17 Tahun 2009 2,5% (dua koma lima persen)
berupa kontrak berjangka dari margin awal

Pengalihan hak atas PP 71 Thn 2008 5% dari jumlah bruto.


tanah dan bangunan 1% utk RS/RSS oleh perush.
Real estat
Sewa Tanah dan PP 29 Th 1996 stdtd 10% dari jumlah bruto
Bangunan PP 5 Th 2002
…lanjutan

Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif


Pengh. Jasa Konstruksi PP 51 Th 2008 jo. PP Pelaksanaan : 2% , 3%, 4%
40 Th. 2009 Perencanaan: 4%, 6%
Pengawasan : 4%, 6%
Dividen yang diterima oleh PP 19 Tahun 2009 10%
WPOP
Uang Pesangon dan Tebusan PP 68 Th 2009 Pesangon : Pensiun
Pensiun 0-50 jt : 0% 0-50 : 0%
50-100 jt :5% >50 : 5%
100-500 :15%
>500 :25%

Bunga Simpanan Anggota PP 15 Tahun 2009 ≤240 rb : 0%


Koperasi >240 rb : 10%
Hadiah Undian PP 132 Th. 2000 25% dari hadiah
Revaluasi aktiva tetap PMK 10% dari sisa lebih (NP – NB)
132/PMK/03/2000
Jasa Pelayaran dalam Negeri KMK 1,2% dari jumlah bruto
416/KMK.04/1994
PAJAK PENGHASILAN ATAS
BUNGA DEPOSITO DAN
TABUNGAN SERTA DISKONTO
SERTIFIKAT BANK INDONESIA

Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam


bentuk apapun termasuk deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan deposit on call, baik dalam rupiah
maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada
atau diterbitkan oleh bank. Termasuk bunga yang
diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan
yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 131 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN
TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK
INDONESIA

Pasal 1
(1) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dipotong Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
(2) Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah bunga yang
diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan
yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
LANJUTAN

(3) Dengan memperhatikan perkembangan moneter, Menteri


Keuangan dapat menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan
atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia selain sebagaimana
ditentukan dalam ayat (1).
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak
termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak.
(5) Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
mengajukan permohonan restitusi atas pajak yang telah
dipotong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan restitusi
diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
TARIF
Pasal2
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito
dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagai
berikut:
a. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh
persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh
persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar
negeri.
PENGECUALIAN
Pasal 3
(1) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak dilakukan
terhadap:
a. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia
sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat Bank
Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima
ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah- pecah;
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan
di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia
yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap
bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah
susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni
sendiri.
LANJUTAN

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


huruf c dan d ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri
Keuangan, Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah dan atau Gubernur Bank Indonesia, baik
secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
PEMOTONG PAJAK

Pasal 4
(1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan
Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan dan bank yang menjual kembali sertifikat Bank
Indonesia kepada pihak lain yang bukan Dana Pensiun yang
pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan
bukan bank wajib memotong Pajak Penghasilan atas
diskonto sertifikat Bank Indonesia tersebut.
CONTOH

Pada tanggal 1 Januari 2009 mendapatkan bunga tabungan sebesar


Rp1.000.000. Atas transaksi tersebut akan dibuat jurnal sebagai berikut:
1. Metode Bruto (Gross Method)
Tanggal Keterangan Debit Kredit
01 Januari
2009 Bank 800.000  
  PPh pasal 4(2) 200.000  
    Pendapatan bunga   1.000.000

2. Metode Neto (Nett Method)


Tanggal Keterangan Debit Kredit
01 Januari
2009 Bank 800.000  
    Pendapatan bunga   800.000
BUNGA OBLIGASI DAN SURAT
UTANG NEGARA

Pengertian:
Obligasi adalah surat utang atau surat
utang negara yang berjangka waktu
lebih dari 12 bulan.
• Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima
dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam
bentuk bunga dan/atau diskonto.
LANJUTAN

Obligasi dapat dibeli sesuai dengan nilai nominal atau nilai kurs. Nilai
obligasi sebagai investasi dicatat sesuai dengan harga perolehannya.
Pembayaran bunga sehubungan dengan obligasi yang diperoleh di antara
tanggal pembyaran bunga harus dinyatakan terpisah dari harga perolehannya.
Perbedaan antara harga perolehan dengan nilai nominal obligasi atau surat
berharga semacam itu harus ditangguhkan dan diamortisasi selama jangka
waktu yang ada.

Obligasi merupakan sura peminjaman uang yang akan dilunasi setalah jangka
waktu tertentu. Umumnya obligasi memberikan penghasilan bunga dengan
jumlah tetap kepada investor. Adakalanya obligasi juga mempunyai hak atas
pembagian keuntungan. Penjelasan pasal 4 (1) bagian g UU PPh menganggap
bagian keuntungan tersebut sebagai dividen. Kalau diterima atau diperoleh
oleh pemegang obligasi yang berbentuk perseroan terbatas sebagai WPDN,
koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, maka bagian keuntungan
yang diterima tersebut tidak termasuk sebagai obyek PPh, dengan syarat:
LANJUTAN

• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan


• Bagian perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor.

Bagi pembayar bunga yang dikarakteristik sebagai dividen, pembagian laba


dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk pembayaran dividen,
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya
karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan
tersebut yan gakan dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPh.
LANJUTAN

Karena pada saat jatuh temponya obligasi akan dibayar


(kembali) sejumlah nominalnya, agio obligasi merupakan
kerugian bagi investor dan sebaliknya disagio merupakan
penghasilan. Hal sebaliknya berlaku untuk perusahaan penerbit
obligasi. Dalam praktik akuntansi komersial, dengan adanya
agio dan disagio (diskonto) obligasi tersebut, investor
mendapatkan penghasilan bunga efektif yang berbeda dengan
tingkat bunga nominal (yang tersurat di atas warkat obligasi).
Penghitungan bunga efektif tersebut menghendaki adanya
amortisasi agio dan disagio sebagai koreksi terhadap nilai buku
obligasi.
DASAR HUKUM

Yang menjadi dasar hukum bagi pajak penghasilan atas bunga obligasi dan
surat utang negara dalah PP No. 16 tahun 2009.
LANJUTAN
LANJUTAN
LANJUTAN
LANJUTAN
LANJUTAN
Dasar
Obyek Tarif Sifat
Perhitungan
LANJUTAN

Contoh: pada 1 Juli 2009 saudara Budi membeli sepuluh lembar obligasi
PT Noni dengan harga nominal Rp10.000 dan dengan kurs sebesar 110%.
Bunga obligasi 12% per tahun dibayar tiap 1 April dan 1 Oktober. Komisi
pialang Rp8.000. Obligasiakan dilunasi pada 31 Desember 2013 (4,5 thaun
lagi).
Pencatatan investasi obligasi oleh saudara BudiDebit
Tanggal Keterangan thaun 2009:
Kredit
01 Januari
2009Investasi obligasi 110.000
Penghasilan bunga 3.000
Biaya komisi 8.000
Utang PPh Pasal 4 (2) 1.500
Utang PPh Pasal 21 400
Kas 119.100
LANJUTAN

Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, saudara Budi harus


menyetorkan PPh pasal 4 (2) dan n PPh pasal 21 yang telah dipotongnya
ke kas negara. Atas transaksi tersebut, akan dibuat jurnal sebagai berikut:

Kredi
Tanggal Keterangan Debit t
10 Agustus
2009Utang PPh Pasal 4 (2) 1.500 
  Utang PPh Pasal 21 400 
    Kas   1.900
LANJUTAN

Sesuai dengan PP Nomor 16 tahun 2009, pendapatan bunga yang diterima


saudara Budi berkewajiban dilakaukan pemotongan PP pasal 4 (2) oleh PT
Noni sebagai pemberi penghasilan sebesar 15% x Rp6000 = Rp900. PPh ini
bersifat final sehingga tidak dapat diperhitungkan (dikreditkan) oleh
saudara Budi pada SPT Tahunan saudara Budi. Jurnal yang akan dibuat
oleh saudara Budi adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


01 Oktober
2009Kas 5.100 
  PPh pasal 4 (2) 900 
    Penghasilan bunga   6.000
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMPANAN
YANG DIBAYARKAN OLEH
KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI
ORANG PRIBADI

DASAR HUKUM PPh ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBYARKAN


OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI
ADALAH PP NOMOR 15 TAHUN 2009

Pasal 1
Yang dimaksud dengan “penghasilan berupa bunga simpanan” adalah
imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang
pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada
koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota.
Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah bunga simpanan yang
diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisa
hasil usaha.
LANJUTAN

Pasal 2
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 adalah:
a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan
sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu
rupiah) per bulan; atau
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk
penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.
PENJELASAN

Pasal 2
Contoh perhitungan Pajak Penghasilan atas bunga simpanan:
1. Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp240.000,00 untuk masa
Januari, maka PPh terutang 0% x Rp240.000,00 = Rp0,00
2. Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp245.000,00 untuk masa
Januari, maka PPh terutang 10% x Rp245.000,00 = Rp24.500,00
3. Bunga dibayarkan pada bulan April sebesar Rp500.000,00 dengan
rincian:
Bulan Januari Rp.250.000,00
Bulan Februari Rp150.000,00
Bulan Maret Rp100.000,00
Maka yang dikenakan PPh 10% adalah bunga bulan Januari
sebesar 10% x Rp250.000,00 = Rp25.000,00 dan untuk bulan
Februari dan Maret Rp0,00
LANJUTAN

Pasal 3
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga
simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 pada saat pembayaran.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 132 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN
LANJUTAN
ATURAN TERKAIT DENGAN
HADIAH UNDIAN

Jenis obyek pajak Keterangan Tarif


Hadiah langsung Non Obyek Pajak -
Hadiah undian Dipotong PPh Final 25%
Hadiah penghargaan, pekerjaan,
kegiatan, atau perlombaan yang Tarif progresif
diperoleh/diterima oleh WP Dipotong PPh pasal sesuai pasal 17
Orang Pribadi 21 UU PPh
Hadiah penghargaan, kegiatan,
atau perlombaan yang
diperoleh/diterima oleh WP Dipotong PPh pasal
Badan 23 15%
PENGHASILAN DARI TRANSAKSI
SAHAM DAN SEKURITAS LAINNYA

Dasar hukum:PP Nomor 14 Tahun 1997 dan KMK-282/KMK.04/1997

Pengertian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan
harga kurang dari 90% dari harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
• Saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah
penawaran umum perdana.
• Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk saham pendiri adalah:
• Saham yang diperoleh pendiri dari pembagian dividen dalam bentuk saham.
• Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana yang berasal
dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right isue), waran,
obligasi, konversi, dan efek konversi lainnya.
• Saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksa dana.
LANJUTAN

Obyek pengenaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh atau diterima


orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

Besarnya tarif PPh ini adalah:


• Untuk semua transaksi penjualan saham sebesar 0,1% dari jumlah bruto
nilai transaksi penjualan.
• Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh sebesar 0,5% dari
jumlah bruto nilai transaksi atas transaksi penjualan, kecuali penjualan
saham pendiri oleh perusahaan modal ventura atas penyertaan modal
kepada perusahaan pasangan usahanya.
LANJUTAN

Tata cara pelunasan


Peluanasan pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek
dilakukan dengan pemungutan/pemotongan oleh penyelenggara
bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat
pelunasan transaksi penjualan saham.

Penyetoran pajak dilakukan oleh pemotong paling lambat


tanggal 20 bulan berikutnya setelah blan terjadinya transaksi
penjualan saham. Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 25
bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan
saham.
PAJAK PENGHASILAN DARI TRANSAKSI
DERIVATIF YANG DIPERDAGANGKAN DI
BURSA

DASAR HUKUM
PP Nomor 17 tahun 2009 tentang PPh atas penghasilan dari
transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan
di bursa yang mulai berlaku mulai 1 Januari 2009.

Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mendiring perkembangan


bursa yang memperdagangkan instrumen derivatif dan untuk
meningkatkan kepatuhan WP.

Yang dimaksud dengan transaksi derivatif adalah transaksi yang


didasari pada kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya
merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti
suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan indeks, baik yang
diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau
LANJUTAN

Kontrak berjangka adalah suatu perjanjian termasuk kontrak


standar untuk membeli atau menjual sejumlah efek atau
komoditi yang jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu
penyerahannya di kemudian hari telah ditetapkan.

Atas penghasilan yang diterima dan/tau diperoleh orang pribadi


atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka
yang diperdagangkan di bursa dikenai PPh final sebesar 2,5%
dari margin awal.
LANJUTAN

Yang dimaksud dengan margin awal adalah sejumlah uang atau


surat berharga yang harus ditempatkan oleh pialang berjangka
atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjamin untuk
menjamin pelaksanaan transaksi kontrak berjangka.

Lembaga kliring dan penjamin adalah badan usaha yang


menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana
untuk pelaksanaan kliring dan penjamin transaksi di bursa,
termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka.
PEMOTONG AN DAN PELAPORAN

• Lembaga kliring dan penjamin wajib memungut Pajak


Penghasilan ini pada saat menerima penyetoran margin awal
oleh pialang berjangka atau anggota bursa.
• Lembaga kliring dan penjamin wajib menyetor seluruh pajak
yang dipungut kepada kantor pos atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan.
• Lembaga kliring dan penjamin wajib menyampaikan laporan
pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan yang
dipungut kepada KPP.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENJUALAN
SAHAM MILIK PERUSAHAAN MODAL
VENTURA

Dasar hukum: PP Nomor 04/1995


DPP = Jumlah bruto

Tarif = 0,1%
PAJAK PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HARTA BERUPA
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Dasar hukum: PP Nomor 71 Tahun 2008


Subyek pajak: orang pribadi atau badan yang memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Hal-hal yang termasuk dalam pengaliahan hak atas tanah
dan/atau bangunan, antara lain:
• Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak
lain selain pemerintah.
• Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain
yang disepakati kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan
umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
LANJUTAN

• Penjualan, tukar-menukar, penyerahan hak, lelang, hibah,


atau cara lain yang disepakati kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
LANJUTAN

Dikecualikan dari subyek pajak:


• Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP
yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
• Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada pemerintah guna melaksanakan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
• Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan
keagamaan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
LANJUTAN

• Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan


dengan cara hibah kepada badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan; atau
• Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena
warisan.
TARIF

Besarnya PPh yang dikenakan adalah sebesar 5% dari jumlah bruto


nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas
pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana
yang dilakukan WP yang usaha pokoknya melakukan pengaliahan
hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh sebesar 1% dari
jumlah nilai pengalihan.
Nilai pengaliahan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai
berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak
tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam UU no. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagiamana telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan, kecuali:
• Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai
berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
• Dalam hal pengaliahan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah
nilai menurut risalah lelang tersebut.
LANJUTAN

Nilai Jual Obyek Pajak adalah nilai Jual Obyek Pajak menurut
Surat Pemberitahuan Pajak terutang Pajak Bumi dan Bangunan
tahun yang bersangkutan atau dalam hal surat Pemberitahuan
Pajak terutang dimaksud belum terbit adalah nilai Jual Obyek
Pajak menurut SPT terutang tahun sebelumnya.
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada
KPP Pratama, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut
surat keterangan yang diterbitkan Kepala kantor wilayah
kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan berada.
PELAPORAN

• Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran


sendiri Pajak Penghasilan wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
• Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran
atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, yang
melakukan pemungutan Pajak Penghasilan wajib
menyampaikan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak atas
tanah dan/atau banguanan atau diterimanya pembayaran.
RINGKASAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS JASA
KONSTRUKSI

DASAR HUKUM:
PERATURANPEMERINTAHREPUBLIKINDONESIA
NOMOR40 TAHUN2009
TENTANG
PERUBAHANATASPERATURANPEMERINTAHNOMOR51
TAHUN2008
TENTANG PAJAK PENGHASILANATAS PENGHASILAN
DARIUSAHAJASA KONSTRUKSI
LANJUTAN
LANJUTAN
LANJUTAN
LANJUTAN
PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN

Dasar hukum: PP Nomor 5 tahun 2002

Obyek pajak: penghasilan yang diterima atau diperoleh orang


pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium,
gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang,
dan industri.

Besarnya tarif PPh yang wajib dipotong atau dibayar sendiri


adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan dan bersifat final, jika penyewa dan yang
menyewakan WPBDN atau BUT mapurn WPOPDN.
TATA CARA PELUNASAN

• Jika penyewa bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong


Pajak, maka PPh tersebut wajib dipotong oleh Penyewa.
• Jika penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka PPh
yang terutang tersebut dibayar sendiri oleh orang pribadi
atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan.
• Pemotong atau pemungut wajib menyetorkan pajak yang
telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan wajib melaporkan
kepada KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan dibayarkannya/diserahkannya
pembayaran tersebut.
PENGHASILAN TERTENTU
LAINNYA;
YANG DIATUR DENGAN ATAU
BERDASARKAN PERATURAN
PEMERINTAH.
SEKIAN.....

Anda mungkin juga menyukai