Anda di halaman 1dari 80

Pajak Penghasilan

Badan

1
Dasar Hukum
PPh dikenakan terhadap….? (Pasal 1 UU PPh)

Diterima/Diperoleh
Subjek Pajak Penghasilan
dalam Tahun Pajak
Subjek Pajak Pasal 2 (1) UU PPh

Orang Pribadi

Warisan yang yang belum terbagi


sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak

Badan

Bentuk Usaha Tetap


Subjek Pajak Pasal 2 ayat (2) UU PPh

Subjek Pajak Dalam Subjek Pajak Luar


Negeri (SPDN) Negeri (SPLN)
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
Pasal 2 ayat (3) UU PPh

YANG DIDIRIKAN ATAU


BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA
Subjek Pajak = Wajib Pajak……???

Subjek
Pajak

Wajib
Pajak
Objek
Pajak
OBJEK PAJAK
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

PENGHASILAN

SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG :

- Diterima atau diperoleh WP


- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
- Dapat dipakai untuk konsumsi/menambah kekayaan WP

DENGAN NAMA DAN DALAM


BENTUK APAPUN
Klasifikasi Penghasilan

Penghasilan

1. Dikenai Tarif Umum Ps. 17

2. Dikenai PPh Bersifat Final


3. Dikecualikan dari Objek Pajak
PENGHASILAN MENURUT PAJAK DAN PELAPORANNYA
DALAM SPT TAHUNAN PPh

Penghasilan
(income/revenue)

Objek PPh Dikecualikan Sbg Objek Pph Objek PPh Final Bukan Objek PPh
Psl. 4 (1) Psl. 4 (1) Huruf K Psl. 4 (2) Psl. 4 (3)

Sesuai UU Tidak
Sesuai UU

over under

Koreksi negatif Koreksi positif Koreksi Koreksi Koreksi


negatif negatif negatif
Penghasilan
Penghasilan
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini

Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan


penghargaan

Laba usaha

Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan


harta
Penghasilan
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak

Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena


jaminan pengembalian utang

Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk


dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis
dan pembagian SHU Koperasi

Royalti atau imbalan atas penggunaan hak


Penghasilan
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta

Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

Keuntungan karena pembebasan hutang kecuali sampai


dengan jumlah tertentu (Rp 350 juta dan termasuk kriteria
debitur kecil/PP130/2000) yang ditetapkan dengan PP

Keuntungan selisih kurs mata uang asing


Penghasilan

Premi asuransi

Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari


anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas

Tambahan kekayaan neto yang berasal dari


penghasilan yang belum dikenakan pajak
Penghasilan

Penghasilan dari usaha berbasis syariah

Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU


KUP

Surplus Bank Indonesia


Dikenai Pajak Bersifat Final
Konsekuensi Pengenaan PPh Final

biaya-biaya
terkait tidak
dapat menjadi
pengurang

pajak yang
dibayar tidak
dapat
dikreditkan
penghasilan tidak
dihitung kembali
pada saat
penghitungan
pajak akhir tahun
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (1)

No Jenis Tarif DPP Peraturan


Penghasilan
1 Bunga deposito, 20%, dan tarif lain untuk Devisa Hasil Ekspor Jumlah Bruto PP 131/2000 jo
tabungan, & diskonto PP 123 / 2015
SBI
2 Hadiah Undian 25% Jumlah Bruto PP 132/2000
3 Bunga simpanan •0% (s.d Rp 240.000) Jumlah Bruto PP 15/2009
Koperasi •10% (> Rp 240.000)
4 bunga obligasi dan Bunga Obligasi jumlah bruto bunga PP16/2009 jo
surat •15% (WP DN dan BUT) PP 100/2013
utang negara, bunga •20%/tarif P3B (WP LN)
atau diskonto surat
diskonto dari Obligasi dengan kupon selisih lebih harga jual/nilai
berharga jangka
•15% (WP DN dan BUT) nominal di atas harga
pendek yang
•20%/tarif P3B (WP LN) perolehan (bunga)
diperdagangkan di
pasar uang diskonto dari Obligasi tanpa bunga selisih lebih harga jual /nilai
•15% (WP DN dan BUT) nominal di atas harga
•20%/tarif P3B (WP LN) perolehan /
bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima
dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar
pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan
•5% s.d 2020
•10% setelah tahun 2020
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (2)
No Jenis Penghasilan Tarif DPP Peraturan
5 Penjualan Saham di Bursa 0,1% Jumlah Bruto PP 14/1997
Efek

0,5% tambahan untuk saham pendiri Jumlah Bruto


6 Pengalihan Tanah dan atau 2.5% Jumlah Bruto PP 34/2016
bangunan bagi
OP/yayasan dan organisasi
sejenisyang usaha
pokoknya melakukan
transaksi pengalihan hak
atas tanah dan/atau
bangunan
7 Persewaan Tanah atau 10% Jumlah Bruto PP 5/ 2002
Bangunan
8 Jasa Konstruksi •Pelaksana 2% (kualifikasi us. kecil) PP40/2009 jo PP
•Pelaksana 4% (tidak memiliki kualifikasi usaha) 51/2008
•Pelaksana 3% (untuk selain a dan b)
•Perencana/Pengawas 4% (memiliki kualifikasi
usaha)
•Perencana/Pengawas 6% (tidak memiliki
kualifikasi usaha)
Dikecualikan dari Objek Pajak
Dikecualikan dari Objek Pajak (1)
 bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan
 harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Dikecualikan dari Objek Pajak (2)

 warisan;

 harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
Dikecualikan dari Objek Pajak (3)
 penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan,
meliputi:
a) makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman
bagi seluruh pegawai;
b) natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
c) natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi
kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
d) natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa; atau
e) natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan
tertentu;
Dikecualikan dari Objek Pajak (4)
 pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau
karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi
beasiswa

 dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:


1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak:
a. orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut
diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b. badan dalam negeri;
Dikecualikan dari Objek Pajak (5)
2. dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu
bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sepanjang
diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu,
dan memenuhi persyaratan berikut:
a. dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling
sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak; atau
b. dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen
tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-
Undang ini;
Dikecualikan dari Objek Pajak (6)
3. Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan:
a. dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya
diperdagangkan di bursa efek; atau
b. dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham;
4. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah
pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2
diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a)
berlaku ketentuan:
a. atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan
dari pengenaan Pajak Penghasilan;
b. atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) laba setelah pajak dikurangi dengan dividen
dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada
huruf a) dikenai Pajak Penghasilan; dan
c. atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah
pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) serta atas selisih
sebagaimana dimaksud pada huruf b), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
Dikecualikan dari Objek Pajak (7)
5. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan
penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar
negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2, diinvestasikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:
a. atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
tersebut dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan; dan
b. atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen danf atau
penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a), tidak dikenai Pajak Penghasilan.
Dikecualikan dari Objek Pajak (8)

6. dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia
setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas
dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2.
Dikecualikan dari Objek Pajak (9)

7. pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri


tidak melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan
dalam hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan
memenuhi persyaratan berikut:
a. penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b. bukan penghasilan dari perusahaan yarlg dimiliki di luar negeri.
Dikecualikan dari Objek Pajak (10)

8. pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar


negeri atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2
dan angka 7, berlaku ketentuan:
a. tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang;
b. tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang
penghasilan; danf atau
c. tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak;
Dikecualikan dari Objek Pajak (11)

9. dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan


dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 7, berlaku ketentuan:
a. penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan
penghasilan pada tahun pajak diperoleh; dan
b. Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan tersebut merupakan kredit
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-
Undang ini;
Dikecualikan dari Objek Pajak (12)
Dikecualikan dari Objek Pajak (13)

 iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai

 penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana


dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu
Dikecualikan dari Objek Pajak (14)
 bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota
dari koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif

 penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura


berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat

 beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu

 bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu
Dikecualikan dari Objek Pajak (15)
 sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;

 dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus,
dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen
keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)

 sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau


keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau
ditempatkan sebagai dana abadi
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Rekonsiliasi Fiskal Biaya
Beban
(cost/expense)

Dapat Dikurangkan Tidak dapat dikurangkan


Psl.6 (1) Ps.9 (1)

Sesuai UU Tidak Sesuai UU

over under

Koreksi Koreksi Koreksi positif


positif negatif
BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

Biaya 3 M
Mendapatkan
Menagih PENGHASILAN
Memelihara

Kecuali : Dikenakan PPh Final


Bukan Obyek PPh
Dihitung dengan Norma
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (1)

1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
i. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (2)

2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi


atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 11A

3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;

4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (3)

5. kerugian selisih kurs mata uang asing;

6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di


Indonesia;

7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan


Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (4)

8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan


syarat:
• telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
• Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
• telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
• syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;

PMK 105/PMK.03/2009 sttd PMK -207/PMK.010/2015


Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (5)

9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang


ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

10. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang


dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;

11. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur


dengan Peraturan Pemerintah;
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (6)

12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur


dengan Peraturan Pemerintah; dan

13. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang


ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

14. Biaya Penggantian atau Imbalan yang diberikan dalam


bentuk natura dan/atau kenikmatan
KOMPENSASI KERUGIAN

1. MAX 5 TAHUN BERTURUT-TURUT

2. PEMBUKUAN

3. KERUGIAN YANG DAPAT DIKOMPENSASI


DARI SPT (RUGI FISKAL) ATAU SESUAI SKP
JIKA TELAH DIPERIKSA

Note : Kerugian hanya dapat dikompesasi di tahun berikutnya


bila tahun berirkutnya tersebut LABA (secara FISKAL)
dengan ketentuan kerugian yang dikompensasi maksimal
sebesar LABA Tahun berikutnya tersebut.
KOMPENSASI KERUGIAN
Pasal 6 ayat (2) dan PP 18 TAHUN 2015

KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN


PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUT NYA
BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN

PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA TERTENTU, DI


DAERAH TERTENTU, KOMPENSASI KERUGIAN PALING
LAMA
10 TAHUN
Contoh perhitungan kompensasi

PT A dalam tahun 2016 menderita kerugian fiskal Rp 1,5 M setelah diperiksa (terbit SKPN)
ditetapkan rugi Rp1,2M. Data 5 tahun berikutnya :
2017 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2018 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
2019 : laba fiskal Rp N I H I L
2020 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2021 : laba fiskal Rp800.000.000,00

Rugi fiskal tahun 2016 (Rp1.200.000.000,00)


Laba fiskal tahun 2017 Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2016 (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2018 (Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2016 (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2019 Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2016 (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2020 Rp 100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2016 (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 20121 Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2016 (Rp 100.000.000,00)  Tidak dapat diperhitungkan lagi
BIAYA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (1)

1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk


apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;

2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk


kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota;
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (2)

3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan,


kecuali:
• cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
• cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
• cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
• cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
• cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
• cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (3)

4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi


dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa


yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6. Dihapus dengan UU Nomor 7 Tahun 2021

6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang


saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (4)

7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan


warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan
huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;

8. Pajak Penghasilan
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (5)

9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan


pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya;

10. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,


atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham;

11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan


serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL
Apa Yang Dapat diSusutkan/Diamortisasi ?

• Aktiva Tetap:
harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan penghasilan
dan mempunyai masa manfaat (umur ekonomis) lebih dari
satu tahun. Terhadap aktiva ini diperkenankan untuk dilakukan
alokasi pembebanan biaya melalui penyusutan dan
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.

• Harta Tak Berwujud


Kapan ?

• Pada Bulan Dilakukannya Pengeluaran


• Kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tesebut.
• Dengan persetujuan Dirjen Pajak, bulan digunakannya harta tersebut
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
Harga Perolehan (1)

Jumlah yang
sesungguhnya
dikeluarkan untuk Hubungan Berelasi:
mendapatkan harta Jumlah yang seharusnya
yang bersangkutan dikeluarkan (harga pasar
wajar)
Harga Perolehan (2)

Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga


pasar wajar, dalam hal:
• tukar menukar
• likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.

PMK-57/PMK.010/2017 sdtd PMK-56/PMK.010/2021


Harga Perolehan (3)

• Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang ditetapkan
oleh Dirjen Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh karena sumbangan,
bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
• Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut
diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal (Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008).
• Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
• Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, dimana
harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut ketentuan fiskal
tidak dapat dibebankan (non deductible).
• Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari pinjaman,
biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir dalam harga perolehan
aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga perolehan).
Harga Perolehan (4)

• Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali Aktiva berdasarkan Pasal


19 UU PPh, maka dasar penyusuta harta adalah nilai penilaian kembali.
• Berdasarkan Pasal 10 (2) PP 94 tahun 2010, Pajak Masukan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto yang benar-benar telah dibayar dan
terkait dengan 3 M sehubungan dengan perolehan harta berwujud
dan/atau harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun harus dikapitalisasi menjadi unsur harga perolehan harta dan
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
• Selisih kurs yang timbul karena pembayaran perolehan aktiva dianggap
merupakan bagian dari masalah keuangan dan tidak dikapitalisasi pada nilai
aktiva (S-262/PJ.42/2003)
Metode Penyusutan
• Garis Lurus (Straight Line)
• Bangunan dan Bukan Bangunan

• Saldo Menurun (Declining Balance)

• Bukan Bangunan
Klasifikasi Aktiva Tetap

Permanen (20 th)

Bangunan
Tidak Permanen (10 th)

Aktiva Tetap
I (4 th)

II (8 th)
Bukan Bangunan

III (16 th)

PMK-96/PMK.03/2009 IV (20 th)


MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI
Pasal 11A ayat (2),(3),(4),(5) dan (6)

KELOMPOK MASA TARIF AMORTISASI


HARTA TAK MANFAAT
BERWUJUD GARIS LURUS SALDO MENURUN

- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
TARIF BERDASARKAN KELOMPOK
HARTA ATAU DIBEBANKAN
1. BIAYA PENDIRIAN
SEKALIGUS PADA TAHUN
2. BIAYA PERLUASAN MODAL
TERJADINYA PENGELUARAN

PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HAK METODE SATUAN


PENAMBANGAN MIGAS PRODUKSI

1. HAK PENAMBANGAN SELAIN MIGAS


METODE SATUAN PRODUKSI
2. HAK PENGUSAHAAN HUTAN
SETINGGI-TINGGINYA
3. HAK PENGUSAHAAN SUMBER DAN HASIL
20 % SETAHUN
ALAM LAINNYA

PENGELUARAN SEBELUM OPERASI KOMERSIL TARIF BERDASARKAN


YANG KELOMPOK HARTA 66
MASA MANFAAT > 1 TAHUN
Penyesuaian ketentuan penyusutan dan amortisasi
Memperhatikan perkembangan saat ini, banyak Wajib Pajak yang memiliki bangunan permanen dan juga
harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun seperti hak konsesi jalan tol.
Oleh karena itu perlu:
a. Penyelarasan masa pembebanan penyusutan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 20
tahun sesuai dengan masa manfaat sebenarnya
b. Penyelarasan masa pembebanan biaya amortisasi sesuai dengan masa manfaat sebenarnya

Substansi Pengaturan:

UU 36 Tahun 2008 UU HPP


• Masa Manfaat untuk bangunan • Memberikan pilihan bagi Wajib Pajak dapat membebankan
permanen adalah 20 Tahun biaya penyusutan bangunan permanen dan amortisasi
• Masa Manfaat kelompok IV harta tak harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari
berwujud adalah 20 Tahun 20 tahun sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya
berdasarkan pembukuan Wajib Pajak
• Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP

Pasal Terdampak
• Pasal 11 ayat (6a) dan Pasal 11A ayat (2a) ditambahkan
• Pasal 11 ayat (7) dan Pasal 11A ayat (1a) diubah
• Pasal 11 ayat (11) dihapus
BIAYA BUNGA
BIAYA BUNGA
• Biaya bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan
bruto
• Bunga pinjaman selama masa
konstruksi suatu aset merupakan
komponen biaya langsung atas
harga pokok atau harga
perolehan aset yang
bersangkutan
BIAYA BUNGA
• Bunga Pinjaman selama masa
kontruksi suatu aset menurut SE-
20/PJ.42/1994 merupakan
komponen biaya langsung dari
harga pokok atau harga perolehan
aset yang bersangkutan. Biaya
bunga dalam masa kontruksi suatu
aset harus dikapitalisir menjadi
komponen harga pokok atau harga
perolehan aset yang bersangkutan
sampai dengan kontruksi selesai,
selanjutnya pembebanan biaya
bunga tersebut dilakukan melalui
penyusutan/amortisasi atau diakui
pada saat penjualan barang sebagai
bagian dari harga pokok penjualan.
BIAYA BUNGA
• Bunga Pinjaman atas pinjaman
yang dipergunakan untuk
membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya
sepanjang dividen yang
diterimanya tidak merupakan
objek pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf f
BIAYA BUNGA (4) PMK 169 tahun 2015

• Besarnya perbandingan antara utang dan modal Untuk keperluan


penghitungan Pajak Penghasilan ditetapkan besarnya perbandingan antara
utang dan modal bagi Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham, ditetapkan
paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4: 1)
• Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi
besarnya perbandingan sebagaimana dimaksud diatas biaya pinjaman yang dapat
diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya
pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebesar empat dibanding satu
(4: 1)
• Biaya pinjaman berupa bunga pinjaman, diskonto dan premium yang terkait dengan
pinjaman, biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan pinjaman
(arrangement of borrowings), beban keuangan dalam sewa pembiayaan, biaya imbalan
karena jaminan pengembalian utang; dan selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam
mata uang asing.

Berlaku mulai tahun pajak 2016


UU HPP
Klaster PPh

UU 36 Tahun 2008 UU HPP


• Pasal 18 ayat (1) • Pasal 18 ayat (1)
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan mengatur
Menteri Keuangan berwenang
keputusan mengenai besarnya perbandingan
jumlah jumlah biaya pinjaman
antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibebankan untuk keperluan
untuk keperluan penghitungan pajak penghitungan pajak berdasarkan undang-
berdasarkan Undang-undang ini. undang ini.

• Pasal 18 ayat (3) • Pasal 18 ayat (3)


Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan
utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran
istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran
dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga
istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga
antara pihak yang independen, metode harga penjualan
antara pihak yang independen, metode harga penjualan
kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya. 73
Pokok Isi Perubahan
PPh
UU PPh UU HPP
Penjelasan Ayat (1) Penjelasan Ayat (1)
Undang-Undang ini memberi wewenang kepada Dalam menentukan batasan jumlah biaya
Menteri Keuangan untuk memberi keputusan pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan
Penjelasan tentang besarnya perbandingan antara utang dan
modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk
perpajakan digunakan metode yang lazim
diterapkan di dunia internasional, misalnya
Pasal 18 ayat 1 keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia melalui metode penentuan tingkat
usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu perbandingan tertentu yang wajar mengenai
yang wajar mengenai besarnya perbandingan besarnya perbandingan antara utang dan
antara utang dan modal (debt to equity ratio). modal (debt to equity ratio), melalui
Apabila perbandingan antara utang dan modal persentase tertentu dari biaya pinjaman
sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, dibandingkan dengan pendapatan usaha
pada umumnya perusahaan tersebut dalam sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak,
keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk depresiasi dan amortisasi (earnings before
penghitungan Penghasilan Kena Pajak, Undang- interest, taxes, depreciation, and amortization)
Undang ini menentukan adanya modal atau melalui metode lainnya
terselubung.
Istilah modal di sini menunjuk kepada istilah atau
pengertian ekuitas menurut standar akuntansi,
sedangkan yang dimaksud dengan "kewajaran
atau kelaziman usaha" adalah adat kebiasaan
atau praktik menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.
SPT PPh BADAN

Formulir 1771
Formulir 1771

• Fitur impor file CSV pada :


a. Lampiran III (Kredit Pajak Dalam Negeri)
b. Lampiran Khusus 1A (Daftar Penyusutan Amortisasi Fiskal)
c. Lampiran Khusus 7A (Kredit Pajak Luar Negeri)
d. Lampiran Khusus 5A (Daftar Cabang Utama Perusahaan)
e. Lampiran SSP pada Halaman Submit
• Validasi Nomor SSP saat submit apabila status SPT Wajib
Pajak Kurang Bayar
Formulir 1771
Formulir 1771
Formulir 1771

Anda mungkin juga menyukai