Anda di halaman 1dari 12

HUKUM PAJAK 

FORDIS 13

1.     (1) Bagaimana menghitung besarnya Pajak Penghasilan dari trasaksi


Penjualan Saham di Bursa Efek?

Penghitungan dalam transaksi penjualan saham ini adalah sebagai


berikut:

1. Transaksi jual 500 x Rp 2.000 = Rp 1.000.000


2. Komisi broker: 0,3% x Rp 1.000.000 = Rp 3.000
3. PPN (11% dari komisi): 11% x Rp 3.000 = Rp 330
4. PPh Transaksi Jual (0,1% dari nilai transaksi) : 0,1% x Rp
1.000.000 = Rp 1.000

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pajak-penjualan-
saham#:~:text=Penghitungan%20Pajak%20Penjualan%20Saham,-Dalam
%20pajak%20penjualan&text=Penghitungan%20dalam%20transaksi
%20penjualan%20saham,x%20Rp%203.000%20%3D%20Rp%20330

Berikan contoh penghitungan pajaknya, jika disimulasikan harga perlembar


Saham Rp. 100.000 setiap harinya terjual 10.000 lembar ?

Transaksi Jual 10.000 Lembar x Rp. 100.000,- = Rp. 1.000.000.000,-


Komisi Broker : 0,3% x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
PPN (11% dari komisi) : 11% x Rp. 3.000.000,- = Rp. 330.000,-
PPh Transaksi Jual (0,1% dari nilai transaksi) : 0,1% Rp. 1.000.000.000,- =
Rp. 1.000.000,-

2.     Bagaimana mengitung besarnya Pajak pada Bunga Deposito, Bunga


tabungan, dan Diskon to Sertifikat BI?

Seri PPh – Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan


Tabungan serta Diskonto SBI
Pengertian

1. Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto


Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dipotong Pajak Penghasilan (PPh) yang
bersifat final.
2. Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan
tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.

Objek dan Tarif

Atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dikenakan PPh final
sebesar:

1. 20% (duapuluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
2. 20% (duapuluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib
Pajak luar negeri.

Pemotong PPh

Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto adalah :

1. Bank Pembayar Bunga;


2. Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan dan Bank yang
menjual kembali sertifikat BI (SBI) kepada pihak lain yang bukan dana
pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan
bukan bank wajib memotong PPh atau diskonto SBI tersebut.

Dikecualikan dari Pemotongan PPh

1. Jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp


7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah
yang dipecahpecah.
2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang Bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 Undang-undang 11 tahun 1992
tentang Dana Pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan
Bebas (SKB), yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana
pensiun terdaftar.
4. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka
pemilikan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana; kavling siap
bangun untuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana atau
Rumah Susun Sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk
dihuni sendiri.

Ketentuan pada butir 3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Keputusan


Menteri terkait.

Batas waktu penyetoran PPh Terutang yaitu tanggal 10 bulan berikutnya


untuk masa pajak yang bersangkutan dan pelaporan tanggal 20 bulan
berikutnya untuk masa pajak yang bersangkutan.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

https://www.softwarepajak.net/news/145-seri-pph-pajak-penghasilan-atas-
bunga-deposito-dan-tabungan-serta-diskonto-sbi/

3.     Berapa besaran Tarif dari jumlah bruto hadiah atau undian?
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan kelancaran
pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas hadiah dan
penghargaan, Direktur Jenderal Pajak meluncurkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang
Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan. 

UU Pajak Penghasilan (PPh) juga menyatakan, penghasilan yang


berasal dari hadiah undian, perlombaan, atau kegiatan serupa
lainnya merupakan objek PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final.
Artinya, mekanisme pemajakannya telah dianggap selesai pada
saat dilakukan pemotongan, pemungutan, atau penyetoran sendiri
dari wajib pajak yang bersangkutan.

Tarif pajak yang dikenakan atas hadiah berbeda-beda tergantung


jenis hadiah yang diperoleh. Jika hadiah tersebut berhubungan
dengan undian, maka tarif yang digunakan adalah 25% baik untuk
wajib pajak orang pribadi maupun badan.

Jika hadiah tersebut sehubungan dengan kegiatan, maka tarif


yang dikenakan terbagi menjadi tiga, yakni:
1. Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi wajib
pajak dalam negeri, potongan yang dikenakan didasarkan
pada tarif Pasal 17.
2. Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak luar
negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), dikenakan
pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto
dengan memerhatikan ketentuan dalam Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
3. Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak badan
termasuk Bentuk Usaha Tetap, dikenakan pemotongan
Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a
angka 4 sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto.

https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pajak-
hadiah#:~:text=Aspek%20Pajak%20Hadiah%20dan
%20Penghargaan&text=Sementara%20itu%2C%20UU%20Pajak
%20Penghasilan,ayat%202%20yang%20bersifat%20final.

4.     Bagaimana (1) Tarif Penghitungan Pajak Pengalihan atas tanah


dan/atau bangunan?dan (2) Dalam hal apa saja yang tidak dikenakan PPh
Final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan?
(1) Tarif Penghitungan Pajak Pengalihan atas tanah dan/atau bangunan?
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi
penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati adalah
merupakan objek PPh yang bersifat final. Tarif PPh yang bersifat final atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan:

1. selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak


atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai
pengalihan tersebut;
2. bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan:
a. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk
pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana;
dan
b. 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk
pengalihan lainnya.
Objek Pajak

Usaha Pokok Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Tarif

 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan rumah sederhana dan rumah


susun sederhana
 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya

Bukan Usaha Pokok


5% dari jumlah bruto nilai pengalihan

Pembebasan PPh yang bersifat final dapat diberikan atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan kepada:

1. Diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas:


a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP
yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
c. badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
d. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan
dengan warisan.
2. Diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan
Bebas:
a. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
b. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk
subjek pajak.

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan
Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau
bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Pajak Bumi dan Bangunan.

Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai


pengalihan hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang
bersangkutan. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
adalah :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah


diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2008;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/ 1994
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2008;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/ PJ/2009;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/ PJ/2009.

https://www.softwarepajak.net/news/86-seri-pph-pengalihan-hak-atas-tanah-
dan-atau-bangunan/

(2) Dalam hal apa saja yang tidak dikenakan PPh Final atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan bangunan?
Terdapat beberapa pihak yang dikecualikan dari subjek pajak, yaitu:
 orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan
Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari
Rp60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
 orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
 badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
 pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;
 badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah
ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
 orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa
bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah,
bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah
dan/atau bangunan;atau
 orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.

Adapun nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta
pengalihan hak dengan nilai jual objek pajak tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunan.

https://pertapsi.or.id/pajak-atas-pengalihan-hak-atas-tanah-dan-atau-bangunan

5.     (3) Dalam hal kegiatan dan jasa apa saja serta berapa Penghasilan Jasa
Konstruksi kena Pajak?
Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2022 tentang
Perubahan Kedua atas PP No. 51/2008 tentang PPh atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi.
Jasa konstruksi dimulai dari tahap awal, yakni konsultasi hingga
tahap akhir sebuah bangunan selesai pekerjaan.

Pengguna jasa konstruksi ini bisa orang pribadi atau badan


termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagai pemilik atau
pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan jasa konstruksi.

Sedangkan penyediaan jasa adalah orang pribadi atau badan


termasuk BUT sebagai pemberi layanan jasa konstruksi.

Sebagai pengguna jasa maupun penyedia jasa konstruksi, akan


selalu bersinggungan dengan pajak penghasilan atas jasa
konstruksi.

Tak dimungkiri, beberapa sebutan dalam regulasi baku yang


ditetapkan pemerintah seringkali membingungkan wajib pajak
dalam menjalankan kewajibannya.

Misalnya saja peruntukan jenis Pajak Penghasilan (PPh) untuk


kegiatan usaha, salah satunya PPh di bidang jasa ini.

Sementara itu, setidaknya ada dua jenis pasal yang


diperuntukkan untuk pengenaan pajak, yakni PPh jasa Pasal 23
dan 4 ayat 2.

Kedua pasal tersebut, juga untuk mengatur pengenaan pajak


jasa konstruksi/kontraktor.

Sehingga butuh pemahaman dalam mencerna maksud dari


peraturan perundang-undangan perpajakan, agar pemenuhan
kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan baik.
Jenis Pasal yang Mengatur PPh
Konstruksi
Bagaimana ketentuan dua jenis pajak penghasilan dan
perbedaan jasa konstruksi PPh 23 dan PPh 4 ayat 2 ini?

Kedua regulasi ini sama-sama mengatur ketentuan dalam


pengenaan PPh dalam bidang jasa konstruksi, namun juga
terdapat perbedaan pengenaannya berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam masing-masing pasal.

Jenis pasal yang mengatur tentang PPh Jasa Konstruksi ini


terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, yakni Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 23.

Akan tetapi detail untuk pelaksanaan ketentuan pasal dalam UU


PPh tersebut lebih lanjut diatur melalui peraturan perundang-
undangan perpajakan sebagai regulasi turunannya.

A. PPh 23 Jasa Konstruksi


Pengertian PPh Pasal 23 sendiri merupakan pajak atas
jasa atau modal, sewa, royalti, bunga, dividen, penyerahan jasa,
maupun hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21.

Apa saja jenis jasa konstruksi yang dikenakan PPh 23?

Berikut jenis jasa konstruksi yang dikenakan PPh 23 sesuai


Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015:

1. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,


gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.
2. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
Dalam Pasal 23 ayat 4 juga diatur mengenai pengecualian objek
yang tidak kenakan atau tidak dilakukan pemotongan pajak
penghasilan pasal 23 ini.

Objek yang dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan


dalam pasal 23 ayat 4 ini selengkapnya baca Apa saja objek
PPh Pasal 23

B. PPh Jasa Konstruksi 4 ayat 2


Bagaimana dengan ketentuan pajak kontraktor atau PPh
konstruksi dalam PPh Pasal 4 ayat 2?

Penghasilan yang diterima dari usaha jasa konstruksi dikenakan


PPh Final 4 ayat 2 sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 ayat 2
huruf d UU No. 36 Tahun 2008.

Pengertian PPh Pasal 4 ayat 2 dalam UU PPh adalah pajak atas


penghasilan yang dibayarkan terkait usaha jasa dan sumber
tertentu seperti jasa konstruksi, sewa tanah/bangunan,
pengalihan hak atas tanah/bangunan, hadiah undian, dan
lainnya.

Dalam Pasal 2 PP No. 9/2022 disebutkan bahwa Usaha Jasa


Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Jenis usaha jasa konstruksi yang dikenakan PPh Final adalah


yang memiliki kegiatan sebagai berikut:

1. Jasa Perencanaan / Konsultasi / Pengawasan Konstruksi

Jasa Perencana Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang


pribadi atau badan di bidang perencanaan jasa konstruksi dan
mampu menyusun pekerjaan dalam bentuk dokumen
perencanaan bangunan fisik.

Kategori usaha jasa perencana konstruksi ini juga termasuk


dalam jasa pengawasan konstruksi.

Jasa Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang


pribadi atau badan di bidang pengawasan jasa konstruksi yang
mampu melaksanakan aktivitas pengawasan sejak awal hingga
selesai dari pelaksanaan konstruksi, termasuk di dalamnya
kelompok jasa penilai.

Layanan jasa konsultasi konstruksi ini mencakup layanan


keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen
penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.

2. Jasa Pelaksana Pekerjaan Konstruksi

Jasa Pelaksana Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang


pribadi atau badan di bidang pelaksanaan jasa konstruksi dan
mampu melaksanakan kegiatannya untuk merealisasikan suatu
hasil perencanaan menjadi bangunan atau bentuk fisik lainnya.

Layanan jasa pekerjaan konstruksi ini mencakup kegiatan yang


meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan,
pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

3. Jasa Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi

Pekerjaan konstruksi yang terintegrasi adalah penggabungan


fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan,
pengadaan dan pembangunan serta model penggabungan
antara perencanaan dan pembangunan.

Layanan jasa pekerjaan konstruksi terintegrasi ini mencakup


gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultasi konstruksi,
termasuk di dalamnya penggabungan fungsi layanan dalam
model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan
pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan
pembangunan.

Usaha Jasa Konstruksi tersebut setidaknya harus memiliki


kualifikasi sebagai berikut:

 Klasifikasi usaha jasa konsultansi konstruksi untuk sifat umum


 Klasifikasi usaha jasa konsultansi konstruksi untuk sifat spesialis
 Klasifikasi usaha pekerjaan konstruksi untuk sifat umum
 Klasifikasi usaha pekerjaan konstruksi untuk sifat spesialis
 Klasifikasi usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi

Anda mungkin juga menyukai